Anda di halaman 1dari 5

ILMU PENGETAHUAN ISLAMI SEBAGAI KRITIK TERHADAP ILMU

PENGETAHUAN MODERN
(Studi komparatif Tradisionalisme Seyyed Hossein Nasr dan Islamisasi Ilmu
Pengetahuan Syed Muhammad Naquib Al Attas)

A. Latar Belakang
Peradaban Barat merupakan peradaban yang dianggap paling maju dan dijadikann
sebagai barometer kemajuan bagi masyarakat Timur. Modernisasi dalam kehidupan
dan globalisasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat di Barat.
Rasionalisme, empirisme dan positivisme benar-benar telah menyingkirkan pengaruh
dogma agama dalam kehidupan masyarakat Barat. Tuhan yang menjadi pusat
segalanya sejak Gereja Kristen berkuasa dari abad ke-4 sampai abad ke-14, mulai
tergantikan dengan cara pandang saintifik. Sampai pada akhirnya secara global hal ini
melanda segala aspek kehidupan masyarakat Barat dalam beragama dan bersosial.1

Jauh sebelum hal diatas terjadi, Gereja Kristen merupakan institusi dominan yang
menguasai masyarakat Kristen Barat. Dominasi ini dimulai sejak Gereja Kristen
berkuasa pada tahun 476 M, menggantikan kekuasaan Imperium Romawi Barat yang
runtuh. Segala aspek kehidupan masyarakat Barat tersentuh oleh Gereja. Gereja
mampu memberikan jawaban spiritualis tentang konsep kehidupan dan kematian
kepada mereka. Dengan pengaruh yang luas ini, Gereja mampu memperluas
pengaruhnya secara global hingga melunturkan kepercayaan tradisional masyarakat
Eropa.2 Dalam tulisannya, Hutton Webster menjelaskan bahwa Gereja memfokuskan
segala kegiatannya untuk peribatadan, berderma dan memperjuangkan perdamaian.3

Zaman ini juga disebut dengan Zaman Kegelapan. Pada zaman ini masyarakat
Eropa merasa terkekang dalam ikatan Gereja Kristen. menyalahgunakan kekuasaan,
menganggap sebagai wakil Kristus sehingga memiliki otoritas penuh dan merasa
tidak pernah salah adalah sisi negatif dari para tokoh Gereja. Para ilmuwan

1
Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam (Ponorogo: Centre for Islamic and Occidental
Studies, 2008) Hal. 5.
2
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005) Hal. 30-33.
3
Hutton Webster, World History (Boston: D.C. Heath & Co., Publisher, 1921) Hal. 204-205.
diharuskan tunduk dengan dogma dan otoritas Gereja. Copernicus (1473-1543. dan
Galileo Galilei (1546-1642. adalah contoh para ilmuwan yang berseberangan
pendapat dengan Gereja sampai pada akhirnya mereka dikucilkan.4

Banyaknya pemberontakan dari para ilmuwan juga diikuti oleh para agamawan.
Reformasi protestan mengakibatkan Gereja menjadi hancur dan menimbulkan
perpecahan antara Gereja dengan masyarakat Eropa. Bahkan pada akhirnya, pikiran
radikal mulai bermunculan, mempertanyakan keabsahan Gereja, segala hal tentang
teologi, hierarki, sejarah dan kegiatannya dianggap telah keluar dari agama Kristen
yang sebenarnya.5

Setelah runtuhnya pengaruh Gereja, Barat mengalami trauma besar terhadap


semua agama, tidak hanya Kristen. Mereka mulai beralih kepada fisafat sains. Hal ini
terbukti membawa kemajuan dengan munculnya Renaissance di Italia, Revolusi
Perancis dan juga Revolusi Industri di Inggris. Periode inilah dimana agama menjadi
hal yang ditinggalkan sedangkan teknologi dan industri semakin dikembangkan. 6
Globalisasi merupakan suatu proses yang mana bangsa-bangsa lain harus menerima
kultur dan tradisi modern yang berkembang di barat.

