Anda di halaman 1dari 59

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki

kekayaan komoditas laut melimpah. Menurut Fathurrahman dan Ainurohim (2014),

salah satu potensi laut Indonesia adalah usaha budidaya Kerang mutiara

khususnya di wilayah perairan NTB. Jenis Kerang mutiara yang umum

dibudidayakan adalah dari spesies Pinctada maxima. Menurut Taufiq et al. (2007),

biasanya jenis Pinctada maxima banyak ditemukan di perairan Irian Jaya, Sulawesi

dan gugusan laut Arafuru.

Kerang Mutiara (Pinctada maxima) merupakan kerang penghasil mutiara

yang memiiki warna emas dan perak sehingga sangat digemari masyarakat dunia.

Kerang ini sering disebut South Sea Pearl dan merupakan komoditi laut yang

diekspor (Effendi dan Nikijuluw, 2003). Kerang Mutiara merupakan komoditas

perikanan laut yang memiliki nilai pasar yang baik dan relatif stabil (Hamzah,

2007). Usaha untuk memperoleh mutiara dari hasil penyelaman dilaut bebas

t e r u s mengalami penurunan setiap tahunnya. Menurut Awaudin et al. (2014),

produksi kerang mutiara melalui kegiatan penangkapan tidak dapat memenuhi

permintaan pasar yang terus meningkat. Solusi untuk mengatasi permasalahan

tersebut adalah kegiatan produksi Pinctada maxima dalam bentuk budidaya.

Secara internasional kualitas mutiara dari Indonesia masih berada pada

peringkat ketiga setelah Australia dan Myanmar (Susilowati dan Sumantadinata,

2011). Tingkat produksi dan kualitas benih Kerang mutiara yang dihasilkan di

Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan

permintaan benih Kerang mutiara. Penerapan modifikasi pemijahan adalah salah

satu upaya untuk memperbaiki kualitas pembesaran Kerang mutiara. (Wardana et

al., 2014). Selain rendahnya produksi benih yang baik, faktor lain yang

1
menyebabkan turunnya produksi mutiara adalah semakin sulitnya

mendapatkan Kerang dengan ukuran implantasi dan ketersediaan spat yang

dipengaruhi musim (Winanto et al., 2009).

Kegiatan budidaya merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat

meningkatkan produksi benih atau induk Pinctada maxima baik dari segi jumlah

maupun ukuran (Tomatala, 2011). Pada saat ini, pembesaran secara buatan telah

dilakukan oleh beberapa pihak yaitu perusahaan besar yang menggunakan tenaga

asing dan Balai Budidaya Laut sejak tahun 1991. Larva atau spat yang dihasilkan

dari hatchery lebih diminati oleh pengusaha budidaya mutiara karena ukurannya

relative sama sehingga waktu pembudidayaan dapat dilakukan bersamaan dalam

kapasitas yang besar (Awaludin et al., 2013). Pada satu dekade terakhir, banyak

perusahaan swasta yang bergerak dibidang budidaya mutiara termasuk beberapa

perusahaan mutiara yang ada di Kota Tual dan Maluku Tenggara. Puluhan ribu

hingga ratusan ribu spat sukses dihasilkan dari sekali breeding pada hatchery

ketika dipelihara di perairan, namun masih mengalami kematian yang relatif

banyak terutama pada spat yang berukuran di bawah 3 cm (Aprisanto et al., 2012).

Balai Perikanan Budidaya Laut, Sekotong, Lombok Barat merupakan Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kelautan dan Perikanan yang telah berhasil

dalam memngelola kualitas air laut Lombok hingga dapat digunakan dalam proses

kegiatan pembesaran Pinctada maxima. Pada saat ini Pinctada maxima

merupakan komoditas yang masih baru di Indonesia dan belum banyak

dibudidayakan, sehingga mendorong untuk dilakukan Praktik Kerja Magang

mengenai manajemen pada pembesaran Pinctada maxima di BPBL Sekotong,

Lombok Barat.

2
1.2 Maksud dan Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Magang (PKM) Manajemen Kualitas

Air Pada Pembesaran Kerang Mutiara (Pinctada maxima) di Balai Perikanan

Budidaya Laut (BPBL), Sekotong, Lombok Barat adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari, memahami dan mempraktikkan secara langsung tentang

proses-proses kegiatan dan metode manajemen kualitas air pada

pembesaran Pinctada maxima.

2. Mengetahui sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan

manajemen kualitas air pada pembesaranPinctada maxima.

1.3 Kegunaan

Kegunaan dari pelaksanaan Praktik Kerja Magang (PKM) tentang

Manajemen Kualitas Air Pada Pembesaran Kerang Mutiara (Pinctada maxima) di

Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL), Sekotong, Lombok Barat adalah sebagai

berikut :

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di lapang

serta memahami permasalahan yang ada dengan memadukan teori

yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan kenyataan di lapang.

2. Bagi Lembaga Perguruan tinggi

Hasil Praktik Kerja Magang ini dapat digunakan sebagai sumber informasi

dan pengetahuan yang dapat menunjang penelitian lebih lanjut

mengenai manajemen kualitas air pada pembesaran Pinctada maxima.

3. Bagi Pemerintah

Hasil Praktik Kerja Magang dapat digunakan sebagai sumber informasi

dan rujukan dalam menentukan kebijakan serta peraturan dalam

manajemen kualitas air pada pembesaran Pinctada maxima sehingga

3
pengelolaan dan pemanfaatan Kerang ini dapat dilakukan secara

maksimal.

4. Pembudidaya Pinctada maxima

Pembudidaya Pinctada maxima dapat memperoleh bahan informasi

secara teoritis serta rujukan dalam memanajemen kualitas air pada

pembesaran Kerang.

1.4 Tempat dan Waktu

Kegiatan Praktik Kerja Magang (PKM) ini dilaksanakan di Balai Perikanan

Budidaya Laut (BPBL), Desa Gili Genting, Sekotong, Lombok Barat pada tanggal

15 Juli sampai 14 Agustus 2017.

4
2. MATERI DAN METODE

2.1 Materi Praktik Kerja Magang

Materi tentang Praktik Kerja Magang (PKM) tentang Manajemen Kualitas

Air Pada Pembesaran Kerang Mutiara (Pinctada maxima) di Balai Perikanan

Budidaya Laut (BPBL), Sekotong, Lombok Barat diantaranya meliputi teknik

manajemen air dalam hatchery Pinctada maxima, teknik pembesaran Pinctada

maxima dan pengukuran kualitas air, meliputi parameter fisika yaitu suhu dan total

padatan tersuspensi, parameter kimia meliputi oksigen terlarut, salinitas, pH, nitrit

dan amoniak serta parameter biologi meliputi plankton.

2.2 Metode Pengukuran Kualitas Air serta Alat danBahan

Metode pengukuran kualitas air serta alat dan bahan yang digunakan dalam

Praktik Kerja Magang (PKM) tentang Manajemen Kualitas Air Pada Pembesaran

Kerang Mutiara (Pinctada maxima) di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL),

Sekotong, Lombok Barat dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.3 Metode Praktik Kerja Magang

Metode yang dipakai dalam praktik kerja magang (PKM)adalah metode

deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan secara sistematis

fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, secara actual dan

cermat. Menurut Hamdi dan Bahruddin (2014), metode deskriptif yaitu suatu

metode yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena- fenomena yang ada,

yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Metode deskriptif dapat

mendeskripsikan suatu keadaan saja, tetapi bias juga mendeskripsikan keadaan

dalam tahapan-tahapan perkembangannya.

5
2.4 Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data pada praktik kerja magang ini meliputi data primer dan

data sekunder. Data primer didapat dari observasi, wawancara, dokumentasi dan

partisipasi aktif. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka yaitu dapat

berasal dari buku, jurnal, laporan skripsi dan sebagainya.

2.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data asli oleh peneliti untuk menjawab masalah

penelitiannya secara khusus. Data ini tidak tersedia, sebab sebelumnya belum

pernah ada penelitian sejenis. Oleh sebab itu, dalam proses mendapatkan data

primer, perlu adanya pengumpulan atau pendataan data sendiri. Penelitian yang

mengandalkan data primer relative membutuhkan waktu, sumberdaya dan biaya

yang lebih besar. Kelebihan dari data primer adalah kredibilitasnya relative tinggi,

sebab peneliti mampu mengontrol data yang akan digunakan dalam penelitiannya

(Kurnianingtyas dan Nugroho, 2012). Data primer yang diambil dalam Praktik

Kerja Magang ini meliputi pola manajemen pembesaran dan kualitas air. Data

primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, partisipasi aktif,

wawancara dan dokumentasi.

2.4.1.1 Observasi

Observasi dapat disebut juga sebagai pengamatan, pada kegiatan observasi

akan didapatkan sebuah data atau gambaran-gambaran secara khusus. Pada

pengumpulan data dengan cara observasi akan didapatkan data yang

menyeluruh dan sesuai dengan kenyataannya karena dilakukan langsung dari

objek penelitian melalui pengamatan. Pada metode ini didapatkan hasil deskriptif

yang relative lengkap. Observasi yang digunakan dalam Praktik Kerja Magang ini,

dilakukan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan manajemen

pembesaran Pinctada maxima (Djaelani, 2013). Observasi yang dilakukan dalam

6
praktik kerja magang ini yaitu dengan pengamatan langsung terhadap

manajemen pembesaran mulai dengan mengukur parameter kualitas air di lapang

yang meliputi parameter fisika yaitu suhu, kecerahan dan parameter kimia yaitu

pH, oksigen terlarut, salinitas, amonium, nitrat, fosfat serta parameter biologi yaitu

FCR dan SR.

2.4.1.2 Partisipasi aktif

Partisipasi aktif merupakan sebuah kegiatan pengamatan lewat sebuah

peran antara pengamat dan objek yang diamati. Padahal ini pengamat ikut terlibat

dalam kegiatan yang diamati serta menganggap dirinya adalah bagian dari

mereka. Pada konsep partisipasi aktif terjadi suatu proses yang mengandung

arti bahwa orang atau hal-hal yang terlibat dalam sebuah objek tersebut dapat

mengambil inisiatif dan ikut berperan dalam menjalankan sebuah kegiatan

(Mikkelsen, 2003). Pada praktik kerja magang ini, kegiatan partisipasi aktif

yang diikuti secara langsung adalah kegiatan usaha dalam manajemen

pembesaran mulai dari persiapan benih, kegiatan budidaya, pemeliharaan dan

pengukuran kualitas air serta kegiatan lainnya.

2.4.1.3 Wawancara

Wawancara adalah proses penggalian informasi melaui tanya jawab antara

pewawancara dengan narasumber percakapan antara seorang peneliti dengan

informan. Kegiatan wawancara bukan semata-mata hanya bertukar pembicaraan,

akan tetapi sebuah proses untuk mendapatkan sebuah informasi. Pada metode

wawancara tidak terbatas antara dua orang saja (Endaswara, 2006). Proses

wawancara dilakukan guna mendapatkan informasi secara menyeluruh melalui

beberapa pertanyaan kepada pihak instansi BPBL, Sekotong, Lombok Barat.

