Anda di halaman 1dari 11

ADAT ISTIADAT IBU NIFAS

Contohnya di daerah Maluku terdapat pantangan makanan pada masa nifas,


seperti pantangan memakan terong agar lidah bayi tidak ada bercak putih dan
pantangan memakan nanas dan mangga karena tidak bagus untuk rahim. Lain halnya
di daerah Jawa, pantangan makanan pada masa kehamilan dan masa nifas, seperti
pantangan makan-makanan yang setengah matang dan daging kambing, karena tidak
baik bagi kesehatan sang ibu dan bayi, karena daging kambing bersifat panas.

Wanita- wanita Hausa yang tinggal di sekitar Zaria Nigeria utara, secara tradisi
memakan garam kurang selama priode nifas, untuk meningkatkan produksi air susunya.
Merka juga menganggap bahwa hawa dingin adalah penyebab penyakit. Oleh sebab itu
mereka memanasi tubuhnya paling kurang selama 40 hari setelah melahirkan. Diet garam
yang berlebihan dan hawa panas, merupakan penyebab timbulnya kegagalan jantung.
Faktor budaya disini adalah kebiasaan makan garam yang berlebihan dan memanasi tubuh
adalah faktor pencetus terjadinya kegagalan jantung.
ISBD Nifas
ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM MASA NIFAS

Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang majemuk yang memiliki keanekaragaman,
budaya dan adat istiadat yang diupayakan terus dijaga oleh masyarakat setempat dan jadilah
suatu kebudayaan yang pada setiap tempat berbeda-beda. Karena kemampuan manusia yang
diperoleh dengan cara berpikir, berkehendak dan kemampuan merasa, melalui semua itu
manusia mendapatkan ilmu mengarahkan perilaku dan mencapai kesenangan.

Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di
dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda keanekaragaman budaya ini
merupakan kekayaan bangsa yang tiada ternilai tingginya. Kekayaan tersebut harus dilestarikan
dan dikembangkan itu dapat dipahami terus dari generasi ke generasi.

Manusia di ciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling mulia, diantara makhluk-makhluk hidup
lainnya (hewan dan tumbuh-tumbuhan). Sifat manusia :
a. Sebagai makhluk biologis, manusia tunduk kepada hokum-hukum biologis (lapar, mengantuk,
lelah, kebutuhan seksual dan lain sebagainya).
b. Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan psikis atau kejiwaan (saling
menyayangi, saling memperhatikan, membutuhkan rasa aman dan lain sebagainya).

Manusia sebagai makhluk yang mulia di bekali pula oleh Tuhan dengan akal dan budi pekerti,
sehingga manusia dapat mengontrol naluri seksual, sesuai dengan norma, nilai moral, agama,
dan aturan-aturan yang berlaku.

Setiap makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan) memiliki kemampuan untuk
bereproduksi yaitu kemampuan untuk melanjutkan keturunan. Dua Insan, laki-laki dan
perempuan yang terikat oleh perkawinan perlu mengetahui dan menyadari akan hak dan
kewajiban serta tanggung jawab kesehatan reproduksi untuk menghasilkan keturunan yang
sehat.

Proses reproduksi manusia yang bertanggung jawab sangat di pengaruhi oleh kesiapan :
Fisik, keadaan yang paling baik bagi seseorang untuk memiliki anak yaitu (perempuan antara
20-30 tahun; laki-laki bila telah mencapai umur 25 tahun).
Psikis, kesiapan mental bagi seseorang untuk menjadi orang tua yang bertanggung jawab.
Social ekonomi, telah mampu bertanggung jawab secara social dan ekonomi sesuai dengan
aturan, norma dan nilai yang berlaku.

Ketiga hal tersebut diperlukan untuk menciptakan lingkungan keluarga yang :


a. Sehat dan sejahtera
b. Saling menyayangi
c. Berpendidikan dan berkumpul
Wanita di Indonesia lebih mengejar karier dari pada perkawinan yang sehat dan bahagia,
perkawinannya masih terikat adat istiadat, serta gadis remaja di Indonesia, belum mengerti anti
fungsi kesehatan dan alat reproduksi.
1. kehamilan
2. persalinan
3. nifas
Pemerintah tetap mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan yang ada tanpa
mengurangi kebudayaan tradisional dan saling bekerjasama tanpa pertentangan yang dapat
merugikan salah satu anggota masyarakat. Pada gadis remaja khususnya dan wanita pada
umumnya harus diberikan informasi yang tepat tentang kesehatan reproduksinya, perlu
ditingkatkan pendidikannya.

Menanamkan pengertian hubungan seksual yang sehat, untuk meningkatkan jumlah saran
pelayanan kesehatan reproduksi diberbagai budaya di Indonesia.

Diantara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam masyarakat Indonesia ada yang


menguntungkan, dan ada pula yang merugikan bagi kesehatan ibu hamil, ibu bersalin maupun
ibu nifas.

Factor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama ibu hamil, bersalin,
dan nifas adalah factor lingkungan yaitu pendidikan disamping factor-faktor lainnya. Jika
masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status kesehatan tersebut
maka diharapkan masyarakat tidak melakukan kebiasaan/adapt istiadat yang merugikan
kesehatan khususnya bagi ibu hamil, bersalin dan nifas.

Oleh karena itu ilmu pengetahuan social kemasyarakatan sangat penting dipahami oleh seorang
bidan dalam menjalankan tugasnya. Karena bidan sebagai petugas kesehatan yang berada
digaris depan dan berhubungan langsung dengan masyarakat, dengan latar belakang agama,
budaya, pendidikan dan adat istiadat yang berbeda.

Pengetahuan social dan budaya yang dimiliki oleh seorang bidan akan berkaitan dengan cara
pendekatan untuk merubah perilaku dan keyakinan masyarakat yang tidak sehat, menjadi
masyarakat yang berperilaku sehat.

Dari berbagai adat istiadat tersebut terlihat bahwa :


1. Upacara, penanganan dan pantangan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas berbeda-beda
setiap wilayah.
2. menjadi gambaran penting bagi bidan yang bertugas di wilayah seluruh Indonesia.

Pengertian
Adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala (Anton,
1998 : 5) sedangkan istiadat adalah adapt kebiasaan (Anton, 1998 : 340).
Factor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan
1. Faktor lingkungan
Factor lingkungan social yaitu interaksi masyarakat adat istiadat, pendidikan dan tingkat
ekonomi. Perilaku masyarakat merupakan factor kedua yang mempengaruhi tingkat kesehatan
masyarakat.
2. Faktor perilaku
Faktor budaya setempat dan pengetahuan sendiri serat sisitem nilai sangat berpengaruh
terhadap keputusan yang diambil oleh pasien dan keluarga.
3. Faktor pelayanan kesehatan
Faktor tingkat pelayanan kesehatan merupakan factor ketiga yang mempengaruhi kesehatan
masyarakat.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan merupakan factor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir.

