Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan bimbingan dan berkatNYA- lah makalah ini dapat selesai tepat pada
waktunya.
Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas yang diberikan oleh dosen mata ajar kesehataan pariwisata dan untuk
memenuhi bobot nilai penugasan , selain itu juga untuk memberikan pengetahuan
kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif
Akhir kata kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-
kata yang kurang berkenan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya.
Penulis
2
Daftar Isi
Kata Pengantar ii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Metode 5
2.2 Pembahasan 5
2.2.1 Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia . 5
2.2.2 Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Bali .. 6
2.2.3 Hukum Internasional dan HIV/AIDS .... 7
2.2.4 Peran Masyarakat Madani Dalam Membantu Mengurangi Stigma dan
Diskriminasi Terhadap Penderita HIV/AIDS 12
BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran .. 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
kematian AIDS sebesar 1,6 juta orang dan sebanyak 2,3 juta orang baru
terinfeksi HIV di tahun 2012.
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (2013) sampai dengan tahun 2005 jumlah
AIDS yang dilaporkan sebanyak 4.987, tahun 2006 (3.514), tahun 2007
(4.425), tahun 2008 (4.943), tahun 2009 (5.483), tahun 2010 (6.845), tahun
2011 (7.004), tahun 2012 (5.686). Dari tahun 1987 sampai dengan Juni
2013 jumlah kumulatif AIDS sebanyak 43.667 orang, sedangkan jumlah
kumulatif infeksi HIV sebanyak 108.600.
WHO dan UNAIDS sudah memastikan Indonesia sebagai negara
yang menunjukkan kecenderungan baru yang berbahaya sejak Desember
2002. Hal ini seiring ditemukan peningkatan kasus HIV/AIDS yang tidak
hanya ditularkan melalui hubungan seksual tetapi juga oleh jarum suntik
yang semakin marak digunakan kalangan pecandu narkotika. Selain itu,
faktor dari pariwisata Indonesia juga mempengaruhi peningkatan angka
HIV/AIDS di Indonesia, khususnya Bali.
Provinsi Bali dengan jumlah kumulatif AIDS sebesar 3.344
menempati urutan kelima sebagai penyumbang terbesar kasus AIDS di
Indonesia setelah Papua (7.795), Jawa Timur (6.900), DKI Jakarta (6.299),
dan Jawa Barat (4.131). Selain itu Bali juga menempati urutan kedua
sebagai provinsi dengan AIDS Case Rate/jumlah AIDS per 100.000
penduduk (77,8) tertinggi sampai dengan Juni 2013 setelah Papua (245,3).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi (2013) kota
Denpasar menduduki peringkat pertama kasus HIV/AIDS dari sembilan
kabupaten/kota di Bali yaitu dengan jumlah infeksi HIV pada enam bulan
pertama di tahun 2013 mencapai 391 dan jumlah kumulatif AIDS sampai
Juni 2013 sebesar 1.408.
Kasus HIV/AIDS setiap tahun mengalami peningkatan.
Peningkatan juga terjadi di Kabupaten Bangli. Tahun 2006 jumlah
penderita HIV sebanyak 2 kasus, sedangkan AIDS 2 kasus. Tahun 2007
terjadi peningkatan, untuk penderita HIV menjadi 3 kasus, sedangkan
AIDS menjadi 10 kasus dan pada tahun 2008, penderita HIV sebanyak 3
kasus sedangkan AIDS menjadi 13 kasus. Adanya kenaikan kasus
HIV/AIDS setiap tahun itulah, maka diperlukan upaya pencegahan
2
HIV/AIDS apalagi mengingat sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat
untuk HIV atau AIDS. Bila tidak dilakukan upaya penanggulangan yang
tepat maka dapat dipastikan dalam waktu tidak terlalu lama epidemi
HIV/AIDS akan terjadi di masyarakat umum (generalized epidemic).
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian
mengenai masalah penyakit HIV/AIDS di Bali terutama di Kabupaten
Bangli.
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :
3
BAB II
2.1 METODE
Bedah Jurnal ini telah dilakukan pada September 2017 di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bali. Metode yang dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian
HIV/AIDS di Kabupaten Bangli adalah dengan cara melakukan sosialisasi ke
semua desa yang ada di daerah Kabupaten Bangli.
2.2 PEMBAHASAN
2.2.1 Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia
4
Human Immuno Deficiency virus (HIV) merupakan virus yang
mengganggu sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan menurunnya
atau rusaknya system kekebalan tubuh manusia. Virus ini dapat menular
melalui transfusi darah, menggunakan jarum suntik bergantian dengan orang
yang terinfeksi HIV dan melakukan hubungan seksual dengan penderida HIV.
Virus ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat dan sampai di
Indonesia pada tahun 1987. Hal ini di tandai dengan meninggalnya seorang
wisatawan asal Belanda di sebuah hotel di Bali. Setelah di otopsi ternyata
wisatawan tersebut meninggal karna menderita HIV/AIDS. Jumlah penderita
HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan, setiap 25 menit
di Indonesia terdapat 1 orang baru yang terinveksi HIV.
Bahkan menurut data UNAIDS tahun 2008 Indonesia merupakan negara
tercepat di Asia tenggara. Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia
menunjukkan bahwa tanpa percepatan program penanggulangan HIV, lebih
dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014.
Epidemi tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual dan penggunaan
narkoba suntik. Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), Jakarta dan
Bali menduduki tempat teratas untuk tingkat kasus HIV baru per 100.000
orang. Semakin meningkatnya prevelensi penderita HIV/AIDS dikarenakan
mudahnya penularan virus ini. Human Immuno Deficiency virus (HIV)
berada di cairan tubuh manusia baik itu darah, ASI, maupun cairan lainya.
5
wanita penjaja seks (WPS) yang terbesar di Kota Denpasar adalah wilayah
Sanur meliputi Danau Tempe Barat dan Timur, Danau Poso, Bungalow Sanur,
wilayah Padang Galak dan Pasiran serta Carik dan Lumintang. Sekitar 4.000
WPS ditemukan di delapan lokasi langsung dan tidak langsung, tidak
termasuk yang bertransaksi tertutup.
Pada 1987 2008, jumlah penderita AIDS mencapai 413 kasus dengan
jumlah kematian 105 kasus, sedangkan dan penderita HIV (+) berjumlah 804
orang. Jumlah seluruh penderita HIV/AIDS adalah 1.217 orang, terbanyak
adalah kelompok usia 20 29 tahun. Kasus tertinggi dilaporkan pada Juli
2011, dengan jumlah penderita HIV/AIDS adalah 2.051 kasus (44,29%),
dengan jumlah kasus HIV dan AIDS adalah 1.140 dan 1.090. Pada Juli 2011,
prevalensi penderita dilaporkan 44,29%, merupakan yang tertinggi dengan
kasus HIV dan AIDS berjumlah 1.140 dan 1.090.
Denpasar termasuk wilayah yang berisiko tinggi penularan HIV/AIDS,
karena banyak tempat hiburan malam yang rawan transaksi penjaja seks
komersial atau lokalisasi dan buruh migran. Hal tersebut didukung pula oleh
laporan KPA bahwa penularan terbanyak melalui hubungan seks (78,94%).
Strategi pengendalian penyakit menular pada dasarnya menghilangkan
sumber penyakit dengan cara menemukan dan mencari kasus secara proaktif,
kemudian melakukan pengobatan hingga sembuh. Intervensi faktor risiko
misalnya lingkungan dan intervensi terhadap perilaku. Selain itu, menurut
Suesen dalam Soelistijani, 10 pencegahan penularan HIV melalui hubungan
seksual memerlukan penyuluhan yang dan ditujukan untuk mengubah perilaku
seksual masyarakat sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV
sehingga diharapkan pengetahuan yang diterima WPS nantinya mampu
merubah sikap dan perilaku untuk mencegah HIV/AIDS.
Kumulatif penderita HIV/AIDS di Kabupaten Bangli tahun 2014 sebanyak
37 penderita dan semuanya sudah mendapatkan penangan. Meningkat
dibandingkan tahun 2013 kumulatif penederita HIV/AIDS sebanyak 12 orang
dan semuanya sudah mendapatkan penangan. Pada tahun 2015 sebanyak 34
penderita dimana proporsi terbesar sebanyak 25 penderita (73,53%) berada
pada interval umur 25-49 tahun. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya.
6
Jonathan Mann, Direktur Program Kesehatan Global WHO (WHO)
,mengidentifikasi hukum HAM internasional sebagai kerangka kerja
komprehensif dimana praktisi kesehatan masyarakat dapat menerima
tanggung jawab untuk menangani penyebab utama HIV / AIDS, trauma
dan ancaman lainnya terhadap kesehatan. Seperti diuraikan di bawah,
pendekatan yang berfokus pada HAM untuk kesehatan masyarakat
umumnya, khususnya HIV / AIDS, dan mendukung praktik kesehatan
masyarakat yang baik dengan menyediakan alat tambahan dalam
memotivasi pemerintah untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat.
