PENDAHULUAN
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam
pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah
non teknis misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS
KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam
pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA dikembangkan untuk intensifikasi manajemen
program. Walaupun demikian, hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan
kabupaten dapat dipakai untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang
rawan. Demikian pula rekapitulasi PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk
menentukan kabupaten yang rawan.
PEMBAHASAN
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah
alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja
secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat.
Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,
ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir
dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut. Definisi dan
kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut WHO, Surveilens
adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan
mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya
dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi
suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam
kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA. Dengan PWS KIA
diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka
diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini
mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.Penyajian PWS KIA
juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi kepada sektor
terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk
memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus
ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA,
intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil
analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis
PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota
yang rawan.
6
cara Format Hard Disk maka metode ini tidak mampu melakukan penyelamatan
data.
7
Penjelasan dari di atas sebagai berikut:
1. Pelayanan Antenatal
8
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
2. Pertolongan Persalinan
a. Pencegahan infeksi
e. Memberikan pada bayi baru lahir : Vit K 1, salep mata dan imunisasi
Hepatitis B0 (Hep B0).
9
b. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan.
10
f. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk
panggul dan tulang belakang
g. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum
kehamilan ini.
h. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain:
Tuberkulosis, Kelainan jantung-ginjal-hati, Psikosis, Kelainan
endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus dll),
Tumor dan Keganasan
i. Riwayat kehamilan buruk: Keguguran berulang, Kehamilan
Ektopik Terganggu, Mola Hidatidosa, Ketuban Pecah Dini, Bayi
dengan cacat kongenital
j. Riwayat persalinan berisiko: Persalinan dengan seksio sesarea,
ekstraksi vakum/ forseps
k. Riwayat nifas berisiko: Perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa
nifas, Psikosis post partum (post partum blues)
l. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi
dan riwayat cacat kongenital.
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
11
h. Infeksi berat dalam kehamilan: Demam berdarah, Tifus
abdominalis, Sepsis.
i. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
j. Perdarahan pasca persalinan: atonia uteri, retensi plasenta, robekan
jalan lahir, kelainan darah.
k. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat
penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu
dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk
kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko pada ibu baik
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya
penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
12
c. Pencegahan dan penanganan infeksi.
e. Penanganan abortus.
13
b. Perawatan tali pusat
14
e. Konseling pencegahan hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di
rumah menggunakan Buku KIA
15
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam
Buku KIA/KMS, dan pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK) serta mendapat Vitamin A 2 kali dalam
setahun.
9. Pelayanan KB Berkualitas
16
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif
(Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mencapai 60,3% (SDKI 2002)
dan angka ini merupakan pencapaian tertinggi diantara negara-negara
ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak
menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut
data SDKI 2002 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 21,1%,
pil 15,4 %, AKDR 8,1%, susuk 6%, tubektomi 3%, vasektomi 0,4%
dan kondom 0,7%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus
pemakain (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan
yang terus-menerus. Disamping itu pengelola program KB perlu
memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan 4 terlalu (terlalu
muda, tua, sering dan banyak). Untuk mempertahankan dan
meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan
program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis
dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu
diterapkan pelayanan yang sesuai standard an variasi pilihan metode
KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan
non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial,
pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis
situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
17
2.5 Batasan dan Indikator Pemantauan
1. Batasan
a. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan.
Yang dimaksud kunjungan ibu hamil disini adalah kontak ibu hamil dengan
tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standart
yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil
yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi tidak kontak tenaga kesehatan (di
posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk dapat
memberikan pelayanan antenatal sesuai standar dapat dianggap sebagai kunjungan
ibu hamil.
Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
e. K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat atau lebih untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat :
18
3) Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai hari ketujuh (sejak 6 jam
sampai setelah lahir 7 hari)
2) Kunjungan ke dua kali pada hari ke delapan sampai hari ke duapuluh delapan (8-
28 hari)
Adalah kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan minimal 3 kali untuk
mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan ibu nifas, baik didalam
maupun diluar gedung puskesmas termasuk bidan didesa, polindes dan kunjungan
rumah dengan ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai hari ketujuh (1-7 hari)
2) Kunjungan ke dua kali pada hari ke delapan sampai hari ke duapuluh delapan (8-
28 hari)
3) Kunjungan ketiga kali pada hari keduapuluh sembilan sampai dengan hari ke
empatpuluh dua (29-42hari)
Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun
waktu 1 tahun.
19
i. Ibu hamil beresiko
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.
2. Indikator Pemantauan
a) Cakupan K1 adalah persentase ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan
oleh tenaga kesehatan.
e) Contoh Perhitungan :
a) Cakupan ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
b) Ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi
20
pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan
pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga umur
kehamilan.
d) Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap
(memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping
menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
d) Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh
tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA
dalam pertolongan persalinan sesuai standar.
21
4) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
a) Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6
jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar.
b) Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
c) Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3
kali, pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3 hari, pada minggu kedua, pada
minggu ke empat termasuk pemberian vitamin A 2 kali serta persiapan dan
pemasangan KB pasca persalinan.
d) Jumlah seluruh ibu nifas dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,05 x CBR x
jumlah penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk kab/kota didapat dari BPS
masing masing kab/kota/propinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05 adalah
konstanta untuk menghitung ibu nifas.
e) Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan
ibu nifas.
g) Contoh perhitungan :
Jumlah penduduk 500.000, angka kelahiran kasar (CBR) 2,3%, hasil pelayanan
nifas = 10.000 januari desember 2008. maka cakupan pelayanan nifas adalah
10000 X 100% = 82,82% .
Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat
dalam melakukan deteksi ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
Dengan indikator ini dapat diketahui akses/ jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal. Jumlah sasaran bayi dalam 1 tahun dihitung berdasarkan
22
jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam suatu wilayah tertentu. Contoh
perhitungan :
Untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z diN Kabupaten Dumai
Propinsi Riau yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka Jumlah bayi
= 0,0248 (CBR Kabupaten Dumai) x 1500 = 37,2. Jadi sasaran bayi di desa Z
adalah 37 bayi.
Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan
ibu nifas
Dalam upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para aparat setempat,
dipergunakan indikator indikator yang terpilih yaitu
23
2) CakupanK4, yang menggambarkan kualitas pelayanan KIA.
1. Penyiapan data
24
a. Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh dari
catatan ibu hamil per desa/kelurahan, register kegiatan harian, register kohort ibu
dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per desa/kelurahan, catatan posyandu,
laporan dari bidan/dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
b. Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data cakupan per
desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama
c. Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah data cakupan per
bulan
d. Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai korelasi
misalnya K1, K4 dan Pn.
2. Pembuatan Grafik.
K1 Kumulatif
K1 Mei 2008
25
Pencapaian cakupan kunjungan pertama ibu hamil per desa selama bulan Juni
2007 X 100% .Sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun. Langkah langkah
yang dilakukan dalam membuat grafik PWS KIA (dengan menggunakan contoh
indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut menentukan target rata rata per
bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertical (sumbu Y).
Misalnya : target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam 1 tahun ditentukan
100 % (garis a), maka sasaran pencapaian kumulatif sampai dengan bulan Juni
adalah (6 x 8,3 %) = 50,0% (garis b).
d. Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini (Juni) dan bulan lalu (Mei) untuk tiap
desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masing masing.
Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila pencapaian
cakupan bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka digambar anak panah yang
menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari
cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan kebawah,
sedangkan untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan dengan tanda (-).
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat
mengetahui tentang reflek pada bayi untuk mempermudah
pembelajaran mata kuliah keperawatan maternitas.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://lindamelin.blogspot.co.id/2014/06/pemantauan-wilayah-setempat-pws-
kia.html Diakses pada Rabu, 10 Agustus 2016
https://staff.blog.ui.ac.id/r-suti/files/2010/03/buku-pws-bab-i-
pendahuluan.pdf Diakses pada Rabu, 10 Agustus 2016
28