Referat Baru
Referat Baru
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
PEMBIMBING:
dr. James , Sp.PD
DISUSUN OLEH:
Eka Febriani
030.13.067
Disusun oleh:
Eka Febriani
030.13.067
Telah diterima dan disetujui oleh dr. James Sp.PD selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo
Jakarta, 2017
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Jakarta, 2017
Eka Febriani
Ko-asisten Ilmu Penyakit Dalam RS TNI AL Dr. Mintohardjo
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 sejarah antibiotik ............................................................................ 4
2.2 cara kerja antibiotik........................................................................ 9
2.3 penggolongan antibiotik ................................................................ 10
2.4 daftar antibiotik untuk kalangan khusus ........................................ 43
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.2 Aspek Farmakologis Antibiotik
a. Farmakokinetik
Farmakokinetik merupakan aspek yang menjelaskan mengenai perjalanan dan
apa yang terjadi pada obat saat berada di dalam tubuh. Di antaranya termasuk
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Proses absorpsi umumnya
dikaitkan dengan penyerapan obat di saluran cerna pada pemberian oral. Setelah
mencapai kadar puncak dalam darah, konsentrasi obat akan menurun secara cepat
dalam fase yang disebut dengan fase alfa () Pada fase selanjutnya yaitu fase beta
() maka konsentrasi antibiotik akan menurun secara perlahan dan stabil. Pada
fase beta ini yang menentukan waktu paruh (t1/2) dari suatu antibiotik. Pada
proses absorpsi ini, tidak semua obat akan mencapai sirkulasi sistemik dalam
keadaan utuh/aktif, dan jumlah persentase obat yang mencapai sirkulasi sistemik
dalam keadaan utuh atau aktif disebut bioavailabilitas. Sedangkan kesetaraan
jumlah obat dalam sediaan dengan kadar obat dalam darah atau jaringan disebut
bioekuivalensi.5
Setelah diabsorpsi, obat akan berkaitan dengan albumin sebagai protein
dominan dalam serum dan kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Persentase antibiotik yang terikat secara reversibel terhadap
albumin serum digambarkan dengan istilah protein binding. Obat kemudian akan
melepaskan diri dari ikatannya dengan albumin, dan menembus beberapa
membran sel sesuai dengan gradien konsentrasi dan mencapai tempat infeksi lalu
berikatan dengan protein jaringan. Distribusi obat antara lain dipengaruhi oleh
aliran darah, pH, protein binding, dan volume distribusi. Pasca distribusi obat,
obat kemudian akan mengalami metabolisme oleh berbagai enzim dan yang
terpenting di antaranya adalah enzim sitokrom P450, sehingga pemberian obat-
obatan yang dapat meningkatkan atau menghambat kerja enzim ini dapat
mempengaruhi aktivitas antibiotik
Obat yang dalam keadaan aktif akan ditingkatkan kelarutannya sehingga lebih
mudah diekskresikan dan umumnya obat menjadi inaktif. Sedangkan untuk obat
dalam bentuk prodrug, enzim akan mengaktivasi obat tersebut menjadi bentuk
yang aktif. Antibiotik umumnya dieliminasi melalui ginjal dan diekskresikan
3
melalui urin dalam bentuk metabolit aktif dan inaktif. Antibiotik juga dapat
dieliminasi melalui empedu dan diekskresikan ke dalam usus. Dari dalam usus
sebagian obat akan dibuang melalui feses, dan sebagian akan kembali diserap dan
dibuang melalui ginjal. Sebagian kecil obat juga diekskresikan melalui keringat,
liur, air mata, dan air susu.
b. farmakodinamik
Farmakodinamik menggambarkan efek kerja suatu obat. Secara
umum,aktivitas antibiotik dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan mikroba) dan bakterisidal (membunuh mikroba).
Contoh antibiotik yang bersifat bakterisidal antara lain aminoglycoside, beta-
lactam, metronidazole, kuinolon, rifampicin, pirazinamide, vancomycin,
isoniazide, dan bacitracin. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik
antara lain chloramphenicol, clindamycin, ethambutol, mac- rolide, sulfonamide,
tetracycline dan trimetho- prim. Namun sifat bakteriostatik dan bakterisid dari
antimikroba tidak mutlak karena antibiotik dengan sifat bakteriostatik dapat pula
bersifat bakterisid bila kadarnya ditingkatkan
kadar antibiotik minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroba dikenal dengan istilah kadar hambat minimal (KHM) dan
kadar bunuh minimal (KBM). Fungsi antibiotik terhadap KHM dapat dibagi
menjadi fungsi terhadap konsentrasinya (concentration dependent) dan terhadap
waktu (time dependent). Pada antibiotik golongan concentration dependent maka
semakin tinggi kadar obat dalam darah maka semakin tinggi pula daya kerjanya
sehingga kecepatan dan efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan dengan menaikkan
kadar obat dalam darah hingga jauh di atas KHM. Sedangkan pada antibiotik jenis
time dependent, selama kadarnya dapat dipertahankan sedikit di atas KHM
sepanjang masa kerjanya, kecepatan dan efektivitas kerja obat tersebut akan
mencapai nilai maksimal. Contoh antibiotik golongan concentration dependent
adalah quionolone dan aminoglycoside, sedangkan contoh antibiotik golongan time
dependent adalah beta tumbuhan mikroorganisme meskipun kadarnya lebih rendah
dari KHM. Fenomena ini disebut postantibiotic effect. Efek ini dipengaruhi oleh
4
jenis antibiotik dan mikrooragnismenya sendiri, contohnya quionolone dan
aminoglycoside yang memiliki postantibiotic effect yang cukup lama terhadap
kuman gram negative.5
5
2.4 Sefalosporin
Sefalosporin merupakan salah satu antibiotik yang memiliki cincin -laktam
dalam strukturnya sehingga tergolong antibiotik -laktam bersama-sama dengan
penisilin, monobaktam, dan karbapenem. Sefalosporin tergabung dalam
cephem,subgroup antibiotik -laktam bersama dengan sefasimin. Seperti halnya semua
senyawa metabolit sekunder, antibiotic sefalosporin dihasilkan dalam industri
bioproses yang melibatkan mikroorganisme. Sefalosporin C merupakan contoh
sefalosporin yang paling awal ditemukan. Fungsinya sebagai antibiotik yang cukup potensial
menjadikannya produk antibiotik yang banyak dihasilkan setelah penisilin. Dengan mengubah-
ubah gugus sampingnya,diperoleh berbagai senyawa turunan sefalosporin atau
disebut sefalosporin semisintetik dengan sifat-sifat yang berbeda. sephalosporin mirip
dengan penisilin, namun lebih stabil pada banyak bakteri laktamase dan oleh
karena itu memiliki spektrum aktivitas yang lebih luas. Namun, strain E coli dan
Klebsiella sp mengekspresikan laktamase spektrum luas yang dapat
menghidrolisis kebanyakan sefalosporin. sephalosporin tidak aktif melawan
enterococci dan L monocytogenes.7,8
6
Atas usul British Medical Research Council, Brotzu kemudian mengirimkan kultur C.
acremonium, yang kemudian diklasifikasi ulang sebagai Acremonium chrysogenium .
Pada tahun 1971 oleh Gams kepada Howard Florey diOxford Guy Newton dan
Edward Abraham di Sir William Dunn School of Pathology, University of Oxford pada
tahun 1951 berhasil menemukan senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh
kultur Acremonium yang kemudian diberi nama sefalosporin C.
Pada tahun 1955, antibiotik sefalosporin C menunjukkan spectrum aktivitasnya yang
lebar, termasuk banyak strain Staphylococcus aureus yang sensitif dan resistan
terhadap penisilin. Riset dan pengembangan industri produksi sefalosporin semakin
marak mengingat potensi yang besar dari sefalosporin. Proses produksi yang
pertama melibatkan Glaxo dari Inggris, dan Ely Lilly dari Amerika Serikat,
sebagai yang pertama bernegosiasi dengan NRDC (National Research Development
Corporation). Pada tahun 1985, gen biosintetik -laktam pertama, pcbC
(encoding cyclase)berhasil dikloning dari A. chrysogenum. Perkembangan ini cukup berarti
bagi industri sefalosporin mengingat pembuatan enzim yang diperlukan bagi industri inimenjadi
lebih mudah. 9
7
muda, yang biasanya tidak berbentuk (amorf), tetapi kadang-kadang
bisaberbentuk kristal. Sefalosporin umumnya tidak memiliki titik leleh yang
tinggi. Sifatasamnya umumnya berasal dari gugus karboksilatnya yang terikat pada
cincindihidrothiazin. Nilai keasamannya, pKa, tergantung kondisi lingkungannya.Salah satu
sifat fisik yang mencolok dari sefalosporin adalah frekuensidalam spektrum
inframerah. Absorpsi terjadi pada frekuensi tinggi (1770-1815 cm-1)yang berasal
dari karbonil -laktamnya. Dibandingkan dengan frekuensi gugus karbonilpada
senyawa lain, misal karbonil ester (1720-1780 cm-1) dan amida (1504-1695 cm-
1),bisa dibilang cukup tinggi. Beberapa sifat fisik sefalosporin ditampilkan dalam
tabel dibawah ini.
Gamabar 1. Struktur kimia antibiotik sepaholsporin
8
sefalosporin berasal dari fungus cephalosporium acremonium yang diisolasi pada
tahun 1948 oleh brotzu. Inti dasar dari sefalosporin adalah asam 7amino
sefalosporanat (7-ACA) Meruapakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin
betalaktam. Mekanisme kerja antimikroba sefalopsporin menghambat sintesis
dinding sel mikroba pada tahap transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian
reaksi pembentukan dinding sel. 10
9
melalui melalui gula amino bergantian, N-asetil glukosamin dan asam-asam asetat
N-asetil. Ini berakhir pada struktur D-alanyl-D-alanin. Selama pertumbuhan,
protein pengikat penisilin dan -laktam menghilangkan struktur alanin terminal
untuk membentuk ikatan silang dengan peptida terdekat. Antibiotik -laktam
bekerja dengan membatasi penghubungan silang melalui penghambatan ikatan
transpertidasi akhir yang membentuk ikatan kovalen dengan protein pengikat
penisilin. Tindakan bakterisida terakhir adalah inaktivasi inhibitor enzim autolitik
di dinding sel, yang menyebabkan lisis bakteri. Mekanisme kerja obat-obatan
sefalosporin mirip dengan penisilin, enzim ini menghambat enzim yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri dengan menggabungkan protein
pengikat penisilin (PBP).
Resistensi terhadap penisilin dan -laktam lainnya disebabkan oleh salah satu
dari empat Mekanisme umum: (1) inaktivasi antibiotik oleh -laktamase, (2)modi-
fikasi target PBPs, (3) gangguan penetrasi obat kearah target get PBPs, dan (4)
efflux. Produksi beta-laktamase paling banyak mekanisme resistensi yang umum.
Ratusan berbeda -laktamase telah diidentifikasi. Beberapa, seperti yang
diproduksi oleh Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan Escherichia
coli relatif sempit pada spesifisitas substrat, lebih memilih penisilin untuk
sefalosporin Basa-laktamase lainnya, misalnya AmpC -laktamase yang
dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter sp, dan extended-
spektrum -laktamase (ESBL), menghidrolisis sefalosporin dan penisilin.
Carbapenem sangat resisten terhadap hidrolisis oleh penisilinase dan
sefalosporinase, namun dihidrolisis oleh metallo- laktamase dan karbapenemase.
Aliran target PBPs adalah dasar resistensi methicillin di stafilokokus dan
resistensi penisilin pada pneumokokus dan enterococci. Organisme resisten ini
menghasilkan PBP yang dimilikinya afinitas rendah untuk mengikat antibiotik -
laktam, dan akibatnya, Mereka tidak terhambat kecuali pada tingkat yang relatif
tinggi, seringkali secara klinis tidak dapat diraih, konsentrasi obat. Resistensi
akibat gangguan penetrasi antibiotik ke targetPBP hanya terjadi pada spesies gram
negatif karena kedapnya membran dinding sel luar, yang absen dalam gram positif
10
bakteri. Antibiotik beta-laktam melintasi membran luar dan masukkan organisme
gram negatif melalui protein membran luar
saluran yang disebut porins Tidak adanya saluran atau down regulation yang
tepat dari produksinya bisa sangat mengganggu masuknya obat ke dalam sel.
Penetrasi yang buruk saja biasanya tidak cukup untuk berunding resistensi karena
cukup antibiotik akhirnya masuk ke sel menghambat pertumbuhan Namun,
penghalang ini bisa menjadi penting dalam adanya -laktamase, bahkan yang
relatif tidak aktif, selama itu bisa menghidrolisis obat lebih cepat daripada
memasuki sel. Gram negatif Organisme juga bisa menghasilkan pompa efflux,
yang terdiri dari komponen protein sitoplasma dan periplasma yang efisien
Mengangkut beberapa antibiotik -laktam dari periplasma kembali melintasi
membran luar.9, 11
2.7 Macam-macam golongan sefalosporin
Sefalosporin dibagi menjadi 4 macam generasi berdasarkan aktivitas
mikrobanya juga sesuai urutan masa pembuatannya.
a) Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama memiliki spektrum k yang relatif sempit yang
difokuskan terutama pada cocci gram positif. Mereka bekerja melawan bakteri gram
postif seperti Streptococci, Staphylococci, Enterococci. Karena mereka memiliki
spektrum aktivitas yang sempit, mereka tidak efektif melawan bakteri resisten
Methicillin seperti Staphilococcus aureus, namun efektif melawan Escherichia coli,
Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumoniae, meskipun kerentanannya dapat
bervariasi. Tidak efektif melawan, aktivitas buruk melawan Moraxella catarrhalis
dan Hemophilus influenzae. Efektif terhadap anaerob yang paling rentan terhadap
Penisilin kecuali kelompok Bacterioides fragilis. Sefalosporin generasi pertama
dapat digunakan jika terjadi infeksi kulit dan jaringan lunak yang tidak rumit,
terhadap faringitis Strepticoccal dan profilaksis bedah ringan. Ini adalah alternatif
yang baik untuk Penisilin Anti Staphylococcal. Tapi tidak diindikasikan pada kasus
Otitis media. Sefalosporin generasi pertama lebih aman karena tidak menembus
cairan spinal serebral. Meskipun mereka tidak dianjurkan untuk infeksi sistem saraf
pusat, karena antibiotik spektrumnya sempit. Cefazolin adalah salah satu molekul
yang lebih baik di antara sefalosporin generasi pertama.9.11
11
Gambar 3.antibiotik golongan sephalosporin generasi pertama
12
Penggunaan klinis Obat oral dapat digunakan untuk pengobatan
infeksi saluran kemih dan infeksi staphylococcal atau streptococcal, termasuk
selulitis atau abses jaringan lunak. Namun, sefalosporin oral Seharusnya tidak
untuk pada infeksi sistemik yang serius. Cefazolin menembus dengan baik ke
sebagian besar jaringan. Ini adalah obat dari pilihan untuk profilaksis bedah.
Cefazolin juga bisa menjadi pilihan di infeksi yang merupakan obat paling
tidak beracun (misalnya, pembuatan penisilinase E coli atau K pneumoniae)
dan pada individu dengan infeksi staphylococcal atau streptococcal yang
memiliki riwayat alergi penisilin selain hipersensitivitas langsung. Cefazolin
tidak menembus sistem saraf pusat dan tidak bisa digunakan untuk mengobati
meningitis. Cefazolin adalah alternatif antistafilokokus penisilin untuk pasien
yang alergi terhadap penisilin. 9,12
13
sawar darah otak. Cyphamycin adalah obat pilihan di antara 2 generasi kelas
Cephalosporins.
14
Penggunaan klinis Generasi kedua sefalosporin aktif melawan -laktamase
yang memproduksi H influenzae atau Moraxella catarrhalis dan miliki terutama
digunakan untuk mengobati sinusitis, otitis, dan infeksi saluran pernapasan bagian
bawah, di mana organisme ini memiliki peran penting. Karena dari aktivitas
mereka terhadap anaerob (termasuk banyak strain B fragilis),cefoxitin, cefotetan,
atau cefmetazole dapat digunakan untuk mengobati anaerobik campuran infeksi
seperti peritonitis, divertikulitis, dan radang panggul. Cefuroxime digunakan
untuk mengobati masyarakat yang diakuisisi pneumonia karena aktif melawan
produksi -laktamase H influenzae atau K pneumoniae dan beberapa penisilin-
tidak rentan pneumokokus Meski cefuroxime melintasi sawar darah otak, namun
kurang efektif dalam pengobatan meningitis dari pada ceftriaxone atau sefotaksim
dan tidak boleh digunakan.9,11,12
15
Ceftazidime dan Ceforperazone adalah dua dari generasi ke generasi
sefalosporin yang juga dikenal sebagai AntiPseudomonal. Sefalosporin Mereka
efektif melawan Pseudomonas aeruginosa.
16
sedangkan pada alergi penisilin yang ringan dan sedang, kemungkinannya kecil.
Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksik
dibandingkan dengan aminoglikosida dan polimiksin. Kombinasi sefalosporin
dengan aminoglikosida memper-mudah terjadinya nefrotoksisitas. Depresi
sumsum tulang terutama granulositopenia jarang terjadi. Reaksi alergi merupakan
efek samping yang paling sering terjadi sekitar 1-4% tetapisyok anafilaktik jarang
terjadi. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme
bronkusdan urtikaria dapat terjadi.
Gambar 3. Penggolongan antibiotic golongan sefalosporin.
17
Gambar 4. Parameter farmakokinetik beberapa sefalosporin
18
Sefalosporin generasi ketiga Golongan ini umumnya kurang aktif terhadap
kokus gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif
terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Seftazidim
aktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif lainnya.
Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin
yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan untuk
infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. Garam kalsium
seftriakson kadang-kadang menimbul-kan presipitasi di kandung empedu. Tapi
biasanya menghilang bila obat dihentikan. Sefoksitin aktif terhadap flora usus
termasuk Bacteroides fragilis, sehingga diindikasikan untuk sepsis karena
peritonitis.
Sefalosprin generasasi ke empat diindikasikan untuk terapi emperik
infeksi nosokomial yang diantisipasi bakteri yang disebabkan oleh bakteri yang
memproduksi betalaktame dengan spektrum diperluas contohnya pada isolat
nosokomial enterobacter , citrobacter. 8,9
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Sulastrianah, Badaruddin F, Massi N. Rasionalisasi Peng-
gunaan Antibiotik di RSUP.DR.Wahidin Sudirohusodo Periode November
2011-Januari 2012 dan Maret-Mei 2012 [Tesis].Universitas Hasanuddin
Makassar; 2012.
2. Wax R et al. Bacterial Resistance to Antimicrobials, 2nd edition. Boca
Raton, FL:CRC Press 2008:46.
3. Ambwani S, Mathur AK. Rational Drug Use. Health Ad- ministrator XIX
2006
4. Zhang,Y. Mechanisms of antibiotic resistance in the Antibioka Resistensi
dan Rasionalitas Terapi microbial world. Baltimore, USA. 2007.
5. Pohan HT. Dasar-dasar Pemilihan Antibiotik pada Infeksi Komunitas.
Dalam : Setiati et al. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia 2005:50-55.
6. Pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi antibiotik. Kementrian
kesehatan republik indonesia 2011.
7. Andes, D. and Craig, W.A. Pharmacodynamics of a New Cephalosporin,
PPI-0903(TAK-559),Active Against Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus in MurineThigh and Lung Infection Models: Identification of an In
Vivo Pharmacokinetic Pharmacodynamic Target. Antimicrobial Agents
and Chemotherapy.2006.(40);41376-1383.
8. Katzung BG, Masters BS, Trevor AJ, Basic and Clinical Pharmacology,
11th ed. Lange, 2009.
9. Elander, R.P.Industrial Production of -lactam Antobiotics. Journal of
ApplicationMicrobiology Biotechnology. 2003, 385-392.
10. Kim, Youngsoo and Hol, Wim G.J. Structure of Cephalosporin Acylase
in Complex with Glutaryl-7-aminocephalosporanic acid and Glutarate:
Insight into the Basisof Its Substrate Specificity. Chemistry & Biology.
2001(8);12,1253-1264
20
11. Devansh Mehta, Anuj Kumar Sharma. Cephalosporins: A Review on
Imperative Class of Antibiotics. Inventi Rapid: Molecular Pharmacology
2016(1): 1-6,
12. Ganiswara S.G. Farmakologi dan terapi. Ed IV Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. 2012
13.
14.
21