Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara peyakit


tidak menular yang akan meningkat jumlahya di masa yang akan datang. Diabetes
Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelaianan sekresi insulin, kerja
insuli atau kedua-duanya.1

Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita
diabetes di atas usia 20 tahun berjumlah 150 juta jiwa dan dalam kurun waktu 25
tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta
jiwa.1

Di Indonesia sendiri WHO memperkirakan kenaiakan pendeita diabetes


dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000, menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun
2030.2

Meningkatnya prevalensi diabetes di beberapa negara berkembang,


diakibatkan peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan. Peningkatan
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar,
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit
jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain.1

Peningkatan insiden diabetes ini tentu akan diikuti oleh meningkatnya


kemungkinan terjadinya komplikasi akut maupun kronik. Ketoasidosis diabetik
(KAD) dan koma Hiperosmolar non Ketotik (HONK) merupakan komplikasi akut
atau emergensi diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan atau
penanganan gawat darurat. Sedangkan komplikasi kronik berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFENISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010. Diabetes


melitus didefenisikan sebagai suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan kondisi hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.2,3

2.2. PATOFISIOLOGI

2.2.1 Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya.
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan
sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula
yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie,
Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya.1,4
Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat
beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-
sel memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel memproduksi hormon
somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan otoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel .4
Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas
langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain
defisiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1
juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon
yang berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia
akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini
tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan
hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita
DM Tipe 1 mengalami KAD apabila tidak mendapat terapi insulin.4

2
2.2.2 Diabetes Tipe 2

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang


berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di
dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin. Resistensi insulin
banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai
akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.4
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun
demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel Langerhans secara otoimun
sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi
insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab
itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.4

2.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya
terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar
dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak
dan rendah serat, serta kurang olah raga.1,4
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama.
Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang
merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.1,4
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes
selayaknya waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas
kesehatan, dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya
memberi perhatian kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk
melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar

3
tidak terlambat memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi
diabetes melitus diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan
kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi.4

2.4. GEJALA KLINIS


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal
yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air
kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain
itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh
terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali
sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.2,3

2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita
antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.1,4
Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
> 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan
diagnosis DM.4
Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut
dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang
abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang
abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral
didapatkan kadar glukosa darah >200 mg/dL.4

2.6. PENATALAKSANAAN

4
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu:4
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes.
Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila
dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat
dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi obat hipoglikemik
oral atau terapi insulin, atau kombinasi keduanya.2,4
2.6.1 Terapi non Farmakologis
a) Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah
dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki
respons sel-sel terhadap stimulus glukosa.
b) Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
Training). Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain
jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya.
Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit

5
per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri
pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah
dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.4

2.6.2 Terapi Farmakologis


Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga)
belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu
dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam
bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
1. Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea dan glinid.

2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: biguanid dan tiazolidindion.

3. Penghambat glukoneogenesis : biguanid

4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa


(acarbose).

5. DPP-IV inhibitor

b. Insulin
Insulin perlu diberikan pada pasien yang mengalami :

Penurunan berat badan yang cepat.

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.

Ketoasidosis diabetik.

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).

Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.

6

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.4

2.7. KOMPLIKASI AKUT


Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang
sering terjadi dan harus diwaspadai.3

2.7.1 Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa
pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi
gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran.
Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl,
walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia
pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu
rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak
dapat berfungsi bahkan dapat rusak.
Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila
penderita:
Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)
Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau
ahli gizi
Berolah raga terlalu berat
Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada
Seharusnya
Minum alkohol
Stress
Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia
Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila
penderita mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:

7

Dosis insulin yang berlebihan

Saat pemberian yang tidak tepat

Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik
berlebihan

Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap
insulin, misalnya gangguan fungsi adrenal atau hipofisis.1,4

2.7.2 Ketoasidosis Diabetik (KAD)


1. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik
yang ditandai oleh trias : hiperglikemi, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD merupakan salah satu komplikasi
akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan penanganan gawat darurat.
Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan
sampai menyebabkan syok.1
2. Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan di mana terdapat defisiensi insulin absolut dan
relatif serta peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan). Keadaan ini dapat menyebabkan produksi
glukosa di hati meningkat dan penyerapan glukosa oleh sel tubuh menurun.1,3

Walupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis


tubuh terus beraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak
sehingga terjadi hiperglikemi.kombinasi difisiensi insulin dengan peningkatan
kadar hormon kontra regulator mengaktifasi hormon lipase sensitif pada jaringan
lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi
benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Sedangkan akumulasi
produksi benda keton oleh sel hati menyebabkan asidosis metabolik.1

Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa kedalam sel,


memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat
lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat
glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus

8
krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan
adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel.1

3. Faktor Pencetus
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD
adalah :1,3

Infeksi

Infark miokard akut

Pangkreatitis akut

Penggunaan obat golongan steroid

Mengurangi dosis atau menghentika insulin.

4. Diagnosis
Langkah pertama yang harus di ambil pada pasien KAD terdiri dari
anamnesa seperti adanya keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului
KAD serta di dapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi.
Derajat kesadaran pasien dapat di jumpai dari delirium sampai koma. Bila di
jumpai kesadaran koma perlu diperkirakan penyebab penurunan kesadaran lain.1
Langkah berikutnya pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan
terutama memperhatikan patensi jalan nafas, karena pada pasien KAD dapat di
jumpai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagai drajat dehidrasi (turgor
kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai syok
hipovolemik.1
Pemeriksaan Lab yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan
adalah pemeriksaan kadar gula darah dan pemeriksaan urin untuk melihat secara
kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin.1
5. Penatalaksanaan
Perinsip prinsip penatalaksaan KAD adalah :1,3

1. Penggantian cairan dan garam yang hilang

9
2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin

3. Mengatasi faktor pencetus yang menyebabkan KAD

4. Mengembalikan keadaan fisiologis dan menyadari pentingnya pemantauan


serta penyesuaian pengobatan .

2.7.3 Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)

1. Definisi
Hiperosmolar non ketotik (HONK) adalah komplikasi akut dari/emergensi
diabetes melitus yang di tandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai
adanya ketosis.1
2. Patofisiologi
Faktor yang memulai timbulnya HONK adalah diuresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat drajat kehilangan air.
Pada keadaan normal ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di atas ambang
batas tertenu. Namun demikian, penurunan volume intravaskular atau peyakit
ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerulus,
menyebabkan kadar glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak
menyebabkan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan
kadar glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin.1,2
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan
tidak dikompensasikan dengan masukan cairan peroral makan akan timbul
dehidrasi dan kemudian hopovolemia. Hipovolemia akan menyebabkan hipotensi
dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma
merupakan suatu stadium terakhir dari proses hiperglikemi ini, dimana telah
timbul gangguan elektrolit bera dalam kaitannya dengan hipotensi.1,3
3. Faktor Pencetus
HONK biasanya terjadi pada orang tua degan diabetes melitus, yang
mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makan.
Faktor pencetus dapat di bagi menjadi 6 kategori:1,2,3

10
1. Infeksi
a. Selulitis
b. Infeksi gigi
c. Pneumonia
d. Sepsis
e. ISK
2. Pengobatan
a. Obat kemoterapi
b. Antagonis kalsium
c. Klorpromazin
d. Dll
3. Noncomplience
4. DM tidak terdiagnosis
5. Penyalahgunaan obat
a. Alkohol
b. Kokain
6. Penyakit penyerta
a. Infark Miokard Akut
b. Tumor yang menghasilkan hormon adrenokortikotropin
c. Sindroma cushing
d. dll
4. Diagnosis
Keluhan pasien HONK adalah rasa lemah, gangguan penglihatan, atau
kaki kejang, dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang
di bandingkan KAD. Kadang pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti
letargi, disorientasi, hemiperesis, dan kejang atau koma.1
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti
turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas
yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah.1
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HONK adalah kadar
glukosa darah yang sangat tinggi (>600mg/Gl) dan osmolaritas serum tinggi
(>320mOsm/kgH2O) disertai dengan keton ringan ataupun tidak ada.1

11
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HONK meliputi 5 pendekatan :1,3
1) Rehidrasi intrvena agresif
2) Penggantian elektrolit
3) Pemberian insulin intravena
4) Diagnosis dan menejemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5) Pencegahan

2.8 KOMPLIKASI KRONIK


2.8.1 Makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD),
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral
vascular disease = PVD).
2.8.2 Mikrovaskular
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi
(termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah
dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal
inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara
lain retinopati, nefropati, dan neuropati.

BAB III
KESIMPULAN

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai


dengan kondisi hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes tipe-1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit
populasinya. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena

12
kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun.
Berbeda dengan DM Tipe-1, DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor
penyebab yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan


morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu: 1). Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran
normal, 2). Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes.
Peningkatan insiden diabetes ini tentu akan diikuti oleh meningkatnya
kemungkinan terjadinya komplikasi akut maupun kronik. Ketoasidosis diabetik
(KAD) dan koma Hiperosmolar non Ketotik (HONK) merupakan komplikasi akut
atau emergensi diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan atau
penanganan gawat darurat. Sedangkan komplikasi kronik berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.

REFERENSI

Sudoyo, A, dkk, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Pusat
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta :1857-1880
Inhealth, 2014, Diabetes Melitus, Edisi ke-3, Available From : www.inhealth.co.id
{accesed 22 Oktober 2016}

13
Tanto, C., 2014, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4, Jilid I, Fakultas Kedokteran
Indonesia, Media Aesculapius, Jakarta ;777-799
DEPKES RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Ny. H
Usia : 75 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

14
Agama : Islam
Alamat : Gunung Tua
Tanggal Masuk RS : 19 September 2016
No RM : 49.19.01
2. ANAMNESA
KU : Penurunan kesadaran
Telaah : hal ini dialami os 1 jam Sebelum masuk rumah sakit,sebelumya
os mengeluhkan seluruh tubuh lemas, sakit perut, tidak bisa BAK dan tiba-
tiba pingsan.
RPT : Os menderita DM sejak > 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol
RPO : Glibenklamid jarang dipakai
3. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT

Kesadaran : prekoma Anemis : (-/-)

TD : 140/110 mmHg Ikterik : (-/-)

HR : 76 x/i Dyspnoe : (-)

RR : 40 x/i Sianosis : (-)

Temp : 36,9Oc Oedem : (-)

STATUS LOKALISATA

Kepala
o Mata : RC (+/+), pupil : isokor kanan dan kiri

o T/H/M : Dalam batas normal

Leher : KGB dalam batas normal

15
Thorax
o Inspeki : simetris

o Palpasi : stem fremitus simetris kanan dan kiri

o Perkusi : sonor kedua lapangan paru

o Auskultasi : SP : Vesikuler

ST : Ronkhi (-), Wheezing (-)

Abdomen
o Inspeksi : Simetris

o Palpasi : nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba

o Perkusi : Tympani

o Auskultasi : pristaltik usus (+) Normal

Ekstremitas
o Atas : dalam batas normal

o Bawah : tampak ulkus pada kaki kiri

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah Rutin

Hb : 15,5 g/dL

Leukosit : 17.800 mg/dL

Eritrosit : 5,46 juta/mL

Ht : 42,5 %

Trombosit : 240.000 mg/dL

Fungsi Hati

SGOT : 8 U/I

SGPT : 14 U/I
Fungsi Ginjal

16
Ureum : 48 mg/dL

Kreatinin : 3,5 mg/Dl


Kadar Gula Darah

KGD add : 567 mg/dL

5. DIAGNOSA

Penurunan Kesadaran ec Hiperosmolar non Ketotik

6. PENATALAKSANAAN
- O2 2-4 L/i
- NGT dan Kateter terpasang
- Ivfd NaCl 0,9% cor 2 flash
- Inj Ceftriaxon 1gr / 12 jam
- Inj Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Rawat inap ICU

Konsul dr. Andri Iskandar Mardia, Sp.PD

Follow up Senin 19 September 2016


S : Penurunan kesadaran
O : Kesadaran : prekoma Anemis : (-/-)
TD : 140/110 mmHg Ikterik : (-/-)

17
HR : 76 x/i Dyspnoe : (-)
RR : 40 x/i Sianosis : (-)
Temp : 36,9Oc Oedem : (-)
Ekstremitas : tampak ulcus pada kaki kiri
A : - Penurunan kesadaran ec HONK
- Ulcus diabetikum
- Diabetic Nefropati
P : - O2 2-4 L/i
- Ivfd NaCl 0.9% cor 1 flash 20 gtt/i
- Inj Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Inj Novorapid 10 IU/ jam
Sampai KGD 250 mg/Dl pantau KGD/ jam
- Keto G 3x1 tab
- GV/hari polymem

Follow up Selasa 20 September 2016


S : Penurunan kesadaran
O : Kesadaran : prekoma Anemis : (-/-)
TD : 130/90 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 82 x/i Dyspnoe : (-)
RR : 34 x/i Sianosis : (-)
Temp : 36,6Oc Oedem : (-)
Ekstremitas : tampak ulcus pada kaki kiri
A : - Penurunan kesadaran ec HONK
- Ulcus diabetikum
- Diabetic Nefropati
P : - O2 2-4 L/i

18
- Ivfd NaCl 0.9% 20 gtt/i
- Inj Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Inj Novorapid 10 IU/ jam
- Keto G 3x1 tab
- GV/hari polymem
KGD add terakhir : 352 mg/dL
Os di rujuk ke RS Pirngadi Kota Medan

19

Anda mungkin juga menyukai