PENDAHULUAN
Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna.Hampir 40%
dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae
mempunyai lesi jinak. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi maligna
karena kanker payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi pada
wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara
adalah lebih tinggi berbanding lesi maligna.(1)
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk
menjadi kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari.Pada
masa lalu, kebanyakan dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat
peningkatan dari jumlah pembedahan yang tidak diperlukan.Faktor utama adalah
karena pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini adalah sebuah keganasan.
Oleh karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli onkologi untuk
mendeteksi lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara in situ dan
invasif serta mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang
sesuai dapat diberikan kepada pasien.(1)
Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi
benigna pada mayoritas dari pasien.
Selain tingginya insiden dari ;lesi mamae yang bersifat benign, keganasan
pada kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita.
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan
kematian pada manusia.Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama, 1990).
Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan
2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per
tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang
berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait, 1996).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya.Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun
ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta
perubahan pola penyakit (Tjindarbumi, 1995). Menurut hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit
terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker
di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT
1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995
menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di
Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu,
peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di
rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%.
2
golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu
dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, 1998).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan
jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan
lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker
tersebut.Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat
dicegah.Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker payudara
ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi,
berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita
datang ke rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium
lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau
radiasi.Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan
kesembuhan 75% (Ama, 1990). Pengobatan pada penderita kanker memerlukan
teknologi canggih, ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan
upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-
menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur produktif. Informasi
tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar.Bukan
hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk
memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara
dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Embriologi
Payudara (mammae) sebagai kelenjar subkutan mulai tumbuh sejak
minggu keenam masa embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang
garis yang disebut sebagai garis susu, terbentang dari aksila sampai ke regio
inguinal.Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelanjar besar yang
berasal dari epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari dermis,
dan fascia superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri
merupakan suatu proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul
pada dinding depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini
adalah milk line dan melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial
(Gambar 1.1). Pada manusia, hanya bagian pectoral dari berkasi ini yang akan
menetap dan akhirnya berkembang menjadi kelenjar mamma dewasa. Kadang-
kadang, jaringan payudara yang tersisa atau bahkan fungsional dapat muncul
dari bagian lain dari milk line.1
Gambar 2.1. A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma
terbentuk sepanjang garis ini. B. Tempat umum terbentuknya kelenjar mamma
atau supernumerary nipples pada manusia1
4
Gambar 2.2.Pembentukkan payudara. A-D : stadium pembentukkan kelenjar dan
sistem duktus berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari mesenkim
dermis.E : eversi putting menjelang kelahiran. 1
2.2. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan
dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga
keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai
ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak
di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil
terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus
(dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini
jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam.
(1,2)
5
Gambar 2.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada
yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas
dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan
dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah.Suatu biopsy payudara bukan suatu
lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus
diangkat.
6
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary)yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan
dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju
papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla.Segmen
dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena
itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian
duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus
dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse .Pada area
bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus
(lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu.
Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan
ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia
superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim
dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak
mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi
keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami kontraksi,
menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini berbeda
dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange,
dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan
kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.(1,2)
7
Gambar 2.5.Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum
Cooper pada penyakit yang invasive.Dapat diperjelas dengan penekanan
oleh tangan pemeriksa.1
Suplai darah
1. Arteri
a. Cabang-cabang perforantes A. mammaria interna (A.
thoracica interna)
b. Cabang lateral dari A. intercostalis posterior
c. Cabang-cabang dari A. axillaris
d. A. thoracodorsalis yang merupakan cabang A.
subscapularis
2. Vena
a. Cabang-cabang perforantes V. thoracica interna
b. Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoraco-
acromialis, V. thoracica lateralis dan V thoraco dorsalis
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada V. Intercostalis
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.
axillaries, dan A. intercostal.
8
Gambar 2.6.A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri
internal thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari
A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit
kontribusinya. 1
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan
darah dari kelenjar mamma.Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau
2 cabang pectoral dari mammae.Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga
pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis
berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena
cava superior.Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Gambar 2.7.Diagram
potongan frontal
mammae kanan menunjukkan jalur drainase vena.A. Drainase medial
melalui internal thoracic vein ke jantung kanan. the right heart. B. Drainage
posterior ke vertebral veins. C. Drainase lateral ke intercostal, superior
epigastric veins, dan hati. D. Darinase superior lateral superior melalui vena
aksilaris ke jantung kanan.1
Aliran limfatik
9
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan
yang bervariasi.Seringnya pembagian menurut Haagensen.
Gambar 2.8.Kelenjar getah bening aksila dan payudara menurut klasifikasi dari
Haagensen (kiri).Aliran limfatik mammae (kanan).1
10
Group 1.External mammary nodes (1.7 nodes).
Group ini juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes. Ini terletak sepanjang
batas lateral dari M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi
medial dari aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada dinding dada,
mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan pembuluh-
pembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.
11
ini membesar, dapat menekan intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral
dari second atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Terletak antara otot pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal.
Merupakan kelompok KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan
walaupun M. pectoralis major diangkat.
Terletak pada permukaan ventral dan kaudal dari bagian medial vena aksilaris.
These lie on the caudal and ventral surfaces of the medial part of the axillary vein.
12
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodesdan KGB sepanjang
vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa
tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor
dan KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor
termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.