Pengaruh social budaya terhadap ibu hamil, melahirkan, nifas


Pengaruh social budaya sangat jelas terlihat pada ibu hamil dan keluarga yang menyambut
masa-masa kehamilan. Upacara-upacara yang diselenggarakan mulai dari kehamilan 3 bulan, 7
bualn, masa melahirkan dan masa nifas sangat beragam menurut adat istiadat daerah masing-
masing.
Contoh :
1) Di wilayah Jawa dan Sunda masa kehamilan ini pada umumnya di masyarakat dilaksanakan
upacara 3 bulan diselenggarakan dengan membagi-bagikan rujak pada tetangga. Bila rasanya
pedas di yakini bayi yang baru lahir nanti adalah laki-laki. Upacara tradisi Ngliman (hamil 5
bulan) dan Mitoni (hamil 7 bulan). Sebetulnya ada tradisi yang lain, yaitu manusia ada tanda-
tanda kehamilan dengan cirri-ciri sudah tidak menstruasi, suka makan yang asam-asam dan
pedas, mentah-mentah dan lain-lain. Harus minum jamu atau nyup-nyup cabe puyang, maandi
keramas, potong kuku, sisig (menghitamkan gigi) yang memiliki maksud selalu dalam keadaan
suci. Karena pemahaman masyarakat Jawa dalam kehamilan selalu menjaga janin
dikandungnya maka selalu berbuat kebaikan, tidak boleh mengejek orang, lebih-lebih orang
cacat, tidak boleh membunuh makhluk hidup dan lain sebagainya. Agar bayi yang dikandung
sehat jasmani dan rohani serta menjadi anak yang bermanfaat bagi orang tua, agama dan
masyarakat.
2) Seperti di daerah Maluku terdapat pantangan makanan masa nifas, yaitu :
a. Terong agar lidah bayi tidak ada bercak putih.
b. Nanas, mangga tidak bagus untuk rahim.

NIFAS
Menurut Agama Islam
Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan dengan
kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit.
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan
maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan
kaitan hokum oleh Pembawa syariat. Halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun
maksimalnya. Andaikata ada seorang wanitamendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan
berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor dan bila
demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum
sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits.
Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah
berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah
si wanita menunggu sampai berhenti. Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena
selama itulah masa nifas pada umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka
tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah mas (40 hari) itu, maka
hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya untuk dia pergunakan pada
masa mendatang.
Namun jika darahnya terus menerus keluar berarti ia mustahadhah. Dalam ini, hendaklah ia
kembali kepada hokum-hukum wanita mustahadhah yang telah dijelaskan pada pasal
sebelumnya. Adapun jika si wanita telah suci dengan berhentinya darah berarti ia dalam
keadaan suci, meskipun sebelum 40 hari. Untuk itu hendaklah ia mandi, shalat, berpuasa dan
boleh digauli oleh suaminya. Terkecuali, jika berhentinya darah itu kurang dari 1 hari maka hal itu
tidak dihukumi suci. Demikian disebutkan dalam kitab suci Al-Mughni.
Nifas tidak dapat ditetapkan, kecuali jika si wanita melahirkan bayi yang sudah berbentuk
manusia. Seandainya ia mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk manusia
maka darah yang keluar itu bukanlah darah nifas, tetapi di hukumi sebagai darah penyakit.
Karena itu yang berlaku baginya adalah hokum wanita mustahadhah.
Adapun darah nifas, jika berhenti sebelum 40 hari kemudian keluar lagi pada hari ke 40, maka
darah itu diragukan. Karena itu wajib bagi si wanita shalat dan berpuasa fardu yang tertentu
waktunya pada waktunya yang terlarang baginya apa yang terlarang bagi wanita haid, kecuali
hal-hal yang wajib. Dan setelah suci, ia harus meng-qadha apa yang diperbuatnya selama
keluarnya darah yang diragukan, yaitu yang wajib di qadha wanita haid. Inilah pendapat yang
masyhur menurut para fuqaha dari Madzhab Hanbali.
Dalam haid, jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka suami boleh dan tidak
terlarang menggaulinya. Adapun dalam nifas, jika ia suci sebelum 40 hari maka suami tidak
boleh menggaulinya, menurut yang masyhur dalam Madzhab Hanbali.
Yang benar, menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak dilarang menggaulinya. Sebab
tidak ada dalil syari yang menunjukkan bahwa itu dilarang, kecuali riwayat yang disebutkan
Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya dating kepadanya sebelum 40 hari
lalu ia berkata : Jangan kau dekati aku !
Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang menggauli isterinya karena hal itu mungkin
saja merupakan sikap hati-hati Utsman, yakni khawatir kalau isterinya belum suci benar atau
takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau sebab lainnya.

