Makala Nosokomial
Makala Nosokomial
Dosen Pembimbing :
Virgianti Nur Faridah, S.Kep,. Ns,. M.Kes
Di Susun Oleh :
Dewi Rosinta Anggraini
Kelas : 8C Keperawatan
Nim : 1302011286
2.1 Definisi
Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections atau Hospital-Acquired
Infections) adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dia
dirawat di rumah sakit dan infeksi itu tidak ditemukan/diderita pada saat
pasien masuk rumah sakit
Infeksi Nosokomial sangat nyata merupakan penyebab kesakitan dan
kematian. Infeksi nosokomial dapat terjadi oleh karena tindakan
instrumenisasi ataupun intervensi pada saat dirawat di rumah sakit, misalnya
pemasangan kateter, infus, tindakan-tindakan operatif lainnya.
Infeksi oportunistik terjadi pada penderita yang mengalami immuno
compromise yang dirawat di rumah sakit, infeksi biasa berasal dari luar dan
dari dalam penderita sendiri yang disebabkan oleh kerusakan barier mukosa.
Infeksi nosokomial transmisi berasal dari dokter, perawat dan pelayan
medik yang lain bisa berasal dari tangan yang tidak steril, infeksi dari
makanan, minuman atau ventilasi, kateter dan alat endoscope ataupun
tindakan invasif yang lain.
Infeksi Nosokomial mempunyai angka kejadian 2 12% (rata-rata
5%) dari semua penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kematian 1-2
% dari semua kasus yang dirawat di rumah sakit di USA 1,5 juta pertahun
dan meninggal 15.000 orang.
Organisasi utama yang menyebabkan infeksi nosokomial meliputi
Pseudomonas aeruginosa (13%), Staphylococcus aereus (12%),
staphylococcus koagulase-negatif (10%), Candida (10%), enterococci (9%),
dan enterobacter (8%). Di negara berkembang angka kejadian infeksi
Nosokomial belum bayak diketahui dengan pasti (Siregar, 2004).
2.2 PENTINGNYA INFEKSI NOSOKOMIAL
Survei prevalensi (jumlah pasien penyakit tertentu) infeksi rumah
sakit pada banyak negara, menunjukkan bahwa kira-kira seorang dalam
sepuluh pasien di rumah sakit telah memperoleh infeksi dan sejumlah
infeksi yang serupa yang diperoleh masyarakat. Infeksi nosokomial utama
yang diperoleh adalah saluran urin, luka bedah, saluran nafas bagian bawah,
pneumonia, bakterimia dan kulit. Frekuensi dan keparahan beragam dengan
umur pasien, jenis operasi dalam kasus bedah, lama waktu katerisasi (urin
dan vaskular), pengobatan imuno supresif (penghambatan reaksi imunitas,
pencegahan atau usaha pengurangan respon rentan, misalnya dengan
penyinaran).
Pentingnya infeksi rumah sakit dapat dipertimbangkan, berkenaan
dengan kesakitan pasien dan dengan perpanjangan hospitalisasi. Kesakitan
disebabkan infeksi rumah sakit dewasa ini jarang menyebabkan kematian,
walaupun hal ini dapat trejadi pada pasien dengan resistensi yang lemah
(misalnya, pasien dengan luka bakar yang luas) atau dari organisme sangat
patogen (misalnya, beberapa strain virus hepatitis B). Biaya suatu
perpanjangan tinggal di rumah sakit adalah suatu ukuran biaya infeksi yang
baik, walaupun itu menunjukkan pengurangan sejumlah tempat tidur yang
tersedia bagi pasien daftar tunggu daripada suatu biaya sebenarnya yang
meningkat pada rumah sakit (Siregar, 2004).
3. Lingkungan
Tempat ketika pasien ditangani mempunyai suatu pengaruh penting
pada kemungkinan infeksi yang diperolehnya serta pada sifat infeksi
demikian. Suatu keragaman mikroorganisme yang luas, termasuk strain
virulen, mungkin ditemui dalam rumah sakit tempat banyak orang,
termasuk beberapa dengan infeksi, dikumpulkan. Organisme ini
kemungkinan mencakup sebagian besar bakteri resisten antibiotika yang
dapat tumbuh dengan subur yang penggunaan antibiotika ditujukan untuk
penindasan bakteri yang peka.
Berbagai lokasi rumah sakit yang berbeda mempunyai bahaya
infeksi tersendiri. Dalam meja bedah, terdapat suatu bahaya khusus infeksi
luka karena pemaparan sering dalam beberapa jam dan jaringan yang
rentan, dan kehadiran sejumlah kemungkinan sumber manusia serta benda
mati. Dalam ruangan, pasien dapat terpapar pada kontaminan untuk
beberapa minggu, luka bedah terbuka, biasanya dilindungi oleh suatu
bentuk tutup. Walaupun hal ini tidak sempurna pada banyak pasien,
terutama pasien dengan drainase (suatu bahan kasa atau selang karet untuk
mengeluarkan cairan keluar dari suatu luka atau rongga).
Bahaya khusus terdapat dalam ruang neonatus melalui kemungkinan
kontaminasi makanan, alat penyedotan dan resusitasi (usaha
menghidupkan kembali dengan nafas buatan atau pijat dan rangsang
jantung), dll., dan karena penanganan bayi yang sering dan berbagai
masalah yang sama terdapat dalam unit pelayanan intensif dan ruang
perawatan luka bakar. Dalam rumah sakit penyakit infeksi, terdapat suatu
bahaya khusus infeksi rumah sakit dengan agen penyakit menular akut.
Suatu tujuan dalam pengendalian infeksi rumah sakit adalah untuk
memaparkan semua pasien kepada lingkungan yang paling sedikit bebas
dari bahaya mikrobia, seperti yang mereka dapati di luar rumah sakit.
1) Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan
hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan
dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan,
alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai
pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu,
penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan
tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit
infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: memakai sarung tangan ketika
akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat,
tinja, urin, membrane mukosa dan bahan yang kita anggap telah
terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung
tangan.
2) Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan
yang dilakukan di Negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum,
tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya
suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika). Untuk
mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
Pergunakan jarum steril
Penggunaan alat suntik yang disposable.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan
melalui udara. Begitu pun dengan pasien yang menderita infeksi saluran
nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar
penderita
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh
darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu
diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda
yang kotor, sarung tangan harus segera diganti.
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian
selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah,
cairan tubuh, urin dan feses.
3) Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa
rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan
kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 % dari kotoran yang terlihat
pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi
penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat
menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara
yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan
tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas
penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah
sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas
matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan
pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan
toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar
pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
Mempunyai kriteria membunuh kuman
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan
minyak dan protein
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk
petugas maupun pasien
Efektif
tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
4) Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis,
ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam
proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi
jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad
renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di
dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme
ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik
oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai
dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita
penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri
oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.
5) Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan
membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan
terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat.
Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya,
pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna
obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi.
Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di
dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu
tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu
pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian
luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu
ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
4. Bakteremia (CRBSI)
Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan kematian.
Organisme penyebab infeksi : Terutama disebabkan oleh bakteri
yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida.
Penyebaran : Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat
seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
Penyebab : Panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur
invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, Charles., 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Buku kedokteran
EGC, Jakarta.
Hermawan Guntur, 2004. Perspektif Masa Depan Imunologi-Infeksi. Sebelas
Maret University Press, Surakarta.
Soeparman, dkk., 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
Parhusip, 2005. Jurnal Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi
Nosokomial Serta Pengendalian di BHG. UPF. Paru RS. Dr.
Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK-USU Medan. e-USU Repsoitory.
Anonim, 2011. Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal, availalbe at
http://spiritia.or.id/, diakses tanggal 13 Februari 2011.
BAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan.
Jakarta.
Arifin.M, 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI,
Jakarta.
Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum.
Jakarta
Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan
Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah
Rumah Sakit. UnAir.
Sarwanto, Setyo. 2009. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan
Rumah Sakit : Limbah Rumah Sakit Belum Dikelolah Dengan Baik .
Jakarta : UI.
Kusnoputranto, H. 1993. Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya
terhadap lingkungan dan kesehatan dalam Seminar Rumah Sakit. Pusat
Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
A. Pengertian
Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections atau Hospital-Acquired
Infections) adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dia
dirawat di rumah sakit dan infeksi itu tidak ditemukan/diderita pada saat
pasien masuk rumah sakit
Infeksi Nosokomial sangat nyata merupakan penyebab kesakitan dan
kematian. Infeksi nosokomial dapat terjadi oleh karena tindakan
instrumenisasi ataupun intervensi pada saat dirawat di rumah sakit,
misalnya pemasangan kateter, infus, tindakan-tindakan operatif lainnya.
Infeksi oportunistik terjadi pada penderita yang mengalami immuno
compromise yang dirawat di rumah sakit, infeksi biasa berasal dari luar
dan dari dalam penderita sendiri yang disebabkan oleh kerusakan barier
mukosa.
B. Tujuan
Terjaganya higiene dan sanitasi perorangan maupun lingkungan dari
infeksi nosokomial pada produksi sampai distribusi makanan.
C. Prosedur
1. Setiap bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan.
2. Bahan makanan yang diterima harus aman untuk dikonsumsi dan
bebas dari bakteri atau mikriorganisme yang patogen.
3. Persiapan bahan makanan disiapkan terpisah menurut kelompok,
yaitu lauk hewani nabati, sayur, buah dan santan
4. Pengolahan makanan dilaksanakan secara legalitas dengan
memperhatikan kebersihan alat, kesehatan perorangan, dan cara
pemasakaan serta pengamanan terhadap kemungkinan-
kemungkinan adanya jenis binatang/hewan pengganggu (kecoa,
tikus, kucing dll) dalam wadah tertutup.
5. Sampah sisa bahan makanan yang tidak terpakai ditempatkan pada
alat pembuangan sampah yang tertutup.
6. Distribusi/penyaluran makanan dilakukan secara sentral dengan
menggunakan peralatan makan dari stainless stell serta pelayanan
makanan sistim desentralisasi yang menggunakan alat non stainless
stell dan dibawa dengan kereta makan tertutup.
7. Peralatan distribusi dan penyaji makanan dicuci menggunakan
sabun dengan air mengalir dan dibilas dengan air panas
8. Tenaga penjamah makanan adalah tenaga yang tidak menderita
penyakit menular dan setiap tenaga penjamah makanan wajib
memakai perlengkapan kerja, mencuci tangan sebelum menjamah
makanan atau menggunakan alat pembagi (sendok, plastik) pada
saat mencicipi maupun membagi makanan.