Telah diketahui bahwa secara histologis jaringan pulpa mempunyai fungsi induktif, formatif, nutritif,
defensif dan sensatif. Adapun pengertian dari masing-masing fungsi tersebut adalah:
- Fungsi Induksif: yaitu pulpa berpartisipasi dalam induksi dan pengembangan odontoblas dan dentin.
Bila ini terbentuk maka menginduksi pembentukan enamel.
- Fungsi Formatif: yaitu fungsi odontoblas yang khusus dalam pembentukan dentin
- Fungsi Nutritif: yaitu mensuplai nutrisi dalam rangka pembentukan dentin lewat tubulus dentin.
- Fungsi Defensif: oleh odontoblas akan mempengaruhi dentin terhadap rangsangan dan oleh sel-sel
radang yang memiliki imunokompeten terhadap respon radang dan imunologik
- Fungsi Sensatif: yaitu melalui sistem saraf mengirim rangsangan ke SSP yang manifestasinya berupa
rasa nyeri.
Salah satu fungsi utama jaringan pulpa adalah formatif yang diperankan oleh odontoblas untuk
membentuk dentin primer, sekunder maupun dentin reparatif. Dentin primer terbentuk di saat gigi
dalam pertumbuhan, dentin sekunder terbentuk setelah gigi erupsi, sedangkan dentin tersier atau
reparatif dibentuk sebagai repons terhadap rangsangan.
Jaringan pulpa mudah merespon dengan adanya rangsangan, baik rangsangan fisis, kimia maupun
bakteri. Jaringan pulpa membentuk dentin reparatif sebagai respon, selain itu juga menimbulkan rasa
nyeri yang merupakan sinyal sebagai tanda bahwa jaringan pulpa dalam keadaan terancam. Oleh karena
adanya hubungan timbal balik antara jaringan pulpa dan periapikal, maka jaringan pulpa yang
mengalami keradangan dan tidak dirawat atau perawatannya kurang baik maka penyakit pulpa dapat
menjalar ke daerah periapikal.
Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab, klasifikasi dan mekanisme penyakit pulpa,
yang sangat diperlukan untuk menentukan rencana perawatan saluran akar yang akan dilakukan.
II.1.2. Kimiawi
A. Asam fosfat, monomer akrilik, dll
B. Erosi (asam)
II.1.3. Bakterial
A. Toksin yang berhubungan dengan karies
B. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma
C. Kolonisasi mikrobial di dalam pulpa oleh mikro organisme bloodbone (anakerosis)
Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis.
Radang adalah merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah, syaraf dan cairan sel di
jaringan yang mengalami trauma.
c. Riwayat Dental
Riwayat dental merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan sedang diderita.
Informasi ini menyediakan informasi yang sangat berharga mengenai sikap pasien terhadap
kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya. Infromasi demikian tidak hanya berperan
penting dalam penegakan diagnosis, melainkan berperan pula pada rencana perawatan.
Kuesionernya hendaknya berisikan pertanyaan mengenai gejala dan tanda, baik kini maupun di
masa lalu. Pengambilan riwayat dental ini merupakan langkah teramat penting dalam
menentukan diagnosis yang spesifik.(Walton & Torabinejad, 1997 : 72-73)
3. Pemeriksaan Subyektif
Sejumlah infromasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat medis, dan riwayat dental
serta keluhan utama didapatkan dari pemeriksaan subyektif. Banyak pasien yang menunjukkan
tingkatan nyeri yang jelas dan merasa tertekan. Pada umumnya nyeri dan ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh penyakit pulpa dan periradikuler yang parah dapat mempengaruhi kondisi fisik
pasien. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai lokasi, asal nyeri, karakter dan keparahan
nyeri yang dialami. Kemudian pertanyaan lanjutan mengenai spontanitas dan durasi nyeri, serta
stimulus yang merangsang atau meredakan nyeri. Keparahan rasa nyeri dan obat-obatan yang
diminum pasien untuk meredakan nyeri dan keefektifannya juga perlu diketahui.
Makin intens nyerinya, makin besar kemungkinan adanya penyakit irreversible. Nyeri intens
dapat timbul dari pulpitis ieversible atau dari periodontitis atau abses apikalis akut. Nyeri
spontan yang bersama dengan nyeri intens juga mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau
periradikuler yang parah. (Walton & Torabinejad, 1997 : 73-75)
4. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan ekstraoral Penampilan umum, tonus otot, asimetri fasial, pembengkakan,
perubahan warna, jaringan parut ekstraoral, dan kepekaan atau nodus jaringan limfe servikal atau
fasial yang membesar, merupakan indokator status fisik pasien. Pemeriksaan ekstraoral yang
hati-hati akan membantu mengidentifikasi sumber keluhan pasien serta adanya dan luasnya
reaksi inflamasi rongga mulut.
b. Pemeriksaan intraoral
Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot-otot serta semua keabnormalan diperiksa.
Periksa pula mukosa alveolar dan gingival-cekatnya untuk memeriksa apakah ada perubahan
warna, terinflamasi mengalami ulserasi, atau mempunyai saluran sinus. Suatu stoma saluran
sinus biasanya menandakan adanya pulpa nekrosis atau periodontitis apikalis supuratif atau
kadang-kadang abses periodontium.
Gigi geligi diperiksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, karies,
restorasi yang luas, atau abnormalitas lain. Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda
adanya penyakit pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah dilakukan
sebelumnya.
c. Tes klinis
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta tes periodontium selain
tes pulpa dan jaringan periapeks. Hasil satu tes harus dikonfirmasikan dengan tes tambahan yang
lain. Penting untuk diingat bahwa tes-tes ini bukan tes untuk gigi melainkan tes mengenain
respons pasien terhadap berbagai stimuli. Pasien mungkin tidak memahami arti stimuli atau salah
menginterpretasikannya. Oleh karena itu, hasil tes obyektif dan subyektif dan tanda yang
ditemukan tidak konsisten sehingga kadang kadang membingungkan. (Walton & Torabinejad,
1997 : 77-78)
5. Tes Periapeks
a. Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Respons positif yang jelas
menandakan adanya inflamasi periodontium. Karena perubahan inflamasi dalam ligament
periodontium tidak selalu berasal dari pulpa dan dapat diinduksi oleh penyakit periodontium,
hasilnya harus dikonfirmasikan dengan tes yang lain. Cara melakukan perkusi dengan
mengetukan ujung kaca mulut yang dipegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada
permukaan insisal atau oklusal mahkota.
b. Palpasi
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi meluas kearah
periapeks. Respon positif menandakan adanya inflamasi periradikuler. Palpasi dilakukan dengan
menekan mukosa di atas apeks dengan cukup kuat. Pemeriksaan hendaknya memakai juga gigi
pembanding.
6. Pemeriksaan Radiografis
a. Periapeks
Lesi periradikuler yang disebabkan oleh pulpa biasanya memiliki empat karakteristik yaitu (1)
hilangnya lamina dura di daerah apeks, (2) radiolusensi tetap terlihat di apeks bagaimanapun
sudut pengambilannya, (3) radiolusensi menyerupai suatu hanging drop; dan (4) biasanya
nekrosisnya pulpa telah jelas. Lesi radiolusen yang terbentuk sempurna disebabkan oleh hasil
dari suatu pulpa yang nekrosis. Suatu radiolusensi yang cukup besar di daerah periapeks dengan
gigi yang pulpanya vital adalah bukan berasal dari lesi endodonsi melainkan struktur normal atau
penyakit nonendodonsi. Perubahan juga bisa berupa radioopak. Condensing osteitis adalah reaksi
yang jelas terhadap pulpa atau inflamasi periradikuler dan mengakibatkan peningkatan dalam
tulang medulla.
b. Pulpa
Hanya sedikit keadaan patologis khusus yang berkaitan dengan pulpitis ireversibel terlihat secara
radiografis. Suatu pulpa yang terinflamasi dengan aktivitas dentinoklast dapat memperlihatkan
pembesaran ruang pulpa yang berubah abnormal dan merupakan tanda patologis dari resorpsi
interna.kalsifikasi yang menyebar luas dalam kamar pulpa menunjukkan adanya iritasi dengan
derajat rendah yang sudah berjalan lama (tidak harus suatu pulpitis ireversibel.) (Walton &
Torabinejad, 1997 : 83-85)
7. Tes Khusus
a. Pembuangan karies
Pada beberpa keadaan, yang perlu dilakukan untuk menentukan diagnosis yang tepat adalah
penentuan kedalaman penetrasi karies. Keadaan yang sering dijumpai adalah adanya karies
dalam yang terlihat secara radiografis, tidak ada riwayat penyakit, dan pulpa yang memberikan
respons terhadap ter-tes klinis. Semua temuan lain tidak begitu relevan. Tes definitive finalnya
adalah pembuangan karies seluruhnya untuk melihat keadaan pulpanya.
Penetrasi karies ke dalam pulpa menandakan adanya pulpitis irebersible. Karies yang belum
berpenetrasi ke dalam pulpa biasanya menunjukkan suatu pulpitis reversible (walaupun ada
sejumlah pulpa yang mengalami inflamasi irreversible tanpa ada daerah yang terbuka). Gigi
kemudian direstorasi secara nirtrauma.
b. Anastesi selektif
Tes ini berlawanan dengan tes kavitas yang dilaksanakan pada gigi tanpa nyeri maupun gigi yang
disertai gejala. Tes ini bermanfaat pada gigi yang sedang nyeri terutama jika pasien tidak dapat
menentukan gigi mana yang sakit, bahkan tidak dapat pula menentukan lengkung giginya. Jika
dicurigai gigi yang sakit ada di daerah mandibula, anastesi blok mandibula akan
mengkonformasikan paling sedikit region sakitnya apabila nyeri tersebut hilag setelah dianastesi.
c. Transluminasi
Tes ini membantu mengidentifikasi fraktur mahkota vertical karena segmen fraktur dari mahkota
tidak mentransmisikan cahaya secara sama. Transluminasi menghasilkan bayangan gelap dan
abu-abu di daerah fraktur.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 85-87)
Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan periodik untuk mencegah
perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas meluas, desensitisasi leher gigi dimana terdapat
resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan, dan perhatian pada
preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis lebih lanjut. Bila dijumpai pulpitis
reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup, begitu gejala telah reda, gigi harus dites
vitalitasnya untuk memastikan bahwa tidak terjadi nekrosis. Apabila rasa sakit tetap ada walaupun telah
dilakukan perawatan yang
tepat, maka inflamasi pulpa dianggap sebagai pulpitis irreversibel, yang perawatannya adalah
eksterpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi.
Prognosa untuk pulpa adalah baik, bila iritasi diambil cukup dini, kalau tidak kondisinya dapat
berkembang menjadi pulpitis irreversibel.
Dengan pemeriksaan histopatologik terlihat tanda-tanda inflamasi kronis dan akut. Terjadi perubahan
berupa sel-sel nekrotik yang dapat menarik sel-sel radang terutama leukosit polimorfonuklear dengan
adanya kemotaksis dan terjadi radang akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear pada
daerah nekrosis dan leukosit mati serta membentuk eksudat atau nanah. Tampak pula sel-sel radang
kronis seperti sel plasma, limfosit dan makrofag.
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen
intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau
formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa
koronal atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler
harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila
gigi tidak dapat direstorasi.
Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi endodontik dan restorasi
yang tepat.
Etiologi
Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan
keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba
akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa
nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami kematian. Dalam
beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis2.
Penyebab nekrosi lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun
akrilik. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan
paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu) atau
beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani juga dapat
menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada kondisi fase kronis
dibanding fase akut.
Patofisiologi
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast; memiliki kemampuan untuk
melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi
peradangan.Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan
proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa.
Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau
penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpayang meradang semakin berat sisa
jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Nekrosis pulpa pada dasarnya
terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya
kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan
direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang
menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi
pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa
yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil
dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang
bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi,
atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan
menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karenaproses
trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini
mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa.
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa
dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi
perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa.
Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan
selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi
kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan
sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa
dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk
penetrasi sampai ke pembuluh dara kecil pada apeks. Semuaproses tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya nekrosis pulpa.
Gejala-gejala
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis
yang ireversibel. Yaitu menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas
atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit
sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pada awal
pemeriksaan klinik ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat
disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan
makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap
berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya
berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa
penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau
menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-
menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan
ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang
menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.
Diagnosis
Radiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu jalan terbuka ke
saluran akar, dan suatu penebalan ligamen periodontal.
Pengobatan
Simtomatis :
Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)
Kausatif :
Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)
Tindakan :
Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas. Beri anagesik, bila ada
peradangan bisa di tambah dengan antibiotic Sesudah peradangan reda bisa dilakukan
pencabutan atau dirujuk untuk perawatan saluran akar. Biasanya perawatan saluran akar yang
digunakan yaitu endodontic intrakanal. Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan
saluran akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebut
a. Nekrosi Parsialis
Pulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku, tidak memiliki
sirkulasi darah kolateral, dan venula serta system limfenya akan lumpuh jika tekanan
intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible akan menyebabkan nekrosis
likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis ireversibel diabsorbsi atau terdrainase
melalui karies atau melalui daerah pulpa terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis
akan tertunda; pulpa di akar mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya,
penutupan atau penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan
total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat timbul
akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis pulpa parsialis
apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam keadaan vital.
Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai dengan episode
nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis nekrosis pulpa parsialis:
- Pada anamnesa terdapat keluhan spontan.
- Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.
b. Nekrosis Totalis
Merupakan matinya pulpa seluruhnya.
Gejala klinis :
Nekrosis totalis biasanya asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri spontan dan
ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal
matinya pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram atau opak dan perubahan
warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk dari gigi.
Rencana perawatan :
Perawatan terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar (perawatan saluran akar).
Pemeriksaan Klinis :
1. Pemeriksaan subyektif
2. Pemeriksaan obyektif
Gigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi terhadap tes termal dingin, tes pulpa listrik, atau tes
kavitas. Namun, gigi dengan pulpa nekrotik sering kali sensitive terhadap perkusi dan palpasi
asalkan disertai dengan inflamasi periapikal.
3. Rontgenologis
Gambaran radiografi umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, jalan terbuka ke
saluran akar, dan penebalan ligament periodontal. Kadang-kadang gigi yang tidak mempunyai
tumpatan atau kavitas pulpanya mati karena akibat trauma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger.
2. Walton and Torabinajed. 1996. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. JakarTA : EGC
3. Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1197. Buku Ajar Ilmu KonservasiGigi,
Edisi 3. Jakarta: EGC
4. Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger
5. Tarigan, Rasinta. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta : Widya Medika
6. Walton, Richard. E & Torabinejad, Mahmoud. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu
Endodonsi. Jakarta : EGC.