Wawancara yang dilakukan meliputi sejarah berdirinya usaha, struktur organisasi,

kegiatan yang ada dibalai tersebut, persiapan proses pembesaran, teknologi yang

7
digunakan pada budidaya Pinctada maxima dan permasalahan yang dihadapi

pada budidaya Pinctada maxima.

2.4.1.4 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara mencari data melalui mempelajari, mencatat,

menyalin dokumen atau catatan yang bersumber dari peninggalan tertulis seperti

arsip. Contoh dokumen yang dapat digunakan seperti catatan lapangan, lembar

observasi dan lain-lain (Kurnianingtyas dan Nugroho, 2012). Pada Praktik Kerja

Magang ini, dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil gambar atau foto

dengan menggunakan kamera dan mencatat dari data lapang.

2.4.2 DataSekunder

Data sekunder merupakan data primer yang diperoleh pihak lain (telah

diolah) dan disajikan baik oleh pengumpul maupun pihak lain. Data sekunder

bersifat sebagai pendukung untuk melengkapi data primer. Contoh dari data

sekunder seperti penelitian kepustakaan, pusat bank data, media masa dan

lembaga penelitian (Mulyanto, 2008). Data sekunder dalam Praktik Kerja Magang

(PKM) didapatkan dari pihak lembaga berupa informasi yang terkait dengan

pembesaran Pinctada maxima dan juga diperoleh dari laporan, jurnal, majalah,

laporan PKL, skripsi, tesis, disertasi dan dari situs internet serta kepustakaan yang

dapat dijadikan sebagai pustaka untuk menunjang hasil pengamatan.

2.5 Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel untuk uji kualitas air di Hatchery Pinctada maxima

memiliki beberapa titik lokasi. Pada pengujian parameter harian seperti suhu, ph,

oksigen terlarut dan salinitas dilakukan pada Keramba Jaring Apung (KJA).

2.6 Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air pada pembesaran Pinctada maxima dilakukan

untuk memanage kualitas air dan mengetahui parameter fisika, kimia dan biologi

8
yang sesuai untuk pertumbuhan Kerang. Parameter kualitas air yang diukur

meliputi parameter fisika yaitu suhu dan total padatan tersuspensi, parameter kimia

meliputi oksigen terlarut, salinitas, pH, nitrit dan amoniak serta parameter biologi

meliputi plankton.

2.6.1 ParameterFisika

2.6.1.1 Suhu

Suhu merupakan derajat panas dinginnya suatu zat. Suhu merupakan salah

satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi aktivitas, konsumsi oksigen, laju

metabolisme, sintasan dan pertumbuhan organisme akuatik (Asnawia, 2014).

Menurut Hamzah dan Nababan (2009), suhu dapat mempengaruhi laju

pertumbuhan Pinctada maxima. Pada kondisi suhu rendah (musim dingin) Kerang

ini tidak memiliki laju pertumbuhan yang sangat nyata dan pada kondisi suhu

optimum (musim panas) memiliki laju pertumbuhan yang maksimum. Perubahan

suhu yang ekstrim juga dapat menyebabkan kematian massal pada jenis Kerang

ini.

Berdasarkan Praktik Kerja Magang pengukuran suhu dilakukan

dengan menggunakan DO meter merk YSI550A. Pengukuran suhu dilakukan

secara temporal pada pagi, siang, dan sore hari dengan cara sebagai berikut:

1. Ditekan tombol on.

2. Dikalibrasi probe DO meter dengan cara mencelupkannya pada aquades

hingga terlihat hasil suhu yang stabil.

3. Dimasukkan probe DOmeter ke dalam perairan dan tunggu beberapa saat

sampai nilai suhu terlihat pada DO meter.

2.6.2 Parameter Kimia

2.6.2.1 pH

pH adalah ukuran keasaman atau kebasaan dari suatu larutan. pH

didefinisikan sebagai nilai logaritma negative dari konsentrasi ion hidrogen.

9
Besarnya nilai pH dapat mempengaruhi toksisitas senyawa-senyawa kimia serta

mempengaruhi proses biokimiawi diperairan. Sebagian besar organisme akuatik

kurang toleran terhadap perubahan pH dan lebih menyukai perairan dengan

kisaran pH antara 7 sampai 8.5 (Effendi, 2003). pH air laut permukaan di

Indonesia umumnya berkisar antara 6,0-8,5 sedangkan pH untuk budidaya

laut menurut baku mutu air laut 7-8,5. Kerang mutiara dapat hidup pada kisaran

7,4-8,5 (Faturrahman dan Aunurohim, 2014).

Berdasarkan Praktik Kerja Magang terhadap pengukuran pH dilakukan

dengan menggunakan alat pH meter merk Hanna. Pengukuran pH dilakukan

secara temporal pada pagi, siang, dan sore hari dengan cara sebagai berikut:

1. Ditekan tombol switch keposision.

2. Dibuka penutup elektroda, lalu elektroda tersebut dicelupkan pada aquades

hingga hasil menunjukkan hasil pH yang stabil, kemudian dibilas dengan tisu

yang bersih.

3. Dicelupkan elektroda ke dalam air sampel dan hasil akan muncul pada layar

yang menunjukan nilai pH air yang sedang diukur.

2.6.2.2 Oksigen terlarut

Oksigen terlarut adalah kadar ukuran relative oksigen yang terlarut dalam

suatu media tertentu contohnya perairan. Oksigen dibutuhkan semua makhluk

hidup untuk pernapasan, pertumbuhan dan metabolisme. Sumber oksigen utama

diperairan adalah proses fotosintesis dari tumbuh tumbuhan yang ada didalamnya

(Elfinurfajri, 2009). Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan

efek langsung yang berakibat pada kematian organisme (Awaludin, 2013).

Berdasarkan Praktik Kerja Magang pengukuran oksigen terlarut dilakukan

dengan menggunakan DO meter merk YSI550A. Pengukuran oksigen terlarut

dilakukan secara temporal pada pagi, siang, dan sore hari dengan cara sebagai

berikut:

10
1. Ditekan tombol On.

2. Ditekan tombol Mode untuk mengubah satuan oksigen terlarut dari ppm menjadi

mg/l.

3. Dikalibrasi Probe DO meter dengan cara mencelupkannya pada aquades

hingga terlihat hasil oksigen terlarut yang stabil.

4. Dimasukkan Probe DO meter kedalam perairan dan tunggu beberapa saat

sampai nilai oksigen terlarut terlihat pada DO meter.

2.6.2.3 Salinitas

Salinitas merupakan konsentrasi total dari seluruh ion terlarut di dalam air.

Salinitas biasanya dinyatakan dalam satuan gramper kilogram atau bagian per

seribu. Salinitas memiliki peranan penting dalam kehidupan organisme, seperti

distribusi biota akuatik. Selain itu, salinitas juga dapat mempengaruhi aktivitas

fisiologis organism akuatik karena pengaruh osmotiknya (Asnawia,2014).

Salinitas merupakan salah satu factor penting dalam kegiatan budidaya

kerang mutiara dan bivalvia jenis ini lebih menyukai hidup pada perairan yang

bersalinitas tinggi (Tomatala, 2014). Salinitas juga dapat mempengaruhi daya tetas

telur Kerang mutira, pada kadar salinitas yang rendah daya tetas telur Kerang

mutiara akan menurun sedangkan pada salinitas yang optimal daya tetasnya akan

maksimal (Awaludin et al., 2014).

Berdasarkan Praktik Kerja Magang pengukuran salinitas dilakukan

dengan menggunakan alat refraktometer. Pengukuran salinitas dilakukan secara

temporal pada pagi, siang dan sore hari dengan cara sebagai berikut:

1. Disiapkan refraktometer.

2. Dibuka penutup kaca prisma dan dikalibrasi dengan aquadest.

3. Dibersihkan dengan tisu secara searah.

4. Diteteskan1-2 tetes air sampel yang akan diukur salinitasnya.

11
5. Ditutup kembali dengan hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara pada

permukaan kaca prisma.

6. Diarahkan ke sumber cahaya.

7. Dilihat nilai salinitasnya dari air yang diukur melalui kaca prisma.

2.6.2.4 Nitrat (NO3)

Nitrat diperairan dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh

bakteri, kegiatan pemupukan dan ekskresi-ekskresi organism yang ada di

dalamnya. Nitratk sangat toksik terhadap organisme dan toksisitasnya meningkat

seiring dengan peningkatan pH dan suhu. Kadar nitratk yang aman untuk

organisme adalah tidak melebihi 0,3 mg/L (Setyowati et al. ,2013). Biota laut tidak

dapat bertoleransi terhadap kadar nitratk bebas yang terlalu tinggi karena dapat

mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan menyebabkan kematian

secara perlahan karena lemas (Effendi, 2003).

Berdasarkan Praktik Kerja Magang pengukuran nitrat dilakukan

dengan menggunakan HACHDR/890 Colorimeter. Pengukuran nitratk dilakukan

setiap satu minggu sekali dengan cara sebagai berikut:

1. Ditekan tombol on.

2. Ditekan tombol program, tekan tombol no.6 dan 4 kemudian enter.

3. Disiapkan larutan blanko (Aquades) dan air sample sebanyak 10 ml ke dalam

tabung reaksi.

4. Dimasukkan reagen (amonium salicilate dan nitratk cyanurate) ke dalam

larutan blanko dan air sampel kemudian tutup tabung reaksi yang telah diberi

reagen.

5. Ditekan tombol timer pada Hach colori meter dan atur timer menjadi 1 menit

sebagai waktu untuk mengocok/ menghomogenkan air sampel dengan

reagen.

12
6. Setelah dihomogenkan selama 1 menit atur timer Hach colori meter menjadi 5

menit sebagai waktu untuk mendiamkan air sampel dan reagen yang telah

dikocok.

7. Dimasukkan larutan blanko kedalam cuvet dan bersihkan permukaan cuvet.

8. Dimasukkan cuvet kedalam alat Hach colori meter kemudian tekan zero.

9. Kemudian setelah didapatkan hasil 0 pada layar, ganti larutan blanko dengan

air sampel yang akan diuji lalu tekan read dan didaptkan hasil kandungan

nitratk.

2.6.2.5 Nitrit (NO2)

Kadar nitrit yang diperbolehkan untuk budidaya perikanan adalah nol.

Dijelaskan juga Kandungan nitrit pada perairan alami mengandung nitrit sekitar

0.001 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari 0.06mg/L adalah bersifat toksik bagi

organism perairan. Jika konsentrasi nitrit di perairan tinggi akan mengganggu

kehidupan kerang mutiara karena bentuk nitrit yang bisa berikatan dengan

hemoglobin darah dan bersifat toksik Fathurrahman dan Aunurohim, 2014).

Berdasarkan Praktik Kerja Magang pengukuran nitrit dilakukan dengan

menggunakan HACHDR/890 Colorimeter. Pengukuran nitrit dilakukan setiap satu

minggu sekali dengan cara sebagai berikut:

1. Ditekan tombol on.

2. Ditekan tombol program, tekan tombol no.5 dan 4 kemudian enter.

3. Disiapkan larutan blanko (Aquades) dan air sampel sebanyak 10 ml ke dalam

tabung reaksi.

4. Dimasukkan reagen (NitriVer 3) air sampel kemudian tutup tabung reaksi yang

telah diberi reagen.

5. Ditekan tombol timer pada Hach colori meter dan atur timer menjadi 1 menit.

6. Setelah dihomogenkan selama 1 menit atur timer Hach colori meter menjadi 5

menit sebagai waktu untuk mendiamkan air sampel dan reagen.

13
7. Dimasukkan larutan blanko kedalam cuvet dan bersihkan permukaan cuvet.

8. Dimasukkan cuvet kedalam alat Hach colori meter kemudian tekan zero.

9. Kemudian setelah didapatkan hasil 0 pada layar, ganti larutan blanko dengan

air sampel yang akan diuji lalu tekan read dan didapatkan hasil kandungan nitrit.

2.6.3 Parameter Biologi

2.6.3.1 Survival Rate

Kelulushidupan (SR) didefinisikan sebagai jumlah yang hidup pada akhir periode

relatif dengan jumlah yang hidup pada awal periode (Hermawan et al., 2014).

Kelulushidupan diperoleh dengan cara menghitung jumlah organisme yang hidup pada

awal dan akhir pengangkutan, kemudian dicari dalam bentuk persen.

Menurut Birungi et al. (2006), Metode pengukuran Sintasan (Survival Rate)

Ikan air laut dihitung dengan cara:

SR = Nt x 100%
No

Keterangan:

SR = Sintasan/Survival Rate (%)

Nt = jumlah total ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)

No = jumlah total ikan pada awal penelitian (ekor)

14
3. KEADAAN UMUM LOKASI

3.1 Sejarah Berdirinya Usaha

Pada tahun 1990 Balai Budidaya Laut Lombok masih merupakan salah

satu stasiun pengembangan dari Balai Budidaya Laut Lampung. Stasiun

pengembangan ini yang pertama kali dibangun di pesisir teluk Gerupuk, Dusun

Gerupuk, Desa Seringkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah NTB.

Stasiun ini diharapkan dapat menginventarisir dab mengembangkan budidaya laut

di kawasan tengah Indonesia.

Pada tahun 1995, stasiun stasiun meningkat menjadi Loka Budidaya Laut

Lombok yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau sebuah instansi

Eselon IV di bawah pembinaan Direktorat Pembenihan, Direktorat Jendral

Perikanan Departemen Pertanian. Tahun 2000, seiring dengan lahirnya

Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Loka Budidaya Laut berada di bawah

pembinaan Direktorat Jendral Perikanan Budidaya memperoleh peningkatan

anggaran dan penambahan sarana produksi di Dusun Gili Genting, Desa Sekotong

Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Pada tahun 2002, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

nomor KEP.47/MEN/2002 tentang organisasi dan tata kerja Balai Budidaya Laut

(BBL) ditetapkan Loka Budidaya Laut (LBL) Lombok sebagai Unit Pelaksana

Teknis Direktorat Jendral Perikanan Budidaya di bidang pembudidayaan ikan laut.

Dimana instansi ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Jendral Perikanan Budidaya dengan wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di

pulau Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Pada tahun 2006, melalui peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no.

PER.10 MEN/2006, status Loka Budidaya Laut Lombok meningkat menjadi Balai

Budidaya Laut Lombok dengan wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di pulau

15
Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Balai

Budidaya Laut Lombok mempunyai tugas pokok melaksanakan penerapan teknik

pembenihan dan pembudidayaan ikan air laut serta pelestarian sumberdaya

induk/benih ikan air laut dan lingkungan ikan laut.

Komoditas andalan Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok diantaranya

yaitu bawal bintang, ikan kerapu, kakap putih, rumput laut, abalone, Kerang

mutiara, dan ikan hias.

Gambar 1. Foto Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok beserta staff

3.2 Letak Geografis

Stasiun yang menjadi lokasi praktek lapangan akuakultur ini adalah stasiun

Sekotong yang terletak di Dusun Gili Genting Desa Sekotong, Kecamatan

Sekotong Barat, Kabupaten Lombok Barat terletak pada 11546 - 11628 BT dan

812 - 855 LS dengan ketinggian tempat 5 meter yang diukur dari permukaan air

laut (topografi). Jarak antara Balai Budidaya Laut Lombok dengan ibu kota provinsi

Nusa Tenggara Barat (Mataram) sekitar 70 km. Lokasi Balai Budidaya Laut

Lombok memiliki batas batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah timur berbatasan dengan Balai Pengembangan Budidaya Perairan

Pantai (BPBPP) Dinas Perikanan dan Kelautan Propivinsi NTB dan Dusun

Pengawisan.

16
Sebelah barat berbatasan dengan perkampungan Dusun Gili Genting.

Sebelah utara berbatasan dengan Selat Lombok.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kedaru.

Balai Budidaya Laut Lombok stasiun Sekotong terletak di perairan teluk

Sekotong dengan kondisi perairan di kawasan tersebut masih cukup bersih dan

jernih, memiliki karang berpasir, salinitas 32 35 % dan pH berkisar antara 7,8

8,3. Tidak terdapat aktivitas berarti seperti kegiatan industry, jalur pelayaran,

maupun aktivitas masyarakat setempat yang dapat menyebabkan terjadinya

pencemaran di sekitar kawasan tersebut.

Gambar 2. Peta lokasi Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok

17
3.3 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja

3.3.1 Struktur Organisasi

Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok merupakan Unit Pelaksana Teknis

Pusat (UPT Pusat) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya di bidang budidaya

laut dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya.

Struktur Organisasi Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok adalah :

1) Sub. Bagian Tata Usaha

2) Seksi Pengujian Dukungan Teknis D,

3) Seksi Uji Terap Teknis dan Kerjasama,

4) Kelompok Jabatan Fungsional.

Jabatan fungsional yang ada pada Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok

sampai saat ini terdiri dari :

1)Perekayasa, Litkayasa

2)Pengawas Benih

3)Pengawas Budidaya

4)Pengendali Hama dan Penyakit Ikan dan Pranata Humas.

5)Fungsional pengadaan barang dan jasa

Kelompok jabatan fungsional terdiri dari perekayasa, pengawas benih

ikan, pengawas perikanan, pengendalian hama dan penyakit ikan, dan jabatan

fungsional lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

18
Adapun struktur organisasi Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok adalah
sebagai berikut :

KEPALA BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK

SUBBAGIAN TATA USAHA

SEKSI UJI TERAP TEKNIS SEKSI PENGUJIAN


DAN KERJA SAMA DUKUNGAN TEKNIS

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Gambar 3. Struktur Organisasi Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok

3.3.2 Tenaga Kerja

Untuk mendukung Tugas dan Fungsinya, Balai Perikanan Budidaya Laut

Lombok didukung oleh Sumberdaya Manusia sebanyak 85 orang yang terdiri dari

59 Orang PNS dan 26 orang tenaga kontrak. Berdasarkan Status

Kepegawaiannya Tahun Anggaran 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Pegawai Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok

Berdasarkan Ruang/Golongan

Golongan/Ruang
No. Status Jumlah
IV III II I
1. PNS 2 39 16 2 59
2. Tenaga Kontrak - - - - 26

19
3.4 Tugas Pokok dan Fungsi

TugaS Pokok Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok adalah Melaksanakan

Uji Terap Teknik Dan Kerjasama, Produksi, Pengujian Laboratorium Kesehatan

Ikan Dan Lingkungan Serta Bimbingan Teknis Perikanan Budidaya Laut

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Balai Perikanan Budidaya Laut

Lombok mempunyai fungsi :

1. Penyusunan rencana dan kegiatan teknis dan anggaran, pemantauan, dan

evaluasi, serta laporan.

2. Pelaksanaan Uji Terap Teknik Perikanan Budidaya Laut

3. Pelaksanaan Penyiapan Bahan Standarisasi Perikanan Budidaya Laut

4. Pelaksanaan Sertifikasi Sistem Perikanan Budidaya Laut

5. Pelaksanaan Kerjasama Teknis Perikanan Budidaya Laut

6. Pengelolaan dan Pelayanan Sistem Informasi dan Publikasi Perikanan

Budidaya Laut

7. Pelaksanaan Layanan Pengujian Laboratorium, persyaratan kelayakan teknis

perikanan budidaya laut

8. Pelaksanaan Pengujian Kesehatan ikan dan lingkungan budidaya laut

9. Pelaksanaan Produksi Induk Unggul, Benih Bermutu dan Sarana Produksi

Perikanan Budidaya Laut

10. Pelaksanaan Bimbingan Teknis Perikanan Budidaya Laut

11. Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga

3.5 Visi dan Misi

3.5.1 Visi

Mewujudkan balai perikanan budidaya laut lombok sebagai pusat pelayanan

teknologi perikanan budidaya laut yang mandiri, berkelanjutan dan berdaya saing.

20
3.5.2 Misi

1. Mewujudkan pelayanan teknologi dan produksi perikanan budidaya laut

2. Menerapkan teknologi perikanan budidaya laut yang efektif, efesien, dan

berwawasan lingkungan serta berkelanjutan

3. Melakukan pendampingan teknologi dan produksi perikanan budiaya laut

berbasis pemberdayaan masyarakat

3.6 Kegiatan Pokok Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok

3.6.1 Kegiatan Perekayasaan

Kegatan rekayasa teknologi yang berhasil dikembangkan Balai Perikanan

Budidaya Laut Lombok dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Beberapa jenis komoditas yang dikembangkan dan hasil perekayasaan

CAPAIAN TEKNOLOGI PEREKAYASAAN


Domestikasi Pembenihan Pendederan Pembesaran
NO KOMODITAS
Seleksi Produksi
Budidaya
Thallus Bibit
1 Rumout Laut Xxx xx xxx xxx
2 Ikan Kerapu Xxx xx xxx xxx
3 Kerang Mutiara Xxx xxx xxx Insersi (xx)
4 Kerang Abalone Xxx xxx xx xxx
5 Ikan Bawal bintang Xxx xx xxx xxx
6 Kakap Putih Xxx xx xx xxx -
Ikan Hias
7 xxx xxx xx xxx -
(Clownfish)

Keterangan :

xxx : Teknologi dikuasai


xx : Teknologi sebagian telah dikuasai
x : Teknologi sebagian kecil telah diuasai
- : Teknologi belum dikuasai
: Telah terlaksana
3.6.2 Kegiatan Produksi

Dalam kegiatan produksi di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok

memproduksi beberapa komoditas. Produksi bawal bintang yang terdiri dari

bak induk dengan jumlah 2 unit bak, kapasitas 1.000.000 butir telur per

21
siklus; bak pendederan dengan jumlah 10 unit bak, kapasitas 20.000 ekor

benih per siklus; indoor hatchery dengan jumlah 5 unit, kapasitas 300.000

ekor larva per siklus; dan pembesaran KJA dengan jumlah 60 lubang,

kapasitas 8 ton per siklus. Produksi kerang abalone yang terdiri dari bak

induk dengan jumlah 6 unit bak, kapasitas 1.200.000 larva per siklus; bak

pendederan dengan jumlah 20 unit bak, kapasitas 20.000 ekor benih per

siklus; indoor hatchery dengan jumlah 8 bak, kapasitas 6.000.000 larva per

siklus, dan pembesaran di KJA dengan jumlah 44 lubang, kapasitas 150 kg

per siklus. Produksi ikan kakap terdiri dari bak induk dengan jumlah 2 unit

bak, kapasitas 1.000.000 butir telur per siklus, bak pendederan dengan

jumlah 10 unit bak, kapasitas 20.000 ekor benih per siklus, indoor hatchery

dengan jumlah 5 unit, kapasitas 300.000 ekor larva per siklus dan

pembesaran di KJA dengan jumlah 60 lubang, kapasitas 8 ton per siklus.

Produksi bibit rumput laut yang terdiri dari kebun bibit dengan jumlah 28 unit

longline, kapasitas 60.000 kg per siklus. Produksi ikan hias yang terdiri dari

hatchery ikan hias dengan jumlah 20 unit akuarium, kapasitas 1.200 ekor

benih per siklus.

3.6.3 Penyebaran Teknologi

Sebagai penjabaran dari salah satu fungsi balai Budidaya laut yaitu

pelayanan informasi dan publikasi, maka untuk melakukan penyebaran teknologi

budidaya laut dilakukan melalui sarana pembuatan leaflet, jurnal, petunjuk teknis,

penyelenggaraan pelatihan, magang, alih teknologi melalui mahasiswa praktek

dan penelitian serta desiminasi.

22
3.7 Prasarana dan Sarana

3.7.1 Prasarana

Prasarana yang dimiliki oleh BBL Lombok stasiun Sekotong dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Prasarana yang ada di BBL Lombok Stasiun Sekotong

Prasarana Jumlah (buah Luas


/ unit)
Bangunan
Kantor / administrasi 1 625 m
Laboratorium
Kultur plankton 1 342 m
1 -
Pakan alami Mutiara 1 74 m
1 250 m
Pakan alami abalon

Kesehatan ikan dan lingkingan 1 45 m


Asrama 1 151 m
Mushola 29 70 m
Rumah karyawan 1 -
Guest House 1 4 m dan 25 m
Koperasi 3 12 m
Rumah jaga 1 12 m
Rumah genset 1 300 m
Rumah pompa 1 -
Dermaga 1 100 m
Workshop 2 -
Lapangan olahraga 2 -
Tempat parkir - -
Taman

23
3.7.2 Sarana

Tabel 6. Sarana Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok

No. Nama dan Merk Barang Kode Barang Kuantitas


1. AC Split 3.05.02.04.004 2
2. Discicator/eksicator 3.08.01.01.005 1
3. DO Meter 3.08.01.03.014 1
4. Bak fiberglass 3.08.01.11.053 20
5. Ph meter 3.08.01.11.085 2
6. Refractometer 3.08.01.11.127 5
7. Binoculer microscope 3.08.01.12.006 1
8. Electrophoresis 3.08.01.13.098 2
9. Filtration unit 3.08.01.41.087 1
10. Pippet matchine 3.08.01.41.201 4
11. Water quality checker 3.08.01.46.002 1
12. Multi parameter system 3.08.01.03.003 1
13. Blower 3.17.01.19.019 8
14. Orbhital shaker 3.03.03.01.102 1
15. Keramba jaring apung 3.04.01.08.030 6
16. Rak besi 3.05.01.04.003 2
17. Rak kayu 3.05.01.04.004 2
18. Kompor gas 3.05.02.05.002 2
19. Water filter 3.05.02.06.033 20
20. Syringe 3.07.01.19.094 2
21. Oven 3.08.01.11.005 1
22. Bak fiberglass 3.08.01.11.053 2
23. Refrigerator 3.08.01.11.125 1
24. Micropipettes 3.08.01.12.073 1
25. Timer lab 3.08.01.41.275 2
26. Balance analytical electric 3.08.01.45.018 1
27. Bak aquarium 3.08.01.46.019 40
28. Laboratory instrument cabinet 3.08.01.53.051 1
29. Digital analytical balance 3.08.01.62.002 1
Glassware plastic/utensils
30. 3.08.02.04.999 1
lainnya
31. Laminar air flow 3.08.04.09.039 1
32. Hot plate with stirrer 3.08.04.09.086 1
33. Blower 3.17.01.19.019 3
34. Auto clave unit 3.17.01.22.030 1
35. Laboratorium 4.01.01.05.001 1
36. Instalasi lain lain 5.03.10.01.999 1
37. Gedung pos jaga permanen 4.01.01.13.001 1
38. Bangunan lainnya 4.01.01.30.999 4

24
Bangunan gedung tempat kerja
39. 4.01.01.99.999 1
lainnya
Mess/wiswa/bungalow /tempat
40. 4.01.02.04.001 2
peristirahatan lainnya
41. Pagar lainnya 4.04.01.04.999 2
42. Tugu/tanda batas lainnya 4.04.01.99.999 1
Bangunan gedung kantor
43. 4.01.01.01.001
permanen
44. Bangunan gudang lainnya 4.01.01.02.999
Bangunan gedung laboratorium
45. 4.01.01.05.001
permananen
Bangunan gedung tempat kerja
46. 4.01.01.30.001
lainnya permanen
47. Bangunan lainnya 4.01.01.30.999
48. Asrama permanen 4.01.02.05.001

25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Klasifikasi, Morfologi dan Habitat Kerang Mutiara (Pinctada maxima)

Kerang mutiara merupakan hewan laut dari golongan moluska

yang dapat menghasilkan mutiara. Kerang ini hidup di perairan dangkal

hingga kedalaman berkisar antara 64-75 meter dan menyukai perairan

yang intensitas cahaya matahari tidak terlalu tinggi (Sujoko, 2010). Mulyanto

(1987) menyatakan, secara rinci klasifikasi Kerang mutiara sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Ordo : Pteriida
Family : Pteriidae
Genus : Pinctada
Species : Pinctada maxima
(Gambar 4. Bentuk Kerang Mutiara)

Spesies P. maxima mempunyai dorso-ventral dan anterior-posterior yang

hampir sama, sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal berbentuk datar

dan panjang serta dihubungkan semacam engsel berwarna hitam, selain itu

memiliki gonad yang berbentuk tebal menggelembung, pada kondisi matang

menutupi seluruh tubuh (hati, kaki dan yang lain), kecuali bagian kaki.

Pada stadia pediveliger ditandai dengan perkembangan bisus yang berfungsi

untuk bergerak, berenang dan menempel (Winanto, 2009).

Cangkang Kerang mutiara muda berwarna kuning pucat, akan tetapi

terdapat juga yang berwarna kuning kecoklatan dan terdapat garis-garis

radier yang menonjol (seperti sisik) dan ukurannya lebih besar dibandingkan

dengan spesies lain, yaitu berkisar antara 10-12 buah. Warna garis radier

coklat kemerahan, merah anggur atau kehijauan. Kerang mutiara dewasa

26
memiliki cangkang berwarna kuning tua sampai kuning kecoklatan, warna garis

radier biasanya sudah memudar. Cangkang bagian dalam (nacre) berkilau

dengan warna keperakan, bagian tepi nacre berwarna keemasan, sehingga

sering disebut Gold-lip Pearl Oyster atau berwarna perak (Silver-lip Pearl

Oyster). Bagian luar nacre berwarna kuning kecoklatan (Dhoe et al., 2001).

P. maxima merupakan spesies Kerang mutiara yang ukurannya paling

besar. Tempat hidupnya mulai dari perairan dangkal dengan daerah perairan

berpasir atau pasir berkarang yang ditumbuhi tanaman lamun sampai laut

dalam berkarang. Kerang mutiara hidup menempel pada karang hingga

kedalaman berkisar antara 10-75 meter (Winanto, 2009).

Lingkungan perairan tropis Indonesia sangat mendukung kehidupan

Kerang mutiara, sehingga pertumbuhannya dapat berlangsung sepanjang

tahun. Kerang mutiara biasanya hidup di daerah terumbu karang atau

substrat yang berpasir. Pola penyebaran Kerang mutiara biasanya terdapat

pada daerah yang beriklim hangat di daerah tropis dan subtropis.

Pertumbuhan Kerang mutiara di daerah subtropis berlangsung di musim

panas sedangkan di musim dingin pertumbuhannya berlangsung lambat atau

terkadang tidak mengalami pertumbuhan sama sekali. Hal inilah yang

menyebabkan waktu pertumbuhan Kerang mutiara di Indonesia (daerah tropis)

cenderung 4,6 kali lebih cepat dibandingkan dengan Kerang mutiara Jepang

(daerah subtropis). Pertumbuhan kerang mutiara sangatlah dipengaruhi oleh

faktor-faktor alam, yaitu faktor biologis, fisika dan kimia. Suhu menjadi faktor

yang mampu mempengaruhi pertumbuhan Kerang mutiara, karena pada

musim panas saat suhu naik, Kerang mutiara dapat tumbuh secara maksimal.

Namun, saat suhu dan salinitas sepanjang tahun stabil dengan lingkungan yang

ideal, maka pertumbuhannya akan stabil pula (Harramain, 2005).

27
4.2 Teknik Pembesaran Kerang Mutiara

4.2.1 Persiapan Lokasi Kerang Mutiara

Tahap awal yang sangat penting untuk melakukan kegiatan produksi

Kerang mutiara adalah menentukan lokasi yang tepat dan strategis. Lokasi

budidaya Kerang mutiara ditentukan oleh kelayakan dari segi biologis dan

ekonomis. Lokasi yang buruk dapat menyebabkan pertumbuhan yang lambat dan

mortalitas pada Kerang mutiara.

Pada Praktik Kerja Magang, lokasi untuk budidaya Kerang Mutiara

dilakukan di laut lepas yang berjarak 500-1000 m dari bibir pantai. Hal ini dilakukan

karena pada jarak tersebut, kedalaman perairan sudah mencapai 20-25m

sehingga memungkinkan untuk ditempatkan Long line. Selain itu, lokasi Balai

dipilih di daerah Sekotong karena di sepanjang bibir pantai masih terdapat terumbu

karang dan mangrove, yang menandakan kesuburan disuatu perairan laut. Hal ini

sesuai dengan pendapat Winanto (2004) bahwa lokasi budidaya sebaiknya jauh

dari jalur pelayaran, pendaratan ikan, pariwisata air serta kemudahan akses untuk

memperoleh bahan dalam kegiatan budidaya.

4.2.2 Persiapan Alat dan Bahan Budidaya

Terdapat beberapa alat dan bahan yang disiapkan dalam proses persiapan

budidaya Kerang Mutiara di BPBL Lombok, yaitu asah gerinda untuk

mempertajam, sikat gigi untuk membersihkan spat, sarung tangan sebagai

pelindung, jangka sorong untuk mengukur panjang spat, mesin semprot untuk

membersihkan pocket net dan waring, speed boat bertenaga 40 pk untuk alat

transportasi, Long line sebagai tempat meletakkan Kerang di laut dan jangkar 75

kg sebagai pemberat di Long line.