Persarafan
13
Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen
dermatom T2 sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem
saraf otonom. Pada prinsipnya inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV,
V, VI dan cabang dari plexus cervicalis. (2)
Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah
penting guna mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla.Saraf N.
thoracalis berada di sepanjang dinding thorax pada sisi medial dari axilla.Nervus
ini mempersarafi M. serratus anterior dan fiksasi scapula pada dinding dada saat
melakukan ekstensi lengan.Cedera pada N. thoracalis ini dapat menyebabkan
deformitas pada scapula.N. thoracodorsal mempersarafi M. latissimusdorsi.Cedera
pada saraf ini dapat menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk melakukan
abduksi dan rotasi eksterna. Di daerah ruang axilla terdapat Nervus sensoris
intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf ini dapat
mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang permukaan medial dan
posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang dinding dada yang
dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering
terjadi mati rasa pasca bedah.(1,2)
Fisiologi Payudara
14
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi
hormon.Perubahan pertama adalah sejak masa hidup anak melalui pubertas, masa
fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause.Sejak pubertas pengaruh
estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise telah
menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan ketiga terjadi saat hamil dan menyusui. Saat itu payudara membesar
karena epitel duktus lobul dan alveous berproliferasi dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) laktasi. Air
susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan
melalui duktus ke puting susu.
Definisi (3)
Tumor jinak mammae ialah lesi jinak yang berasal dari dari parenkim,
stroma, areola dan papilla mamma.Termasuk : Tumor jinak jaringan lunak
mamma, lipoma, hemangioma mamma dan displasia mamma.
15
Kebanyakan benjolan jinak pada payudara berasal dari perubahan normal pada
perkembangan payudara, siklus hormonal, dan perubahan reproduksi. Terdapat 3
siklus kehidupan yang dapat menggambarkan perbedaan fase reproduksi pada
kehidupan wanita yang berkaitan dengan perubahan payudara, yaitu :
1. Pada fase reproduksi awal (15-25 tahun) terdapat pembentukan duktus dan
stroma payudara. Pada periode ini umumnya dapat terjadi benjolan FAM
dan juvenil hipertrofi (perkembangan payudara berlebihan).
2. Periode reproduksi matang (25-40 tahun). Perubahan siklus hormonal
mempengaruhi kelenjar dan stroma payudara.
3. Fase ketiga adalah involusi dari lobulus dan duktus yang terjadi sejak usia
35-55 tahun.
16
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.
Mammografi
Mammografi dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak teraba;
jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening. Ketepatan 83 95%,
tergantung dari teknisi dan ahli radiologinya.
Mammografi adalah metode terbaik untuk mendeteksi benjolan yang tidak
teraba namun terkadang justru tidak dapat mendeteksi benjolan yang teraba atau
kanker payudara yang dapat dideteksi oleh USG. Mammografi digunakan untuk
skrining rutin pada wanita di usia awal 40 tahun untuk mendeteksi dini kanker
payudara.
Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan lesi solid dan kistik.
Scintimammografi
Adalah teknik pemeriksaan radionuklir dengan menggunakan radiosotop Tc 99
sestamibi. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas tinggi untuk menilai aktivitas
sel kanker pada payudara. Selain itu dapat pula mendeteksi lesi multipel dan
keterlibatan KGB regional.
17
Diagnosa pasti hanya dapat ditegakan dengan pemeriksaan histopatologis.
Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara, yaitu
- Biopsi aspirasi (fine needle biopsy)
- Needle core bipsi dengan jarum Silverman
- Excisional biopsy dan pemeriksaan frozen section (potong beku) waktu operasi
Pemeriksaan potong beku (frozen section) waktu operasi banyak dilakukan di
senter-senter pendidikan. Ketepatan cukup tinggi 97,65 % dengan tidak ada false
positif dan hanya 0,6 % false negatif.
2.3.1 Fibrokistik
18
kanker. Perubahan fibrokistik biasanya ditemukan pada kedua payudara baik di
kuadran atas maupun bawah.
Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan
seksama untuk membedakannya dengan keganasan. Apabila melalui pemeriksaan
fisik didapatkan benjolan difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di
bagian atas-luar payudara tanpa ada benjolan yang dominan, maka diperlukan
pemeriksaan mammogram dan pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi
berikutnya. Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau kehijauan,
sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan. Apabila
cairan yang keluar dari puting bukanlah darah dan berasal dari beberapa kelenjar,
maka kemungkinan benjolan tersebut jinak.
2.3.2 Fibrosis
Sesuai dengan asal katanya fibrosis, yaitu terdiri atas fibrosis dan kista. Fibrosis
menunjukkan penambahan jaringan fibrous, bahan yang sama dengan pembentuk ligamen
dan jaringan parut. Daerah dengan fibrosis tampak elastis, konsistensi padat dan keras
pada perabaan. Fibrosis tidak meningkatkan resiko untuk terjadinya kanker dan tidak
memerlukan tindakan yang khusus.
2.3.3 Fibroadenoma
19
dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat keluarga (first-degree) dengan
karsinoma mammae dikatakan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.
Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik
dari mammae yang dikenal sebagai kelainan dari pertumbuhan normal dan
involusi.Fibroadenoma sering terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu
dimana struktur lobul ditambahkan ke dalam sistem duktus pada mammae.Lobul
hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap merupakan bagian dari
perkembangan mammae.Gambaran histologi dari lobul hiperplastik ini identik
dengan fibroadenoma.Analisa dari komponen seluler fibroadenoma dengan
Polymerase Chain Reaction (PRC) menunjukkan bahwa stromal dan sel epitel
adalah poliklonal.Hal ini mendukung teori yang menyatakan bahwa fibroadenoma
merupakan lesi hiperplastik yang terkait dengan kelainan dari maturitas normal
mammae.
Lesi ini merupakan hormone-dependent neoplasma distimulasi oleh laksasi
sewaktu hamil dan mengalami involusi sewaktu perimenopause. Terdapat kaitan
langsung antara penggunaan kontrasepsi oral sebelum usia 20 tahun dengan risiko
terjadinya fibroadenoma. Pada pasien immunosupresi, virus Epstein-Barr
memainkan peranan dalam pertumbuhan tumor ini.
Biasanya wanita muda menyadari terdapatnya benjolan pada payudara ketika
sedang mandi atau berpakaian. Kebanyakan benjolan berdiameter 2-3 cm, namun
FAM dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar (giant fibroadenoma). Pada
pemeriksaan, benjolan FAM kenyal dan halus. Benjolan tersebut tidak
menimbulkan reaksi radang (merah, nyeri, panas), mobile (dapat digerakkan) dan
tidak menyebabkan pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting (puting
masuk). Benjolan tersebut berlobus-lobus.
Pemeriksaan mammografi menghasilkan gambaran yang jelas jinak berupa
rata dan memiliki batas jelas. Wanita dengan FAM simpel tanpa penampakan
histologi komplek dan tanpa penyakit proliferatif pada parenkim payudara tidak
memiliki peningkatan risiko kanker payudara.
Pada masa adolesens, fibroadenoma tumbuh dalam ukuran yang besar.
Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang
menopause, saat ransangan estrogen meningkat.
20
Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol, dengan
simpai licin dan konsistensi kenyal padat. Tumor ini tidak melekat ke jaringan
sekitarnya dan amat mudah digerakkan kesana kemari. Biasanya fibroadenoma
tidak nyeri bila ditekan. Kadang-kadang fibroadenoma tumbuh multipel. Pada
masa adolescen fibroadenoma bisa terdapat dalam ukuran yang besar.
Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang
menopause, saat rangsangan estrogen meninggi. Pada pasien dengan usia kurang
dari 25 tahun, diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan klinik walaupun
dianjurkan untuk dilakukan aspirasi sitologi. Konfirmasi secara patologi
diperlukan untuk menyingkirkan karsinoma seperti kanker tubular karena sering
dikelirukan dengan penyakit ini. Fine-needle aspiration (FNA) sitologi merupakan
metode diagnosa yang akurat walaupun gambaran sel epitel yang hiperplastik bisa
dikelirukan dengan neoplasia.
Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada pasien
usia muda dan karena itu, mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien yang
berusia, fibroadenoma memberikan gambaran soliter, lesi yang licin dengan
densitas yang sama atau hampir menyerupai jaringan sekitar pada mammografi.
Dengan pertambahan usia, gambaran stippled calcification terlihat lebih jelas.
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit
ini. Ultrasonografi dengan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosa yang
akurat. Kriteria fibroadenoma yang dapat terlihat pada pemeriksaan ultrasonografi
adalah massa solid berbentuk bulat atau oval, berbatas tegas dengan internal
echoes yang lemah, distribusinya secara uniform dan dengan intermediate
acoustic attenuation. Diameter massa hipoechoic yang homogenous ini adalah
antara 1 20 cm.
Fibroadenoma dapat dengan mudah didiagnosa melalui aspirasi jarum halus
atau biopsi jarum dengan diameter yang lebih besar (core needle biopsi).
Pada umumnya dokter menyarankan untuk dilakukannya pengangkatan
fibroadenoma terutama jika pertumbuhan terus berlangsung atau terjadi perubahan
bentuk payudara. Terkadang (terutama pada usia petengahan atau wanita usia
dewasa) tumor ini akan berhenti tumbuh atau bahkan mengecil dengan sendirinya
tanpa terapi apapun. Dalam hal ini, selama dokter yakin massa tersebut adalah
21
benar-benar fibroadenoma dan bukan kanker payudara, pembedahan untuk
mengangkat fibroadenoma mungkin tidak diperlukan. Pendekatan ini berguna
untuk wanita dengan fibroadenoma yang multipel yang tidak berlanjut
pertumbuhannya.
Pada beberapa kasus, pengangkatan fibroadenoma multipel berarti
mengangkat sejumlah besar jaringan payudara sekitar yang normal, sehingga
menyebabkan jaringan parut yang akan mengubah bentuk dan tekstur payudara.
Hal ini juga nantinya akan menyebabkan hasil pemeriksaan fisik serta
mammografi menjadi sulit untuk diinterpretasikan. Sangat penting bagi wanita
yang tidak melakukan pengangkatan fibroadenoma tersebut untuk memeriksakan
payudaranya secara teratur untuk meyakinkan bahwa massa tersebut tidak
berlanjut pertumbuhannya. Terkadang satu atau lebih fibroadenoma akan tumbuh
setelah salah satu fibroadenoma diangkat. Hal ini berarti bahwa fibroadenoma
baru telah terbentuk dan bukanlah fibroadenoma yang lama yang tumbuh kembali.
2.3.4 Adenoma
Adenoma tubular dan lactatinal adalah lesi yang secara histologis jinak
berhubungan dengan FAM. Cirinya adalah struktur glandular dengan sedikit atau
tanpa struktur stroma.Secara klinis dan Radiologi, mirip dengan FAM. Lactation
adenoma terjadi selama kehamilan dan laktasi, membesar saat dipengaruhi
hormon gestational, dan diferensiasi sekresi saat analisis PA.Sekali lagi biopsi
adalah diagnostik dan terapi (Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K,
2000).
2.3.5 Adenosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan kelainan
fibrokistik.Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara, yang mencakup
kelenjar-kelenjar yang lebih banyak dari biasanya. Apabila pembesaran lobulus
saling berdekatan satu sama lain, maka kumpulan lobulus dengan adenosis ini
kemungkinan dapat diraba.
Banyak istilah lain yang digunakan untuk kondisi ini, diantaranya adenosis
agregasi, atau tumor adenosis. Sangat penting untuk digarisbawahi walaupun
22
merupakan tumor, namun kondisi ini termasuk jinak dan bukanlah
kanker.Adenosis sklerotik adalah tipe khusus dari adenosis dimana pembesaran
lobulus disertai dengan parut seperti jaringan fibrous. Apabila adenosis dan
adenosis sklerotik cukup luas sehingga dapat diraba, dokter akan sulit
membedakan tumor ini dengan kanker melalui pemeriksaan fisik payudara.
Kalsifikasi dapat terbentuk pada adenosis, adenosis sklerotik, dan kanker,
sehingga makin membingungkan diagnosis.Biopsi melalui aspirasi jarum halus
biasanya dapat menunjukkan apakah tumor ini jinak atau tidak.Namun dengan
biopsi melalui pembedahan sabat dianjurkan untuk memastikan tidak terjadinya
kanker.
Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal (scerosis)
berhubungan dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil
(adenosis).Biasanya merupakan komponen fibrocystic disease dan bermanifestasi
sebagai mikrokalsifikasi yang ditemukan saat screening mammogram.Stereotactic
core atau wire localization biopsy adalah diagnosis pastinya. Terapi lebih jauh
dilakukan bila lesi ini ditemukan sebagai etiologi mikrokalsifikasi saat biopsy
(Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).
23
Tumor filoides adalah tipe yang jarang dari tumor payudara, yang hampir sama
dengan fibroadenoma yaitu terdiri dari dua jaringan, jaringan stroma dan
glandular. Perbedaan antara tumor filoides dengan fibroadenoma adalah bahwa
terdapat pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrokonektif pada tumor filoides. Sel
yang membangun jaringan fibrokonektif dapat terlihat abnormalitasnya dibawah
mikroskop. Secara histologis, tumor filoides dapat diklasifikasikan menjadi jinak,
ganas, atau potensial ganas (perubahan tumor ke arah kanker masih diragukan).
Tumor filoides pada umumnya jinak namun walaupun jarang dapat juga berubah
menjadi ganas dan bermetastase. Tumor filoides jinak diterapi dengan cara
melakukan pengangkatan tumor disertai 2 cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan
payudara sekitar yang normal. Sedangkan tumor filoides yang ganas dengan batas
infiltratif mungkin membutuhkan mastektomi (pengambilan jaringan payudara).
Mastektomi sebaiknya dihindari apabila memungkinkan. Apabila pemeriksaan
patologi memberikan hasil tumor filodes ganas, maka re-eksisi komplit dari
seluruh area harus dilakukan agar tidak ada sel keganasan yang tersisa.
Tumor filoides tidak berespon terhadap terapi hormon dan hampir sama
dengan kanker payudara yang berespon terhadap kemoterapi atau radiasi.
Nekrosis lemak terjadi bila jaringan payudara yang berlemak rusak, bisa
terjadi spontan atau akibat dari cedera yang mengenai payudara.Nekrosis lemak
dapat juga terjadi akibat terapi radiasi.Ketika tubuh berusaha memperbaiki
jaringan payudara yang rusak, daerah yang mengalami kerusakan tergantikan
menjadi jaringan parut.
Nekrosis lemak berupa massa keras yang sering agak nyeri tetapi tidak
membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya tidak rata.Karena
kebanyakan kanker payudara berkonsistensi keras, daerah yang mengalami
nekrosis lemak dengan jaringan parut sulit untuk dibedakan dengan kanker jika
hanya dari pemeriksaan fisik ataupun mammogram sekalipun.Dengan biopsi
jarum atau dengan tindakan pembedahan eksisi sangat diperlukan untuk
24
membedakan nekrosis lemak dengan kanker.Secara histopatologik terdapat
nekrosis jaringan lemak yang kemudian menjadi fibrosis.
Menurut American Cancer Society, beberapa area dari nekrosis dapat berespon
berbeda-beda terhadap cedera. Desamping pembentukan jaringan parut, sel-sel
lemak akan mati dan mengeluarkan isi sel, yang membentuk kumpulan seperti
kantong-kantong berisi cairan berminyak dan disebut kista minyak. Kista minyak
dapat ditemukan melalui aspirasi jarum halus, yang sekaligus merupakan tindakan
untuk terapinya.
25
kuboidal atau silinder yang biasanya terdiri dari dua lapisan dengan lapisan terluar
epitel menutupi lapisan mioepitel.
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. Dari
kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan proliferasi
dari epitel fibrokistik yang hiperplasia. Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat
seperti broad-based atau pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa
mengobstruksi dan melebarkan duktus terkait. Kista juga bisa terbentuk hasil dari
duktus yang mengalami obstruksi.
Perubahan payudara jinak yang menyebabkan keluarnya sekresi cairan dari
puting, hampir setengahnya adalah papilloma, dan sisanya adalah campuran
perubahan fibrokistik ataupun ektasia duktus. Walaupun papilloma bisa dicurigai
dari pemeriksaan terhadap discharge, namun banyak dokter menganggap
pemeriksaan tersebut tidak begitu bermanfaat. Apabila papilloma cukup besar,
biopsi jarum bisa dilakukan. Papilloma dapat juga didiagnosa melalui
pemeriksaan pencitraan pada duktus payudara yaitu dengan duktogram atau
galaktogram.
Terapi untuk papilloma adalah dengan mengangkat papilloma serta bagian duktus
dimana papilloma tersebut ditemukan, dimana biasanya dengan melakukan insisi
pada tepi sekeliling areola.
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna.
Namun, telah terjadi pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi
karsinoma papillary atau merupakan predisposisi untuk meningkatkan resiko
terjadinya karsinoma. Menurut komuniti dari College of American Pathologist,
wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
Tumor sel granular biasanya terdapat pada mulut atau kulit, namun dalam
jumlah yang jarang dapat ditemukan juga di payudara.Kebanyakan tumor sel
granular pada saat perabaan dapat digerakkan, konsistensi keras, berdiameter
antara sampai 1 inchi.Konsistensinya yang keras terkadang mengacaukan
26
diagnosisnya dengan kanker, namun aspirasi jarum halus atau biopsi jarum dapat
dilakukan untuk membedakannya.
Tumor ini diatasi dengan cara mengangkat tumor beserta sedikit jaringan
normal disekelilingnya. Tumor sel granular tidak akan meningkatkan resiko pada
wanita untuk terjadinya kanker payudara di kemudian hari.
2.3.10 Kista
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular.Kista terbentuk
dari cairan yang berasal dari kelenjar payudara.Mikrokista terlalu kecil untuk
dapat diraba, dan ditemukan hanya bila jaringan tersebut dilihat di bawah
mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan terbentuk makrokista. Makrokista
ini dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat mencapai 1 sampai 2 inchi.
(7,8)
27
kompleks. Walaupun kista kompleks tersebut terlihat sebagai massa yang solid,
namun kista tersebut bukanlah kanker. Dalam keadaan tertentu, kista dapat
menimbulkan nyeri yang hebat. Mengeluarkan isi kista dengan aspirasi jarum
halus akan mengempiskan kista dan mengurangi ketidaknyamanan. Beberapa ahli
radiologis memasukkan udara ke daerah tersebut setelah drainase untuk
meminimalkan kemungkinan kista muncul lagi.Apabila cairan dari kista tampak
seperti darah atau terlihat mencurigakan, cairan tersebut harus diperiksakan ke
laboratorium patologi untuk dilihat di bawah mikroskop. Cairan kista yang normal
dapat berwarna kuning, coklat, hijau , hitam, atau berwarna seperti susu.
Menurut kepustakaan dikatakan kista terjadi pada hampir 7% dari wanita pada
suatu waktu dalam kehidupan mereka.Dikatakan bahwa kista ditemukan pada 1/3
dari wanita berusia antara 35 sampai 50 tahun. Secara klasik, kista dialami wanita
perimenopausal antara usia 45 dan 52 tahun, walaupun terdapat juga insidens
yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu yang menggunakan terapi
pengganti hormonMenurut beberapa studi autopsi, ditemukan bahwa hampir 20%
mempunyai kista subklinik dan kebanyakan berukuran antara 2 atau 3 cm.
Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52
tahun, walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya
pada individu yang menggunakan terapi pengganti hormon. Kebiasaannya kista
ini soliter tetapi tidak jarang ditemukan kista yang multiple. Pada kasus yang
ekstrim, keseluruhan mammae dapat dipenuhi dengan kista.
Kista dapat memberikan rasa tidak nyaman dan nyeri. Dikatakan bahwa
terdapat hubungan antara ketidak nyamanan dan nyeri ini dengan siklus
menstruasi dimana perasaan tidak nyaman dan nyeri ini meningkat sebelum
menstruasi. Kista ini biasanya dapat dilihat. Karekteristiknya adalah licin dan
teraba kenyal pada palpasi. Kista ini dapat juga mobil namun tidak seperti
fibroadenoma. Gambaran klasik dari kista ini bisa menghilang jika kista terletak
pada bagian dalam mammae. Jaringan normal dari nodular mammae yang
meliputi kista bisa menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin semasa
dipalpasi.
Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui aspirasi sitologi. Jumlah cairan
yang diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa berbeda
28
warnanya, mulai dari kuning pudar sampai hitam, kadang terlihat translusen dan
bisa juga kelihatan tebal dan bengkak.
Mammografi dan ultrasonografi membantu dalam penegakkan diagnosis tetapi
pemeriksaan ini tidak begitu penting bagi pasien yang simptomatik.
Massa soliter dengan dilatasi dari duktus retroareolar merupakan gambaran
yang bisa terlihat pada mammografi atau ultrasonografi sekiranya massa yang
terbentuk agak besar. Massa yang kecil tidak memberikan gambaran khas pada
mammografi dan ultrasonografi. Gambaran kalsifikasi jarang terlihat pada
penyakit ini namun bisa terjadi pada massa yang kecil maupun besar. Pemeriksaan
galaktografi memberikan gambaran filling defect atau complete obstruction bagi
aliran retrograd dari kontras. Pada pemeriksaan MRI pula terlihat lesi berbatas
tegas dengan duktus berisi cairan. Pemeriksaan FNA tidak begitu bermakna pada
penyakit ini. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah eksisi massa dan
diperiksa dengan teknik histopatologi konvensional.
