Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES

IDENTITAS PRAKTIKAN

Nama : Rini Laksminita Dewi


NIM : 03031181320035
Shift/Kelompok : Kamis Siang/3

I. JUDUL PERCOBAAN : Pembuatan Tempe

II. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mengetahui mikroorganisme yang digunakan dalam proses pembuatan tempe


2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembentukan
tempe.
3. Mengetahui manfaat tempe bagi kesehatan.

III. DASAR TEORI


3.1.Kedelai
Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan
dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe.
Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500
tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Indonesia oleh
pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara
kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan
sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama
dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan
masyarakat di luar Asia setelah 1910.
Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari dua spesies, yaitu
Glycine max atau yang disebut dengan kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna
kuning, agak putih, atau hijau dan Glycine soja atau yang dikenal dengan kedelai
hitam dan berbiji hitam. Glycine max merupakan tanaman asli daerah Asia
subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara Glycine soja merupakan
tanaman asli dari Asia tropis di Asia Tenggara.

1
2

Kedelai dapat dibudidayakan di lahan sawah maupun di lahan kering atau


ladang. Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah
panen padi. Pengerjaan tanah yang digunakan untuk menanam kedelai cukup
sederhana. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang sudah dibuat,
biasanya berjarak 20 cm sampai 30 cm. Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat
diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak
memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai
dianjurkan diberi starter bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum
untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat
tanaman remaja atau fase vegetatif awal, sekaligus sebagai pembersihan dari
gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan
kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat
biaya. Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun. Dari
jumlah yang dikonsumsi tersebut, sekitar 1,6 juta tons harus diimpor. 75% dari
jumlah itu diimpor oleh lima importir yaitu PT Gerbang Cahaya Utama, PT Teluk
Intan, PT Gunung Sewu, PT Cargill Indonesia, dan PT Sekawan Makmur
Bersama. Di Indonesia, kedelai menjadi salah satu dari sekian banyak penuplai
sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian
besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan
kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu
lebih rendah daripada di Jepang dan Cina. Pemuliaan serta domestikasi belum
berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai
hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan
meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia.
Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil
pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi
sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.
Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak
serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin yang berupa asam fitat
dan lesitin. Selain banyak mengandung protein dan lemak, olahan kedelai dapat
dibuat menjadi tahu, bermacam-macam saus penyedap (salah satunya adalah
3

kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), tempe, dan juga susu
kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa), tepung kedelai, minyak (dapat
dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), taosi,
tauco, dan juga berbagai macam makanan ringan lainnya.

3.2.Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai
atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.
arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Kapang
yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat
pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam
tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang
yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat.
Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe
memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina
atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak jelas sejak kapan pembuatan
tempe itu dimulai. Namun dengan demikian, makanan-makanan tradisonal ini
sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama yang ada di dalam tatanan budaya
makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam bab 3
dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat
Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata tempe,
misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe atau sejenis
masakan tempe dengan santan dan kadhele tempe srundengan. Hal ini dan catatan
sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe
diproduksi yang berasal dari bahan kedelai hitam dan juga berasal dari masyarakat
pedesaan tradisional Jawa yang mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa
Tengah,dan berkembang sebelum abad ke-16.
4

Kata tempe diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa
Kuno terdapat sebuah makanan berwarna putih yang terbuat dari tepung sagu
yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki
kesamaan dengan makanan tumpi tersebut. Selain itu terdapat rujukan mengenai
tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber yang
lainnya mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali sejak zaman tanam paksa
terjadi di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil
pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu,
ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin pertama kalinya
diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan yang
sejenis, yaitu koji1 kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang
Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia,
sejalan dengan penyebaran masyarakat masyarakat Jawa yang bermigrasi ke
seluruh penjuru tanah air yang ada di Indonesia.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai
Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk
produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per
orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg. Pada zaman
pendudukan Jepang di Indonesia, para tawanan perang yang diberi makan tempe
terhindar dari disentri dan busung lapar. Sejumlah penelitian yang diterbitkan
pada tahun 1940-an sampai dengan 1960-an juga menyimpulkan bahwa banyak
tahanan Perang Dunia II berhasil selamat karena tempe. Menurut Onghokham,
tempe yang kaya protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia
yang padat dan berpenghasilan relatif rendah. Namun, nama 'tempe' pernah
digunakan di daerah perkotaan Jawa, terutama Jawa tengah, untuk mengacu pada
sesuatu yang bermutu rendah. Istilah seperti mental tempe atau kelas tempe
digunakan untuk merendahkan dengan arti bahwa hal yang dibicarakan bermutu
rendah karena murah seperti tempe. Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sering
memperingatkan rakyat Indonesia dengan mengatakan, Jangan menjadi bangsa
tempe. Baru pada 1960-an pandangan mengenai tempe ini mulai berubah.
5