KESIMPULAN

Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan dengan
kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit.
Bahwa dalam aspek social budaya dalam masa nifas dipengaruhi dengan adat istiadat
masyarakat di Indonesia.
Factor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama pada ibu hamil,
bersalin, dan nifas adalah factor lingkungan yaitu pendidikan disamping factor-faktor lainnya.
Pengaruh social budaya sangat jelas terlihat pada ibu hamil hingga pada masa nifas. Upacara-
upacara yang sering diselenggarakan sesuai dengan adat istiadat masyarakat di Indonesia yang
sangat beragam menurut daerah masing-masing, mulai dari kehamilan 3 bulan, 7 bulan, masa
melahirkan dan masa nifas.
Contohnya di daerah Maluku terdapat pantangan makanan pada masa nifas, seperti pantangan
memakan terong agar lidah bayi tidak ada bercak putih dan pantangan memakan nanas dan
mangga karena tidak bagus untuk rahim.
Lain halnya di daerah Jawa, pantangan makanan pada masa kehamilan dan masa nifas, seperti
pantangan makan-makanan yang setengah matang dan daging kambing, karena tidak baik bagi
kesehatan sang ibu dan bayi, karena daging kambing bersifat panas.

DAFTAR PUSTAKA
SKM, Syafrudin. 2009. Sosial Budaya Dasar Unttk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : Trans Info
Media.
Berbagai hal dari yang biasa-biasa saja, sampai yang tidak masuk akal sering sekali mereka
lakukan. Sewajarnyalah tenaga medis terutama bidan melakukan pengkajian terhadap hal ini. Apakah
tindakan atau kebudayaan yang dilakukan ibu itu berbahaya, mengganggu, ataupun menguntungkan.
Supaya nantinya dapat mengubah dan mengarahkan pola pikir yang kuno itu menjadi modren dengan
pembaharuan kesehatan. Tentunya demi kesehatan ibu dan anak.
Berikut beberapa kebiasaan dan tradisi dari daerah PANDAI SIKEK dari zaman nenek moyang
yang di lakukan pada saat nifas. Walaupun dari tahun ke tahun budaya ini sudah mulai hilang, seiring
dengan perkembangan zaman. Antara lain :
1. Biasanya orang-orang dahulu melahirkan dengan dukun beranak. Jadi semua hal tentang nifas
dikerjakan berdasarkan anjuran dukun. Persis setelah melahirkan ibu dibuatkan gelang dengan Benang
Tujuh Ragam, dan di pasang selama 40 hari pada pergelangan tangannya. Setelah itu baru boleh dibuka.
2. Ibu mandi walladah untuk membersihkan diri.
3. Pada hari ke 3 setelah melahirkan ibu diurut oleh dukun.
4. Selama 3 hari berturut-turut sejak awal nifas ibu Disembur dengan kunyahan kunyit, bawang putih,
merica hitam, merica putih, dan jariangau pada bagian keningnya.
5. Selama nifas ibu harus memakai stagen panjang untuk dililitkan diperutnya. Kira-kira berukuran 4 m
(dimulai setelah hari ke 3 ).
6. Jika duduk ibu harus dengan posisi bersimpuh. Dilarang keras untuk mengangkang, karna akan
mengakibatkan perut jatuh atau lepas.
7. Jika ibu bepergian selama nifas, maka harus membawa bawang putih atau gunting kecil, ntuk penangkal
mahluk halus. Dan menjaga air susu ibu dari gangguannya.
8. Sesekali ibu berkelumun di bawah kain dengan asap rebusan air kunyit. Untuk menghilangkan bau
badan atau aroma tidak sedap.
9.Ibu harus memakai sarung selama nifas.
10. Ibu tidak boleh keluar rumah pada saat magrib. Untuk menjaga ibu dan ASInya.
11. Selama ibu menyusui dalam masa nifas (40 hari), anak harus dialas atau disambut dengan bantal.
12. Ibu dan bayi tidur di luar kamar dengan membentang kasur.
13. Dilarang menjahit selama nifas.
14. Pantang makan ikan, pedas dan asin
15. Tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari karena bisa sawan
16. Khitan pada bayi laki-laki dan perempuan
17. Minum jamu dapat memperlancar ASI
18. Upacara adat seperti brokohan, sepasaran dan selapanan
19. Menaruh ramuan pada tali pusat
20. Tidak boleh makan terong karena bisa membuat bayi panas dingin
Dalam penelitian Syafrudin (2009), di daerah Maluku terdapat pantangan makanan
pada masa nifas yaitu terong agar lidah bayi tidak bercak putih, nanas, mangga tidak bagus
untuk rahim. Masyarakat di Bali, seorang ibu yang baru melahirkan dianggap sebel/lateh
dan tidak diperkenankan ke pura sampai dilaksanakannya upacara pembersihan diri.
Selain dari pemaparan diatas ada juga beberapa perawatan setelah melahirkan di
beberapa daerah di Indonesia seperti: mandi uap air rebusan ramuan(setiap hari) untuk
mengembalikan panas tubuh, minum air perasaan daun turi, mengompres kepala ibu dengan
ampas daun turi. Anggapan setelah melahirkan darah putih naik ke kepala dapat
menyebabkan kematian, pencegahannya seperti yang telah dsebutkan itu. Makan rebusan
kulit pohon ketapang untuk memulihkan kesehatan, perawatan berlangsung 2 minggu sampai
dengan satu bulan atau 40 hari.
Menurut beberapa ibu-ibu yang bersuku Minang, perawatan ibu postpartum menurut
budaya Minang meliputi: minum telur dan kopi, penguapan dari bahan rempah-rempah
(betangeh), pemanasan batu bata (duduk di atas batu bata), meletakkan bahan-bahan alami di
atas perut ibu (tapal), minum jamu dari bahan rempah-rempah, membersihkan alat kelamin
dengan air rebusan daun sirih.
Selain itu pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi
pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya
tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan
yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia
sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula
kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada
bayi baru lahir sebelum ASI keluar.
Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali
keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah
rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain
itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk
angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan
tubuh bayi.

Wanita- wanita Hausa yang tinggal di sekitar Zaria Nigeria utara, secara tradisi memakan
garam kurang selama priode nifas, untuk meningkatkan produksi air susunya. Merka juga
menganggap bahwa hawa dingin adalah penyebab penyakit. Oleh sebab itu mereka memanasi
tubuhnya paling kurang selama 40 hari setelah melahirkan. Diet garam yang berlebihan dan
hawa panas, merupakan penyebab timbulnya kegagalan jantung. Faktor budaya disini adalah
kebiasaan makan garam yang berlebihan dan memanasi tubuh adalah faktor pencetus
terjadinya kegagalan jantung.
AB II
PEMBAHASAN

2.1. Tradisi Masyarakat Jawa Ibu melahirkan


Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah menghasilkan dalam wujud yang
sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya batik tradisional. Istilah
babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. Ubarampe yang dibutuhkan
untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam macam ubarampe Brokohan. Pada
jaman ini Brokohan basanya terdiri dari :beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan
sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam selamatan bayi
lahir, brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu:
1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan
2. gula merah atau gula Jawa
3. dawet
4. telor bebek
Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:
Kelapa: daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna)
yaitu sperma, benihnya laki-laki, bapak
Gula Jawa: berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu sel
telur, benihnya wanita, ibu.
Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
1. santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.
2. juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu.
3. cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.
Telor bebek. Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam.
Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru,
alam awang-uwung, kuasa dari atas.
Alasan kedua: biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog
lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami
dapat menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu
ingin menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi
dalam proses babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan
bahwa Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan
ciptaan baru, mbabar putra.
Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian
membentuk jentik-jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor
bebek) dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan)
Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi menjadi
banyak macam, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami sebagai ungkapan
rasa syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga.. Namun
keempat ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu
untuk disertakan dan direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.empat.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah
yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung
bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa uapacara adat untuk
menyambut kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni,
upacara mendhem ari-ari, brokohan, upacara puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan
terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya
akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing,
Pon, Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang
berjumlah 7 hari. Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di
luar logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi.
Berulangnya hari weton bayi, pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan
utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau parasan.
Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan
oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini
dilakukan untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli
adalah bawaan dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya
rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3
kali. Namun pada tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli
bayinya, maka pemotongan rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk
simbolisasi.
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan
pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara
pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga,
kerabat, dan tetangga terdekat, serta pemimpin doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum
pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang
dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan
mengandung makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang
dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap mendoakan
acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya
ganjil, karena dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka keberuntungan.
Gudangan juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini
melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap
mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta
bayem, supaya bayi hidupanya bisa tentram.

2.2. Tradisi Masyarakat Kalimantan Ibu melahirkan

Menjelang persalinan membutuhkan beberapa perlengkapan khusus, demikian pula bagi Suku
Dayak ada beberapa perlengkapan suku dayak menjelang persalinan atau proses melahirkan
yang harus dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggelar beberapa ritual atau upacara adat
suku Dayak dalam menjelang dan menyambut kelahiran seorang bayi.
Kultur budaya suku Dayak Kalimantan Tengah menempatkan kaum wanita pada derajat yang
tinggi. Tak heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak memang spesial, kaum
perempuan selalu mendapatkan perhatian penuh, terlebih saat proses menjelang persalinan.
Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak mengisyaratkan perlunya sejumlah persiapan
termasuk persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan. Pada proses jelang
melahirkan bayi atau Awau, sang calon ibu dibaringkan pada sebuah dipan kecil dengan posisi
miring terbuat dari kayu yang disebut Sangguhan dengan motif ukiran Dayak di masing-masing
sisi.
Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau sebagai tempat untuk menungku perut
ibu agar darah kotor cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan suku dayak menjelang
persalinan Botol Mau ini juga digunakan untuk menyiman air panas.
Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu menyiapkan Kain Bahalai (Jarik dalam
bahasa Jawa) dengan lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai saat menyambut bayi laki-
laki dan lima lapis kain bahalai untuk bayi dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun sebagai
peralatan penunjang, keberadaannya dalam persiapan prosesi persalinan menurut budaya Suku
Dayak mutlak diperlukan.
Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau ari-ari bayi dipotong menggunakan
sebuah sembilu. Untuk tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-ari dengan uang ringgit.
Kedua perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut disiapkan sejak awal dalam
sebuah piring atau Paraten. Sedangkan ari-ari yang terpotong tadi disimpan di dalam Kusak
Tabuni.

Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam Kandarah, dan popok bayi yang digunakan
disimpan dalam Saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa menggunakan Stagen (Babat
Kuningan) untuk mengikat perut agar mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan
cepat. Tentunya untuk menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan juga berfungsi untuk
berjaga-jaga dalam kondisi yang tidak terduga seperti sulitnya bayi keluar, masyarakat Dayak
memiliki cara yang khas dan bernuansa magis, yakni menggunakan buah kelapa yang bertunas
untuk kemudian disentuhkan ke arah selaput bayi. Tujuan perlengkapan suku dayak menjelang
persalinan tersebut adalah agar dapat membuka ruang sehingga bayi dapat keluar dengan
mudah.

2.3. Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan


Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang diangap ahli,Setelah ada kelahiran bayi
diadakan upacara atau ritual selamatan
Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap ari-ari
1.Tali pusar dipotong menggunakan kulit babmbu.
2. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering.
3. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat-tulis.

Anda mungkin juga menyukai