Sebelum ini, eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi
ini sudah tidak dilakukan karena simple aspiration sudah memadai. Setelah
diaspirasi, kista akan menjadi lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi
dengan mammografi. Walaubagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa tidak terdapat
massa setelah dilakukan aspirasi.
Terdapat dua cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni :
(1) massa menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi.
(2) cairan yang diaspirasi tidak mengandungi darah.
Sekiranya kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan eksisi
direkomendasikan. Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista.
Indikasi pertama adalah sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah (selagi tidak
disebabkan oleh trauma dari jarum), kemungkinan terjadinya intrakistik
karsinoma yang sangat jarang ditemukan. Indikasi kedua adalah rekurensi dari
kista. Hal ini bisa terjadi karena aspirasi yang tidak adekuat dan terapi lanjut perlu
diberikan sebelum dilakukan eksisi. Apabila kista masih terus membesar, eksisi
direkomendasikan.
Pasien dengan kista yang berulang sukar ditangani. Rekurensi sering terjadi
pada daerah yang berbeda dari kista yang pertama. Hampir 15% pasien
29
mengalami rekurensi kista dalam waktu 5 sampai 10 tahun dengan mayoritasnya
mengalami satu atau dua kali rekurensi. Terdapat sebagian kecil wanita dengan
kista berulang yang regular mengunjungi dokter setiap dua sampai tiga bulan
sekali untuk drainase kista. Dahulu, sebagian pasien dengan kondisi seperti ini
diterapi dengan mastektomi subkutan. Walaupun tidak membantu dalam
penegakan diagnosis, mammografi harus dikerjakan sebagai prosuder skrining
rutin pada wanita berusia lebih dari 35 tahun yang mempunyai kista dengan
penampakan dari kanker yang rendah. Menurut kepustakaan, terdapat bukti yang
menyatakan bahwa terjadinya peningkatan risiko terhadap kanker pada pasien
dengan kista. Oleh karena itu, pemeriksaan mammografi secara berkala ini bisa
membantu dalam deteksi awal dari kanker. Pasien dengan kista soliter biasanya
tidak memerlukan pemeriksaan mammografi regular.
Teknik yang digunakan untuk aspirasi kista mammae yang dapat dipalpasi
sama dengan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi FNA. Permukaan
kulit dibersihkan dengan alkohol. Biasanya digunakan jarum 21-gauge dan juga
syringe 20 ml. Kista di fiksasi menggunakan ibu jari dan jari telunjuk atau jari
telunjuk dan jari tengah. Syringe dipegang oleh tangan yang lain dan kista
dipalpasi sehingga sudah tidak teraba. Volume dari cairan kista biasanya 5 ml
sampai 10 ml tetapi dapat mencapai 75 ml atau lebih. Cairan dari kista biasanya
berwarna coklat, kuning atau kehijauan. Sekiranya didapatkan cairan sedemikian,
pemeriksaan sitologi tidak diperlukan. Apabila ditemukan cairan kista bercampur
darah, 2 ml dari cairan diambil untuk pemeriksaan sitologi.
Apabila kista ditemukan pada ultrasound tetapi tidak bisa dipalpasi, aspirasi
dengan ultrasound-guided needle bisa dilakukan. Kulit dibersihkan dengan
alkohol. Probe ultrasound dipegang dengan satu tangan untuk mengidentifikasi
kista. Syringe dipegang dengan tangan lain dan kista diaspirasi.
30
Ektasia duktus merupakan pelebaran dan pengerasan dari duktus, dicirikan
dengan sekresi puting yang berwarna hijau atau hitam pekat, dan lengket.Pada
puting serta daerah disekitarnya akan terasa sakit serta tampak kemerahan. Ektasia
duktus adalah kondisi yang biasanya menyerang wanita usia sekitar 40 sampai 50
tahun. Ektasia duktus adalah kelainan jinak yang walaupun begitu dapat
mengacaukan diagnosis dengan kanker dikarenakan benjolan yang keras di sekitar
duktus yang abnormal akibat terbentuknya jaringan parut.
Kondisi ini umumnya tidak memerlukan tindakan apapun, atau dapat membaik
dengan melakukan pengkompresan dengan air hangat dan obat-obat antibiotik.
Apabila keluhan tidak membaik, duktus yang abnormal dapat diangkat melalui
pembedahan dengan cara insisi pada tepi areola.
2.3.12 Mastitis
Mastitis adalah infeksi yang sering menyerang wanita yang sedang menyusui
atau pada wanita yang mengalami kerusakan atau keretakan pada kulit sekitar
puting. Kerusakan pada kulit sekitar puting tersebut akan memudahkan bakteri
dari permukaan kulit untuk memasuki duktus yang menjadi tempat
berkembangnya bakteri dan menarik sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi
melepaskan substansi untuk melawan infeksi, namun juga menyebabkan
pembengkakan jaringan dan peningkatan aliran darah.Perubahan ini menyebabkan
payudara menjadi merah, nyeri, dan terasa hangat saat perabaan.
Gambaran klinisnya sukar dibedakan dengan karsinoma, yaitu massa
berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting susu
akibat fibrosis periduktal, dan bisa terdapat pembesaran kelenjar getah bening
aksila. Kondisi ini diterapi dengan antibiotik.Pada beberapa kasus, mastitis
berkembang menjadi abses atau kumpulan pus yang harus dikeluarkan melalui
pembedahan.
2.3.13 Galaktokel
31
Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang
hamil atau menyusui. Seperti kista lainnya, galaktokel tidak bersifat seperti
kanker. Biasanya galaktokel tampak rata, benjolan dapat digerakkan, walaupun
dapat juga keras dan susah digerakkan. Penatalaksanaan galaktokel sama seperti
kista lainnya, biasanya tanpa melakukan tindakan apapun. Apabila diagnosis
masih diragukan atau galaktokel menimbulkan rasa tidak nyaman, maka dapat
dilakukan drainase dengan aspirasi jarum halus.
32
Early reproductive Lobular Fibroadenoma. Giant
years (15-25 development. fibroadenoma.
tahun Stromal Adolescent Gigantomastia.
development. hypertrophy.
Nipple eversion. Nipple eversion. Subareolar
abscess.
Mammary duct
fistula.
Later reproductive Cyclical changes Cyclical Incapacitating
years (25-40 of menstruation. mastalgia. mastalgia.
tahun) Epithelial
hyperplasia of Nodularity.
pregnancy. Bloody nipple
discharge.
Involution age Lobular Macrocytes.
(35-55 tahun) involution. Sclerosing lesions.
Duct involution Duct ectasis. Periductal mastitis.
- Dilation Nipple retraction.
- Sclerosis Epithelial Epithelial
Epithelial turnover hyperplasia hyperplasia with
atypia.
33
dilakukan pemeriksaan sitologi.Massa kemudian dilihat dengan USG dan adanya
area solid pada dinding kista dilakukan biopsi jarum. Adanya darah biasanya
dapat terlihat jelas, tetapi kista dengan cairan yang gelap perlu dilakukan occult
blood test atau pemeriksaan mikroskopis untuk memastikan. Dua aturan kardinal
dari aspirasi kista yang aman, yaitu (1) massa harus hilang secara komplit setelah
aspirasi, (2) cairan harusnya tidak mengandung darah. Jika salah satu dari
ketentuan tersebut tidak ditemukan, makan USG, biopsi jarum, dan mungkin
biopsi eksisi direkomendasikan.
Fibroadenoma: pengangkatan seluruh fibroadenoma telah dianjurkan terlepas
dari usia pasien atau pertimbangan lainnya, fibroadenoma soliter pada wanita
muda biasanya diangkat untuk menghilangkan kecemasan pasien. Walaupun
begitu, kebanyakan fibroadenoma bersifat self-limitting dan banyak yang tidak
terdiagnosis, sehingga pendekatan konservatif lebih digunakan.Pemeriksaan USG
dan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosis yang akurat.Kemudian,
pasien dijelaskan mengenai hasil biopsi, dan eksisi fibroadenoma dapat dihindari.
Sclerosing disorder: klinis dari sclerosing adenosis mirip dengan carcinoma.
Oleh karena itu kelainan ini dapat disalahartikan sebagai carcinoma pada
pemeriksaan fisik, mammography, dan pemeriksaan patologi makroskopis.Biopsi
eksisi dan pemeriksaan histology seringkali diperlukan untuk menyingkirikan
diagnosis carcinoma.
Periductal mastitis: massa yang nyeri dibelakang areola mammae diaspirasi
dengan 21-gauge needle yang melekat ke syringe 10 mL. Adanya cairan yang
terambil dilakukan pemeriksaan sitologi dan untuk kultur digunaka medium
transport yang sesuai untuk deteksi bakteri anaerob. Pasien diberi antibiotik mulai
dari Metronidazol dan Dicloxacillin sambil menunggu hasil kultur. Kebanyakan
kasus berrespon dengan baik, tetapi bila ditemukan pus, maka tindakan operatif
harus dilakukan.Abses subareolar biasanya unilocular dan sering mengenai satu
sistem duktus.USG preoperative dapat membantu menentukan daerah
perluasannya.Ahli bedah dapat mengambil tindakan simple drainage (ada risiko
problem berulang lagi) atau pembedahan definitive.Pada wanita child-bearing
age, simple drainage lebih dipilih, tetapi bila ada infeksi anaerob, infeksi berulang
sering terjadi.Abses berulang dengan fistula merupakan masalah yang sulit dan
34
diterapi dengan fistulectomy atau major duct excision (tergantung keadaan). Bila
abses periareolar yang terlokalisasi berulang pada daerah yang sama dan terbentuk
fistula, tindakan yang lebih dipilih adalah fistulectomy. Di lain pihak, bila
subareolar sepsis difus, lebih dari 1 segmen atau lebih dari 1 fistula, makantotal
duct excision lebih dipilih. Terapi antibiotik bermanfaat untuk infeksi berulang
setalh eksisi fistulasi, dan dikonsumsi 2-4 minggu direkomendasikan sebelum
total duct excision.
2.4.1 Epidemiologi
35
(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).
2.4.2 Etiologi
1. Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur
seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45
tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause,adapun pada usia
sebelum 35 tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara
adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada
wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung
lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut,
sehingga survival rates-nya lebih rendah
36
2. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif.WHO menyatakan bahwa tidak terdapat
peningkatan maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan
dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-medroxyprogesterone
acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan
bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
37
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post
menopause sedikit meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika
pada wanita yang menerima Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut
sebelumnya pernah menderita kelainan benigna pada mammae-nya
6. Faktor diet
38
pada wanita-wanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium)
pada usia kurang dari 35 tahun.
11. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang
obesitas.Sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari
konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak,
dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang.Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae
mempunyai hubungan langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca
mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita
tidak obese.
12. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan
pernah menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut
postpartum mastitis, dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy
thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative kecil
beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
39
konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan
melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai
resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan nullipara.
40
Gambar 2.13 Kuadran mammae
(Skandalakis)
2.4.3 Insidensi
2
Tabel 1.1. Persentase insidensi dari kanker payudara herediter, familial, dan
sporadik
41
BRCA-1a 45%
BRCA-2 35%
Unknown 20%
Family history
Personal history
Reproductive history
42
Late age of first term pregnancy (>30 2
y)/nulliparity
Use of combined estrogen/progesterone HRT 1.5-2
Lifestyle factors
43
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu
sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya.Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel
normal.Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform.Tipe kedua,
disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk
tak beraturan.
A B
Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar
keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang
melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute,
Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai
infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.
44
Gambar 2.15 Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk
Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical
mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.
45
makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai
massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di
bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam
kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan
kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis
dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular
yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi
duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS
dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10%
menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-
year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular
carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan
pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini
dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
46
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan
kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang
rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
47
Location Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)
2.4.5 Staging
6
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran
tumor)
T1 Tumor 2 cm
48
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
49
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.
pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan
tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC)
diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm,
biasanya dideteksi hanya dengan immunohistochemical (IHC) atau
metode molekuler
pN0(i) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
50
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis ke
KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke
KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis
microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral
pN3a Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis
ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat
1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla
dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan mikroskopis yang
terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak secara klinis
51
M1 Terdapat metastasis jauh
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1a N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1a N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
52
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1a N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
T1 termasuk T1 mic.
2.4.6 Diagnosis
a. Anamnesa
53
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika
sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita
dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara
biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6
2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada
payudara apakah terdapat
massa, termasuk palpasi
54
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6
c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik
ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas
gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1
sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray
thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat
digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai
2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO).
MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk
kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO,
CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan
memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
55
tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran
mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat
dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris
jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi
ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang mungkin
merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih
akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium
awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan
National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita
diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada
usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai
dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening
mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma
mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan
mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
56
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.(6)
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.(7)
4. Biopsi
57
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-
needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja
atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-
needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
5. Biomarker
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara
lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA),
BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3)
petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti
human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor
receptor (EGFr) dan (5) p53. (6)
2.4.7 Skrining
58
kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI
dan mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram
setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan
MRI atau tidak.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik
tiap tahun.
Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik)
yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah
melakukan pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-
Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki
salah satu sindrom-sindrom ini.
Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia
(ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
59
Tabel 1.5. Penilaian risiko kanker payudara6
Faktor risiko Relative
Risk
>14 1.00
1213 1.10
<12 1.21
Umur (tahun)
<20 1.00
2024 1.24
30 1.93
<20 1.00
2024 2.64
30 2.83
<20 6.80
2024 5.78
30 4.17
60
Faktor risiko Relative
Risk
0 1.00
1 1.70
2 2.88
0 1.00
1 1.27
2 1.62
Atypical hyperplasia
No biopsies 1.00
2.4.8 Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya
bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal
mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan
sitostatika adjuvant.
61
Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae
Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama
untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium
IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan
dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV
pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal
lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan
dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi
paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan
metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.(7,10)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy
dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
62
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada
payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi
radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical
Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh para ahli bedah.
63
Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor
dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon
memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat
M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat
diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.
3.Total Mastectomy
1. Radioterapi
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
64
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.(6)
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate,
Fluorouracil).
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka
di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya
sementara. Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat
ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama
1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi, tergantung
kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama beberapa bulan,
penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada
akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi
lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan
estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon
(misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta
meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi
hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause.
65
Kanker yang didukung oleh estrogen
Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2
tahun setelah terdiagnosis
Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia
40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen
dalam jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami
menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan
obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan
estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung
telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat
hormon yang lain.
a. Kemoterapi adjuvan
66
dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. (6)
b. Neoadjuvant chemotherapy
3. Terapi anti-estrogen
67
ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut
terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal.6,7
2.4.9 Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir
program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah
94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48%
dan untuk stasium IV adalah 18%. (6)
BAB III
KESIMPULAN
68
dan juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi
benigna pada mayoritas dari pasien.
5. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif
tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus
kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di
antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang
berkembang (Moningkey, 2000).
6. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah
karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
rutin payudara.
7. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard
diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik
DAFTAR PUSTAKA
1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty
G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
2. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
69
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing
House PVT LTD.
9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty
G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S,
Wilson R, Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual.
London: Greenwich Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20
11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood
W.C, ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University
Press. p 107
12. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery.
Second edition. Elsevier. p 453
13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder
G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p
19-21
14. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In:
Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. 67, 81-82
15. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs
Principles of Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company.
16. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In:
Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the
Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p
70
15
17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R,
Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34
19. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger
Atlas of Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company
71