Pada akhir 1960-an dan pada awal 1970-an terjadi sejumlah perubahan
dalam pembuatan tempe di Indonesia. Plastik dari bahan polietilena mulai
menggantikan daun pisang untuk membungkus tempe, ragi berbasis tepung yang
mulai diproduksi sejak tahun 1976 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
dan banyak digunakan oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia atau Kopti
mulai menggantikan laru tradisional, dan kedelai impor mulai menggantikan
kedelai lokal. Produksi tempe meningkat dan industrinya mulai di modernisasi
pada tahun 1980-an, sebagian berkat peran serta Kopti yang berdiri pada 11 Maret
1979 di Jakarta dan pada tahun 1983 telah beranggotakan lebih dari 28.000
produsen yang telah memproduksi tempe dan tahu.
Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar Nasional
Indonesia dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam
standar tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari
fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk
padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe.
Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda. Pada
tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda)
melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe.
Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh
para imigran dari Indonesia. Melalui Belanda, tempe sudah mulai terkenal di
daerah Eropa sejak tahun 1946. Sementara itu, tempe mulai populer di Amerika
Serikat setelah pertama kali dibuat di Amerika pada tahun 1958 oleh Yap Bwee
Hwa, orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai
tempe. Di Jepang, tempe diteliti sejak tahun 1926, tetapi tempe baru mulai
diproduksi secara komersial sekitar tahun 1983. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18
perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di negara lain,
seperti Republik Rakyat Cina, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia,
Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas.
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro,
kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati
yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung
6

dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain
seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan
asam amino. Kacang-kacangan dan umbi-umbian dapat cepat sekali terkena
jamur atau aflatoksin sehingga kacang-kacangan dan umbi-umbian mudah
menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu
diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan
tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai mengandung
protein 35% bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-
43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging,
ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih
tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Bila seseorang tidak
boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya,
kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang
berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi tempe, keripik
tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi
berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan
peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah
tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan. Dalam 100 gram
kedelainya, terdapat komponen 35-45% protein, 18-32% lemak nabati, 12-30%
karbohidrat, dan 7% air. Kedelai merupakan sumber makanan yang memiliki
kandungan protein yang tinggi. Bila dibandingkan dengan susu skim yang
mengandung 36% protein, kacang hijau yang memiliki 22% protein, daging
hewani yang mengandung 19% protein, dan telur ayam yang hanya mengandung
protein sebesar 13%, kedelai memiliki 35% protein. Hal ini menunjukan bahwa
protein yang terdapat dalam kedelai jauh melampaui protein yang terdapat di
dalam daging, ikan segar, telur ayam, jagung, beras, dan singkong. Tempe adalah
campuran biji kedelai dengan massa kapang Rhizopus oryzae sp. Hifa kapang
tumbuh dengan intensif dan membentuk jalinan putih yang mengikat biji kedelai
yang satu dengan yang lain sehingga menjadi massa yang kompak dan kuat
menyebabkan terjadinya pemutusan beberapa ikatan peptida pada protein kedelai
sehingga protein kedelai lebih mudah dicerna dan nilai gizinya meningkat. Tempe
7

mengandung beberapa vitamin B, mineral, lemak dan karbohidrat. Untuk


memproduksi tempe di gunakan bahan baku pokok yang sama, yaitu kedelai.
Jenis kedelai terdiri atas 4 macam, yaitu kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai
coklat, dan kedelai hijau. Para pengrajin tempe biasanya memakai kedelai kuning
sebagai bahan baku utama, tetapi ada juga kedelai jenis lain, terutama kedelai
hitam. Berdasarkan bijinya, kedelai dibedakan menjadi kedelai berbiji besar bila
bobot 100 bijinya lebih dari 13 gram, kedelai berbiji sedang bila bobot 100 bijinya
antara 11-13 gram, kedelai berbiji kecil bila bobot 100 bijinya antara 7-11 gram.
Biji kedelai yang dipakai oleh para pengrajin untuk membuat tempe harus
di kupas lebih dahulu dan biji kedelai tahu digiling sesudah biji kedelai di rendam
sekitar 7 jam lebih dahulu. Lalu kemudian biji kedelai yang telah direndam selama
7 jam direbus menggunakan air selama 3 jam. Setelah itu ditiriskan lalu
didinginkan. Tingkat mutu kedelai dapat di pilih sesuai kelas mutu yang akan
dijabarkan sebagai berikut yaitu pada mutu I: kadar air yang diperbolehkan adalah
13%, kotoran 1%, butiran yang rusak 2%, butiran yang keriput 0%, butir belah
1%, dan butir yang memiliki warna lain adalah 0%. Pada mutu II: kadar air yang
diperbolehkan adalah 14%, kotoran 2%, butiran yang rusak 3%, butiran yang
keriput 5%, butir belah 3%, dan butir yang memiliki warna lain adalah 5%. Pada
mutu III: kadar air yang diperbolehkan adalah 16%, kotoran 5%, butiran yang
rusak 5%, butiran yang keriput 8%, butir belah 5%, dan butir yang juga sudah
memiliki warna lain yang memiliki kandungan sebesar 10%.

3.3.Proses Pembuatan Tempe


Proses pembuatan tempe masih perlu ditingkatkan dengan berbagai
penelitian, mengingat tempe memiliki kandungan gizi tinggi, terutama protein
nabati dan memiliki beberapa khasiat antara lain menurunkan kolesterol darah.
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di
Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman
dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan
fermentasi. Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap
perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu berguna agar biji kedelai
dapat dengan mudah menyerap air sebanyak mungkin.
8

Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi
dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat
dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas
kulit biji. Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah
untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat
secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi.
Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada
air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus sp. Bila pertumbuhan
bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis, asam
perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini
ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-
bakteri beracun. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran
yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu
asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi. Inokulasi
dapat dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru.
Inokulum yang digunakan dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan
pada daun waru atau daun jati yang juga disebut dengan usar dan umumnya
digunakan secara tradisional, spora kapang tempe dalam medium tepung terigu,
tepung beras, ataupun tepung tapioka, ataupun kultur Rhizopus oligosporus murni
yang umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia. Inokulasi ini dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu pertama dengan cara penebaran inokulum pada
permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur
merata sebelum pembungkusan. Keduan, inokulum dapat dicampurkan langsung
pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam
wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat
digunakan, misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan
baja, asalkan dapat di memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe
membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik
biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang
sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini
9

kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya


menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20C37C selama 1836
jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang
menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses
tradisional menggunakan laru dari dedaunan yang biasanya membutuhkan waktu
fermentasi dengan waktu yang sampai 36 jam.
Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam ragi atau laru tempe
yangdapat digunakan dalam proses fermentasi agar dapat dihasilkan produk tempe
dengan kualitas yang tinggi. Secara tradisional para pengrajin membuat laru
tempe dengan menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut di iris-iris
tipis, dikeringkan, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai
bahan inokulum dalam proses fermentasi. Laru lain yang sering dipakai adalah
miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe. Salah satu macam laru dari
Jawa Tengah disebut usar, dibuat dengan cara membiarkan spora kapang dari
udara tumbuh pada kedelai matang, yang ditaruh antara dua lapis daun waru dan
daun jati atau daun pisang bekas pembungkus tempe. Setelah itu laru diremas-
remas lalu dicampurkan ke dalam biji kedelai yang hendak dilakukan peragian.
Untuk satu kilo kedelai diperkirakan membutuhkan 2 atau 3 lembar daun yang
mengandung laru. Dalam prakteknya terjadi kesulitan memperoleh laru daun
karena laru daun tidak dapat disimpan lama dan jumlah pemakaian sulit
dipastikan. Oleh karena itu banyak pengrajin tempe membeli laru buatan
berbentuk tepung di pasar. Bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat laru
adalah beras, terigu dan air bersih. Air bersih dipakai juga dalam proses produksi
tempe untuk mencuci serta merebus biji kedelai sebelum proses fermentasi. Bahan
pembungkus tempe adalah daun pisang maupun plastik berlubang-lubang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar
diperoleh hasil yang baik ialah kedelai yang akan digunakan harus memiliki
kualitas baik (tidak busuk) dan tidak kotor. Selanjutnya, khamir yang digunakan
harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung bakteri penyakit. Cara
pengerjaannya harus bersih. Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih
aktif (bila diremas membentuk butiran halus atau tidak menggumpal). Jasad renik
10

atau mikroorganisme adalah makhluk hidup yang terdiri dari satu atau beberapa
kumpulan sel dengan ukuran beberapa mikron (1 mikron = 0,001 mm). Saking
kecilnya, mahluk ini tidak dapat dilihat dengan mata biasa, hanya bisa dilihat
melalui mikroskop berukuran tertentu. Jasad renik bisa disebut juga sebagai
bakteri. Di dalam tubuh, terutama dalam proses enzimatik, jasad renik ini
memiliki peran di dalam proses perubahan senyawa organik (karbohidrat, protein
dan lemak) menjadi energi dan senyawa anorganik. Jadi tidaklah mengherankan
kalau bahan makanan sejak bahan baku sampai menjadi bahan makanan yang siap
di makan tidak terbebas dari dari kehadiran jasad renik, baik yang memang jelas
menguntungkan maupun yang merugikan. Keuntungan yang diberikan oleh jasad
renik dalam berbagai macam proses adalah berperan didalam proses fermentasi.
Tempe, kecap, oncom, taoco, sosis, keju, tapai, bir, brem, anggur adalah beberapa
jenis makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi yang biasa pula dikenal
dengan istilah peragian. Ada beberapa jasad renik yang bertugas dalam proses
peragian. Diantaranya, Rhizopus oligosporus dan Rhizopus tolonifer digunakan
untuk mengubah kacang kedelai menjadi tempe. Endomycopsis fibuligera juga
mempunyai kemampuan untuk mengubah tepung pati menjadi gula.
Endomycopsis fibuligera sangat dibutuhkan dalam pembuatan tapai singkong,
tapai ketan dan lainnya. Ada juga Rhizopus oryzae yang sanggup dengan
mengubah gula menjadi alkohol, disini ia banyak dimanfaatkan untuk dipakai
dalam pembuatan produk lainnya seperti bir, brem, atau minuman anggur.
Manfaat lain adalah meningkatkan gizi makanan. Terjadi pada pembuatan tempe
maupun bahan makanan lainnya seperti oncom, taoco, terasi dan sebagainya.

3.4. Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe


Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat
menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif
(aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu
tempe juga mengandung zat anti bakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,
pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Komposisi gizi tempe baik
kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan
dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
11

kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih
mudah dicerna didalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh
karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur
(dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan
pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan
terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai
efisiensi protein, serta skor proteinnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh
dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan
anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe,
pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan penderita
penyakit diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi
tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa
penyebab timbulnya suatu gejala flatulensi.
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk
meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari
yang terdiri dari nasi, jagung, meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.
Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi
200 gram nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-
tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah baik untuk diberikan pada anak balita.
Sehingga dengan makan tempe goreng telah memenuhi kebutuhun kalori. Berikut
ini adalah kandungan zat yang terdapat dalam tempe yang dapat bermanfaat
misalnya asam lemak. Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya
peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam
lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat
jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami
penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam
linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek
penurunan kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif
sterol dalam tubuh. Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu larut
12

air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Jenis vitamin
yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin),
asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12
(sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani
dan tidak dijumpai pada makanan nabati, namun tempe mengandung vitamin B12
sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan
pangan nabati seperti sayuran, buah, dan biji. Kenaikan kadar vitamin B12 paling
mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33
kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-
14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2
kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri
kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii. Kadar
vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram
tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12
seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak
perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, jika sepanjang makanan
pokok keseharian mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.
Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05
mg setiap 100 g tempe. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan
menguraikan suatu asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) untuk menjadi
fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu
(seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk
dimanfaatkan tubuh. Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam
bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, iso-flavon juga
merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas tubuh. Dalam kedelai terdapat tiga jenis iso-flavon,
yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis
isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon)
yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan iso-flavon di
dalam kedelai. Antioksidan ini juga dapat disintesis yang pada saat terjadinya
13

proses fermentasi kedelai yang memang menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus
luteus dan Coreyne bacterium. Penuaan atau aging dapat dihambat bila dalam
makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup.
Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam
jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.
Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat,
menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata
dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota yang
banyak menghasilkan enzim protease. R. oligosporus banyak ditemui di tanah,
buah, dan sayuran yang membusuk, serta roti yang sudah lama. R. oligosporus
sering dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang
kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah
fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro
sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh.
Maka dari itu, tempe ini sangat banyak sekali keuntungan yang akan kita dapat
apabila kita mengonsumsinya. Beberapa manfaat dari R. oligosporus antara lain
meliputi aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotik alami yang
secara khusus dapat melawan bakteri gram positif, biosintesa vitamin-vitamin B,
kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora,
dan penetrisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.

Anda mungkin juga menyukai