Perubahan pandangan hidup dari ketuhanan ke saintifik mempengaruhi pola pikir


masayarakat Barat. Kemajuan yang dicapai sains modern telah membawa pengaruh
yang menakjubkan, namun disisi lain juga membawa dampak yang negatif, karena
sains modern (Barat) kering nilai bahkan terpisah dari nilai agama. Disamping itu,
islamisasi ilmu pengetahuan juga merupakan reaksi atas krisis sistem pendidikan
yang dihadapi umat islam, yakni adanya dualisme sistem pendidikan islam dan
pendidikan modern (sekuler)yang membingungkan umat islam.

Gagasan awal islamisasi ilmu pengetahuan muncul pada saat konferensi dunia
pertama tentang pendidikan muslim di Makkah, pada tahun 1977 yang diprakarsai
oleh King Abdul Aziz University. Ide islamisasi ilmu pengetahuan dilontarkan oleh
Ismail Raji al-Faruqi dan Muhammad Naquib al-Attas. Menurut al-Attas bahwa
tantangan terbesar yang dihadapi umat islam adalah tantangan pengetahuan yang
4
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Hal. 38-48.
5
Graham E. Fuller, Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam (Bandung: Mizan, 2014) Hal. 152-53.
6
Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam, Hal. 7-9.
disebarkan keseluruh dunia islam oleh peradaban Barat. Menurut al-Faruqi bahwa
sistem pendidikan islam telah dicetak dalam sebuah karikatur Barat, dimana sains
Barat telah terlepas dari nilai dan harkat manusia dan nilai spiritual dan harkat dengan
Tuhan.

Bagi al-Faruqi, pendekatan yang dipakai adalah dengan jalan menuang kembali
seluruh khazanah sains Barat dalam kerangka islam, yaitu penulisan kembali buku-
buku teks dan berbagai disiplin ilmu dengan wawasan ajaran islam. Sedang menurut
al-Atas adalah dengan jalan pertama-pertama sains Barat harus dibersihkan dulu dari
unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran islam, kemudian merumuskan dan
memadukan unsur islam yang esensial dan konsep-konsep kunci sehingga
menghasilkan komposisi yang merangkun pengetahuan inti. Bahkan dewasa ini
muncul pendekatan baru, yaitu merumuskan landasan filsafat ilmu yang islami
sebelum melakukan islamisasi pengetahuan.

Sejalan dengan kedua tokoh di atas, Seyyed Hossein Nasr menganjurkan visinya
tentang islamisasi baru yang dijauhkan dari matrik sekuler dan humanistik (dari sains
modern). Ia mengkritik sains Barat karena menyebabkan kehancuran alam dan
manusia. Oleh karena itu, Nasr menganjurkan agar semua aktivitas keilmuan harus
tunduk kepada norma agama dan hukum-hukum suci islam. Tetapi, Nasr tidak
merinci langkah selanjutnya islamisasi sains. Ia cenderung menggambarkan prinsip
umum dari bangunan sains yaitu agar tidak terpisah dari muatan nilai agama.

Tradisionalisme Nasr dan Islamisasi ilmu pengetahuan memiliki konsep untuk


mengembalikan sains kepada nilai-nilai yang ada.

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah pada permasalahan yang dituju
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka masalahnya dapat rumuskan sebagai
berikut:

1. Bagaimanakah konsep Tradisionalisme Seyyed Hossein Nasr dan Islamisasi Ilmu


Pengetahuan Syed Muhammad Naquib al-Attas?
2. Apakah persamaan dan perbedaan yang ada dalam konsep Tradisionalisme Seyyed
Hossein Nasr dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Syed Muhammad Naquib al-
Attas?
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Penelitian
a. Penelitian ini untuk mengetahui konsep Tradisionalisme Seyyed
Hossein Nasr dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Syed Muhammad
Naquib al-Attas.
b. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
yang ada dalam konsep Tradisionalisme Seyyed Hossein Nasr dan
Islamisasi Ilmu Pengetahuan Syed Muhammad Naquib al-Attas.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian terhadap konsep Tradisionalisme Seyyed Hossein Nasr
dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Syed Muhammad Naquib al-Attas , perlu kiranya
membahas tentang studi-studi yang pernah dibahas sebelumnya. Hal ini dimaksudkan
untuk menjadikan relevansi dan sumber-smber yang akan dijadikan pedoman dan
rujukan untuk penelitian ini dan agar tidak menjadi bahan duplikasi terhadap
penelitian ini.
1. Islamization of Knowledge: A Comparative Analysis of the Conception of Al-
Attas and Al-Faruqi karya Rosnani Hashim dan Imran Rossidy. Dalam jurnal
ini dijelaskan bahwa baik Al-attas maupun Al-Faruqi berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan tidaklah netral atau bebas nilai, sehingga Islamisasi ilmu
pengetahuan merupakan sebuah kemungkinan. Dasar dari Islamisasi ilmu
pengetahuan adalah berpusat pada tuhan, Al-Faruqi lebih rinci lagi dengan
dasar tauhid. Perbedaan mendasar dari dua konsep diatas adalah bahwa Al-
Attas melakukan dua hal yaitu penyaringan dan penyerapan. Sedangkan al-
Faruqi menggunakan metode perpaduan antara ilmu sekuler dan ilmu Islam.
dalam tulisan ini dipaparkan secara rinci konsep mereka berdua. Secara
epistimologi dan metodologi, Al-Attas lebih maju selangkah dan lebih siap
dengan gagasan Islamisasi Ilmu pengetahuan.
2. Islamization of Knowledge: An exploratory study of concepts, issues and
trends karya Md. Helal Uddin dan Manjurul Alam Mazumder. Dalam jurnal
ini, konsep Islamisasi ilmu pengetahuan dijelaskan sangat rinci dan detail.
Penulis merumuskan SWOT (strength, weakness, opportunity and threat)
yaitu faktor-faktor yang mengakibatkan efek positif dan negatif dalam proses
islamisasi ilmu pengetahuan. Kemudian penulis juga merumuskan faktor-
faktor eksternal yang akan berdampak baik positif maupun negatif dalam
pelaksanaan islamisasi ilmu pengetahuan. Penulis menjelaskan bahwa masih
banyak yang perlu dikerjakan seperti pengkategorian subjek, penciptaan
istilah-istilah yang sesuai, bahkan renovasi total diperlukan untuk mendukung
konsep ini.
3. Islamization of Knowledge: An Agenda for Muslim Intellectuals karya
Muhammad Amimul Ahsan, Dr. Abul Kalam Mohammad Shahed & Afzal
Ahmad. Dalam artikel ini dijelaskan sejak awal tentang konsep islamisasi
ilmu pengetahuan. Penulis menyguhkan kritik dari beberapa intelektual
muslim seperti Fazlur Rahman, Sardar dan lain-lain. Kritik banyak ditujukan
secara khusus kepada International Islamic Thought, menurut Sardar bahwa
sebuah gagasan baru diperlukan untuk melawan modernisme, namun
Islamisasi ilmu pengetahuan bukanlah solusi. Fazlur Rahman juga
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan bersifat netral, sehingga tidak perlu ada
islamisasi. Kata islamisisasi ilmu pengetahuan merupakan sebuah perlawanan
tanpa persiapan. Jurnal ini memuat sejarah awal islamisasi ilmu pengetahuan
dari sudut pandang al-Faruqi. Sayangnya, penulis tidak membahas konsep
yang ditawarkan oleh al-Attas. Konsep milik al-Attas memiliki metodologi
yang kuat dan dalam, sehingga bisa dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai