Anda di halaman 1dari 12

9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Stay Connected
/ Sunday, September 17, 2017

Search in site...

Confucius "Life is really simple, but we insist on making it complicated."

ARTIKEL BUDDHIST

Buddha "With our thoughts we create the world"

Home
Uncategorized
Perspektif Buddhis
Meditasi
Budhisme
Dasar Agama Budha
Dhamma
Tokoh Buddhis
Mahayana
Vajrayana
Renungan

Tentang Kami
Index Artikel
List File Buddhis
List Lagu Buddhis

Filsafat Ilmu pengetahuan Buddhisme


FILSAFAT ILMU PENGETAHUANNYA
BUDDHISME
Oleh :
GERALD DU PRE

http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 1/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Psikologi, atau Ilmu Jiwa, itu tidak hanya merupakan studi khusus
mengenai bidang pengetahuan tertentu saja, tetapi juga membicarakan beberapa hal tentang sifat pengetahuan itu
sendiri. Sama seperti itu, Filsafat Mahayana itu tidak hanya merupakan studi khusus mengenai filsafatnya
Buddhisme saja, tetapi juga membicarakan filsafat pengetahuan secara umum.

Saya akan membahas Filsafat Pengetahuan (= Philosophy of Knowledge)-nya Buddhisme disini, khususnya
mengenai Madhyamika atau Ajaran Jalan Tengah (= Middle Doctrine), dan akan menyampaikan argumentasi
saya bahwa itu didalam realitasnya merupakan Filsafat Ilmu Pengetahuan (= Philosophy of Science) yang
bersifat revolusioner.

Telah diketahui dengan baik bahwa Buddhisme itu mengenal kasunyataan empiris, yaitu yang
dinamai samvrti-satya, atau kasunyataan relative dari Aliran Madhyamika. Seperti para sarjana, umat Buddha
juga menghargai penggunaan secara ketat logika dan definisi yang tepat dari istilah-istilah. Didalam Buddhisme,
sama seperti pada Ilmu Pengetahuan, theori itu didasarkan pada observasi dan praktik. Umat Buddha, seperti
para sarjana, juga menentang dogma, dan tidak memiliki naskah-naskah suci yang dihormati seperti terhadap
authoritas-authoritas yang paling tinggi. Mereka mempercayai kebebasan bertanya dan toleransi, serta secara
terus menerus mengingatkan, seperti sikap Newton, untuk menentang metafisika.

Tetapi, saya dapat mendengar bantahan-bantahan, baik dari umat Buddha, maupun dari para sarjana. Lebih
penting dari semuanya, adalah bahwa filsafat Madhyamika itu meng-claim bahwa kasunyataan yang relative itu
didasarkan pada sunyata, suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan paramartha-satya atau
kasunyataan yang paling tinggi (= ultimate truth), yang dikatakan sebagai diluar definisi. Jadi, tampaknya,
Buddhisme itu berpegang teguh pada pandangan yang religious, yaitu berpendapat bahwa ilmu pengetahuan itu
membicarakan pengetahuan tentang dunia material, tetapi Buddhisme juga berpendapat bahwa dunia ini
didasarkan pada sesuatu yang bersifat immaterial, tidak bersifat material -, yang keadaannya lebih riil dari
keadaan riilnya dunia yang nampak ini.

Memang banyak umat Buddha yang mengatakan bahwa sunyata itu mewakili kasunyataan spiritual (= spiritual
truth), yang keadaannya sangat berbeda dari kasunyataan material-nya ilmu pengetahuan. Terhadap pandangan
yang demikian ini, banyak para sarjana yang menjawab bahwa filsafat Madhyamika, dengan meng-claim adanya
eksistensi kasunyataan yang paling tinggi, tetapi menolak menerangkan apa sesungguhnya yang dimaksud
dengan kasunyataan yang paling tinggi itu, berarti mengaburkan keseluruhan pengertian tentang pengetahuan,
dan berpendapat bahwa filsafat mereka itu paling tidak bernilai, dan bahkan bersifat destruktif.

Itu di mata para sarjana jelas nampak keadaannya seperti Agama Kristen yang berpakaian baju Dunia Timur. Di
Dunia Barat, para ahli theologi Kristen yang hidup di Abad Pertengahan percaya bahwa dunia spiritual, dunia
surga, itu tidak dapat dilihat, namun keadaannya lebih riil dari pada dunia yang dapat kita lihat ini. Mereka
mengecilkan arti pengalaman keindriaan, dengan mengatakan bahwa pengalaman keindriaan itu merupakan
sumber illusi, atau kepalsuan, dan kesalahan. Kemudian, para filsuf metaphysis berpegang teguh pada hakekat
http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 2/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

pandangan yang sama seperti tersebut dimuka tadi. Para ahli filsafat pengetahuan dari Dunia Barat setuju
terhadap pandangan bahwa salah satu innovasi, atau pembaharuan, dari ilmu pengetahuan, yang besar, adalah
ide yang mengatakan bahwa pengalaman keindriaan, suatu pengalaman yang diperoleh ketika organ-organ
indria berkontak dengan objek -, itu menjadi basis pengetahuan. Spekulasi atau dogma tentang dunia-dunia, atau
alam-alam, diluar pengalaman keindiriaan, itu bersifat metaphysis, yang dapat benar, tetapi juga dapat tidak
benar.

Buddhisme itu, saya yakini, tidak memajukan, atau mendukung pandangan tentang kasunyataan, dari Agama
Kristen, yang demikian itu. Di Tanah Air Pangeran Siddhartha, yaitu India, disitu doktrin-doktrin religi-nya
adalah apa yang sekarang dinamai Hinduisme. Hinduisme mempunyai filsafat pengetahuan yang sangat mirip
dengan pandangan tersebut diatas, yang lalu dirumuskan oleh Agama Kristen. Sama seperti pandangan Agama
Kristen, Hinduisme percaya bahwa pengalaman keindriaan itu bersifat illusi, bersifat palsu, dan dipercayai pula
bahwa yang riil, adalah Ke-Aku-an yang tidak tampak (= invisible Self), yang berada dibelakang dunia yang
tampak ini.

Semua Umat Buddha mengetahui betapa gigihnya Pangeran Siddhartha menolak pandangan pengetahuan dari
Hinduisme, dengan mengemukakan doktrin dasar dari Buddhisme, yang dinamai Anatta. Sang Buddha menolak
dunia metaphysis atau dunia religious-nya Hinduisme, yang diterangkan sebagai diluar pengalaman keindriaan;
dan yang berpendapat bahwa dunia tersebut lebih rill dari pengalaman keindriaan. Sang Buddha telah
mengemukakan doktrinnya tentang Sunyata, atau Kekosongan (= Emptiness), sebagai jawaban yang radikal
terhadap pandangan Hinduisme, dan beberapa jawaban yang radikal terhadap pandangan Hinduisme, dan
beberapa abad kemudian para filsuf Madhyamika telah mempertahankan pandangan tersebut sebagai yang sama
dengan istilah Tathata. 1. Jadi, Pangeran Siddhartha, dan kemudian para filsuf Madhyamika telah
mengemukakan secara berulang-ulang bahwasunyata itu tidak merupakan dunia yang bersifat metaphysis, tidak
mysterious, atau kabur, dan bukan merupakan sesuatu pengertian atau konsep yang sama sekali abstrak. Jadi, itu
tidak bersifat spiritual, didalam arti kata yang metaphysis atau abstrak.

Seorang yang telah memperoleh Kemenangan atas ketidaktahuan, pernah mengatakan bahwa kekosongan itu
adalah mirip sesuatu penghapus semua pandangan-pandangan; tetapi orang-orang yang telah memperoleh
kekosongan itu, lalu memiliki pandangan-terang, yang tak dapat dilenyapkan dari alam pikirannya. 2.

Sunyata itu diterangkan sebagai keadaan tidak terdapatnya segala sesuatu, tetapi juga bukan keadaan yang
hampa dari sesuatu. Sunyata itu bukan suatu eternalisme, atau keadaan yang abadi, namun juga bukan
merupakan essensi yang selalu ada, yang terdapat dibelakang semua phenomena, atau gejala-gejala, dan pula
bukan suatu nihilisme. Sunyata, berarti kekosongan (= emptiness), dan diterangkan bersifat kosong, suatu
kekosongan yang sempurna. Apa yang dapat diterangkan lebih lanjut mengenai keadaan yang kosong itu?

Saya percaya bahwa bagi umat Buddha, terutama dari aliran Madyamika, filsafat pengetahuan (= philosophy of
knowledge) itu adalah filsafat ilmu pengetahuan (= philosophy of science), karena saya percaya bahwa sunyata
itu menunjuk kepada pengalaman, suatu pengalaman aktual itu sendiri (= actual experience itself).

Sunyata itu berkeadaan rill, merupakan keadaan tidak terdapatnya sesuatu, namun bukan keadaan yang hampa
dari sesuatu; berkeadaan jelas dan dapat dihayati secara langsung, namun tidak mungkin dapat kita tangkap
pengertiannya sepenuhnya dengan fikiran kita; merupakan sesuatu yang semua sifat-sifatnya dapat disebutkan,
namun hanya melalui pengalaman yang aktual sajalah kemungkinannya sunyata itu dapat ditunjukkan ciri-
cirinya. Hanya dalam arti yang demikian itu filsafat Mahayana dapat mengungkapkan arti sunyata, dan yang
harus dirasakan, atau dihayati sendiri oleh orang yang ingin mengetahui makna sunyata itu. Pangeran Siddhartha
sendiri dengan jelas mendasarkan ajarannya atas pengalaman, dan Buddhisme secara keseluruhan itu
membicarakan pengalaman. Aliran Yogacara dan Vijnanavada, dari Buddhisme, itu secara khusus
mengidentifikasi sunyata dengan pengalaman.

Namun, sunyata itu bukan berarti suatu konsep tentang pengalaman, seperti yang disarankan oleh aliran
Yogacara dan Vijnanavada. Sunyata itu berarti kekosongan (= voidness = emptiness), yang menunjukkan bahwa
yang dimaksud adalah keadaan kosong dari sesuatu konsep.

http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 3/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Sunyata itu menunjukkan pengalaman yang aktual itu sendiri,- suatu pengalaman yang sifatnya langsung atas
penglihatan, pendengaran, pencecapan, penciuman, perabaan, dan fikiran yang konseptual. Jadi, sunyata itu ada
disini, ada sekarang ini, merupakan pengalaman yang aktual atas kata-kata yang terdapat didalam halaman buku
ini, atas cahaya yang terdapat di kamar ini, atas penghayatan bahwa kita sedang duduk di atas kursi ini, atas
kicau burung yang ada diluar kamar kita itu. Untuk menunjukkan counteraksi-nya dari kesan negatifnya, yang
diberikan oleh istilah sunyata, pengalaman yang aktual ini juga ditunjukkan oleh istilah partner-nya, yaitu
istilah tathata, atau kesedemikianan (= thusness = suchness = thatness). Istilah tathata, menunjukkan
pengalaman yang aktual yang secara sederhana diungkapkan dengan berkata itu (= that), seperti yang
dilakukan seseorang yang sedang menunjukkan sebuah kamar, dengan lambaian tangannya.

Oleh karena sunyata itu menunjukkan pengalaman yang aktual, dan lalu Pangeran Siddhartha mengajarkan
pandangan yang ilmiah tentang pengalaman, yaitu dengan mengatakan bahwa yang dinamai pengalaman itu
adalah sesuatu yang dapat dilihat dan dapat didengar secara langsung -, maka pengalaman itu lalu menjadi
authoritas yang paling tinggi. Hal yang demikian itu menjadikan Sang Buddha merupakan filsuf bidang filsafat
ilmu pengetahuan yang pertama di dunia. Ketika Nagarjuna berkata bahwa kasunyataan yang relative itu
berdasarkan pada sunyata, beliau berarti mengatakan bahwa theori ilmu pengetahuannya didasarkan pada
pengalaman yang langsung, dan keterangan yang demikian ini secara tepat, dapat kita katakan uraiannya
merupakan filsafat ilmu pengetahuan, didalam wujud intisarinya, atau didalam kalimat yang ringkas.

Lalu, mengapa Pangeran Siddharta dan Nagarjuna, keduanya menolak mengatakan secara tepat, tentang apa
yang beliau maksudkan dengan istilah sunyata itu? Itu akan tidak banyak menimbulkan problema, apabila
diartikan sebagai hanya berupa pengalaman keindriaan (= sense experience). Ketika para filsuf bidang filsafat
ilmu pengetahuan, dari Dunia Barat, berbicara tentang pengalaman, yang mereka maksudkan adalah pengalaman
keindriaan. Tetapi para ahli ilmu jiwa mempergunakan istilah tersebut dalam arti yang luas. Mereka sadar bahwa
emosi itu merupakan bagian dari pengalaman, bahwa kata-kata dan angka-angka, serta konsep-konsep itu juga
merupakan bagian dari pengalaman. Pangeran Siddhartha, seorang psychologi, atau ahli ilmu jiwa, yang ilmiah,
itu memahami pengalaman didalam arti yang luas, seperti yang dimaksudkan oleh para ahli ilmu jiwa.

Sang Buddha itu memanglah pandangannya tentang pengalaman bersifat inklusif, yaitu suatu pandangan yang
tidak hanya logis, tetapi juga berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara langsung, karena beliau telah
mencapai Penerangan Sempurna (= Enlightenment = Kesadaran Nirvana). Kalau orang tidak begitu mengalami
kesukaran didalam memahami apa yang dimaksud dengan pengalaman yang aktual, maka orang mengalami
kesukaran jika akan memahami pengertian pengalaman yang total, dan mudah mengalami kesalahpengertian
terhadap suatu posisi philosophis, misalnya idealisme. Pangeran Siddhartha mengetahui bahwa para
penganutnya akan mudah mengalami kesalah-pengertian seperti yang dimaksudkan diatas itu.

demikianlah yang akan dialami oleh anda


anda sekalian, di masa-masa yang akan datang. Suttanta-Suttanta yang diucapkan oleh Sang
Tathagata, itu begitu dalam, begitu sangat dalam maknanya, sehingga apabila dikemukakan
mengenai pengertian dunia, dan pengertian kekosongan, dengan kalimat yang biasa, mereka tidak
akan mau mendengarkannya. Tetapi apabila Suttanta-Suttantanya diungkapkan didalam bentuk
syair dengan beraneka ragam kata-kata yang indah-indah, dengan aneka ragam ungkapan-
ungkapan maka mereka akan mau mendengarkannya. 3

Pengalaman yang demikian sifatnya itu, tidak dapat didefinisikan, karena semuanya ada didalam lingkupnya dan
semua konsep dan definisi-definisi itu telah ada didalamnya. Tidak ada sesuatu yang dapat diperbandingkan dan
dipertentangkannya. Untuk menamai pengalaman yang demikian itu akan membuatnya menjadi pengertian yang
bersifat metaphysis, dan lalu dengan cepat akan mencemarkannya menjadi suatu ide tentang essensi atau
substrasi yang berada dibelakang atau dibawah pengalaman yang aktual. Atas dasar ini Candrakirti
menamakannyavijnana (= kesadaran atau pengalaman), yang sejenis seperti pengertian Atman atau Ke-Aku-an
menurut faham Hindu (Hindu Self) didalam bentuk yang terselubung. 4. Juga :

Apabila terdapat beberapa hal yang bersifat tidak-kosong (= non-empty), tentu juga terdapat
beberapa hal yang diistilahkan sebagai kosong (= empty); lalu apabila tidak terdapat sesuatu yang
http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 4/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

sifatnya tidak-kosong, lalu dimana mungkinnya terdapat sesuatu yang sifatnya kosong?. 5.

Dan dengan demikian, baik Pangeran Siddhartha, maupun Nagarjuna, tidak mengatakan bahwa sunyata itu dapat
ditunjukkan, tetapi hanya menyarankan agar orang mempelajari therapy meditasi menurut Buddhisme, yang
memungkinkan sang meditator dapat memahami pengalaman total, secara langsung.
Dalam memberikan argumentasinya dari titik-kedudukan bahwa kasunyataan yang bersifat absolut dan yang
paling hakiki itu hanyalah pengalaman itu sendiri, lalu Nagarjuna mengsistematisir ajaran Pangeran Siddhartha,
dan kemudian mengatakan bahwa semua kata-kata, semua lambang-lambang, semua konsep-konsep itu hanya
dapat membahas kasunyataan didalam sifatnya yang relative atau empiris saja.
Para sarjana menerima secara keseluruhan pembatasan atas lambang-lambang itu, dan sangat menyadari bahwa
kasunyataan yang paling tinggi, yang dapat mereka harapkan untuk diperoleh adalah kasunyataan yang bersifat
relative. Mereka mengetahui bahwa penggunaan dari sesuatu kata yang bersifat deskriptif itu bersifat relative
hubungannya dengan pengalaman yang sedang diuraikan, dan bahwa arti dari sesuatu bagian dari suatu theori itu
bersifat relative hubungannya dengan arti bagian-bagian yang lainnya. Theori-theori itu adalah merupakan
model-model symbolis atau konseptual, dan tetap disesuaikan dengan keterangan dari informasi baru, yang
diperoleh dari observasi, serta tetap selalu dinilai kebenarannya atas dasar theori-theori lainnya. Sebaliknya,
observasi itu dapat menumbangkan keseluruhan theori dan dapat melahirkan theori yang baru. Para sarjana itu,
salah satu tugasnya adalah menyusun model-model dunia. Mereka tidak pernah mempergunakan kata-kata yang
sifatnya sama sekali bersifat absolut atau paling hakiki.
Oleh karena itu, Buddhisme itu tidak mengadakan argumentasi, tidak memiliki pertentangan, dengan ilmu
pengetahuan. Baik Buddhisme, maupun ilmu pengetahuan, itu tidak mendewakan konsep-konsep. Keduanya
memandang angka-angka dan kata-kata serta logika sebagai alat-alat yang berguna untuk melaksanakan tugas-
tugas yang penting, tidak memperlakukannya sebagai tujuan itu sendiri. Jadi, umat Buddha itu menerima
validitasnya ilmu pengetahuan, dan apabila mereka bersaing dengan sesuatu hypothesa ilmiah, mereka
melakukannya berdasarkan landasan empiris.
Ilmu pengetahuan Dunia Barat itu tidak hanya merupakan kasunyataan yang relative; itu juga merupakan suatu
sistem yang sehat, atau baik, yang mencakup segala sesuatu, dan yang paling sukses, dari kasunyataan yang
bersifat relative, yang pernah diperkembangkan oleh Manusia. Itu merupakan suatu kesatuan, telah
distandardisasi, bersifat akkumulatif, dan tersebar luas di dunia. Buddhisme itu dapat memperoleh keuntungan
dari sistem kasunyataan relative yang demikian itu, suatu kasunyataan relative yang berasal dari penyelidikan
yang bebas, yang berakar pada sekumpulan theori yang bersifat empiris dan akkumulatif. Buddhisme mengkritik
loncatan yang tak berdisiplin dari satu fakta ke fakta yang lainnya (vicikiccha). Ilmu pengetahuan Dunia Barat
dapat menolong Buddhisme untuk menyatukan dan mengsistematisir dharmanya dan menghubungkannya
dengan secara berhasil dengan sekumpulan theori ilmiahnya Dunia Barat.
Para filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan dari Dunia Barat mungkin telah bersiap-siap untuk menyetujui
pendapat bahwa Buddhisme telah memajukan filsafat ilmu pengetahuan, seperti yang argumentasinya telah saya
kemukakan dimuka tadi. Tetapi mereka mungkin berkeadaan sangat ragu-ragu tentang yang dilakukan oleh
buddhisme dengan istilah Kasunyataan yang bersifat hakiki atau yang paling tinggi (= Ultimate Truth), yang
akan disumbangkan oleh Buddhisme terhadap ilmu pengetahuan itu. Didalam keinginan mereka untuk
menggaris bawahi bahwa ilmu pengetahuan itu hanya membicarakan kasunyataan yang relative, mereka (para
sarjana, para ahli ilmu pengetahuan) itu telah memisahkan, atau mengeluarkan dari lingkupnya, semua yang
absolut dan yang hakiki, dari filsafat mereka. Mungkin mereka merasa bahwa filsafat ilmu pengetahuan-nya
Madhyamika itu dengan menggaris bawahi pengalaman yang total, dan kurang begitu menghargai pengalaman
keindriaan, serta menamakan itu sebagai kasunyataan yang absolut, berkeadaan jauh dari bersifat revolusioner;
hal yang demikian itu dikatakan sebagai bersifat mystic yang tidak usah dikemukakan, karena kurang perlu,
dan bersifat kabur. Tetapi kita dapat mengatakan bahwa mereka berkata secara tepat, apabila mereka mengatakan
bahwa pengalaman yang total itu merupakan satu-satunya kasunyataan yang absolut, atau yang hakiki, dan
filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme itu bersifat begitu revolusioner.
Pertama, dengan mengemukakan perlunya dimiliki pandangan bahwa filsafat ilmu pengetahuan yang sempurna
itu hendaklah memiliki kasunyataan yang hakiki atau yang paling tinggi, dan kasunyataan yang relative, dapat
mencegah filsafat ilmu pengetahuan terpecah, menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat material di satu fihak,
dan religi yang bersifat spiritual dan philosophi metaphysis, di fihak satunya lagi. Pandangan filsafat ilmu
pengetahuan, yang sempurna, hendaklah memiliki kedua aspek tersebut diatas.

http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 5/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Karena keterpecahan yang demikian itu benar-benar telah terjadi di Dunia Barat, maka kita telah mengalami
penderitaan tentang dualisme itu, hingga sekarang ini. Di Dunia Barat itu perkembangan filsafat ilmu
pengetahuan berjalan secara sangat lambat. Ilmu pengetahuan itu secara setingkat demi setingkat
memperbedakan dirinya dari pandangan yang bersifat religious atau metaphysis mengenai kasunyataan dan
pengetahuan, tetapi tidak perlu menyerang pandangan tersebut. Banyak sarjana-sarjana yang juga telah
menerima kasunyataan religious tersebut, dan beberapa lainnya tetap melanjutkan bersikap demikian, bahkan
hingga sekarang. Pandangan yang secara setingkat demi setingkat muncul, adalah bahwa ilmu pengetahuan itu
membicarakan sejenis kasunyataan, yang bersifat praktis, dan menyangkut masalah sehari-hari, yang
membicarakan bekerjanya dunia material, sedang religi, filsafat metaphysis, syair-syair, seni dan musik, itu
membicarakan kasunyataan yang tidak terikat waktu, yang membicarakan dunia rohani.
Sebagai hasilnya, maka ilmu pengetahuan itu telah memperoleh reputasi yang diberi cap berkeadaan dangkal,
dan bersifat tehnis, serta didalam beberapa hal bersifat terbatas dan tidak lengkap. Orang-orang mencari-cari
disana-sini, tentang apa yang kurang pada ilmu pengetahuan; mereka mencarinya didalam tempat-tempat yang
tampaknya kurang tepat, yaitu pada astrology, pada alchemy, dan pada black magic, tetapi juga mencarinya pada
kesenian, serta pada Religi-Religi yang sudah mantap, untuk mencari yang bersifat transcendent, karena sesuatu
yang sifatnya tidak mengalami perubahan-perubahan itu akan memberikan tempat yang damai bagi mereka.
Namun usaha-usaha penyelidikan mereka itu biasanya sia-sia belaka.
Filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme telah menyatukan kasunyataan material dan kasunyataan spiritual
didalam filsafat yang terpadu. Dengan melakukan hal yang demikian itu, filsafat ilmu pengetahuannya
Buddhisme dapat melenyapkan sifat kekakuan yang menekan dari kasunyataan materialnya ilmu pengetahuan,
dan dapat melenyapkan sifat spiritualnya dari semua sifat metaphysisnya ilmu pengetahuan, dan membawanya
kembali ke pengalaman langsung, yang dihayati di dunia nyata ini, dan sekarang ini.
Didalam Buddhisme, perkataan rohani (= spirit), apabila digunakan, berarti pengalaman aktual yang bersifat
total. Itutidak pernah berarti essensi, atau roh (= soul), atau suatu alam ideal yang makhluk yang bersifat abadi
(= immortal being). Apabila perkataan spiritual dipakai pada Buddhisme, maka itu yang dimaksudkan adalah
pengalaman. Itu menunjukkan bukan terhadap sesuatu pengalaman yang khusus, tetapi kepada pengalaman total,
dan terhadap pemahaman yang langsung atas pengalaman total, melalui penghayatan Penerangan Sempurna.
Pengalaman yang sama, yang menjadi basis ilmu pengetahuan, didalam keseluruhannya, menjadi basis dari
kebebasan.
Didalam Buddhisme aliran Mahayana, yang dinamai zat (= matter), adalah pengalaman yang
dikonseptualisasikan. Agar supaya membentuk suatu model yang bersifat simbolis atau konseptual, dari
pengalaman, yaitu misalnya pengalaman mengenai dunia, atau tubuh, atau otak, tugas kita akan terasa enak,
tidak sukar, apabila kita mau menganggap pengalaman itu sebagai zat (= matter = stuff), Dunia material itu
sesungguhnya tidak berat, padat, atau menekan. Itu hanyalah merupakan suatu model konseptual dari
pengalaman, yang juga ada didalam pengalaman. Jadi, istilah rupa, yang dipergunakan oleh Buddhisme aliran
Theravada, itu berarti zat (= matter), dan oleh aliran Mahayana, berarti bentuk (= form), atau model konseptual.
Filsafat pengetahuannya Mahayana, tentang alam, itu terbagi menjadi roh (= spirit) dan zat (= matter), dan
mentransformasikannya menjadi kekosongan (= emptiness) dan bentuk (= form), yaitu menjadi pengalaman
total dan model-model konseptual. Dan itu mentransformasikan pandangan yang religious dari dunia material,
yang muncul dari dan berada didalam dunia spiritual, menjadi pandangan ilmiah tentang model-model
konseptual, yang muncul dari dan berada didalam pengalaman aktual yang bersifat total.
Itu cukup bersifat revolusioner, tetapi filsafat ilmu pengetahuannya Mahayana, memiliki keterangan lebih lanjut.
Dengan mengatakan bahwa pengalaman aktual yang bersifat total, itu saja yang merupakan kasunyataan yang
hakiki, maka itu membuat tidak bersuaranya semua metaphysika, baik yang ada didalam, maupun yang ada
diluar, dari ilmu pengetahuan. Itu memperkuat fakta bahwa kasunyataan yang ilmiah itu tidak pernah lebih dari
kasunyataan yang relative, yang memiliki nilai yang besar, tetapi diterangkan lebih lanjut, dan dikatakan bahwa
suatu kasunyataan, yang verbal, atau yang numerical, yang sifatnya religious, dan philosophis, atau jenis lainnya
semacam itu, dapat juga tidak pernah meng-claim untuk berkeadaan lebih besar nilainya dari pada kasunyataan
yang bersifat empiris dan relative. Itu menolak validitasnya sesuatu kasunyataan yang absolut dan yang hakiki
lainnya, dengan pernyataan oleh sesuatu system non-ilmiah dari fikiran, karena adalah tidak mungkin ada
sesuatu, yang berada diatas, disebelah sananya, atau diluar pengalaman yang bersifat total.
Penolakan Pangeran Siddhartha terhadap Ke-Aku-an Hindu (= Hindu Self) itu mungkin dapat diperluas sampai
kepada Yang Absolut dari sesuatu filsafat yang metaphysis, Dewa, Surga, dan Neraka, saya fikir, oleh karena itu
juga Diri saya; semuanya adalah konsep-konsep, hanya kata-kata, yang terdapat didalam pengalaman. Semua
http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 6/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

kumpulan fikiran, dari Agama-Agama, Filsafat-Filsafat, dan Buddhisme itu sendiri semuanya adalah model-
model konseptual, dan semua terbuka bagi testing secara langsung, terhadap pengalaman dengan sifat ketatnya
dari methode ilmiah. Bahkan apabila Surga dan Neraka itu ternyata, setelah dibuktikan secara ilmiah, benar-
benar ada, itu tetap hanya merupakan bagian dari pengalaman total, dan tidak akan dapat didalam cara apa pun,
melebihi, atau bersifat transcendent, diatas pengalaman total.
Nagarjuna, bahkan melangkah lebih lanjut lagi, yaitu didalam arah bersaing dengan yang absolut lainnya,
didalam system pemikiran lainnya. Beliau tidak menyampaikan argumentasinya dari sudut pandangan ilmiahnya
sendiri, dan menyadari bahwa itu adalah hanya salah satu dari banyak sudut pandangan ilmiah lainnya.
Nagarjuna mempergunakan methode dialectic, yaitu beliau menyampaikan seperangkat uraian, untuk
membuktikan ketidak-benaran dari semua filsafat metaphysis, atas dasar istilahnya sendiri. Inilah sebabnya
mengapa tulisan-tulisan Nagarjuna itu penuh dengan begitu banyak hal-hal yang sangat cemerlang, tetapi
dengan analisa philosophis yang sangat sukar.
Dia membuktikan bahwa tidak ada religi atau philosophi yang secara logis dapat mendukung pernyataannya
sendiri, dengan mengatakan bahwa pengetahuannya meliputi kasunyataan yang absolut, dan dengan demikian
memungkinkan filsafat ilmu pengetahuannya meng-claim bahwa hanya filsafat ilmu pengetahuannya sendiri
yang merupakan filsafat pengetahuan yang valid.
Kalau kita ringkaskan semua yang telah kita kemukakan diatas itu, maka dapatlah kita jelaskan bahwa filsafat
ilmu pengetahuannya Buddhisme itu sungguh-sungguh bersifat revolusioner, dengan alasan-alasan sebagai
berikut ini :
Ilmu-ilmu pengetahuan mengetahui bahwa kasunyataan yang ilmiah adalah bersifat relative atau empiris, serta
didasarkan pada pengalaman yang aktual. Buddhisme juga menerima kasunyataan empiris, dan mendapati
bahwa itu terdapat pada sunyata. Saya percaya bahwa Sunyata itu menunjuk kepada pengalaman yang aktual,
dan dengan demikian Buddhisme juga berkata bahwa kasunyataan yang empiris itu haruslah terdapat pada
pengalaman yang aktual.
Saya percaya bahwa filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme itu bersifat revolusioner, karena tidak didasarkan
kepada pengalaman keindiriaan, tetapi didasarkan kepada pengalaman total; dan karena Buddhisme mengatakan
bahwa hanya pengalaman aktual yang total saja yang merupakan kasunyataan yang hakiki, atau yang paling
tinggi. Ini mencegahnya untuk tidak mengalamai pecahnya menjadi ilmu pengetahuan yang sifatnya material,
yang berat, dan prosaic, serta religi, philosophi, dan seni, yang sifatnya spiritual, liberal, dan transcendent. Itu
mencakup yang bersifat material, dan yang bersifat spiritual, technology dan liberal, yang keduanya terdapat
pada satu filsafat ilmu pengetahuan. Lagi pula, itu secara khusus menolak kasunyataan yang religious, dan
metaphysis, dan mengemukakan claimnya bahwa hanya filsafat ilmu pengetahuan (= philosophy of science)
saja, satu-satunya yang valid, dari filsafat pengetahuan (= philosophy of knowledge) yang ada.
Kalau Dunia Barat itu sangat hebat didalam hal systematisasinya dan applikasinya kasunyataan empiris, maka
Dunia Timur, memiliki, pada Buddhisme, suatu filsafat ilmu pengetahuan yang lebih tua dan lebih maju dari
pada yang dimiliki Dunia Barat. Seluruh sejarah ilmu pengetahuan itu perlu ditulis ulang kembali. Pangeran
Siddhartha, yang kemudian menjadi Buddha, itu adalah merupakan filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan, yang
pertama, yang memberikan kepada Dunia Timur, tradisi ilmiah setua seperti yang dimiliki oleh Dunia Barat, dan
sumbangan utamanya kepada Dunia Filsafat, adalah berupa meletakkan dan membuat filsafat ilmu pengetahuan
bersifat universal dan revolusioner.

(Sumber: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=907&multi=T&hal=0)

REFERENSI:
1. T.R.V. Murti The Central Philosophy of Buddhisme (= Filsafat Central-nya
Buddhism), Penerbitan: George Allen and Unwin, London, 1960,
yang terhadap mana, artikel ini banyak menggambil bahan
2. Madhyamika Karika, Diterjemahkan dari Early Madhyamika in India and China (=
Bab. 13.8 Madhyamika pada masa-masa awal di India dan China), oleh Richard
H. Robinson
3. Samyutta-Nikaya II Pali Text Society (= Perhimpunan Studi Naskah-Naskah berbahasa
Bab : XX.7 Pali)
4. Madhyamakavatara

http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 7/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Bab. VI
5. M.K. Bab. 13.7 Lihat catatan diatas.

Pencarian Populer :

filsafat budha
filosofi budha
filosofi buddha
ilmu budha
filsafat Buddha
filosofi ajaran buddha
aliran yogacara
filsafat buddha gautama
sunyata maknanya
Dogma agama vs annatta dalam buddha
perbedaan filsafat buddha dan hindhu
pengetahuan tinggi budha
pandangan ketidak benaran ajaran budha
kosong budha
konsep materialisme Budha
kata budha berisi adalah kosong kosong adalah berisi
kata bijak buddha tentang pengetahuan
Ilmu kasunyatan budha
ilmu budha bahatri
ajaran filosofi sidarta gautama
hakekat kosong menurut nagarjuna
ajran buhda matria
buddha dan kekosongan
Buddhisme sunyata
filsafat buda gaotama
ajaran budha kosong adalah isi

Artikel yang Berhubungan

Tidak ada artikel lain

Leave a Reply

Name (required)

Mail (will not be published) (required)

Website

http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 8/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

MEDITASI CENTER
Brahma Vihari Meditation Centre Indonesia
Chan Indonesia Facebook
Dhamma Java Meditation Centre
Hadaya Vatthu
Tergar Meditation Center Indonesia
Yayasan Satipathanna Indonesia Meditation Vipassana

Artikel yang Berhubungan

1. Bulan Magha Nan Agung


2. Lima Dasar Moral Umat Buddha
3. Agama Dan Penyalahgunaan Narkotika
4. Jalan Ke Surga
5. Meditasi Oleh : Venerable Ajahn Chah
6. Cara Pemujaan Yang Tertinggi
7. BAGAIMANAKAH MEMILIH AGAMA?
8. Jataka 57 KISAH MONYET DAN BUAYA

Recent Posts
Dhamma Setiap Hari.
MEDITASI SARANA PEMBUKTIAN ADANYA KELAHIRAN KEMBALI
10 Belenggu(Samyojana) kehidupan
Empat Dimensi Kesadaran
Kategori DhammaKarya: Taman Budicipta
INTISARI AGAMA BUDDHA : Kamma atau Hukum Sebab Akibat
RENUNGAN KELAHIRAN USIA-TUA, SAKIT DAN KEMATIAN
Pancasila (Lima Aturan Moralitas)
Arya Avalokiteshvara dan Mantra Enam Suku Kata
Mengolah Perhatian Murni Dalam Konteks Sangha

Website

Avalokitesvara Guan Yin


Bhagavant
Buddhis Net
Chan Indonesia
Cheng Yen
DhammaCitta
http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 9/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Dhammacitta Org
Ehipassiko Foundation
Gambar Buddhis (Buddhism Picture)
Guan Yin Citta Dharma Door
Indonesia Xin Ling Fa Men Buddha Institute
Info Buddhis
Kesaksian Buddhis
Lagu & Musik Mantra/Paritta Buddhist
Lagu Buddhis (Buddhist Song)
Lagu Buddhist by Obhasati Foundation
Pengalaman Buddhis
Renungan Cerita
Samanggi Phala Website
Yayasan Tzu Chi Indonesia

Facebook Update

Artikel Buddhis
150.611 suka

Sukai Halaman Tonton Video

2 teman menyukai ini.

Popular Search Terms

buddha kebahagiaan suci surga, hukum karma dalam agama buddha, gambar-gambar cinta, gambar love, Kata
kata frustasi, cerpen bergambar, love, cerita binatang bergambar, pengertian agama buddha, meditasi buddha,
hukum karma, filsafat budha, agama buddha, hukum karma agama buddha, agama budha, Meditasi Budha,
lambang cinta, cerpen binatang, hukum karma cinta, cara meditasi yang benar menurut buddha, gambar budha,
meditasi, karma dalam agama buddha, khotbah agama buddha, kata frustasi, doa agama buddha, cerita hewan,
gambar frustasi, dewa budha, cara meditasi buddha

Recent Search Terms

http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 10/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Sebutkan 4 ajaran pokok agama budha yang diajarkan oleh sidarta gautama, cara membuka mata batin agama
budha, agama buddha, dhammadesana tentang kemanusian, 4 hal dalam agama budha, dewa tertinggi buda,
tujuan agama buddha agar manusia dapat mencapai, tujuan agama buddha agar manusia mencapai, alasan doa
tidak terkabul di budha, meditasi pernafasan, kliping tentang ucapan benar, www pertunjukan gaib budha com,
mantera penglaris dalam agama buddha, hantu dalam agama buddha, Cara meditasi yang baik menurut agama
budha, doa kesembuhan dalam agama buddha, khotbah agama buddha, mengatasibrasa marah menurut budha,
gambar agama konghucu saat berdoa, cara menghilangkan penderitaan dari batin, keyakinan saddha, maksud
dari upasakka upasikka, keyakinan yang benar menurut agama buddha, Meditasi Budha, ego dalam pqndangqn
budist, mantra buddha untuk, pengertian dana paramita, kata renungan budha, taat kepada perintah menut agama
budha, kwlakuan orang tua terhadap anaknya akan mendapat karma

Photo Gallery

MEDITASI SARANA PEMBUKTIAN ADANYA KELAHIRAN KEMBALI

Arya Avalokiteshvara dan Mantra Enam Suku Kata

Mengolah Perhatian Murni Dalam Konteks Sangha

Berdana Dengan Pengertian

Berikan yang Terbaik

Sudahkah Anda Mencintai Diri Sendiri?

Uncategorized
Perspektif Buddhis
Meditasi
Budhisme
Dasar Agama Budha
Dhamma
Tokoh Buddhis
Mahayana
Vajrayana
Renungan

Tentang Kami
http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 11/12
9/17/2017 Filsafat Buddha | Artikel Buddhis | Ajaran Budha | Agama Budha

Index Artikel
List File Buddhis
List Lagu Buddhis
RSS

Log in | Designed by Gabfire themes

http://artikelbuddhist.com/2011/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-buddhisme.html 12/12

Anda mungkin juga menyukai