Pertimbangan HAM, dapat membantu memfasilitasi pengaturan dan
pemantauan target kesehatan masyarakat dan memberikan tujuan untuk
mengidentifikasi kegagalan, atau kegagalan yang terdapat dalam
pelaksanaan tujuan kesehataan masyarakat. Pendekatan berfokus terhadap
HAM juga menyediakan gerakan sosial lainnya yang menggunakan tata
bahasa yang sama, misalnya gerakan perempuan, perjuangan masyarakat
adat dan pergerakan orang-orang yang bekerja untuk melindungi
lingkungan.
Pada tahun 1996, sebuah kelompok konsultasi ahli internasional yang
diselenggarakan oleh UNAIDS dan Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak
Asasi Manusia, para ahli, perwakilan program AIDS nasional, ODHA ,
dan organisasi non-pemerintah, menyiapkan panduan untuk negara-negara
mengenai penerapan undang-undang hak asasi manusia internasional
dalam konteks HIV / AIDS. Pedoman tersebut (terdiri dari dua belas
paragraf ringkas) dimasukkan dalam laporan konsultasi yang diajukan
pada sidang ke 53 Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1997. Komisi
menyambut laporan tersebut dan mengundang negara-negara untuk
mempertimbangkan pedoman tersebut (dikenal dengan Internasional
Pedoman resolusi HIV/ AIDS dan Hak Asasi Manusia ). Resolusi
berikutnya pada tahun 1999 dan 2001 meminta negara-negara untuk
melaporkan langkah-langkah yang dapat diambil. Bila sesuai terhadap
persetujuan, dapat dipromosikan dan diterapkan panduan ini, dan alat-alat
yang digunakan telah disiapkan untuk membantu kelompok-kelompok
tertentu menerapkan pedoman tersebut.
7
Opini yang membahas masalah kompleks di bidang-bidang seperti
kerahasiaan dan pengungkapan status HIV yang menerapkan prinsip
hukum internasional. Pedoman tersebut mencatat bahwa hukum hak asasi
manusia internasional memungkinkan negara-negara memberlakukan
pembatasan terhadap kebebasan pribadi tertentu, seperti hak kebebasan
berpendapat, namun hanya di beberapa negara yang menetapkan
pembatasan tersebut yaitu:
2.2.3.1.1 Berlaku sesuai dengan undang-undang, yaitu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan jelas dan tepat, sehingga dapat
diprediksi bahwa individu akan mengatur perilaku mereka,
2.2.3.1.2 Berdasarkan kepentingan yang sah, sebagaimana didefinisikan
dalam ketentuan yang menjamin HAM.
2.2.3.1.3 Proses pengambilan keputusan yang konsisten dengan
peraturan undang-undang.
8
non-diskriminasi dan kewajiban untuk mengendalikan. Meskipun
perjanjian hak asasi manusia internasional mencakup mekanisme
pemantauan, dan beberapa individu mengeluh tentang perilaku negara
bagian, yang ketentuan dalam penegakan hukum yang lemah, misalnya,
kesepakatan perdagangan. Berbeda dengan pelanggaran WTO, tidak ada
mekanisme untuk mengadakan denda moneter terhadap pelanggar hak
asasi manusia.
9
2.2.3.2 Hukum hak asasi manusia yang digunakan untuk mengurangi dampak
HIV/AIDS
Pernyataan Komitmen Majelis Umum PBB mengenai HIV / AIDS
mencatat bahwa realisasi penuh hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental bagi semua merupakan elemen penting dalam respons global
terhadap pandemi HIV / AIDS. Hal ini juga menetapkan target konkrit
dan terikat waktu untuk pengenalan undang-undang nasional dan tindakan
lainnya dalam memastikan penghormatan terhadap hak dalam hal
pendidikan, warisan, pekerjaan, perawatan kesehatan, layanan sosial dan
kesehatan, pencegahan, dukungan, perawatan, informasi dan hukum, juga
perlindungan. Meskipun negara-negara bagian tidak terikat secara hukum
untuk menerapkan janji-janji yang dibuat dalam deklarasi tersebut.
2.2.3.3 Pengaruh HAM terhadap epidemi HIV / AIDS
Pendekatan terhadap hukum dan kebijakan yang terkait dengan
HIV/AIDS yang mengakar dalam hukum hak asasi manusia internasional.
