Anda di halaman 1dari 3

Sila pertama ketuhanan yang maha esa mendasari dan menjiwai dasar dasar sila kemanusiaan yang adil

dan beradab. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilanserta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. hal tersebut
berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok negara adalah manusia. Karena negara adalah
sebagai lembaga hidup bersamasebagai lembaga kemanusiaan dan manusia adalah sebagai makhluk
tuhan yang maha esa. Sehingga adanya manusia sebagai akibat adanya tuhan yang maha esa sebagai
kausa prima.tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu.adanya tuhan adalah mutlak. Sempurna dan
kuasa.tidak berubah. Tidak terbatas serta pula sebagai pengatur tata tertib alam (Notonagoro, 1975 :
78). Sehinnga demikian sila pertama mendasari, meliputi, dan menjiwai keempat sila lainnya.

Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradap didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha
esaserta mendasari dan menjiwai sila persatuan Indonesia. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksaaan dalam permusyawaratan/perwakilanserta sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
hal ini dapat di jelaskan berikut: negara adalah lembaga kemanusiaan, yang diadakan oleh manusia
(Notonagoro, 1975 : 55). Maka manusia adalah sebgai subjek pendukung pokok negara. Negara adalah
dari. Oleh dan untuk manusia oleh Karena itu terdapat hubungan sebab dan akibat yang langsung antara
negara dan manusia. Adapun manusia adalah makhluk tuhan yang maha esasehinnga sila kedua didasari
dan dijiwai sila pertama. Sila kedua mendasari dan menjiwai sila ketiga (persatuan Indonesia), sila
keempat (kerakyatan), serta sila kelima (keadilan social). Pengertian tersebut hakikat nya mengandung
makna: rakyat adalah sebagai unsur pokok negara dan rakyat adalah merupakan totalitas individu
individu yang bersatu yang bertujuan mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama (keadilan
social). Dengan demikian pada hakikatnya yang bersatu membentuk suatu negara adalah manusia, dan
manusia yang bersatu dalam suatu negara disebut rakyat sbegai unsur pokok negara serta terwujudnya
keadilan bersama adalah keadilan dalam hidup manusia bersama sebagai makhluk individu dan makhluk
social.

Sila ketiga persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila ketuhan yang maha esa dan sila
kemanusiaan yang adil dan beradab serta kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat sila ketiga tersebut dapatr di jelaskan sebagai
berikut. Hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan. Bahwa manusia
sebagai makhluk tuhan yang maha esayang pertama yang harus di realisasikan adalah mewujudkan
suatu persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Maka pada hakikatnya yang
bersatu adalah manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh Karena itu persatuan adalah
sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Adapun hasil persatuan diantara
individu individu, pribadi pribadi dalam suatu wilayah tertentu disebut sebagai rakyat sehingga rakyat
adalah merupakan unsur poko negara. Persekutuan hidup bersama manusia dalam rangka untuk
mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu keadilan dalam kehidupan bersama (keadilan social) sehingga
sila ketiga mendasari dan menjiwai sila keempat dan sila kelima Pancasila. Hal ini sebagai mana yang
telah dikemukan Natonegoro sebagai berikut :

sila ketuhanan yang maha esa dan kemanusiaan meliputi seluruh hidup manusia
dan menjadi dasar daripada sila sila yang lainnya. Akan tetapi sila persatuan dan kebangsaan,
kerakyatan dan keadilan social hanya meliputi sebagian lingkungan hidup manusia sebagai
pengkhususan dari pada sila kedua dan sila pertama dan mengenai hidup bersama dalam
masyarakat bangsa dan negara. Selain itu ketiga sila ini persatuan kerakyatan dan keadilan satu
dengan lainnya bersangkut paut dalam arti sila yang dimuka menjadi dasar dari pada sila sila
berikutnya dan sebaliknya yang berikutnya merupakan pengkhususan dari pada yang
mendahuluinya. Hal ini mengingat sususan sila sila Pancasila yang hierarkis dan berbentuk
priamidal.. (Notonagoro, 1957 : 19)

sila keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Makna pokok sila keempat ini didasari dan dijawai oleh siloa ketuhanan
yang esa., kemanusiaan, dan persatuan. Dalam kaitannya dengan kesatuan yang bertingkat maka
hakikat sila keempat itu adalah sebagai berikut : hakikat rakyat adalah penjumlahan manusia manusia,
semua orang, semua warga dalam suatu wilayah negara tertentu. Maka secara ontologis adanya rakyat
adalah ditentukan dan sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa yang
menyatukan diri dalam suatu wilayah negara tertentu. Adapun sila keempat tersebut mendasari dan
menjiwai sila keadilan social (sila kelima Pancasila). Hal ini mengandung arti bahwa negara adalah demi
kesejahteraan warga negaranya atau dengan lain perkataan negara adalah demi kesejahteraan rakyatnya.
Maka tujuan dari negara adalah terwujudnya masyarakat yang berkeadilan, terwujudnya keadilan dalam
hidup bersama (keadilan social).

Sila kelima keadilan soisal bagi seluruh rakyat indonesiamemiliki makna pokok keadilan yaitu hakikatnya
kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan sila sila lainnya maka sila kelima ini di dasari dan dijiwai
oleh keempat sila lainnya. Hal ini mengandung hakikat makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat
adanya negara berkebangsaan dari manusia manusia yang berketuhana yang maha esa. Sila keadilan
adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan social juga
ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua yaitu kemanusiaan
yang adil dan beradab.menurut natonagoro hakikat keadilan yang terkandung dalm sila kedua yaitu
keadilan yang terkandung dalam manusia monopluralis, yaitu kemanusiaan yang adil terhadap diri
sendiri, terhadap sesame, dan terhadap tuhan atau kausa prima. Penjelmaan dari keadilan kemanusiaan
mono pluralis tersebut dalam bidang kehidupan bersama baik dalam lingkungan masyarakat, bangsa,
negara, dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk soisial yaitu dalam wujud keadilan dalam hidup bersama atau keadilan social. Dengan
demikian logikanya keadilan social didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan
beradab (Natonagoro, 1975 : 140,141)

2. Dasae Epistemologi sila sila Pancasila

Pancasila sebagai suatu filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu system pengetahuan.
Dalam kehidupan sehari hari Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang maksan hidup
serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapidalam hidup dan
kehidupankarna dijadikannnya landasan hidup bagi masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma
menjadi ideologi (Abdul Gani, 1986). Sebagai ideologi maka Pancasila memiliki tiga unsur pokokagar
dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu : Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya, Pathos
yaitu penghayatannya, Ethos yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996 : 3). Sebagai suatu system filsafat serta
ideologi maka Pancasila harus memiliki unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu
system pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila (Soeryanto,
1991 : 50). Oleh Karena itu dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep
dasarnyatentang hakikat manusia kalua manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila. Maka dengan
demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemology, yaitu bangunan epistemology yang
ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996 : 32)

Tedapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemology yaitu : pertama, tentang sumber
pengetahuan manusia. Kedua, tentang teori kebenaran pengetahuan manusia. Ketiga, tentang watak
pengetahuan manusia. (Titus, 1984 : 20). Persoalan epistemologis dalam hubungannya dengan Pancasila
dapat dirinci sebagai berikut.

Anda mungkin juga menyukai