Anda di halaman 1dari 17

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan bimbingan dan berkatNYA- lah makalah ini dapat selesai tepat pada

waktunya.

Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas yang diberikan oleh dosen mata ajar kesehataan pariwisata dan untuk

memenuhi bobot nilai penugasan , selain itu juga untuk memberikan pengetahuan

bagi mahasiswa tentang penyusunan makalah.

Kami sadar didalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif

untuk menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-

kata yang kurang berkenan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat

sebagaimana mestinya.

Denpasar, 07 September 2017

Penulis

2
Daftar Isi

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .. 1


1.2 Rumusan Masalah . 3
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat .. 4

BAB II METODE DAN PEMBAHASAN

2.1 Metode 5
2.2 Pembahasan 5
2.2.1 Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia . 5
2.2.2 Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Bali .. 6
2.2.3 Hukum Internasional dan HIV/AIDS .... 7
2.2.4 Peran Masyarakat Madani Dalam Membantu Mengurangi Stigma dan
Diskriminasi Terhadap Penderita HIV/AIDS 12

BAB II PENUTUP

3.1 Kesimpulan 14

3.2 Saran .. 14

Daftar Pustaka ... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor pariwisata tidak hanya berkontribusi terhadap peningkatan
perekonomian suatu negara namun juga memiliki keterkaitan dengan
pergerakan penyebaran penyakit HIV/AIDS, disebabkan oleh tempat
hiburan yang memiliki pekerja seks komersial. Seperti halnya Provinsi
Bali meskipun telah ditunjang fasilitas kesehatan yang baik, namun masih
menyandang predikat sebagai provinsi dengan angka HIV/AIDS tertinggi
kedua di Indonesia setelah Papua. Sebagian besar penderita AIDS di
Indonesia masih tergolong ke dalam usia remaja yakni dengan persentase
mencapai 60% dari total 1.204 kasus HIV/AIDS.
Sejak zaman colonial Belanda, Bali telah menjadi tujuan wisata
terkenal. Banyak orang dari luar Bali datang dan pergi bekunjung ke Bali
sebagai turis. Akibatnya, masyarakat Bali berinteraksi dengan orang-orang
dari berbagai latar belakang demografis dan budaya. Interaksi ini memeliki
kkonsekuensi baik positif maupun negative. Migrasi masuk dan pariwisata
tidak hanya telah memberikan manfaat untuk ekonomi lokal, tetapi juga
telah mengubah gaya hidup masyarakat.sejak ditemukan di Bali tahun
1987, kasus HIV AIDS tumbuh dengan cepat dan menyebar ke seluruh
kabupaten di Provinsi Bali. Hal ini menunjukan bahwa orang Bali
mempunyai resiko yang cukup besar menyangkut masalah penyakit
seksual yang menular termasuk HIV AIDS. Penelitian pada tahun 1999
menemukan bahwa HIV AIDS menjadi fenomena dikalangan anak muda.
Mereka berpikir bahwa hubungan seksual dengan orang asing tidak
beresiko karena mereka yakin bahwa orang asing bebas dari penyakit
menular seksual.
Acquired immune defficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan
sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi Human Immmunodeficiency Virus (HIV),
AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. United Nations Programme
on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan jumlah orang hidup dengan HIV
pada tahun 2012 sebanyak 35,3 juta orang. Pada tahun yang sama angka

1
kematian AIDS sebesar 1,6 juta orang dan sebanyak 2,3 juta orang baru
terinfeksi HIV di tahun 2012.
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (2013) sampai dengan tahun 2005 jumlah
AIDS yang dilaporkan sebanyak 4.987, tahun 2006 (3.514), tahun 2007
(4.425), tahun 2008 (4.943), tahun 2009 (5.483), tahun 2010 (6.845), tahun
2011 (7.004), tahun 2012 (5.686). Dari tahun 1987 sampai dengan Juni
2013 jumlah kumulatif AIDS sebanyak 43.667 orang, sedangkan jumlah
kumulatif infeksi HIV sebanyak 108.600.
WHO dan UNAIDS sudah memastikan Indonesia sebagai negara
yang menunjukkan kecenderungan baru yang berbahaya sejak Desember
2002. Hal ini seiring ditemukan peningkatan kasus HIV/AIDS yang tidak
hanya ditularkan melalui hubungan seksual tetapi juga oleh jarum suntik
yang semakin marak digunakan kalangan pecandu narkotika. Selain itu,
faktor dari pariwisata Indonesia juga mempengaruhi peningkatan angka
HIV/AIDS di Indonesia, khususnya Bali.
Provinsi Bali dengan jumlah kumulatif AIDS sebesar 3.344
menempati urutan kelima sebagai penyumbang terbesar kasus AIDS di
Indonesia setelah Papua (7.795), Jawa Timur (6.900), DKI Jakarta (6.299),
dan Jawa Barat (4.131). Selain itu Bali juga menempati urutan kedua
sebagai provinsi dengan AIDS Case Rate/jumlah AIDS per 100.000
penduduk (77,8) tertinggi sampai dengan Juni 2013 setelah Papua (245,3).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi (2013) kota
Denpasar menduduki peringkat pertama kasus HIV/AIDS dari sembilan
kabupaten/kota di Bali yaitu dengan jumlah infeksi HIV pada enam bulan
pertama di tahun 2013 mencapai 391 dan jumlah kumulatif AIDS sampai
Juni 2013 sebesar 1.408.
Kasus HIV/AIDS setiap tahun mengalami peningkatan.
Peningkatan juga terjadi di Kabupaten Bangli. Tahun 2006 jumlah
penderita HIV sebanyak 2 kasus, sedangkan AIDS 2 kasus. Tahun 2007
terjadi peningkatan, untuk penderita HIV menjadi 3 kasus, sedangkan
AIDS menjadi 10 kasus dan pada tahun 2008, penderita HIV sebanyak 3
kasus sedangkan AIDS menjadi 13 kasus. Adanya kenaikan kasus
HIV/AIDS setiap tahun itulah, maka diperlukan upaya pencegahan

2
HIV/AIDS apalagi mengingat sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat
untuk HIV atau AIDS. Bila tidak dilakukan upaya penanggulangan yang
tepat maka dapat dipastikan dalam waktu tidak terlalu lama epidemi
HIV/AIDS akan terjadi di masyarakat umum (generalized epidemic).
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian
mengenai masalah penyakit HIV/AIDS di Bali terutama di Kabupaten
Bangli.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjabaran latar belakang diatas, kami dapat merumuskan beberapa


masalah yaitu :

1.2.1 Bagaimana perkembangan penyakit HIV/AIDS di Indonesia ?


1.2.2 Bagimana perkembangan penyakit HIV/AIDS di Bali ?
1.2.3 Bagaimana hubungan hukum internasional dengan
HIV/AIDS ?
1.2.4 Bagaimana peran masyarakat madani dalam membantu
mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV &
AIDS?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah diatas adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :

1.3.1 Untuk mengetahui perkembangan penyakit HIV/AIDS di


Indonesia
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan penyakit HIV/AIDS di Bali
1.3.3 Untuk mengetahui hubungan hukum internasional dengan
HIV/AIDS
1.3.4 Untuk mengetahui peran masyarakat madani dalam membantu
mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV &
AIDS.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
perkembangan HIV/AIDS , hubungan hukum internasional dengan
HIV/AIDS dan peran masyarakat madani dalam mengurangi stigma dan
diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS

3
BAB II

METODE DAN PEMBAHASAAN

2.1 METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif untuk melihat


gambaran distribusi proporsi penderita AIDS berdasarkan prevalensi terjadinya
penyakit di daerah Kabupaten Bangli.

Bedah Jurnal ini telah dilakukan pada September 2017 di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bali. Metode yang dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian
HIV/AIDS di Kabupaten Bangli adalah dengan cara melakukan sosialisasi ke
semua desa yang ada di daerah Kabupaten Bangli.

2.2 PEMBAHASAN
2.2.1 Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Indonesia

4
Human Immuno Deficiency virus (HIV) merupakan virus yang
mengganggu sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan menurunnya
atau rusaknya system kekebalan tubuh manusia. Virus ini dapat menular
melalui transfusi darah, menggunakan jarum suntik bergantian dengan orang
yang terinfeksi HIV dan melakukan hubungan seksual dengan penderida HIV.
Virus ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat dan sampai di
Indonesia pada tahun 1987. Hal ini di tandai dengan meninggalnya seorang
wisatawan asal Belanda di sebuah hotel di Bali. Setelah di otopsi ternyata
wisatawan tersebut meninggal karna menderita HIV/AIDS. Jumlah penderita
HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan, setiap 25 menit
di Indonesia terdapat 1 orang baru yang terinveksi HIV.
Bahkan menurut data UNAIDS tahun 2008 Indonesia merupakan negara
tercepat di Asia tenggara. Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia
menunjukkan bahwa tanpa percepatan program penanggulangan HIV, lebih
dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014.
Epidemi tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual dan penggunaan
narkoba suntik. Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), Jakarta dan
Bali menduduki tempat teratas untuk tingkat kasus HIV baru per 100.000
orang. Semakin meningkatnya prevelensi penderita HIV/AIDS dikarenakan
mudahnya penularan virus ini. Human Immuno Deficiency virus (HIV)
berada di cairan tubuh manusia baik itu darah, ASI, maupun cairan lainya.

2.2.2 Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Bali


Perkembangan Kasus HIV/AIDS Menurut informan dari Dinas Kesehatan
pada tahun 1999 dan 2000, jumlah kasus HIV/AIDS di provinsi Bali adalah 59
dan 108 kasus. Pada akhir Oktober 2008, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS
mencapai 2.413 kasus yang meliputi 1.107 kasus AIDS dan 1.306 kasus HIV.
Kasus tertinggi ditemukan di Kota Denpasar diikuti Bandung dan Buleleng.
Sampai Juli 2011, tercatat 4.631 kasus, sekitar 78,94% kasus menular melalui
hubungan seks, terbanyak melalui hubungan heteroseks (73,35%) dan melalui
jarum suntik pengguna narkoba (16,71%).
Kecamatan yang termasuk berisiko tinggi penularan HIV/AIDS meliputi
Denpasar Selatan terutama wilayah Sanur, Denpasar Timur Pasiran dan
Padang Galak, serta Denpasar Utara wilayah Carik dan Lumintang. Lokasi

5
wanita penjaja seks (WPS) yang terbesar di Kota Denpasar adalah wilayah
Sanur meliputi Danau Tempe Barat dan Timur, Danau Poso, Bungalow Sanur,
wilayah Padang Galak dan Pasiran serta Carik dan Lumintang. Sekitar 4.000
WPS ditemukan di delapan lokasi langsung dan tidak langsung, tidak
termasuk yang bertransaksi tertutup.
Pada 1987 2008, jumlah penderita AIDS mencapai 413 kasus dengan
jumlah kematian 105 kasus, sedangkan dan penderita HIV (+) berjumlah 804
orang. Jumlah seluruh penderita HIV/AIDS adalah 1.217 orang, terbanyak
adalah kelompok usia 20 29 tahun. Kasus tertinggi dilaporkan pada Juli
2011, dengan jumlah penderita HIV/AIDS adalah 2.051 kasus (44,29%),
dengan jumlah kasus HIV dan AIDS adalah 1.140 dan 1.090. Pada Juli 2011,
prevalensi penderita dilaporkan 44,29%, merupakan yang tertinggi dengan
kasus HIV dan AIDS berjumlah 1.140 dan 1.090.
Denpasar termasuk wilayah yang berisiko tinggi penularan HIV/AIDS,
karena banyak tempat hiburan malam yang rawan transaksi penjaja seks
komersial atau lokalisasi dan buruh migran. Hal tersebut didukung pula oleh
laporan KPA bahwa penularan terbanyak melalui hubungan seks (78,94%).
Strategi pengendalian penyakit menular pada dasarnya menghilangkan
sumber penyakit dengan cara menemukan dan mencari kasus secara proaktif,
kemudian melakukan pengobatan hingga sembuh. Intervensi faktor risiko
misalnya lingkungan dan intervensi terhadap perilaku. Selain itu, menurut
Suesen dalam Soelistijani, 10 pencegahan penularan HIV melalui hubungan
seksual memerlukan penyuluhan yang dan ditujukan untuk mengubah perilaku
seksual masyarakat sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV
sehingga diharapkan pengetahuan yang diterima WPS nantinya mampu
merubah sikap dan perilaku untuk mencegah HIV/AIDS.
Kumulatif penderita HIV/AIDS di Kabupaten Bangli tahun 2014 sebanyak
37 penderita dan semuanya sudah mendapatkan penangan. Meningkat
dibandingkan tahun 2013 kumulatif penederita HIV/AIDS sebanyak 12 orang
dan semuanya sudah mendapatkan penangan. Pada tahun 2015 sebanyak 34
penderita dimana proporsi terbesar sebanyak 25 penderita (73,53%) berada
pada interval umur 25-49 tahun. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya.

2.2.3 Hukum Internasional dan HIV AIDS


2.2.3.1 Hukum HAM dengan ODHA

6
Jonathan Mann, Direktur Program Kesehatan Global WHO (WHO)
,mengidentifikasi hukum HAM internasional sebagai kerangka kerja
komprehensif dimana praktisi kesehatan masyarakat dapat menerima
tanggung jawab untuk menangani penyebab utama HIV / AIDS, trauma
dan ancaman lainnya terhadap kesehatan. Seperti diuraikan di bawah,
pendekatan yang berfokus pada HAM untuk kesehatan masyarakat
umumnya, khususnya HIV / AIDS, dan mendukung praktik kesehatan
masyarakat yang baik dengan menyediakan alat tambahan dalam
memotivasi pemerintah untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat.
Pertimbangan HAM, dapat membantu memfasilitasi pengaturan dan
pemantauan target kesehatan masyarakat dan memberikan tujuan untuk
mengidentifikasi kegagalan, atau kegagalan yang terdapat dalam
pelaksanaan tujuan kesehataan masyarakat. Pendekatan berfokus terhadap
HAM juga menyediakan gerakan sosial lainnya yang menggunakan tata
bahasa yang sama, misalnya gerakan perempuan, perjuangan masyarakat
adat dan pergerakan orang-orang yang bekerja untuk melindungi
lingkungan.
Pada tahun 1996, sebuah kelompok konsultasi ahli internasional yang
diselenggarakan oleh UNAIDS dan Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak
Asasi Manusia, para ahli, perwakilan program AIDS nasional, ODHA ,
dan organisasi non-pemerintah, menyiapkan panduan untuk negara-negara
mengenai penerapan undang-undang hak asasi manusia internasional
dalam konteks HIV / AIDS. Pedoman tersebut (terdiri dari dua belas
paragraf ringkas) dimasukkan dalam laporan konsultasi yang diajukan
pada sidang ke 53 Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1997. Komisi
menyambut laporan tersebut dan mengundang negara-negara untuk
mempertimbangkan pedoman tersebut (dikenal dengan Internasional
Pedoman resolusi HIV/ AIDS dan Hak Asasi Manusia ). Resolusi
berikutnya pada tahun 1999 dan 2001 meminta negara-negara untuk
melaporkan langkah-langkah yang dapat diambil. Bila sesuai terhadap
persetujuan, dapat dipromosikan dan diterapkan panduan ini, dan alat-alat
yang digunakan telah disiapkan untuk membantu kelompok-kelompok
tertentu menerapkan pedoman tersebut.

7
Opini yang membahas masalah kompleks di bidang-bidang seperti
kerahasiaan dan pengungkapan status HIV yang menerapkan prinsip
hukum internasional. Pedoman tersebut mencatat bahwa hukum hak asasi
manusia internasional memungkinkan negara-negara memberlakukan
pembatasan terhadap kebebasan pribadi tertentu, seperti hak kebebasan
berpendapat, namun hanya di beberapa negara yang menetapkan
pembatasan tersebut yaitu:
2.2.3.1.1 Berlaku sesuai dengan undang-undang, yaitu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan jelas dan tepat, sehingga dapat
diprediksi bahwa individu akan mengatur perilaku mereka,
2.2.3.1.2 Berdasarkan kepentingan yang sah, sebagaimana didefinisikan
dalam ketentuan yang menjamin HAM.
2.2.3.1.3 Proses pengambilan keputusan yang konsisten dengan
peraturan undang-undang.

Misalnya, peraturan undang-undang kesehatan masyarakat secara sah


mengizinkan ahli kesehatan untuk memberi tahu pasangan seksual pasien
mereka mengenai status HIV pasien. Dengan mewajibkan proses hukum
yang ketat untuk membatasi hak orang-orang yang terinfeksi, pedoman
tersebut mencerminkan 'alasan kesehatan masyarakat' untuk mencegah
diskriminasi terhadap orang-orang yang hidup dengan HIV / AIDS. Pada
tahun 2002, Komisi Tinggi untuk Hak Asasi Manusia dan UNAIDS
mengadakan konsultasi internasional lainnya untuk merevisi pedoman,
yang menangani akses terhadap pencegahan, perawatan, perawatan dan
dukungan. Pedoman yang direvisi merekomendasikan bahwa undang-
undang nasional mencantumkan peraturan perlindungan dan fleksibilitas
dalam kesepakatan internasional, untuk mempromosikan dan memastikan
akses terhadap pencegahan, perawatan, perawatan dan dukungan HIV /
AIDS bagi semua orang. Selain hukum hak asasi manusia internasional,
perjanjian hukum internasional lainnya juga mempengaruhi penyebaran
dan dampak terhadap HIV / AIDS.Keterbatasan HAM Internasonal Dalam
Konteks HIV/AIDS

Undang-undang hak asasi manusia internasional tidak memberikan


panduan khusus untuk penggunaan narkoba suntik, selain prinsip umum

8
non-diskriminasi dan kewajiban untuk mengendalikan. Meskipun
perjanjian hak asasi manusia internasional mencakup mekanisme
pemantauan, dan beberapa individu mengeluh tentang perilaku negara
bagian, yang ketentuan dalam penegakan hukum yang lemah, misalnya,
kesepakatan perdagangan. Berbeda dengan pelanggaran WTO, tidak ada
mekanisme untuk mengadakan denda moneter terhadap pelanggar hak
asasi manusia.

Hukum hak asasi manusia internasional, sebagaimana tercermin dalam


Pedoman Internasional tentang HIV / AIDS dan Hak Asasi Manusia, tidak
menyediakan atau mengklaim kode moral untuk hidup dengan HIV /
AIDS. Misalnya, tentang tanggung jawab moral pribadi kita untuk
merawat orang-orang yang terkena dampak terhadap penyakit.

Secara historis, pendekatan hak asasi manusia di negara-negara Barat


cenderung memberi hak istimewa atas hak-hak sipil dan politik mengenai
hak-hak sosial ekonomi dan pembangunan. Pada tahun-tahun awal
epidemi ini, mendorong fokus pada diskriminasi terhadap orang-orang
yang hidup dengan HIV / AIDS dan kelompok rentan, seperti pria yang
berhubungan seks dengan laki-laki. Namun, bagi banyak negara
berkembang, konsep kecil tentang hak semacam itu gagal melibatkan
berbagai faktor sosial, politik dan budaya yang mendasari kerentanan
terhadap HIV dan tanggapan terhadap AIDS. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika praktisi di negara-negara berkembang mungkin skptis
terhadap pendekatan yang hanya berfokus pada gagasan hak asasi manusia
libertarian. Hal ini memperkuat kebutuhan akan pendekatan hak asasi
manusia terhadap pengembangan kebijakan yang dapat mengintegrasikan
perhatian terhadap hak-hak sosial ekonomi dalam menanggapi HIV. Bagi
praktisi kesehatan masyarakat, mengembangkan, menggunakan,
mengevaluasi dan mengadaptasi perencanaan yang membawa spektrum
penuh hak asasi manusia ke dalam kebijakan kesehatan masyarakat. Fokus
utamanya adalah cara untuk mengintegrasikan hak-hak ini dalam praktik
sehari-hari.

9
2.2.3.2 Hukum hak asasi manusia yang digunakan untuk mengurangi dampak
HIV/AIDS
Pernyataan Komitmen Majelis Umum PBB mengenai HIV / AIDS
mencatat bahwa realisasi penuh hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental bagi semua merupakan elemen penting dalam respons global
terhadap pandemi HIV / AIDS. Hal ini juga menetapkan target konkrit
dan terikat waktu untuk pengenalan undang-undang nasional dan tindakan
lainnya dalam memastikan penghormatan terhadap hak dalam hal
pendidikan, warisan, pekerjaan, perawatan kesehatan, layanan sosial dan
kesehatan, pencegahan, dukungan, perawatan, informasi dan hukum, juga
perlindungan. Meskipun negara-negara bagian tidak terikat secara hukum
untuk menerapkan janji-janji yang dibuat dalam deklarasi tersebut.
2.2.3.3 Pengaruh HAM terhadap epidemi HIV / AIDS
Pendekatan terhadap hukum dan kebijakan yang terkait dengan
HIV/AIDS yang mengakar dalam hukum hak asasi manusia internasional.
Badan hukum ini menyediakan sarana untuk tiga sektor yang ingin
mengatasi epidemi HIV. Pertama, undang-undang hak asasi manusia
membantu negara-negara menanggapi secara tepat tantangan epidemi HIV
/ AIDS dengan menyediakan kerangka kerja di mana mereka dapat
merumuskan undang-undang dan kebijakan yang mengintegrasikan tujuan
kesehatan masyarakat dan standar hak asasi manusia. Kedua, hak asasi
manusia memberikan dasar bagi organisasi nonpemerintah dan kelompok
advokasi untuk digunakan untuk memantau kinerja negara-negara dalam
kebijakan dan program mereka dan untuk mengambil tindakan ketika
kebijakan kesehatan masyarakat melanggar hak.
Ketiga, hak asasi manusia juga berbicara kepada kewajiban praktisi
kesehatan masyarakat dengan tanggung jawab untuk perlindungan dan
promosi kesehatan. Dalam kesehatan masyarakat, ada perdebatan tentang
sistem ethos dan nilai yang seharusnya ada di lingkungan global.
Penekanannya pada membangun kembali komitmen terhadap keadilan
sosial dan partisipasi rakyat yang 'menempatkan komunitas terorganisir
dan aktif di pusat sebagai penggagas dan manajer kesehatan mereka
sendiri' '. Untuk alasan tersebut, praktisi kesehatan masyarakat harus
terbiasa dengan hak asasi manusia dan memahami asal-usul, potensi dan

10
keterbatasan mereka. Yang penting, pendekatan berasarkan hak terhadap
HIV / AIDS mewajibkan orang terinfeksi untuk disertakan secara
bermakna dan berpartisipasi dalam perancangan dan implementasi
kebijakan dan program yang efektif. Praktisi yang belum merasa nyaman
dengan pendekatan ini mungkin mempertimbangkan aliansi strategis
dengan advokat yang terampil.

2.3 Peran Masyarakat Madani Dalam Membantu Mengurangi Stigma Dan


Diskriminasi Terhadap Penderita HIV & AIDS
Seperti yang sudah banyak terjadi bahwa sulit menghilangkan stigma dan
diskriniinasi terhadap ODHA meskipun kegiatan sosialisasi tentang ragam
penularan HIV & AIDS sudah sering dilakukan, baik oleh pihak pemerintah
maupun LSM. Hasil studi menunjukkan asumsi yang negatif terhadap ODHA
masih sering terdengar, seperti "mereka bukan orang baik-baik". Stigma
seperti ini tidak saja membuat penderita merasa "dijauhkan", baik terhadap
keluarga sendiri maupun masyarakat, tetapi juga sangat tidak
membangun/memotivasi dan justru dapat menghambat program pencegahan
HIV & AIDS.
Stigma tidak saja terjadi di tingkat masyarakat, tetapi juga dari pemuka
agama yang mengaitkan penyakit tersebut dengan kutukan dari Tuhan. Seperti
yang terjadi di beberapa pemuka agama memiliki asumsi kuat tentang
kemunculan penyakit tersebut sangat berkaitan dengan terkikisnya moral dan
perilaku seksual yang tidak terkontrol, terutama yang terjadi di luar ikatan
perkawinan. Bahkan di antara pemuka agama itu sendiri masih ada anggapan
bahwa penyakit AIDS dapat ditularkan melalui keringat. Opini semacam ini
dapat menyesatkan terutama bila disampaikan kepada masyarakat yang
memiliki keterbatasan pengetahuan akan penyakit tersebut.
Baik tokoh masyarakat maupun agama, sebagai kelompok masyarakat
madani yang disegani, ditengarai dapat memengaruhi perilaku masyarakat.
Salah satu caranya adalah melalui forum dialog yang difasilitasi untuk
mendukung upaya pengurangan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA
termasuk memobilisasi massa dalam memberikan dukungan dan pelayanan
kepada mereka yang terinfeksi virus HIV. Keberadaan tokoh-tokoh tersebut

11
sangat penting dalam membantu mengubah persepsi negatif masyarakat
terhadap ODHA. Tokoh agama di Malaysia dan Thailand memiliki peran
penting dalam membantu menurunkan jumlah kasus HIV & AIDS (BKKBN
dan UNFPA, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat madani dalam
membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV &
AIDS yaitu terbagi menjadi internal dan eksternal. Termasuk dalam faktor
internal antara lain adalah latar belakang pendidikan, usia, dan pekerjaan,
sedangkan yang tercakup dalam faktor ekstemal adalah ketersediaan dan
aksesibilitas untuk berkomunikasi dan infrastruktur informasi, keterlibatan
dalam beragam kegiatan yang menaruh kepedulian pada isu HIV &AIDS.
Televisi, radio, dan media cetak merupakan media yang sering kali
digunakan untuk menginformasikan beragam isu termasuk HIV & AIDS,
untuk memberikan kesempatan kepada individu untuk memperoleh dan
meningkatkan pengetahuan/pemahaman terkait dengan isu HIV & AIDS
tersebut. Studi yang dilakukan oleh JEN di Bandung telah melakukan kajian
tentang korelasi antara pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap perilaku
dalam kaitannya dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Hasilnya
memperlihatkan adanya korelasi yang kuat antara faktor-faktor tersebut
dengan tingkat pengetahuan dan perilaku yang positif, khususnya dari para
tokoh agama terhadap ODHA.
Kesimpulannya masyarakat madani berperan besar dalam mengatasi
persoalan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Hasil studi kasus di
lndramayu menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap ODHA tidak
lagi negatif berkat peran dari tokoh agama yang menyosialisasikan bahwa
penyakit tersebut bukan kutukan dari Tuhan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sektor pariwisata tidak hanya berkontribusi terhadap peningkatan


perekonomian suatu negara namun juga memiliki keterkaitan dengan
pergerakan penyebaran penyakit HIV/AIDS, disebabkan oleh tempat
hiburan yang memiliki pekerja seks komersial, Kasus HIV/AIDS setiap
tahun mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi di Kabupaten
Bangli. Pada tahun 2006, Strategi pengendalian penyakit menular pada
dasarnya menghilangkan sumber penyakit dengan cara menemukan dan
mencari kasus secara proaktif, Kumulatif penderita HIV/AIDS di
Kabupaten Bangli tahun 2014 sebanyak 37 penderita dan semuanya sudah
mendapatkan penangan. Meningkat dibandingkan tahun 2013, Pada tahun
1996, sebuah kelompok konsultasi ahli internasional yang diselenggarakan
oleh UNAIDS dan Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia,
para ahli, perwakilan program AIDS nasional, ODHA , dan organisasi non-
pemerintah, menyiapkan panduan untuk negara-negara mengenai
penerapan undang-undang hak asasi manusia internasional dalam konteks
HIV / AIDS, Hukum hak asasi manusia internasional, sebagaimana
tercermin dalam Pedoman Internasional tentang HIV / AIDS dan Hak
Asasi Manusia, tidak menyediakan atau mengklaim kode moral untuk
hidup dengan HIV / AIDS. Misalnya, tentang tanggung jawab moral
pribadi kita untuk merawat orang-orang yang terkena dampak terhadap
penyakit.

13
3.2 Saran
Karena HIV merupakan penyakit yang terjadi secara cepat dalam
penularannya maka harus dilakukan berbagai macam pencegahan
diantaranya :
1. Tidak berganti-ganti pasangan
2. Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan
jarum suntik yang diulang
3. Dengan Formula A-B-C-D-E :
a. ABSTINENSIA artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum
menikah.
b. BE FAITHFUL artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks
dengan pasangannya saja.
c. CONDOM artinya pencegahan dengan menggunakan kondom.
d. DRUG artinya tidak memakai obat-obat terlarang dan narkoba.
e. EDUKASI artinya memiliki pengetahuan yang benar tentang penyakit
HIV/AIDS.

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai