Anda di halaman 1dari 19

PENYAKIT PULPA ( PULPITIS )

Telah diketahui bahwa secara histologis jaringan pulpa mempunyai fungsi induktif, formatif, nutritif,
defensif dan sensatif. Adapun pengertian dari masing-masing fungsi tersebut adalah:
- Fungsi Induksif: yaitu pulpa berpartisipasi dalam induksi dan pengembangan odontoblas dan dentin.
Bila ini terbentuk maka menginduksi pembentukan enamel.
- Fungsi Formatif: yaitu fungsi odontoblas yang khusus dalam pembentukan dentin
- Fungsi Nutritif: yaitu mensuplai nutrisi dalam rangka pembentukan dentin lewat tubulus dentin.
- Fungsi Defensif: oleh odontoblas akan mempengaruhi dentin terhadap rangsangan dan oleh sel-sel
radang yang memiliki imunokompeten terhadap respon radang dan imunologik
- Fungsi Sensatif: yaitu melalui sistem saraf mengirim rangsangan ke SSP yang manifestasinya berupa
rasa nyeri.

Salah satu fungsi utama jaringan pulpa adalah formatif yang diperankan oleh odontoblas untuk
membentuk dentin primer, sekunder maupun dentin reparatif. Dentin primer terbentuk di saat gigi
dalam pertumbuhan, dentin sekunder terbentuk setelah gigi erupsi, sedangkan dentin tersier atau
reparatif dibentuk sebagai repons terhadap rangsangan.
Jaringan pulpa mudah merespon dengan adanya rangsangan, baik rangsangan fisis, kimia maupun
bakteri. Jaringan pulpa membentuk dentin reparatif sebagai respon, selain itu juga menimbulkan rasa
nyeri yang merupakan sinyal sebagai tanda bahwa jaringan pulpa dalam keadaan terancam. Oleh karena
adanya hubungan timbal balik antara jaringan pulpa dan periapikal, maka jaringan pulpa yang
mengalami keradangan dan tidak dirawat atau perawatannya kurang baik maka penyakit pulpa dapat
menjalar ke daerah periapikal.

Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab, klasifikasi dan mekanisme penyakit pulpa,
yang sangat diperlukan untuk menentukan rencana perawatan saluran akar yang akan dilakukan.

II.1. Faktor-faktor penyebab penyakit pulpa


Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit pulpa dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A. Mekanis
1. Trauma
a. Kecelakaan (olah raga kontak)
b. Prosedur gigi iatrogenik (pemasangan alat ortho pada gigi, preparasi gigi atau
mahkota, dan lain-lain)
2. Pemakaian patologik (atrisi, abrasi, dll)
3. Retak melalui badan gigi (sindroma gigi retak)
4. Perubahan barometrik (barodontalgia)
B. Termal
1. Panas berasal dari preparasi kavitas pada kecepatan rendah atau tinggi
2. Panas eksotermik karena menjadi kerasnya (setting) semen.
3. Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang dalam tanpa suatu bahan dasar protektif
4. Panas friksional (pergesekan) yang disebabkan oleh pemolesan restorasi
C. Listrik (arus galavanik dari tumpatan metalik yang tidak sama)

II.1.2. Kimiawi
A. Asam fosfat, monomer akrilik, dll
B. Erosi (asam)

II.1.3. Bakterial
A. Toksin yang berhubungan dengan karies
B. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma
C. Kolonisasi mikrobial di dalam pulpa oleh mikro organisme bloodbone (anakerosis)

II.2. Mekanisme Terjadinya Inflamasi Pulpa


Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa dapat
terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan
iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan
dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman). Namun kebanyakan inflamasi pulpa
disebabkan oleh kuman dan merupakan kelanjutan proses karies, dimana karies ini proses kerusakannya
terhadap gigi dapat bersifat lokal dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa
makanan, dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan di
daerah enamel yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa.

Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies yaitu:


1. Penurunan permebilitas dentin
2. Pembentukan dentin reparatif
3. Reaksi inflamasi secara respons immunologik

Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis.
Radang adalah merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah, syaraf dan cairan sel di
jaringan yang mengalami trauma.

II.3. Klasifikasi Penyakit Pulpa


Kalsifikasi penyakit pulpa telah banyak dibuat dan beberapa kali mengalami penyempurnaan, dengan
tujuan untuk memudahkan dalam menentukan rencana perawatan secara tepat sehingga didapatkan
hasil perawatan yang optimal.

Klasifikasi Menurut Grossman (1988) sebagai berikut:


I. Pulpitis (inflamasi)
A. Reversibel
1. Dengan gejala/simtomatik (akut)
2. Tanpa gejala/asimtomatik (kronis)
B. Irreversibel
1. Akut
a. Luar biasa responsif terhadap dingin
b. Luar biasa responsif terhadap panas
2. Kronis
a. Tanpa gejala dengan terbukanya pulpa
b. Pulpitis hiperplastik
c. Resorpsi internal
II. Degenerasi pulpa
A. Mengapur (kalsifikasi)/diagnosis radiografik
B. Lain-lain (diagnosa histopatologik)
Penegakan Diagnosis
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pada umumnya merupakan informasi pertama yang dapat diperoleh. Keluhan ini
berupa gejala atau masalah yang dirasakan pasien dalam bahasanya sendiri yang berkaitan
dengan kondisi yang membuatnya cepat-cepat dating mencari perawatan. Keluhan utama
hendaknya dicatat dengan bahasa apa adanya menurut pasien.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 72)

2. Riwayat Kesehatan Umum


Suatu riwayat kesehatan umum yang lengkap bagi pasien terdiri atas data demografis rutin,
riwayat medis, riwayat dental, keluhan utama, dan sakit yang sekarang diderita.
a. Data Demografis
Data demografis mengidentifikasi karakteristik pasien.
b. Riwayat Medis
Karena suatu riwayat medis tidak dimaksudkan sebagai pemeriksaan klinis lengkap, pertanyaan
medis janganlah terlalu luas. Buatlah formulir pemeriksaan yang berisi penyakit serius yang
sedang dan pernah dialami. Jika ditemukan adanya penyakit fisik atau psikologis yang parah atau
penyakit yang masih diragukan yang mungkin mengganggu diagnosis dan perawatan kita,
lakukanlah pemeriksaan lebih lanjut dan konsultasikan dengan profesi kesehatan lainnya.

c. Riwayat Dental
Riwayat dental merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan sedang diderita.
Informasi ini menyediakan informasi yang sangat berharga mengenai sikap pasien terhadap
kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya. Infromasi demikian tidak hanya berperan
penting dalam penegakan diagnosis, melainkan berperan pula pada rencana perawatan.
Kuesionernya hendaknya berisikan pertanyaan mengenai gejala dan tanda, baik kini maupun di
masa lalu. Pengambilan riwayat dental ini merupakan langkah teramat penting dalam
menentukan diagnosis yang spesifik.(Walton & Torabinejad, 1997 : 72-73)

3. Pemeriksaan Subyektif
Sejumlah infromasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat medis, dan riwayat dental
serta keluhan utama didapatkan dari pemeriksaan subyektif. Banyak pasien yang menunjukkan
tingkatan nyeri yang jelas dan merasa tertekan. Pada umumnya nyeri dan ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh penyakit pulpa dan periradikuler yang parah dapat mempengaruhi kondisi fisik
pasien. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai lokasi, asal nyeri, karakter dan keparahan
nyeri yang dialami. Kemudian pertanyaan lanjutan mengenai spontanitas dan durasi nyeri, serta
stimulus yang merangsang atau meredakan nyeri. Keparahan rasa nyeri dan obat-obatan yang
diminum pasien untuk meredakan nyeri dan keefektifannya juga perlu diketahui.
Makin intens nyerinya, makin besar kemungkinan adanya penyakit irreversible. Nyeri intens
dapat timbul dari pulpitis ieversible atau dari periodontitis atau abses apikalis akut. Nyeri
spontan yang bersama dengan nyeri intens juga mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau
periradikuler yang parah. (Walton & Torabinejad, 1997 : 73-75)

4. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan ekstraoral Penampilan umum, tonus otot, asimetri fasial, pembengkakan,
perubahan warna, jaringan parut ekstraoral, dan kepekaan atau nodus jaringan limfe servikal atau
fasial yang membesar, merupakan indokator status fisik pasien. Pemeriksaan ekstraoral yang
hati-hati akan membantu mengidentifikasi sumber keluhan pasien serta adanya dan luasnya
reaksi inflamasi rongga mulut.

b. Pemeriksaan intraoral
Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot-otot serta semua keabnormalan diperiksa.
Periksa pula mukosa alveolar dan gingival-cekatnya untuk memeriksa apakah ada perubahan
warna, terinflamasi mengalami ulserasi, atau mempunyai saluran sinus. Suatu stoma saluran
sinus biasanya menandakan adanya pulpa nekrosis atau periodontitis apikalis supuratif atau
kadang-kadang abses periodontium.
Gigi geligi diperiksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, karies,
restorasi yang luas, atau abnormalitas lain. Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda
adanya penyakit pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah dilakukan
sebelumnya.
c. Tes klinis
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta tes periodontium selain
tes pulpa dan jaringan periapeks. Hasil satu tes harus dikonfirmasikan dengan tes tambahan yang
lain. Penting untuk diingat bahwa tes-tes ini bukan tes untuk gigi melainkan tes mengenain
respons pasien terhadap berbagai stimuli. Pasien mungkin tidak memahami arti stimuli atau salah
menginterpretasikannya. Oleh karena itu, hasil tes obyektif dan subyektif dan tanda yang
ditemukan tidak konsisten sehingga kadang kadang membingungkan. (Walton & Torabinejad,
1997 : 77-78)

5. Tes Periapeks
a. Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Respons positif yang jelas
menandakan adanya inflamasi periodontium. Karena perubahan inflamasi dalam ligament
periodontium tidak selalu berasal dari pulpa dan dapat diinduksi oleh penyakit periodontium,
hasilnya harus dikonfirmasikan dengan tes yang lain. Cara melakukan perkusi dengan
mengetukan ujung kaca mulut yang dipegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada
permukaan insisal atau oklusal mahkota.
b. Palpasi
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi meluas kearah
periapeks. Respon positif menandakan adanya inflamasi periradikuler. Palpasi dilakukan dengan
menekan mukosa di atas apeks dengan cukup kuat. Pemeriksaan hendaknya memakai juga gigi
pembanding.

c. Tes kevitalan pulpa


Tes dingin menggunakan larutan chlor etil yang dibasahkan pada cotton palate. Respon nyeri
tajam dan sebentar akan timbul baik pada pulpa normal, pulpitis reversible maupun irreversible.
Akan tetapi jika responnya cukup intens dan berkepanjangan, pulpa biasanya telah mengalami
peradangan irreversible. Sebaliknya jika pulpa nekrosis tidak akan memberikan respon.
Tes panas menggunakan gutta percha yang dipanaskan dan diaplikasikan pada permukaan fasial.
Seperti halnya pada tes dingin, nyeri tajam dan sebentar menandakan pulpa vital atau peradangan
reversible. Respon hebat dan tidak cepat hilang adalah pulpitis irreversible. Jika tidak ada respon
menandakan pulpanya nekrosis.
Pengetesan pulpa secara elektrik diaplikasikan pada permukaan fasial untuk menentukan ada
tidaknya saraf sensoris dan vital tidaknya pulpa. Tes ini masih belum sempurna dan mungkun
menghasilkan respons positif dan negative palsu. Metamorphosis kalsium dapat menghasilkan
respons negative palsu. (Walton & Torabinejad, 1997 : 79-81)

6. Pemeriksaan Radiografis
a. Periapeks
Lesi periradikuler yang disebabkan oleh pulpa biasanya memiliki empat karakteristik yaitu (1)
hilangnya lamina dura di daerah apeks, (2) radiolusensi tetap terlihat di apeks bagaimanapun
sudut pengambilannya, (3) radiolusensi menyerupai suatu hanging drop; dan (4) biasanya
nekrosisnya pulpa telah jelas. Lesi radiolusen yang terbentuk sempurna disebabkan oleh hasil
dari suatu pulpa yang nekrosis. Suatu radiolusensi yang cukup besar di daerah periapeks dengan
gigi yang pulpanya vital adalah bukan berasal dari lesi endodonsi melainkan struktur normal atau
penyakit nonendodonsi. Perubahan juga bisa berupa radioopak. Condensing osteitis adalah reaksi
yang jelas terhadap pulpa atau inflamasi periradikuler dan mengakibatkan peningkatan dalam
tulang medulla.
b. Pulpa
Hanya sedikit keadaan patologis khusus yang berkaitan dengan pulpitis ireversibel terlihat secara
radiografis. Suatu pulpa yang terinflamasi dengan aktivitas dentinoklast dapat memperlihatkan
pembesaran ruang pulpa yang berubah abnormal dan merupakan tanda patologis dari resorpsi
interna.kalsifikasi yang menyebar luas dalam kamar pulpa menunjukkan adanya iritasi dengan
derajat rendah yang sudah berjalan lama (tidak harus suatu pulpitis ireversibel.) (Walton &
Torabinejad, 1997 : 83-85)

7. Tes Khusus
a. Pembuangan karies
Pada beberpa keadaan, yang perlu dilakukan untuk menentukan diagnosis yang tepat adalah
penentuan kedalaman penetrasi karies. Keadaan yang sering dijumpai adalah adanya karies
dalam yang terlihat secara radiografis, tidak ada riwayat penyakit, dan pulpa yang memberikan
respons terhadap ter-tes klinis. Semua temuan lain tidak begitu relevan. Tes definitive finalnya
adalah pembuangan karies seluruhnya untuk melihat keadaan pulpanya.
Penetrasi karies ke dalam pulpa menandakan adanya pulpitis irebersible. Karies yang belum
berpenetrasi ke dalam pulpa biasanya menunjukkan suatu pulpitis reversible (walaupun ada
sejumlah pulpa yang mengalami inflamasi irreversible tanpa ada daerah yang terbuka). Gigi
kemudian direstorasi secara nirtrauma.
b. Anastesi selektif
Tes ini berlawanan dengan tes kavitas yang dilaksanakan pada gigi tanpa nyeri maupun gigi yang
disertai gejala. Tes ini bermanfaat pada gigi yang sedang nyeri terutama jika pasien tidak dapat
menentukan gigi mana yang sakit, bahkan tidak dapat pula menentukan lengkung giginya. Jika
dicurigai gigi yang sakit ada di daerah mandibula, anastesi blok mandibula akan
mengkonformasikan paling sedikit region sakitnya apabila nyeri tersebut hilag setelah dianastesi.
c. Transluminasi
Tes ini membantu mengidentifikasi fraktur mahkota vertical karena segmen fraktur dari mahkota
tidak mentransmisikan cahaya secara sama. Transluminasi menghasilkan bayangan gelap dan
abu-abu di daerah fraktur.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 85-87)

III. Nekrosis pulpa


Pada pembagian terdahulu klasifikasi Grossman (1981) masih didapatkan adanya hiperemia pulpa
sebelum infeksi menjalar lebih lanjut ke arah pulpitis, tetapi hal ini telah diperbaharui oleh Grossman di
tahun 1988 seperti klasifikasi tersebut di atas.
Perlu diketahui bahwa pada kasus hiperemia pulpa didapatkan adanya jumlah volume aliran darah ke
pulpa yang cukup banyak tetapi belum terjadi radang, sebenarnya pada keadaan ini sudah mengalami
radang hal ini ditandai dengan adanya perubahan pada pembuluh darah dengan terjadinya peningkatan
permiabilitas dan juga oleh peran mediator kimia. Sejak lapisan enamel mengalami cedera sampai
dentin, telah terjadi perubahan pada jaringan pulpa berupa proses radang yang diawali dengan
vasodilatasi pembuluh darah.
Pengelompokkan penyakit pulpa menurut Walton (1998) agak sedikit berbeda, yaitu sebagai berikut:
1. Pulpitis reversibel
2. Pulpitis Irreversibel
3. Pulpitis hiperplastik
4. Nekrosis pulpa

II.4. Pulpitis Reversibel


Definisi pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan
oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas
dihilangkan. Rasa sakit biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa
yang sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang segera setelah jejas
dihilangkan. Pulpitis reversibel yang disebabkan oleh jejas ringan contohnya erosi servikal atau atrisi
oklusal, fraktur email.
Pulpitis reversibel dapat disebabkan oleh apa saja yang mampu melukai pulpa, antara lain: trauma,
misalnya dari suatu pukulan atau hubungan oklusal yang terganggu; syok termal, seperti yang timbul
saat preparasi kavitas dengan bur yang tumpul, atau membiarkan bur terlalu lama berkontak dengan
gigi atau panas yang berlebihan saat memoles tumpatan; dehidrasi kavitas dengan alkohol atau
kloroform yang berlebihan, atau rangsangan pada leher gigi yang dentinnya terbuka, adanya bakteri dari
karies.
Kadang-kadang setelah insersi suatu restorasi, pasien sering mengeluh tentang sensitivitas ringan
terhadap permukaan temperatur, terutama dingin. Hal ini dapat berlangsung dua sampai tiga hari atau
satu minggu, tetapi berangsur-angsur akan hilang. Sensitivitas ini adalah gejala pulpitis reversibel.
Rangsangan tersebut di atas dapat menyebabkan hiperemia atau inflamasi ringan pada pulpa sehingga
menghasilkan dentin sekunder, bila rangsangan cukup ringan atau bila pulpa cukup kuat untuk
melindungi diri sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya pulpitis reversibel bisa
karena trauma yaitu apa saja yang dapat melukai pulpa. Seperti telah diterangkan di atas bahwa sejak
lapisan terluar gigi terluka sudah dapat menyebabkan perubahan pada pulpa.
Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering
diakibatkan oleh makanan atau minuman dingin daripada panas, tidak timbul secara spontan dan tidak
berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulpitis reversibel dan irreversibel
adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis irreversibel adalah lebih parah dan beralngsung lebih lama.
Pada pulpitis reversibel penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin
atau aliran udara, sedangkan irreversibel rasa sakit dapat datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis
reversibel asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali
setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik.
Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan hingga sedang terbatas
pada daerah dimana tubuli dentin terlibat. Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan
lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah dan adanya sel inflamasi kronis yang secara
imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol dapat dilihat juga sel inflamasi akut.
Pulpitis reversibel yang simtomatik, seacara klinik ditandai dengan gejala sensitif dan rasa sakit tajam
yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa
sakit bila kemasukan makanan, terutama makanan dan minuman dingin. Rasa sakit hilang apabila
rangsangan dihilangkan, rasa sakit yang timbul tidak secara spontan.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis reversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa sakit / nyeri sebentar, dan hilang setelah rangsangan dihilangkan
- Gejala Subyektif: ditemukan lokasi nyeri lokal (setempat), rasa linu timbul bila ada rangsangan, durasi
nyeri sebentar.
- Gejala Obyektif: kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadang-kadang mencapai selapis tipis
dentin), perkusi, tekanan tidak sakit.
- Tes vitalitas: gigi masih vital
- Terapi: jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies porfunda perlu pulp
capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu kemudian tidak ada keluhan dapat langsung dilakukan
penumpatan.

Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan periodik untuk mencegah
perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas meluas, desensitisasi leher gigi dimana terdapat
resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan, dan perhatian pada
preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis lebih lanjut. Bila dijumpai pulpitis
reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup, begitu gejala telah reda, gigi harus dites
vitalitasnya untuk memastikan bahwa tidak terjadi nekrosis. Apabila rasa sakit tetap ada walaupun telah
dilakukan perawatan yang

tepat, maka inflamasi pulpa dianggap sebagai pulpitis irreversibel, yang perawatannya adalah
eksterpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi.
Prognosa untuk pulpa adalah baik, bila iritasi diambil cukup dini, kalau tidak kondisinya dapat
berkembang menjadi pulpitis irreversibel.

II.5. Pulpitis Irreversibel


Definisi pulpitis irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau
asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat
menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal.
Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau
dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai
berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan.
Pulpitis irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari karies, jadi sudah ada
keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun bisa juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia,
termal, dan mekanis. Pulpitis irreversibel bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis
reversibel yang tidak dilakukan perawatan dengan baik.
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat),
rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin;
bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap
berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika
penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas.
Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan
umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat
keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal.
Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke
telinga bila bawah belakang yang terkena.
Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya terdapat pembukaan sedikit, atau
kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies lunak seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik
karena masuknya makanan ke dalam pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan
biasanya tidak tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah pembukaan atau draenase
pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang sama sekali. Rasa sakit dapat kembali bila makanan
masuk ke dalam kavitas atau masuk di bawah tumpatan yang bocor.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis ireversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar
- Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit), nyeri lama sampai
berjam-jam.
- Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan tekan kadang-kadang
ada keluhan.
- Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan vital.
- Terapi: pulpektomi

Dengan pemeriksaan histopatologik terlihat tanda-tanda inflamasi kronis dan akut. Terjadi perubahan
berupa sel-sel nekrotik yang dapat menarik sel-sel radang terutama leukosit polimorfonuklear dengan
adanya kemotaksis dan terjadi radang akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear pada
daerah nekrosis dan leukosit mati serta membentuk eksudat atau nanah. Tampak pula sel-sel radang
kronis seperti sel plasma, limfosit dan makrofag.
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen
intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau
formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa
koronal atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler
harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila
gigi tidak dapat direstorasi.
Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi endodontik dan restorasi
yang tepat.

II.5.1. Pulpitis Kronis Hiperplastik (Pulpa Polip)


Pulpitis kronis hiperplastik atau pulpa polip adalah suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh
suatu pembukaan karies yang besar pada pulpa muda. Pada pemeriksaan klinis terlihat adanya
pertumbuhan jaringan granulasi dalam kavitas yang besar. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan
jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah
yang berlangsung lama.
Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif merupakan penyebanya. Untuk
pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu kavitas besar yang terbuka, pulpa muda yang
resisten, dan stimulus tingkat rendah yang kronis misalnya tekanan dari pengunyahan.
Pada pulpitis hiperplastik kronis tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi bila tekanan bolus
makanan menyebabkan rasa yang tidak menyenangkan. Pada polip ini dapat ditemukan melalui
pemeriksaan klinik tetapi perlu dipastikan melalui pemeriksaan radiologi untuk melihat tangkai dari
polip, berasal dari ruang pulpa,perforasi bifurkasi atau gingiva. Warna pulpa polip agak kemerahan
mudah berdarah dan sensitif bila disentuh. Sedangkan warna gingiva polip lebih pucat dan biasanya
timbul pada karies besar yang mengenai proksimal (kavitas kelas II). Polip berasal dari perforasi bifurkasi
terdiri dari jaringan ikat, biasanya giginya sudah mati, kalau pada pulpa polip giginya masih hidup (vital).
Pada pemeriksaan histopatologi terlihat pertumbuhan jaringan granulasi berupa pulpa polip yang
permukaannya ditutup oleh lapisan epithelium skuamus yang bertingkat-tingkat. Jaringan granulasi ini
merupakan jaringan penghubung vaskuler, berisi polimorfonuklear, limfosit dan sel plasma.
Usaha perawatan harus ditunjukkan pada pembuangan jaringan polipoid diikuti oleh eksterpasi pulpa,
jika masa pulpa hiperplastik telah diambil dengan kuret periodontal atau eksavator sendok, perdarahan
biasanya banyak dan dapat dikendalikan dengan tekanan. Kemudian jaringan yang terdapat pada kamar
pulpa diambil seluruhnya, dan atau dressing formonukresol ditempatkan berkontak dengan jaringan
pulpa. Hal terbaik yang dapat dilakukan setelah pulpa polip terambil adalah dengan pulpectomy yaitu
prosedur pengambilan jaringan pulpa secara menyeluruh dalam satu kali kunjungan (one visit).
Harapan bagi pulpa tidak baik, tetapi prognosis gigi baik setelah perawatan endodontik dan restorasi
yang memadai.

II.5.2. Resorpsi Internal


Resorpsi internal adalah suatu proses idiopatik progresif resorptif yang lambat atau cepat yang timbul
pada dentin kamar pulpa atau saluran akar gigi.
Penyebab resorpsi internal masih belum diketahui secara pasti, namun seringkali penderita mempunyai
riwayat trauma. Ada yang beranggapan bahwa resorpsi internal dapat terjadi sebagai akibat inflamasi
pulpa.
Resorpsi internal pada akar gigi adalah asimtomatik. Pada mahkota gigi, resorpsi internal dapat terlihat
sebagai daerah yang kemerah-merahan disebut bintik merah muda (pink spot). Daerah kemerah-
merahan ini menggambarkan jaringan granulasi yang terlihat melalui daerah mahkota yang teresorpsi.
Pada pemeriksaan histipatologi, tidak seperti karies, resorpsi internal adalah hasil aktivitas osteoklastik.
Ciri proses resorpsi adalah lakuna yang mungkin terisi oleh jaringan osteoid. Jaringan osteoid dapat
dianggap sebagai usaha perbaikan. Adanya jaringan granulasi menyebabkan perdarahan banyak bila
pulpa diambil. Dijumpai sel-sel raksasa bernukleus banyak atau dentinoklas. Pulpa biasanya menderita
inflamasi kronis. Kadang-kadang terjadi metaplasia pulpa yaitu transformasi ke jenis jaringan lain seperti
tulang atau sementum.
Perawatan yang dapat dilakukan pada kasus resorpsi internal adalah eksterpasi pulpa untuk
menghentikan proses resorpsi internalnya. Diindikasikan perawatan endodontik rutin, tetapi obturasi
kerusakan memerlukan suatu bahan khusus, lebih diutamakan dengan cara guta-percha. Pada
kebanyakan pasien, resorpsi internal berkembang tanpa terlihat karena tidak menimbulkan rasa sakit,
sampai akar berlubang. Dalama kasus seperti ini, pasta kalsium hidroksida dimampatkan pada saluran
akar dan diperbaharui secara periodik sampai kerusakan menjadi baik. Perbaikan selesai bila terjadi
rintangan atau karies mengapur, baru kemudian diisi dengan gutta-percha.
Prognosis adalah terbaik sebelum terjadi perforasi akar atau mahkota. Jika telah terjadi perforasi akar-
mahkota, prognosisnya berhati-hati dan tergantung pada terbentuknya rintangan mengapur atau
pembukaan ke perforasi yang memungkinkan perbaikan secara bedah.

II.6. Degenerasi Pulpa


Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu diikutkan pada suatu deskripsi penyakit pulpa.
Degenerasi pulpa pada umunya ditemui pada penderita usia lanjut yang dapat disebabkan oleh iritasi
ringan yang persisten. Kadang-kadang dapat juga ditemukan pada penderita muda seperti pengapuran.
Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau
tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak
menyebabkan gejala klinis yang nyata. Gigi tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal
tehadap tes listrik dan tes termal. Ada beberapa macam degenerasi pulpa yaitu degenerasi kalsifik,
degenerasi atrofik, degenerasi fibrous.
Degenerasi kalsifik ditandai dengan perubahan sebagian jaringan pulpa digantikan oleh bahan
mengapur, yaitu terbentuk batu pulpa (dentikel), yang biasanya disebut sebagai pulpa stone. Kalsifikasi
ini dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa. Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti
kulit bawang dan terletak tidak terikat di dalam kamar pulpa. Diduga bahwa batu pulpa dijumpai pada
lebih dari 60% gigi penderita usia lanjut. Pada beberapa pasien batu pulpa terkadang menimbulkan rasa
sakit yang menyebar (refered pain), dan dicurigai sebagai fokus infeksi oleh beberapa klinisi.
Degenerasi atrofik, tidak ada diagnosis kliniknya, pada jenis degenerasi ini sering terjadi pada penderita
usia lanjut. Secara histopatologis dijumpai lebih sedikit sel-sel skelat, dan cairan interselular meningkat.
Jaringan pulpa kurang sensitif daripada normal. Yang disebut atrofi retikuler adalah suatu artifiak
(artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa. Biasanya terlihat saluran
akarnya sempit dan seringkali menyulitkan bila dilakukan perawatan saluran akar.
Degenerasi fibrous, bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen selular oleh
jaringan penghubung fibrus. Dapat terlihat jelas pada saat pengambilan jaringan pulpa berupa jaringan
keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam diagnosa klinik.

II.7. Nekrosis Pulpa


Pengertian Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa
akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat
terjadi parsialis ataupun totalis

Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:


1. Tipe koagulasi
Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction
Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau
cair.Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-
bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol,
skatol, putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila
pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian
pulpa ini disebut gangren pulpa.

Etiologi
Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan
keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba
akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa
nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami kematian. Dalam
beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis2.
Penyebab nekrosi lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun
akrilik. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan
paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu) atau
beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani juga dapat
menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada kondisi fase kronis
dibanding fase akut.
Patofisiologi
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast; memiliki kemampuan untuk
melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi
peradangan.Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan
proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa.
Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau
penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpayang meradang semakin berat sisa
jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Nekrosis pulpa pada dasarnya
terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya
kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan
direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang
menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi
pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa
yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil
dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang
bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi,
atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan
menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karenaproses
trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini
mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa.
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa
dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi
perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa.
Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan
selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi
kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan
sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa
dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk
penetrasi sampai ke pembuluh dara kecil pada apeks. Semuaproses tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya nekrosis pulpa.
Gejala-gejala
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis
yang ireversibel. Yaitu menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas
atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit
sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pada awal
pemeriksaan klinik ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat
disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan
makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap
berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya
berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa
penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau
menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-
menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan
ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang
menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.

Diagnosis
Radiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu jalan terbuka ke
saluran akar, dan suatu penebalan ligamen periodontal.

Pengobatan
Simtomatis :
Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)
Kausatif :
Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)
Tindakan :
Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas. Beri anagesik, bila ada
peradangan bisa di tambah dengan antibiotic Sesudah peradangan reda bisa dilakukan
pencabutan atau dirujuk untuk perawatan saluran akar. Biasanya perawatan saluran akar yang
digunakan yaitu endodontic intrakanal. Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan
saluran akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebut
a. Nekrosi Parsialis
Pulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku, tidak memiliki
sirkulasi darah kolateral, dan venula serta system limfenya akan lumpuh jika tekanan
intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible akan menyebabkan nekrosis
likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis ireversibel diabsorbsi atau terdrainase
melalui karies atau melalui daerah pulpa terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis
akan tertunda; pulpa di akar mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya,
penutupan atau penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan
total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat timbul
akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis pulpa parsialis
apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam keadaan vital.

Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai dengan episode
nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis nekrosis pulpa parsialis:
- Pada anamnesa terdapat keluhan spontan.
- Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.

Pemeriksaan klinis dari nekrosis pulpa parsialis:


- Tes termis: bereaksi atau tidak bereaksi.
- Tes jarum Miller: bereaksi.
- Pemeriksaan rontgenologis: terlihat adanya perforasi.

Nekrosis pulpa parsialis dapat dilakukan perawatan dengan pulpektomi.

b. Nekrosis Totalis
Merupakan matinya pulpa seluruhnya.
Gejala klinis :
Nekrosis totalis biasanya asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri spontan dan
ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal
matinya pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram atau opak dan perubahan
warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk dari gigi.
Rencana perawatan :
Perawatan terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar (perawatan saluran akar).
Pemeriksaan Klinis :
1. Pemeriksaan subyektif
2. Pemeriksaan obyektif
Gigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi terhadap tes termal dingin, tes pulpa listrik, atau tes
kavitas. Namun, gigi dengan pulpa nekrotik sering kali sensitive terhadap perkusi dan palpasi
asalkan disertai dengan inflamasi periapikal.
3. Rontgenologis
Gambaran radiografi umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, jalan terbuka ke
saluran akar, dan penebalan ligament periodontal. Kadang-kadang gigi yang tidak mempunyai
tumpatan atau kavitas pulpanya mati karena akibat trauma.

DAFTAR PUSTAKA
1. Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger.
2. Walton and Torabinajed. 1996. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. JakarTA : EGC
3. Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1197. Buku Ajar Ilmu KonservasiGigi,
Edisi 3. Jakarta: EGC
4. Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger
5. Tarigan, Rasinta. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta : Widya Medika
6. Walton, Richard. E & Torabinejad, Mahmoud. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu
Endodonsi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai