Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)
ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi
dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum
dan keterbatasan aktifitas.

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi yang utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
sebagai PPOM tersebut yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkhiale.(American
Thoracic Society, 1962)

1.2 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa Farmasi dalam
menganalisa suatu penyakit PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) beserta obatnya yang merupakan
suatu komplikasi penyakit seperti asma, emphiema, dan bronkus kronik. Dan nantinya pada saat
terjun di lapangan, Farmasis tidak ragu untuk melakukan tindakan Pemberian obat untuk penyakit
ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)
ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi
dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum
dan keterbatasan aktifitas.

2.2 Etiologi
a) Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,
abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak
merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur
orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang
tersebut merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif
tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar.

Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin,
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam
kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.

b) Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)


c) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar
ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas
dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar
jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP
diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.

d) Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
e) Infeksi saluran nafas berulang
f) Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,
lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan
wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD
dibandingkan perokok pria.

g) Status sosio ekonomi dan status nutrisi


h) Asma
i) Usia

2.3 Patofisiologi

Faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini
merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan


menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan
jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan


kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan
jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran
nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini
dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.

2.4 . Manifestasi Klinik

Gejala-gejala umum PPOK yaitu:

1) Denyut jantung abnormal


2) Sesak napas
3) Henti nafas atau nafas tidak teratur dalam aktivitas sehari-hari.
4) Kulit, bibir atau kku menjadi biru.
5) Batuk menahun, atau disebut juga 'batuk perokok' (smoker cough)
6) Batuk berdahak (batuk produktif)

PPOK ringan seringkali tidak menimbulkan gejala atau keluhan apapun.PPOK disebabkan
oleh 2 jenis penyakit yaitu Bronkitis Kronik dan Emfisema. Kedua penyakit ini dapat terjadi
bersamaan atau hanya salah satu saja. Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa
gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai
kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
b) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
c) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
d) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
e) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi (ngik-ngik)

2.5 Obat obatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2.5.1 Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ).

Macam - macam bronkodilator :

1. Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

2. Golongan agonis beta 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan


dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

3. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi
lebih sederhana dan mempermudah penderita.

4. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

2.5.2 Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif
yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

2.5.3 Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
1) Lini I : amoksisilin, makrolid
2) Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru

2.5.4 Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan
sebagai pemberian yang rutin
2.5.5 Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.

2.5.6 Antitusif

Diberikan dengan hati-hati

Gejala Golongan Obat Obat dan kemasan Dosis


Tanpa Gejala Tanpa obat
Gejala Intermiten (pada Agonis 2 Inhalasi kerja cepat Bila perlu
waktu aktiviti)
Gejala terus menerus Antikolinergik Ipratroppium 2 4 semprot 3
bromide 20 mg 4 X / hari
Inhalasi Agonis 2 Fenoterol 100 2 4 semprot 3
kerja cepat mg/semprot 4 X / hari
Salbutamol 100 2 4 semprot 3
mg/semprot 4 X / hari
Terbutalin 0,5 mg/ 2 4 semprot 3
semprot 4 X / hari
Prokaterol 10 2 4 semprot 3
mg/semprot 4 X / hari
Kombinasi terapi Ipratropium bromid 2 4 semprot 3
20 mg + salbutamol 4 X / hari
100 mg/semprot
Pasien memakai Inhalasi agonis 2 Formoterol 6 mg, 12 1 - 2 semprot 2 X
inhalasi agonis 2 kerja kerja lambat mg/ semprot / hari tidak melebihi
(tidak dipakai 2 X / hari
untuk eksaserbasi)
Atau
Timbul gejala pada Salmeterol 25 1 - 2 semprot 2 X
waktu malam atau pagi mg/semprot / hari tidak melebihi
hari 2 X / hari
Teofilin Teofilin lepas lambat 400 - 800mg/hari 3 -
Teofilin/ aminofilin 4 x/hari
150 mg x 3 - 4x/hari
Anti Oksidan N asetill sistein 600 mg / hari
Pasien tetap Kortikosteroid oral Prednison metil 30 40 mg / hari
mempunyai gejala dan (uji kortikosteroid) prednisolon
terbatas dalam aktiviti
harian meskipun
mendapat pengobatan
bronkodilator maksimal
Uji kortikosteroid Inhalasi Beklometason 50mg, 1 - 2 semprot 2 - 4
memberikan respons kortikosteroid 250mg/semprot x/hari
positif
Budesonid 100mg, 200 400mg 2x/hari
250mg, maks 2400mg/hari
400mg/semprot
Sebaiknya pemberian Flutikason 125 250mg 2x/hari
kortikosteroid inhalasi 125gr/semprot maks 1000mg/hari
dicoba bila mungkin
untuk memperkecil
efek samping
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan
berat) ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang
terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi
sputum dan keterbatasan aktifitas.

Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan sehari-hari seperti merokok, lingkungn yang
tidak bersih, mempunyai penyakit saluran pernfasan, dll. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan
secara total karena penyakit ini merupakan penyakit komplikasi seperti asma, emphiema, bronkus
kritis dll. Hanya saja akan berkurang secara bertahap apabila rutin berkonsultasi dengan dokter,
mengubah pola hidup sehari-hari dan sering berolahraga.

3.2 SARAN

Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengerti dan memahami penyakit PPOK serta
mengetahui cara mengatasi PPOK dengan obat. Sebagai Farmasis yang baik, mahasiswa haruslah
mengetahui seluk beluk dari suatu penyakit itu agar tidak ada kesalahan terhadap pasien.

Untuk lebih memahami penyakit PPOK, serta tatalaksana yang lengkap untuk mengatasi
PPOK, carilah sumber lain, baik itu jurnal ataupun sumber panduan buku lainnya yang lebih lengkap.

Demikianlah makalah ini kami buat dengan segala kerendahan hati. Saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya jika penyampaian materi di dalamnya kurang berkenan di hati pembaca sekalian.

Anda mungkin juga menyukai