Tahap awal persiapan budidaya Kerang Mutiara adalah merangkai tali long

line di daratan. Tali long line terbuat dari bahan Poly Ethylen (PE) berdiameter 22

mm dirangkai sepanjang 100m sebanyak 12 unit, kemudian dilengkapi dengan

28
pelampung berdiameter 40 cm sebanyak 240 buah. Setelah tali long line siap,

pelampung dipasang pada masing-masing long line dengan jarak 5 m sehingga

dalam 1 long line terdapat 20 pelampung. Pada jarak antar pelampung, setiap 80

cm nya dipasangi tali sepanjang 3 & 6 m, sehingga didalam 1 long line terdapat

100 tali yang nantinya digunakan sebagai tempat gantungan pocket net dan

waring. Setelah rangkaian long line selesai, kemudian diletakkan di laut dengan

kedalaman 20-25 m.

4.2.3 Penempatan Kerang di Long line

Kerang Mutiara yang telah berumur 30 hari dan telah menempel di collector

selanjutnya akan di gantungkan pada Pocket net berukuran 40 x 70 cm. Pocket

net terbuat dari besi berlapis plastik yang digunakan sebagai rangka, sedangkan

nilon digunakan untuk membuat net (jaring). Setiap Pocket net digunakan sebagai

tempat menggantungkan 3 collector berisi spat Kerang kemudian diikat pada tali

cabang di long line yang telah disiapkan. Pocket net di bungkus dengan waring

putih dengan ukuran 120 mikron agar Kerang tidak terlepas dari dalam pocket net.

Kemudian pocket diikat pada tali long line dengan panjang berbeda (3 & 6 m) untuk

mencegah pocket net berhimpitan pada saat arus air laut sedang kencang,

sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan Kerang Mutiara. Cara pengikatan

yang dilakukan pada pocket net adalah dengan menggunakan simpul 8, agar

proses pengikatan dan pelepasan menjadi lebih mudah.

Setelah pocket net dimasukkan ke dalam air, perawatan yang dilakukan

adalah mengecek pocket setiap 2 hari sekali. Pada saat pengecekan, waring

biasanya akan tampak kotor akiba kotoran yang menempel. Cara membersihkan

waring tersebut adalah dengan mengibas-ngibaskan secara perlahan di laut agar

kotoran hilang. Kegiatan perawatan ini dilakukan terus menerus selama 1 bulan

atau sampai Kerang berukuran 2-3 cm.

29
4.2.4 Seleksi (Grading) Kerang Mutiara

Pertumbuhan yang terjadi pada Kerang mutiara tergolong cepat, pada

kegiatan Praktik Kerja Magang (PKM) diperoleh data laju pertumbuhan yakni 0,7

cm per bulan. Setelah berumur 2 bulan, ukuran Kerang bisa mencapai 2-3 cm

ketika masih menempel di collector sehingga perlu dilakukan penjarangan atau

grading yang bersamaan dengan proses pembersihan cangkang agar

menghambat hama dan penyakit yang menempel pada Kerang mutiara.

Penjarangan dilakukan dengan cara mengangkat pocket net dari laut dan

melepas tali pengikat serta waring yang membungkus nya. Kerang yang berukuran

2 cm dilepaskan dari collector menggunakan pisau agar mudah untuk

membersihkannya dan diletakkan di wadah ember. Kemudian Kerang yang sudah

lepas dibersihkan satu persatu cangkangnya dari hama dan hewan lain yang

menempel. Pada siklus januari agustus 2017, terdapat 1500 ekor Kerang yang

di rawat oleh pihak BPBL, sehingga membuat 5 dari 12 long line terisi penuh oleh

calon indukan baru. Proses penjarangan ini perlu dilakukan untuk mencegah

adanya kompetisi makanan yang dapat menghambat pertumbuhan Kerang. Hal ini

sesuai dengan pendapat Winanto (2004) bahwa seiring ukuran bertumbuhnya

Kerang mutiara, maka akan terjadi kompetisi terhadap ruang pemeliharaan pakan

yang dapat mengakibatkan gangguan.

4.2.5 Pembuatan Pocket Timbangan (Tento)

Kerang mutiara yang telah di grading dipindahkan ke atas Pocket

timbangan (Tento) dengan cara menggantung Pocket tersebut secara horizontal.

Hal ini dilakukan karena Kerang mutiara yang telah mengalami penjarangan

biasanya akan stress dan sulit untuk menempel kembali pada substrat. Untuk

mengatasi hal ini, maka pocket taburan ditaburkanan spat Kerang berukuran 2-3

cm sebanyak 10 butir pada pocket timbangan yang posisinya horizontal. Pocket

30
timbangan tidak diberi waring karena terlalu berat dan besar, tetapi di tumpuk

dengan pocket lain agar menjaga Kerang agar tidak terlepas.

Kerang mutiara yang berada di atas tento diletakkan perlahan ke laut

dengan posisi horizontal, kemudian ditunggu hingga 7 hari agar kembali melekat.

Selanjutnya, pocket timbangan tersebut dibagi 2 dan didapatkan calon indukan

Kerang yang lebih besar lagi. Menurut Hamzah (2009), efektifitas alat

pemeliharaan menggunakan keranjang tento diduga selain terhindar dari biota

penempel maupun biota pemangsa. Oleh karena itu, spat Kerang mutiara dapat

makan dengan lebih leluasa pada saat ditempatkan di tento.

4.2.6 Pembesaran dan Perawatan Kerang Mutiara

Pada kegiatan Praktik Kerja Magang di BPBL Lombok, spat Kerang yang

telah menempel pada Tento setelah 7 hari diangkat dan dipisahkan tento nya

menjadi 2 bagian. Saat dipisahkan, Kerang akan menempel pada kedua sisi tento,

apabila jumlahnya tidak seimbang maka Kerang tersebut akan dipindahkan ke sisi

tento yang lainnya dengan memasukkannya didalam pocket yang tersedia. Tento

sendiri merupakan tumpukan dari 2 pocket net yang dipasang horizontal, sehingga

dapat digunakan sebagai pocket net yang dipasang secara vertikal jika Kerang

telah menempel pada pocket net atau tento.

Setelah Kerang dipisahkan dan berada di pocket net masing-masing,

selanjutnya Kerang di perhatikan dan dibersihkan dengan pisau agar cangkang

bersih dari hama dan penyakit. Selanjutnya, pocket net dibungkus waring hitam

dengan mata jaring berukuran 5 x 5 mm. Kemudian di ikat pada tali di long line

dengan simpul 8 agar mudah dibuka saat pengecekan dan dimasukkan kedalam

air dengan posisi vertikal. Pergantian posisi dari horizontal di tento menjadi vertikal

pada pocket net dilakukan karena spat Kerang telah menempel pada jaring pocket

net. Hal ini sesuai dengan pendapat Winanto (2004), spat yang menempel pada

31
kolektor dimasukkan atau dibungkus dengan waring untuk mencegah spat agar

tidak dimangsa predator dan mengurangi penempelan kotoran.

Jika Kerang telah berhasil diletakkan ke dalam air dengan posisi vertikal,

selanjutnya akan dirawat secara rutin di laut setiap 3 hari sekali. Pertama, tali di

long line di angkat secara perlahan. Selanjutnya dikibas - kibas kan di laut agar

kotoran lepas dari waring. Tali yang di ikat dengan simpul 8 dilepas agar waring

terbuka dan Kerang mutiara di pocket net dapat diamati. Jika ada Kerang yang

mati, segera dipisahkan dari pocket net, agar tidak menghambat pertumbuhan

Kerang yang lain. Setelah itu pocket net dibungkus lagi dengan waring dan diikat

dengan simpul 8, kemudian dimasukkan kembali kelaut secara vertikal. Kegiatan

ini dilakukan rutin hingga Kerang berukuran 7 cm dalam waktu 6 sampai 10 bulan,

untuk selanjutnya akan dilakukan seleksi induk.

Selain melakukan kegiatan perawatan di long line, dilakukan pula

perawatan alat dan bahan yang telah digunakan di gudang yang berada di darat.

Perawatan dilakukan dengan cara membersihkan peralatan menggunakan pompa

air yang disemprotkan dengan kekuatan yang besar. Adapun alat dan bahan yang

dibersihkan yaitu pocket net, pocket keranjang, Waring, Collector dan keranjang

yang digunakan dalam budidaya Kerang mutiara. Setelah peralatan tersebut

dibersihkan, diletakkan di dalam ruang penyimpanan di dalam gudang untuk

digunakan pada siklus selanjutnya.

4.2.7 Seleksi Induk Kerang Mutiara

Pembesaran Kerang mutiara di BPBL Lombok biasanya dilakukan selama

10 bulan sampai ukuran spat mencapai 6-8 cm dengan laju pertumbuhan rata-rata

0,7 cm per bulan dan SR 10%. Setelah Kerang berukuran 7 cm, akan dilakukan

seleksi calon induk Kerang mutiara untuk mengecek tingkat kematangan gonad

nya. Pada tahap seleksi induk yang dilakukan saat Praktik Kerja Magang, hal yang

dilakukan adalah menyiapkan alat alat, seperti speed boat, tang dan pinset.

32
Selanjutnya pocket Kerang di long line diangkat dan dipilih Kerang yang berukuran

7 cm. Kemudian,Kerang dibawa ke darat dan diletakkan diluar air agar

cangkangnya membuka secara alami. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan

cara membuka cangkang menggunakan tang, setelah itu digunakan pinset untuk

mengoyak mantel agar gonad dapat terlihat.

Kerang mutiara mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali pada beberapa

kasus tertentu ditemukan sejumlah individu yang hermaprodit. Perubahan kelamin

(sex reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada

stadia awal perkembangan gonad. Bentuk gonad kerang mutiara tebal-

menggembung, pada kondisi matang penuh gonad menutupi seluruh organ dalam

(perut, hati dan yang lain) kecuali bagian kaki. Secara eksternal sulit untuk

membedakan antara gonad jantan dan betina, utamanya pada stadia awal,

keduanya berwarna krem kekuningan. Tetapi setelah stadia matang penuh, gonad

kerang Kerang mutiara jantan berwarna putih krem, sedang yang betina berwarna

kuning tua.

Setelah dilakukan pengecekan gonad pada Kerang mutiara, selanjutnya

Kerang yang telah matang gonadnya dipisahkan dan diletakkan di pocket

keranjang sedangkan Kerang yang masih belum matang gonadnya dikembalikan

ke pocket net untuk dibiarkan berkembang. Setelah itu, pocket net dan pocket

keranjang kembali dimasukkan ke dalam laut. Jika telah tiba musim memijah

(Agustus September), maka indukan Kerang yang berada di pocket keranjang

akan diambil untuk dipijahkan sedangkan calon induk di pocket akan diseleksi lagi

sampai gonadnya matang.

4.2.8 Pemanenan Kerang Mutiara

Pemanenan Kerang mutiara di BPBL Lombok dilakukan pada pertengahan

tahun, tepatnya di bulan Mei. Kerang yang dipanen berumur 10-12 bulan dengan

ukuran 7-8 cm karena pada umur tersebut spat Kerang mutiara digunakan untuk

33
menghasilkan mutiara. Cara pemanenan Kerang mutiara dilakukan dengan

mengangkat pocket net untuk memilih keadaan Kerang yang baik dan tidak cacat,

kemudian pocket net dibawa ke darat untuk diletakkan kedalam kolam sampai

konsumen datang mengambil.

Metode pengangkutan spat dapat dilakukan dengan metode kering.

Adapun cara pengangkutan dengan metode kering yaitu dengan menggunakan

stroform. Pada bagian dasar steroform diberi rongga sebagai penampungan air

dari pencairan es. Spat disusun secara berlapis dengan posisi tegak dan setiap

lapisan diberi handuk yang telah dibasahi dengan air laut. Lapisan spat dalam

steroform berjumlah maksimal 3 lapis dengan daya tahan spat pada saat

pengangkutan kering berkisar antara 10 sampai 12 jam.

Dalam budidaya Kerang mutiara, terdapat 2 tahap dimana Kerang dapat

dijual ke konsumen, yaitu saat masih di collector dan pada saat sudah berukuran

7-8 cm. Spat Kerang mutiara yang masih berbentuk collector biasanya di panen

untuk memenuhi permintaan benih Kerang. Sistem pemasaran Kerang yang ada

di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok ini tegantung dengan permintaan

konsumen. Harga yang ditetapkan untuk 1 collector bervariasi antara Rp50.000

sampai dengan Rp150.000, tergantung kepadatan collector. Untuk Kerang yang

berumur 10 bulan dan sudah mencapai ukuran konsumsi (7-8 cm) dapat dipanen

dan dijual untuk memenuhi kebutuhan indukan Kerang yang telah siap untuk di

suntikkan mutiara. Kerang yang berukuran 8 cm dijual seharga Rp20.000 per ekor

(Rp2.500/1 cm). Konsumen yang biasa membeli collector dan spat Kerang mutiara

dari BPBL adalah perusahaan-perusahaan penghasil mutiara dan balai-balai

perikanan di daerah Bali, Jawa Timur dan NTT.

Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyanto (1987), bahwa setelah masa

pemeliharaan 1,5 sampai 2 tahun, Kerang mutiara dapat di panen dan akan

menghasilkan mutiara dengan kualitas yang baik. Menurut Tun dan Winanto

34
(1988), di Indonesia panen Kerang mutiara akan lebih baik dan menguntungkan

apabila dilakukan pada saat musim hujan.

4.2.9 Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit dapat menyebabkan proses budidaya menjadi gagal,

pertumbuhan Kerang dapat terganggu dan dapat mematikan Kerang. Pada Praktik

Kerja Magang yang dilakukan, ditemui hambatan berupa parasit yang sering

menyerang cangkang Kerang. Hama tersebut berupa teritip, cacing, bulu ayam,

keong abunese dan crustacea yang dapat melubangi cangkang Kerang. Di lokasi

budidaya, terdapat pula predator yang dapat memangsa Kerang mutiara, yaitu

gurita, ikan drakula dan ikan sidat. Selain hama, juga terdapat penyakit yang dapat

menyerang Kerang, yaitu parasit, bakteri dan virus. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sujoko (2010), bahwa penyakit Kerang yang memiliki gejala klinis

seperti hilangnya kemampuan berenang disebabkan oleh sekelompok bakteri dan

protozoa seperti Vibrio, Xeromonas dan Plesoimonas.

Upaya untuk mengurangi serangan penyakit pada Kerang mutiara antara

lain, dalam 1 minggu sekali membersihkan cangkang Kerang dari hama dan

membersihkan pocket dari siput yang menempel. Selain itu melakukan

pembersihan waring, pocket net, pocket keranjang dan collector dengan mesin

spoit di gudang dengan cara menyemprotkan air agar hama nya hilang dan mati.

4.3 Pengukuran Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air pada pemebesaran Kerang mutiara juga dilakukan

dengan pengukuran parameter kualitas air. Pengukuran parameter fisika meliputi

suhu. Pengukuran parameter kimia meliputi pH, Oksigen terlarut, salinitas, nitrat,

nitrit dan orthoposphat. Pengukuran parameter biologi meliputi Survival rate dan

Growth rate Kerang mutiara.

35
4.3.1 Parameter Fisika

4.3.1.1 Suhu

Suhu
30.5 30.2
30
29.4
29.5
29
28.5 28.1
28
27.5 27.3
27
26.5
Suhu

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(Gambar 5. Diagram Hasil Pengukuran Suhu)

Pengukuran suhu air dilakukan secara temporal yaitu 4 kali dalam satu

bulan dan dilakukan setiap hari kamis pada pukul 09.00 WITA dengan

menggunakan alat Horiba U-50. Dari pengukuran suhu air laut, didapatkan data

sebagai berikut; pada 20 Juli 2017 diperoleh suhu 29,40C; pada 27 Juli 2017

diperoleh suhu 30,20C; pada 3 Agustus 2017 diperoleh suhu 27,30C; dan pada 10

Agustus 2017 diperoleh suhu 28,10C. Rata-rata suhu yang terdapat pada perairan

laut lokasi budidaya Kerang mutiara adalah 28,70C. Hasil pengukuran suhu selama

kegiatan PKM dapat dilihat pada lampiran.

Menurut Hamzah et al.(2008), suhu optimum untuk pembesaran benih kerang

mutiara adalah 28,5oC. Pada penelitian sebelumnya terjadi kematian masal di

perairan teluk kombal lombok utara sebesar 85% akibat menurunya suhu menjadi

26,5oC, sedangkan di kepulauan buton sulawesi tenggara terjadi kematian masal

sebesar 68,57% akibat naiknya suhu dari 29oC menjadi 31oC. Dapat disimpulkan

bahwa kenaikan suhu 2oC dapat menyebabkan kematian masal pada kerang

36
mutiara. Pada praktik kerja magang selalu didapatkan suhu yang optimum kecuali

pada mingu ke 2 & 3 di ikuti dengan kematian masal pada kerang.

4.3.2 Parameter Kimia

4.3.2.1 pH

pH
8.6
8.4 8.3
8.2 8
8 7.9 7.9
7.8
7.6
7.4
7.2
7
pH

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(Gambar 6. Diagram Hasil Pengukuran pH)

Pengukuran tingkat keasaman air (pH) dilakukan secara temporal yaitu 4

kali dalam satu bulan dan dilakukan setiap hari kamis pada pukul 09.00 WITA

dengan menggunakan alat Horiba U-50. Dari pengukuran suhu air laut, didapatkan

data sebagai berikut; pada 20 Juli 2017 diperoleh nilai pH 8,3; pada 27 Juli 2017

diperoleh nilai pH 7,9; pada 3 Agustus 2017 diperoleh nilai pH 7,92; dan pada 10

Agustus 2017 diperoleh nilai pH 8,0. Rata-rata pH yang terdapat pada perairan laut

lokasi budidaya Kerang mutiara adalah 8,0. Hasil pengukuran pH selama kegiatan

PKM dapat dilihat pada lampiran.

Menurut Sigit dan Hamzah (2008), daya dukung unsur nutrien dan kondisi

lingkungan yang sesuai dapat meningkatkan kesuburan peraira, sehingga sebaran

larva kerang mutiara dapat bertahan hidup hingga mencapai ukuran dewasa.

Selanjutnya adanya variasi kondisi lingkungan akibat hujan dapat memperkaya

nutrisi disuatu perairan. Kadar keasaman (pH) yang optimum untuk pertumbuhan

37
kerang mutiara berada dikisaran 7,5-8. Dari praktik kerja magang yang dilakukan,

dapat disimpulkan kondisi kadar keasaman rata-rata di perairan laut Lombok

berada di kondisi optimum (8). Perubahan pH selama pengamatan tersebut terjadi

karena perubahan musim yang sedang tidak menentu di Lombok.

4.3.2.2 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen Terlarut
7
6.34 6.46 6.31
6.5 6.29
6
5.5
5
4.5
4
3.5
3
pH

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(Gambar 7. Diagram Hasil Pengukuran DO)

Pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) dilakukan secara temporal yaitu 4

kali dalam satu bulan dan dilakukan setiap hari kamis pada pukul 09.00 WITA

dengan menggunakan alat Horiba U-50. Dari pengukuran oksigen terlarut,

didapatkan data sebagai berikut; pada 20 Juli 2017 diperoleh nilai DO sebesar 6,34

ppm; pada 27 Juli 2017 diperoleh nilai DO sebesar 6,46ppm; pada 3 Agustus 2017

diperoleh nilai DO sebesar 6,29 ppm; dan pada 10 Agustus 2017 diperoleh nilai

DO sebesar 6,31 ppm. Rata-rata kadar oksigen terlarut yang terdapat pada

perairan laut lokasi budidaya Kerang mutiara adalah 6,35 ppm. Hasil pengukuran

oksigen terlarut (DO) selama kegiatan PKM dapat dilihat pada lampiran.

Menurut Sujoko (2010), oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas

bagi biota perairan. Kerang mutiara dapat hidup optimal pada perairan dengan

kandungan oksigen terlarut 5,2-6,6 ppm. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamzah

38
dan Nababan (2009) yang bahkan menyatakan kerang mutiara tetap dapat hidup

pada kisaran oksigen 3,2-6,8 ppm. Dapat disimpulkan bahwa perairan di BPBL

Lombok merupakan habitat yang baik dan mendukung untuk pertumbuhan kerang

mutiara karena kadar DO selalu berada diatas 6 ppm.

4.3.2.3 Salinitas

Salinitas
35 34.5
34.1
34 33.5

33
32
32

31

30
Salinitas

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(Gambar 8. Diagram Hasil Pengukuran Salinitas)

Pengukuran kadar salinitas dilakukan secara temporal yaitu 4 kali dalam

satu bulan dan dilakukan setiap hari kamis pada pukul 09.00 WITA dengan

menggunakan alat Horiba U-50. Dari pengukuran salinitas, didapatkan data

sebagai berikut; pada 20 Juli 2017 diperoleh nilai salinitas sebesar 32,0 ppt; pada

27 Juli 2017 diperoleh nilai salinitas sebesar 34,5 ppt; pada 3 Agustus 2017

diperoleh nilai salinitas sebesar 33,5 ppt; dan pada 10 Agustus 2017 diperoleh nilai

salinitas sebesar 34,1 ppt. Rata-rata kadar salinitas yang terdapat pada perairan

laut lokasi budidaya Kerang mutiara adalah 33,5 ppt. Hasil pengukuran salinitas

selama kegiatan PKM dapat dilihat pada lampiran.

Menurut Taufiq et al. (2007), bivalvia akan memberikan respon terhadap

perubahan salinitas dengan menutup cangkangnya dan menyesuaikan ion, asam

amino dan molekul lainnya untuk menjaga kestabilan volume sel. Waktu untuk

39
mengembalikan kondisi tersebut tergantung dari tingkat perubahan salinitas di

perairan. Menurut Winanto (2004), kadar salinitas yang baik bagi pertumbuhan

kerang mutiara adalah 32-35 ppt dengan kondisi yang selalu stabil sepanjang

tahun. Dari praktik kerja magang yang dilakukan, dapat disimpulkan perairan di

BPBL Lombok merupakan habitat yang baik untuk mendukung pertumbuhan

kerang mutiara karena kadar salinitas selalu diantara 32-34,5 ppt.

4.3.2.4 Nitrit (NO2)

Nitrit

0.801

0.601

0.401

0.201 0.08
0.03 0.006 0.006
0.001
Nitrit

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(Gambar 9. Diagram Hasil Pengukuran Nitrit)

Pengukuran kadar nitrit (NO2) dilakukan secara temporal yaitu 4 kali dalam

satu bulan dan dilakukan setiap hari kamis pada pukul 09.00 WITA dengan

menggunakan alat spektrofotometer. Dari pengukuran nitrit, didapatkan data

sebagai berikut; pada 20 Juli 2017 diperoleh nilai nitrit sebesar 0,03 ppm; pada 27

Juli 2017 diperoleh nilai nitrit sebesar 0,08 ppm; pada 3 Agustus 2017 diperoleh

nilai nitrit sebesar 0,006 ppm; dan pada 10 Agustus 2017 diperoleh nilai nitrit

sebesar 0,006 ppm. Rata-rata kadar nitrit yang terdapat pada perairan laut lokasi

budidaya Kerang mutiara adalah 0,03 ppm. Hasil pengukuran nitrit selama

kegiatan PKM dapat dilihat pada lampiran.

40
Menurut Jamila (2015), kadar nitrit berkisar antara 0,5 5 mg/L akan

membahayakan kehidupan organisme. Konsentrasi nitrit 0,25 mg/l dapat

mengakibatkan stres dan bahkan kematian pada organisme yang dipelihara.

Perairan yang tercemar biasanya mengandung nitrit hingga 2 mg/l. Jika

kadar nitrit konsentrasinya di perairan tinggi maka akan mengganggu kehidupan

kerang mutiara karena bentuk nitrit yang bisa berikatan dengan hemoglobin

darah dan bersifat toksik. Berdasarkan literatur dan hasil praktik kerja magang

diatas, kondisi perairan di lokasi budidaya Kerang mutiara tergolong optimal bagi

kehidupan Pinctada maxima.

4.3.2.5 Nitrat (NO3)

Nitrat

1.501

1.001
0.6
0.501
0.1 0.02 0.01
0.001
Nitrat

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(Gambar 10. Diagram Hasil Pengukuran Nitrat)

Pengukuran kadar nitrat (NO3) dilakukan secara temporal yaitu 4 kali dalam

satu bulan dan dilakukan setiap hari kamis pada pukul 09.00 WITA dengan

menggunakan alat spektrofotometer. Dari pengukuran nitrat, didapatkan data

sebagai berikut; pada 20 Juli 2017 diperoleh nilai nitrat sebesar 0,1 ppm; pada 27

Juli 2017 diperoleh nilai nitrat sebesar 0,6 ppm; pada 3 Agustus 2017 diperoleh

nilai nitrat sebesar 0,02 ppm; dan pada 10 Agustus 2017 diperoleh nilai nitrat

sebesar 0,01 ppm. Rata-rata kadar nitrat yang terdapat pada perairan laut lokasi

41
budidaya Kerang mutiara adalah 0,18 ppm. Hasil pengukuran nitrat selama

kegiatan PKM dapat dilihat pada lampiran.

Menurut Fathurrahman dan Ainurohim (2014), konsentrasi nitrogen di

perairan juga ikut mempengaruhi kelayakan suatu tempat dijadikan lokasi

budidaya kerang mutiara. Nitrat dapat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton di

suatu perairan, oleh karena itu merupakan salah satu faktor pembatas perairan.

Hal ini berkaitan dengan kerang mutiara yang merupakan filter feeder, oleh karena

itu ketersediaan nitrat yang optimum dapat meningkatkan pertumbuhan

fitoplankton yang dapat meningkatkan pertumbuhan dari kerang mutiara.

4.3.2.6 Orthophospat (PO4)

Orthophospat

0.801

0.601 0.52

0.401
0.2
0.201
0.06 0.05
0.001
Orthophospat

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

(Gambar 11. Diagram Hasil Pengukuran Orthophospat)

Pengukuran kadar Orthophospat (PO4) dilakukan secara temporal yaitu 4

kali dalam satu bulan dan dilakukan setiap hari kamis pada pukul 09.00 WITA

dengan menggunakan alat spektrofotometer. Dari pengukuran Orthophospat,

didapatkan data sebagai berikut; pada 20 Juli 2017 diperoleh nilai Orthophospat

sebesar 0,52 ppm; pada 27 Juli 2017 diperoleh nilai Orthophospat sebesar 0,2

ppm; pada 3 Agustus 2017 diperoleh nilai Orthophospat sebesar 0,06 ppm; dan

pada 10 Agustus 2017 diperoleh nilai Orthophospat sebesar 0,05 ppm. Rata-rata

42
kadar Orthophospat yang terdapat pada perairan laut lokasi budidaya Kerang

mutiara adalah 0,2 ppm. Hasil pengukuran Orthophospat selama kegiatan PKM

dapat dilihat pada lampiran.

Menurut Fathurrahman dan Ainurohim (2014), fosfat juga merupakan hal

penting untuk menentukan kualitas perairan. Jika konsentrasi fosfat dalam suatu

perairan meningkat, maka hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan bahan

pencemar berupa bentuk senyawa fosfat dalam bentuk organophospat atau

poliphospat. Kandungan phospat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

eutrofikasi dan mengganggu pertumbuhan kerang mutiara. Menurut Marta dan

June (2008), Kadar fosfat yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton adalah

0,27-5,51 ppm. Dari praktik kerja magang yang dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa rata-rata konsentrasi phospat yang didapat masih termasuk didalam kadar

optimum sehingga BPBL Lombok merupakan perairan yang subur untuk budidaya

kerang mutiara.

4.3.3 Parameter Biologi

4.3.3.1 Kelulus Hidupan (Survival Rate)

Pada Praktik Kerja Magang yang telah dilaksanakan, diperoleh data

sekunder mengenai kelulus hidupan Kerang Mutiara yaitu 5-10% dengan cara

melakukan wawancara ke koordinator lapangan Kerang Mutiara, Bapak Aprisanto

D. L. A.Md. Sedangkan data primer didapatkan melalui observasi pada tanggal

17 Juli 2017 dan 14 Agustus 2017. Jumlah spat Kerang mutiara yang masih hidup

adalah 1500 ekor pada awal pengamatan, sedangkan pada akhir pengamatan

spat Kerang mutiara yang tersisa adalah 600 ekor. Terjadi kematian bertahap

pada tanggal 24 Juli sebanyak 600 ekor dan 6 Agustus 2017 sebanyak 300 ekor

karena human eror, pengaruh perubahan cuaca dan predasi oleh ikan drakula

(Danionella dracula). Sehingga didapatkan data Survival Rate selama 28 hari

adalah 40%.

43
Menurut Hamzah et al.(2008), suhu optimum untuk pembesaran benih

kerang mutiara adalah 28,5oC. Pada penelitian sebelumnya terjadi kematian

masal di perairan teluk kombal lombok utara sebesar 85% akibat menurunya suhu

menjadi 26,5oC, sedangkan di kepulauan buton sulawesi tenggara terjadi

kematian masal sebesar 68,57% akibat naiknya suhu dari 29oC menjadi 31oC.

Dapat disimpulkan bahwa perubahan suhu sangat mempengaruhi kelulus

hidupan (SR) dari kerang mutiara. Kematian massal yang terjadi pada 24 Agustus

terjadi karena adanya peningkatan suhu hingga 30,2oC di perairan BPBL Lombok.

44
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah mengikuti praktek kerja magang di Balai Perikanan Budidaya Laut

Lombok, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses kegiatan pembesaran Kerang mutira di Balai Perikanan Budidaya

Laut Lombok (BPBL) meliputi: persiapan lokasi budidaya, persiapan alat dan

bahan, penempatan Kerang di long line, Seleksi (Grading), pembuatan

pocket timbangan (tento), pembesaran dan perawatan, Seleksi Induk, Panen

dan Pengendalian hama dan penyakit.

2. Sarana dan prasarana yang tersedia di Balai Perikanan Budidaya Laut

Lombok (BPBL) meliputi: sistem penyediaan tenaga listrik, sistem penyediaan

air laut, sistem penyediaan air tawar, sistem aerasi, spuit, Kerang mutiara,

kendaraan roda empat, speed boat, gudang, long line, kendaraan roda dua,

peralatan selam, kantor, hatchery abalon, aula, asrama, rumah genset dan

pos jaga.

3. Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembesaran Pinctada maxima

antara lain jumlah sarana dan prasarana yang terbatas sehingga jumlah

produksi tidak bisa ditingkatkan lagi, kualitas sebagian pocket masih kurang

bagus karena sudah berumur 3 tahun, sehingga rawan terjadi retakan-retakan

pada rangka pocket dan net yang putus.

4. Hasil pengukuran kualitas air yang dilakukan di BPBL Lombok adalah sebagai

berikut: pengukuran suhu berkisar antara 27,3-30,20C. Pengukuran pH

berkisar antara 7,9-8,3. Pengukuran oksigen terlarut berkisar antara 6,29-6,46

ppm. Pengukuran salinitas didapatkan hasil 32-34,5 ppt. Pengukuran nitrit

berkisar antara 0,03-0,006. Pengukuran nitrat berkisar antara 0,6-0,02 ppm dan

pengukuran Orthophospat berkisar antara 0,52-0,05 ppm.

45
5.2 Saran

1. Adanya pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang proses produksi

pembesaran Kerang mutira, sehingga kegiatan pembesaran tersebut dapat

berjalan optimal.

2. Pengadaan pocket net yang sesuai dengan standart dan mutu yang baik. Hal

ini akan bepengaruh oleh keberhasilan dan penjagaan kualitas air yang baik

bagi proses pembesaran Kerang Mutiara.

46
DAFTAR PUSTAKA

Adhibaswara, B., I. P. Rin P, M. Nico.dan Z. Muzdalifa. 2011. Pengelolaan Air


Secara Ekonomis Dengan Penggunaan Tanggul Batang Kelapa Serta
Penjernih Air Alami. Pesat. 4: 79-84.

Apriadi, T. 2008. Kombinasi Bakteri dan Tumbuhan Air Sebagai Bioremediator


Dalam Mereduksi Kandungan Bahan Organic Limbah Kantin. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor


Kabupaten Malang Jawa Timur. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Asnawia. 2014. Pengaruh Salinitas Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Ikan Nila
Best (Oreochromis niloticus). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Awaluddin, M., S. Yuniarti L. dan A. Mukhlis. 2013. Tingkat Penetasan Telur dan
Kelangsungan Hidup Larva Kerang Mutiara (Pinctada Maxima) Pada
Salinitas yang Berbeda. Jurnal Kelautan. 6 (2) : 142-149.

Djaelani, A. R. 2013. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif.


Ilmiah Pawiyatan. 20 (1) : 83-92.

Dhoe, S. B., Supriyadan E. Juliati. 2001. Biologi Kerang Mutiara Balai Budidaya
Laut.Lampung. 1-12 pp.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius.Yogyakarta.

Elfinurfajri, F. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton serta Keterkaitannya dengan


Kualitas Perairan di Lingkungan Tambak Udang Intensif. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Endaswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan.


Pustaka Widyatama. Yogyakarta. 234 p.

Fathurrahman dan Ainurohim. 2014. Kajian Komposisi Fitoplankton dan


Hubungannya dengan Lokasi Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada Maxima)
di Perairan Sekotong, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Teknik Pomits. 3 (2) :
93-98.

Hamdi, A. S. dan E. Bahruddin. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam


Pendidikan. CV Budi Utama. Yogyakarta. 5 p.

Harramain. 2005. Kajian Faktor Lingkungan Habitat Kerang Mutiara (Stadia Spat)
di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ilmu Kelautan. 6(6) :1-6.

Herawati, E. Y. dan Kusriani. 2008. Buku Ajar Planktonologi. Universitas


Brawijaya. Malang.Indriyastuti, J. F. dan M. R. Muskananfola dan N.
Widyorin. 2014. Analisis Total Bakteri, TOM, Nitrat dan Fosfat di Perairan

47
Rowo Jombor, Kabupaten Klaten. Diponegoro Journal of Maquares. 3 (4)
:102-108 pp.

Jamilah. 2015. Analisis Hidro-oseanografi Untuk Budidaya Kerang Mutiara di


Perairan Baubau. Jurnal Biotek. 3 (2): 92-105.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
Laut.

Kurnianingtyas, L. Y dan M. A. Nugroho. 2012. Implementasi Strategi


Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw untuk Meningkatkan Keaktifan
Belajar Akuntansi Pada Siswa Kelas X Akuntansi 3 SMK Negeri 7
Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia. 10 (1) : 6677.

Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya


Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.438 p.

Mudeng, J. D., E. L. A. Ngangi dan R. J. Rompas. 2015. Identifikasi Parameter


Kualitas Air Untuk Kepentingan Marikultur di Kabupaten Kepulauan
Sangihe Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. 3 (1) : 141-
148.

Mulyanto, 1987. Teknik Budidaya Laut Kerang Mutiara di Indonesia.


Direktorat Jenderal Perikanan Bekerja Sama Dengan International
Development Research Centre. Jakarta. 7-8 pp.

Mulyanto. 2008. Metode Sampling. Diktat Kuliah. Universitas Brawijaya. Malang.


Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu
Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.

Putriana, I. ,P. Ratnawati dan A. P. V. Sembiring. 2011. Apilikasi Metode Kejut


Suhu dan Donor Sperma dalam Upaya Peningkatan Produktivitas
Pembesaran Kerang Mutiara. KaryaTulis Ilmiah.IPB.Bogor.

SNI 06-6689.3-2004. 2004. Air dan Limbah- Bagian 3: Cara Uji


PadatanTersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS) secara
Gravimetri.

Setyowati, D. N., N. Diniarti dan S. Waspodo. 2013. Budidaya Lobster (Panalirus


homarus) dan Abalon (Haliotis sp.) dengan Sistem Integrasi di Perairan
Teluk Ekas. Jurnal Kelautan. 6(2): 137-141.

Simanjuntak, M. 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap


Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal
Perikanan. 11 (1): 31-45.

Sudjiharno., L. Erawati dan Muawanah. 2001. Pembesaran Kerang Mutiara


(Pinctada maxima). Balai Budidaya Laut. Lampung. 13 p.

Sudrajat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar


Swadaya. Jakarta. 115 p.

48
Sujoko, A. 2010. Membenihkan Kerang Mutiara. Insania. Yogyakarta. 3-69 pp.

Susanti, M. 2010. Kelimpahan dan Distribusi Plankton di Perairan Waduk


Kedungombo. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.Slamet,
B., I.W. Arthana dan I.W. B.Suyasa. Studi Kualitas Lingkungan Perairan di
Daerah Budidaya Perikanan Laut di Teluk Kaping dan Teluk Pegametan,
Bali .Ecotrophic. 3 (1) : 1620.

Supii, A. I dan I. W. Arthana. 2008. Studi Kualitas Perairan Pada Kegiatan


Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima) di Kecamatan Gerokgak,
Kabupaten Buleleng, Bali. Ecotrophic. 4 (1): 17.

Taufiq, N., R. Hartati, J. Cullen dan J. M. Masjhoer. 2007. Pertumbuhan Kerang


Mutiara (Pinctada maxima) pada Kepadatan Berbeda. Ilmu Kelautan. 12
(1): 3138.

Tomatala, Pitjont. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Pemijahan Kerang Mutiara


Pinctada maxima (Jameson). Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. 7 (1):
36-38.

Wardana, I. K., Sudewi, A. Muzaki dan S. B. Moria. 2014. Profil Benih Kerang
Mutiara (Pinctada maxima) Dari Hasil Pemijahan yang Terkontrol.
Jurnal Oseanologi Indonesia.1(1): 6-11.

Wibisono, M. S. 2008. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia. Jakarta.

Winanto, T. 2004. Memproduksi Benih Kerang Mutiara Seri Agribisnis. Panebar


Swadaya. Jakarta. 4-60.

Winanto, T., D. Soedharma, R. Affandi dan H. S. Sanusi. 2009. Pengaruh Suhu


dan Salinitas Terhadap Respon Fisiologi Larva Kerang Mutiara Pinctada
maxima (Jameson). Jurnal Biologi Indonesia. 6 (1): 51-69.

49
LAMPIRAN

Lampiran1. Metode Pengukuran Kualitas Air

No Parameter Metode Keterangan


1 Suhu HORIBA U-50 In situ
2 Salinitas HORIBA U-50 In situ
3 pH HORIBA U-50 In situ
4 OksigenTerlarut HORIBA U-50 In situ
5 Orthophospat Spektrofotometer Laboratorium
6 Nitrat Spektrofotometer Laboratorium
7 Nitrit Spektrofotometer Laboratorium
8 Kelulus Hidupan Observasi In situ

50
Lampiran 2. Alat dan Bahan
a. Fungsi Alat

No Pengukuran Alat Fungsi


1. Suhu HORIBA U-50 Untuk mengukur suhu dalam
perairan.

2. Salinitas HORIBA U-50 Untuk mengukur salinitas perairan


4. pH HORIBA U-50 Untuk mengukur pH di perairan.
5. Oksigen Terlarut HORIBA U-50 Untuk mengukur oksigen terlarut di
perairan.
7. Nitrat Spektrofotometer Untuk mengukur konsentrasi nitrat
di perairan
8. Orthophospat Spektrofotometer Untuk mengukur konsentrasi PO4 di
perairan

51
b. Fungsi Bahan

No Pengukuran Bahan Fungsi


1. Suhu Air sampel Sebagai media yang diukur
2. Salinitas Air sampel Sebagai media yang diukur
Tissue Sebagai pembersih peralatan
Aquades Sebagai pembersih membran alat
3. pH Air sampel Sebagai media yang diukur
Tissue Sebagai pengering alat
4. DO Air sampel Sebagai media yang dikur
Tissue Sebagai pembersih peralatan
5. Nitrit Air sampel Sebagai media yang diukur
Aquades Sebagai pembersih alat
Asam Fenol- Sebagai pengencer kerak nitrat
disulfonik
NH4OH Sebagai pelarut lemak dan
distribusi ion H+
Kertas Saring Sebagai penyaring substrat
dengan pelarut
6. Nitrat Air sampel Sebagai media yang diukur
Aquades Sebagai pembersih membran alat
Asam Fenol- Sebagai pengencer kerak nitrat
disulfonik
NH4OH Sebagai pelarut lemak dan
distribusi ion H+
Kertas Saring Sebagai penyaring substrat
dengan pelarut
7. Orthophospat Air sampel Sebagai media yang diukur
Aquades Sebagai pembersih peralatan
Amonium molybdate Sebagai pengikat phospat
menjadi amonium phospat
molybdate
SnCl2 Sebagai indikator warna biru
Kertas saring Sebagai penyaring substrat
dengan pelarut

52
Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Kualitas Air

a. Pengukuran kualitas air secara In situ

Tanggal Suhu pH DO Salinitas

20 Juli 2017 29,4oC 8,3 6,34 ppm 32,0 ppt

27 Juli 2017 30,2oC 7,9 6,46 ppm 34,5 ppt

3 Agustus 2017 27,3oC 7,9 6,29 ppm 33,5 ppt

10 Agustus 2017 28,1oC 8,0 6,31 ppm 34,1 ppt

Rata-Rata 28,7 8,0 6,35 ppm 33,5 ppt

b. Pengukuran kualitas air di Laboratorium

Tanggal Nitrit Nitrat Orthophospat

20 Juli 2017 0,03 ppm 0,1 ppm 0,52 ppm

27 Juli 2017 0,08 ppm 0,6 ppm 0,2 ppm

3 Agustus 2017 0,006 ppm 0,02 ppm 0,06 ppm

10 Agustus 2017 0,006 ppm 0,01 ppm 0,05 ppm

Rata-rata 0,03 ppm 0,18 ppm 0,2 ppm

53
Lampiran 4. Kelulus Hidupan Kerang Mutiara (Pinctada Maxima)

Nt
SR = x 100%
No

600
SR = x 100%
1500

SR = 40 %

54
Lampiran 5. Dokumentasi Praktik Kerja Magang (PKM)

Spat Kerang Mutiara di Laut Kerang Mutiara yang Mati Akibat


Predator

Kerang Mutiara yang Mati Massal Waring di Gudang

Keranjang Untuk Pemijahan Speed Boat Balai

55
Calon Induk Kerang Mutiara Perawatan Spat di Laut

Kerang yang Mati Akibat Stress Seleksi Calon Induk Kerang Mutiara

Membersihkan Waring di Long line Filter Air di Bak Hatchery

56
Pocket net yang digunakan Pocket Keranjang yang digunakan

Proses Pergantian Air Larva Perawatan Bak Larva

Gudang Tempat Perawatan Alat Pengecekan Gonad Kerang Mutiara

57
Perawatan Long line Perkembangan Larva di Mikroskop

Keramba Jaring Apung Balai Long line di Laut

Ikan Drakula
HORIBA U-50
(Predator Kerang Mutiara)

58
Pemijahan dengan Proses Pembuatan Collector

(Metode Kejut Suhu)

Proses Pemberian Makan Larva Collector untuk Spat Kerang


Mutiara

Proses Pemijahan Dengan Metode


Proses Perawatan Pocket Net
Kejut Suhu

59

Anda mungkin juga menyukai