Badan hukum ini menyediakan sarana untuk tiga sektor yang ingin
mengatasi epidemi HIV. Pertama, undang-undang hak asasi manusia
membantu negara-negara menanggapi secara tepat tantangan epidemi HIV
/ AIDS dengan menyediakan kerangka kerja di mana mereka dapat
merumuskan undang-undang dan kebijakan yang mengintegrasikan tujuan
kesehatan masyarakat dan standar hak asasi manusia. Kedua, hak asasi
manusia memberikan dasar bagi organisasi nonpemerintah dan kelompok
advokasi untuk digunakan untuk memantau kinerja negara-negara dalam
kebijakan dan program mereka dan untuk mengambil tindakan ketika
kebijakan kesehatan masyarakat melanggar hak.
Ketiga, hak asasi manusia juga berbicara kepada kewajiban praktisi
kesehatan masyarakat dengan tanggung jawab untuk perlindungan dan
promosi kesehatan. Dalam kesehatan masyarakat, ada perdebatan tentang
sistem ethos dan nilai yang seharusnya ada di lingkungan global.
Penekanannya pada membangun kembali komitmen terhadap keadilan
sosial dan partisipasi rakyat yang 'menempatkan komunitas terorganisir
dan aktif di pusat sebagai penggagas dan manajer kesehatan mereka
sendiri' '. Untuk alasan tersebut, praktisi kesehatan masyarakat harus
terbiasa dengan hak asasi manusia dan memahami asal-usul, potensi dan
10
keterbatasan mereka. Yang penting, pendekatan berasarkan hak terhadap
HIV / AIDS mewajibkan orang terinfeksi untuk disertakan secara
bermakna dan berpartisipasi dalam perancangan dan implementasi
kebijakan dan program yang efektif. Praktisi yang belum merasa nyaman
dengan pendekatan ini mungkin mempertimbangkan aliansi strategis
dengan advokat yang terampil.
11
sangat penting dalam membantu mengubah persepsi negatif masyarakat
terhadap ODHA. Tokoh agama di Malaysia dan Thailand memiliki peran
penting dalam membantu menurunkan jumlah kasus HIV & AIDS (BKKBN
dan UNFPA, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat madani dalam
membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV &
AIDS yaitu terbagi menjadi internal dan eksternal. Termasuk dalam faktor
internal antara lain adalah latar belakang pendidikan, usia, dan pekerjaan,
sedangkan yang tercakup dalam faktor ekstemal adalah ketersediaan dan
aksesibilitas untuk berkomunikasi dan infrastruktur informasi, keterlibatan
dalam beragam kegiatan yang menaruh kepedulian pada isu HIV &AIDS.
Televisi, radio, dan media cetak merupakan media yang sering kali
digunakan untuk menginformasikan beragam isu termasuk HIV & AIDS,
untuk memberikan kesempatan kepada individu untuk memperoleh dan
meningkatkan pengetahuan/pemahaman terkait dengan isu HIV & AIDS
tersebut. Studi yang dilakukan oleh JEN di Bandung telah melakukan kajian
tentang korelasi antara pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap perilaku
dalam kaitannya dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Hasilnya
memperlihatkan adanya korelasi yang kuat antara faktor-faktor tersebut
dengan tingkat pengetahuan dan perilaku yang positif, khususnya dari para
tokoh agama terhadap ODHA.
Kesimpulannya masyarakat madani berperan besar dalam mengatasi
persoalan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Hasil studi kasus di
lndramayu menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap ODHA tidak
lagi negatif berkat peran dari tokoh agama yang menyosialisasikan bahwa
penyakit tersebut bukan kutukan dari Tuhan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
3.2 Saran
Karena HIV merupakan penyakit yang terjadi secara cepat dalam
penularannya maka harus dilakukan berbagai macam pencegahan
diantaranya :
1. Tidak berganti-ganti pasangan
2. Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan
jarum suntik yang diulang
3. Dengan Formula A-B-C-D-E :
a. ABSTINENSIA artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum
menikah.
b. BE FAITHFUL artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks
dengan pasangannya saja.
c. CONDOM artinya pencegahan dengan menggunakan kondom.
d. DRUG artinya tidak memakai obat-obat terlarang dan narkoba.
e. EDUKASI artinya memiliki pengetahuan yang benar tentang penyakit
HIV/AIDS.
14
DAFTAR PUSTAKA
15