Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

PEMBIMBING:
dr. James , Sp.PD

DISUSUN OLEH:
Eka Febriani
030.13.067

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSAL MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
22 juli 30 Seyptember 2017
LEMBAR PENGESAHAN

Referat Dengan Judul


Pengunaan antibiotik

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo periode 24 juli 30 September 2017

Disusun oleh:
Eka Febriani
030.13.067

Telah diterima dan disetujui oleh dr. James Sp.PD selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSAL Mintohardjo

Jakarta, 2017
Mengetahui,

dr. James, Sp.PD

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin. Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada


Allah SWT atas rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Penggunaan antibiotik. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo periode 24 juli 30
September 2017.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. James Sp.PD, sebagai
dokter pembimbing, rekan-rekan sesama koasisten interna di RS TNI AL Dr.
Mintohardjo dan semua pihak yang turut serta berperan memberikan doa,
semangat dan membantu kelancaran dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Pada kesempatan ini, penulis memohon maaf kepada
para pembaca. Masukan, kritik, dan saran akan peneliti jadikan bahan
pertimbangan agar penelitian kedepannya menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 2017

Eka Febriani
Ko-asisten Ilmu Penyakit Dalam RS TNI AL Dr. Mintohardjo

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 sejarah antibiotik ............................................................................ 4
2.2 cara kerja antibiotik........................................................................ 9
2.3 penggolongan antibiotik ................................................................ 10
2.4 daftar antibiotik untuk kalangan khusus ........................................ 43

BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 46


DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 37

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Antibiotik golongan penisilin .............................................................. 8


Gambar 2 Parameter farmakokinetik beberapa penisilin ..................................... 9
Gambar 3 Penggolongan antibiotic golongan sefalosporin. ........................... 14
Gambar 4 Parameter farmakokinetik beberapa sefalosporin ................................ 15
Gambar 5 interaksi obata golongan karbapenem dengan antibiotik laiu ............ 22
Gambar 6 Daftar Antibiotik yang Tidak Boleh Diberikan pada anak .................. 43
Gambar 7 Daftar Antibiotik yang Perlu Dihindari Pada Wanita Menyusui ......... 44
Gambar 8 Antibiotik Menurut Kategori Keamanan Untuk Ibu Hamil ................ 44
Gambar 9 Antibiotik yang Dikontraindikasikan terhadap Ibu Menyusui ............ 45

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting, khususnya di negara berkembang. Penggunaan antibiotik dalam
pengobatan untuk manusia sudah dimulai sejak tahun 1940. Selama 63 tahun,
penggunaan antibiotik semakin luas. Hal ini mengakibatkan meluasnya potensi
resistensi bakteri. Penggunaan antibiotik dalam jumlah yang banyak dan
penggunaannya yang salah diduga sebagai penyebab utama tingginya jumlah
patogen dan bakteri komensal resisten di seluruh dunia. 1

Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study)


terbukti dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap
berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan
kloramfenikol (25%). Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit
didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu
ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin
(22%), dan gentamisin (18%).Hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan akan
antibiotik-antibiotik baru. Pengurangan jumlah kejadian penggunaan penggunaan
antibiotik yang tidak tepat merupakan cara terbaik untuk melakukan kontrol
terjadinya resistensi bakteri. 2

Konsep mengontrol penggunaan obat ini sering disebut dengan


pengobatan yang rasional. Atau secara sederhana diartikan sebagai meresepkan
obat yang tepat, dalam dosis yang adekuat untuk durasi yang cukup dan sesuai
dengan kebutuhan klinis pasien biotik yang tepat adalah penggunaan antibiotik
yang efektif dari segi biaya dengan peningkatan efek terapeutik klinis, biotik yang
tepat adalah penggunaan antibiotik yang efektif dari segi biaya dengan
peningkatan efek terapeutik klinis, meminimalkan toksisitas obat dan
meminimalkan terjadinya resistensi. 3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi antibiotik Dan Sejarah Antibiotik


Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios=
hidup. Antibiotika adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama
fungi dan bakteri tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi
mikroba jenis lain, sedangkan toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil.
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali menemukan
apa yang disebut magic bullet, yang dirancang untuk menangani infeksi
mikroba. Pada tahun 1910 Ehrlich menemukan antibiotika pertama, Salvarsan
yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh sarjana
Inggris dr.Alexander Fleming yang secara tidak sengaja menemukan penicillin
pada tahun 1928 Antibiotika pertama yaitu Penisilin yang satu dekade
kemudian dikembangkan oleh Florey dari biakan Penicillium notatum
untuk penggunaan sistemik.
Kemudian digunakan P. chrysogenum yang menghasilkan Penisilin
lebih banyak.Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh
penyelidik penyelidik lain di seluruh dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa
saja yang dapat digunakan sebagai obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara
sintetis atau semisintetis.Tujuh tahun kemudian,Gerhard Domagk menemukan
sulfa yang membuka jalan penemuan obat anti TB, isoniazid. Pada 1943, anti TB
pertama streptomycin, ditemukan oleh Selkman Wakzman dan Albert Schatz.
Wakzman pula orang pertama yang memperkenalkan terminologi antibiotik.
Sejak saat itu antibiotika ramai digunakan klinisi menangani berbagai penyakit
infeksi.4

2
2.2 Aspek Farmakologis Antibiotik
a. Farmakokinetik
Farmakokinetik merupakan aspek yang menjelaskan mengenai perjalanan dan
apa yang terjadi pada obat saat berada di dalam tubuh. Di antaranya termasuk
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Proses absorpsi umumnya
dikaitkan dengan penyerapan obat di saluran cerna pada pemberian oral. Setelah
mencapai kadar puncak dalam darah, konsentrasi obat akan menurun secara cepat
dalam fase yang disebut dengan fase alfa () Pada fase selanjutnya yaitu fase beta
() maka konsentrasi antibiotik akan menurun secara perlahan dan stabil. Pada
fase beta ini yang menentukan waktu paruh (t1/2) dari suatu antibiotik. Pada
proses absorpsi ini, tidak semua obat akan mencapai sirkulasi sistemik dalam
keadaan utuh/aktif, dan jumlah persentase obat yang mencapai sirkulasi sistemik
dalam keadaan utuh atau aktif disebut bioavailabilitas. Sedangkan kesetaraan
jumlah obat dalam sediaan dengan kadar obat dalam darah atau jaringan disebut
bioekuivalensi.5
Setelah diabsorpsi, obat akan berkaitan dengan albumin sebagai protein
dominan dalam serum dan kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Persentase antibiotik yang terikat secara reversibel terhadap
albumin serum digambarkan dengan istilah protein binding. Obat kemudian akan
melepaskan diri dari ikatannya dengan albumin, dan menembus beberapa
membran sel sesuai dengan gradien konsentrasi dan mencapai tempat infeksi lalu
berikatan dengan protein jaringan. Distribusi obat antara lain dipengaruhi oleh
aliran darah, pH, protein binding, dan volume distribusi. Pasca distribusi obat,
obat kemudian akan mengalami metabolisme oleh berbagai enzim dan yang
terpenting di antaranya adalah enzim sitokrom P450, sehingga pemberian obat-
obatan yang dapat meningkatkan atau menghambat kerja enzim ini dapat
mempengaruhi aktivitas antibiotik
Obat yang dalam keadaan aktif akan ditingkatkan kelarutannya sehingga lebih
mudah diekskresikan dan umumnya obat menjadi inaktif. Sedangkan untuk obat
dalam bentuk prodrug, enzim akan mengaktivasi obat tersebut menjadi bentuk
yang aktif. Antibiotik umumnya dieliminasi melalui ginjal dan diekskresikan

3
melalui urin dalam bentuk metabolit aktif dan inaktif. Antibiotik juga dapat
dieliminasi melalui empedu dan diekskresikan ke dalam usus. Dari dalam usus
sebagian obat akan dibuang melalui feses, dan sebagian akan kembali diserap dan
dibuang melalui ginjal. Sebagian kecil obat juga diekskresikan melalui keringat,
liur, air mata, dan air susu.

b. farmakodinamik
Farmakodinamik menggambarkan efek kerja suatu obat. Secara
umum,aktivitas antibiotik dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan mikroba) dan bakterisidal (membunuh mikroba).
Contoh antibiotik yang bersifat bakterisidal antara lain aminoglycoside, beta-
lactam, metronidazole, kuinolon, rifampicin, pirazinamide, vancomycin,
isoniazide, dan bacitracin. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik
antara lain chloramphenicol, clindamycin, ethambutol, mac- rolide, sulfonamide,
tetracycline dan trimetho- prim. Namun sifat bakteriostatik dan bakterisid dari
antimikroba tidak mutlak karena antibiotik dengan sifat bakteriostatik dapat pula
bersifat bakterisid bila kadarnya ditingkatkan
kadar antibiotik minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroba dikenal dengan istilah kadar hambat minimal (KHM) dan
kadar bunuh minimal (KBM). Fungsi antibiotik terhadap KHM dapat dibagi
menjadi fungsi terhadap konsentrasinya (concentration dependent) dan terhadap
waktu (time dependent). Pada antibiotik golongan concentration dependent maka
semakin tinggi kadar obat dalam darah maka semakin tinggi pula daya kerjanya
sehingga kecepatan dan efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan dengan menaikkan
kadar obat dalam darah hingga jauh di atas KHM. Sedangkan pada antibiotik jenis
time dependent, selama kadarnya dapat dipertahankan sedikit di atas KHM
sepanjang masa kerjanya, kecepatan dan efektivitas kerja obat tersebut akan
mencapai nilai maksimal. Contoh antibiotik golongan concentration dependent
adalah quionolone dan aminoglycoside, sedangkan contoh antibiotik golongan time
dependent adalah beta tumbuhan mikroorganisme meskipun kadarnya lebih rendah
dari KHM. Fenomena ini disebut postantibiotic effect. Efek ini dipengaruhi oleh

4
jenis antibiotik dan mikrooragnismenya sendiri, contohnya quionolone dan
aminoglycoside yang memiliki postantibiotic effect yang cukup lama terhadap
kuman gram negative.5

2.3 Klasifikasi Antibiotik


Antibiotik memiliki cara kerja yang berbeda-beda dalam membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Klasifikasi berbagai antibiotik dibuat
berdasarkan mekanisme kerja tersebut, yaitu :
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Contohnya adalah
penicilin, cephalosporin, carbapenem, monobactam dan vancomycin.
2. Antibiotik yang bekerja dengan merusak membran sel mikroorganisme.
Antibitoik golongan ini merusak permeabilitas membran sel sehingga terjadi
kebocoran bahan-bahan dari intrasel. Contohnya adalah polymyxin.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein mikroorganisme dengan
mempengaruhi subunit ribosom 30S dan 50S. Antibiotik ini menyebabkan
terjadinya hambatan dalam sintesis protein secara reversibel. Contohnya adalah
chloramphenicol yang bersifat bakteri- sidal terhadap mikroorganisme lainnya,
serta macrolide, tetracycline dan clindamycine yang bersifat bakteriostatik.
4. Antibiotik yang mengikat subunit ribosom 30S. Antibiotik ini menghambat
sintesis protein dan mengakibatkan kematian sel. Contohnya adalah
aminoglycoside yang bersifat bakterisidal.
5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Contohnya
adalah ri fampicin yang menghambat sintesis RNA polimerase dan kuinolon yang
menghambat topoisomerase. Keduanya bersifat bakteri- sidal.
6. Antibiotik yang menghambat enzim yang berperan dalam metabolisme
folat. Contoh-nya adalah trimethoprime dan sulfonamide. Keduanya bersifat
bakteriostatik.6

5
2.4 Sefalosporin
Sefalosporin merupakan salah satu antibiotik yang memiliki cincin -laktam
dalam strukturnya sehingga tergolong antibiotik -laktam bersama-sama dengan
penisilin, monobaktam, dan karbapenem. Sefalosporin tergabung dalam
cephem,subgroup antibiotik -laktam bersama dengan sefasimin. Seperti halnya semua
senyawa metabolit sekunder, antibiotic sefalosporin dihasilkan dalam industri
bioproses yang melibatkan mikroorganisme. Sefalosporin C merupakan contoh
sefalosporin yang paling awal ditemukan. Fungsinya sebagai antibiotik yang cukup potensial
menjadikannya produk antibiotik yang banyak dihasilkan setelah penisilin. Dengan mengubah-
ubah gugus sampingnya,diperoleh berbagai senyawa turunan sefalosporin atau
disebut sefalosporin semisintetik dengan sifat-sifat yang berbeda. sephalosporin mirip
dengan penisilin, namun lebih stabil pada banyak bakteri laktamase dan oleh
karena itu memiliki spektrum aktivitas yang lebih luas. Namun, strain E coli dan
Klebsiella sp mengekspresikan laktamase spektrum luas yang dapat
menghidrolisis kebanyakan sefalosporin. sephalosporin tidak aktif melawan
enterococci dan L monocytogenes.7,8

2.5 Sejarah perkembangan sefalosporin


Penemuan antibiotik -laktam merupakan terobosan yang luar biasa dalam Pembuatan
obat. Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 terbukti efektif
dalam melawan bakteri gram positif. Berbagai penelitian lebih lanjut terhadap
penisilin menjadi populer pada masa itu. Meksipun demikian, penisilin umumnya memiliki
keterbatasan dalam melawan bakteri gram negative Dan seiring dengan
penggunaannya beberapa bakteri gram positif menjadi resistan terhadap penisilin
dengan menghasilkan enzim penisilinase yang menghidrolisis cincin -laktampada penisilin.
Pada tahun 1945 Giuseppe Brotzu, seorang profesor Hygiene dari university
Cagliari Italia berhasil mengisolasi strain Cephalosporium acremonium, sejenis
mold dari air laut dekat saluran pembuangan limbah di Cagliari, Sardinia.
Percobaanyang dilakukannya membuktikan bahwa fungi ini menghasilkan senyawa yang
efektif dalam melawan Salmonella tylhi (sejenis bakteri gram negatif). Pada tahun
1948, Brotzu mempublikasikan penemuannya, akan tetapi kurang menarik perhatian.

6
Atas usul British Medical Research Council, Brotzu kemudian mengirimkan kultur C.
acremonium, yang kemudian diklasifikasi ulang sebagai Acremonium chrysogenium .
Pada tahun 1971 oleh Gams kepada Howard Florey diOxford Guy Newton dan
Edward Abraham di Sir William Dunn School of Pathology, University of Oxford pada
tahun 1951 berhasil menemukan senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh
kultur Acremonium yang kemudian diberi nama sefalosporin C.
Pada tahun 1955, antibiotik sefalosporin C menunjukkan spectrum aktivitasnya yang
lebar, termasuk banyak strain Staphylococcus aureus yang sensitif dan resistan
terhadap penisilin. Riset dan pengembangan industri produksi sefalosporin semakin
marak mengingat potensi yang besar dari sefalosporin. Proses produksi yang
pertama melibatkan Glaxo dari Inggris, dan Ely Lilly dari Amerika Serikat,
sebagai yang pertama bernegosiasi dengan NRDC (National Research Development
Corporation). Pada tahun 1985, gen biosintetik -laktam pertama, pcbC
(encoding cyclase)berhasil dikloning dari A. chrysogenum. Perkembangan ini cukup berarti
bagi industri sefalosporin mengingat pembuatan enzim yang diperlukan bagi industri inimenjadi
lebih mudah. 9

2.6 Struktur kimia dan sifat-sifat sephalosphorin


Senyawa sefalosporin memiliki gugus inti 7-aminocephalosporanic acid (7
ACA), yang mengandung gugus -laktam (sebuah cincin dengan 2 atom C, 1
gugus karbonil, dan 1 atom N) dan cincin dihidrothiazin. Secara keseluruhan nama ilmiah
sefalosporin adalah asam 3-asetoksimetil-7-asilamino-3-cephem-4-karboksilat.
Sifat-sifat senyawa turunan sefalosporin tergantung gugus yang terikatpada
gugus inti. Gugus R1 akan mempengaruhi sifat farmakologinya (proses
yangdilalui obat dalam tubuh), sedangkan gugus R2 mempengaruhi
karakteristikanti bakterialnya. Adanya gugus -laktam sangat mempengaruhi sifat kimia
dari sefalosporin.Bentuk geometri cincin dengan ikatan rangkap di dalamnya,
menjadikansefalosporinsebagai molekul yang cukup stabil karena memungkinkan terjadinya
resonansi.Pembuatan senyawa turunan sefalosporin biasanya dengan melakukan
penyeranganmenggunakan nukleofil seperti alkolsida atau hidroksilamin. Sifat fisika
Kebanyakan sefalosporin berupa padatan yang berwarna putih, coklat,atau kuning

7
muda, yang biasanya tidak berbentuk (amorf), tetapi kadang-kadang
bisaberbentuk kristal. Sefalosporin umumnya tidak memiliki titik leleh yang
tinggi. Sifatasamnya umumnya berasal dari gugus karboksilatnya yang terikat pada
cincindihidrothiazin. Nilai keasamannya, pKa, tergantung kondisi lingkungannya.Salah satu
sifat fisik yang mencolok dari sefalosporin adalah frekuensidalam spektrum
inframerah. Absorpsi terjadi pada frekuensi tinggi (1770-1815 cm-1)yang berasal
dari karbonil -laktamnya. Dibandingkan dengan frekuensi gugus karbonilpada
senyawa lain, misal karbonil ester (1720-1780 cm-1) dan amida (1504-1695 cm-
1),bisa dibilang cukup tinggi. Beberapa sifat fisik sefalosporin ditampilkan dalam
tabel dibawah ini.
Gamabar 1. Struktur kimia antibiotik sepaholsporin

8
sefalosporin berasal dari fungus cephalosporium acremonium yang diisolasi pada
tahun 1948 oleh brotzu. Inti dasar dari sefalosporin adalah asam 7amino
sefalosporanat (7-ACA) Meruapakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin
betalaktam. Mekanisme kerja antimikroba sefalopsporin menghambat sintesis
dinding sel mikroba pada tahap transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian
reaksi pembentukan dinding sel. 10

2.7 Mekanisme kerja B-laktamase


Gambar 2. Struktur membran sel dan kerja b-laktamase

Antibiotik -laktam bekerja dengan membatasi pertumbuhan dinding sel


bakteri yang terinfeksi, sehingga menyebabkan pembatasan pertumbuhan dan
penyebaran serta kematian sel. Jika kita masuk lebih dalam, kita melihat bahwa
melalui mikroskop lihat dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yang unik di
alam bakteri masing-masing. Dinding sel menyelimuti pembrain sitoplasma dan
memberi bentuk pada struktur sel. Fungsinya menjaga bentuk dan integritas sel,
dan mencegah sel lisis dari tekanan osmotik tinggi. Dinding sel terdiri dari
polimer cross link dari polisakarida dan polipeptida. Polisakarida terbentuk

9
melalui melalui gula amino bergantian, N-asetil glukosamin dan asam-asam asetat
N-asetil. Ini berakhir pada struktur D-alanyl-D-alanin. Selama pertumbuhan,
protein pengikat penisilin dan -laktam menghilangkan struktur alanin terminal
untuk membentuk ikatan silang dengan peptida terdekat. Antibiotik -laktam
bekerja dengan membatasi penghubungan silang melalui penghambatan ikatan
transpertidasi akhir yang membentuk ikatan kovalen dengan protein pengikat
penisilin. Tindakan bakterisida terakhir adalah inaktivasi inhibitor enzim autolitik
di dinding sel, yang menyebabkan lisis bakteri. Mekanisme kerja obat-obatan
sefalosporin mirip dengan penisilin, enzim ini menghambat enzim yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri dengan menggabungkan protein
pengikat penisilin (PBP).
Resistensi terhadap penisilin dan -laktam lainnya disebabkan oleh salah satu
dari empat Mekanisme umum: (1) inaktivasi antibiotik oleh -laktamase, (2)modi-
fikasi target PBPs, (3) gangguan penetrasi obat kearah target get PBPs, dan (4)
efflux. Produksi beta-laktamase paling banyak mekanisme resistensi yang umum.
Ratusan berbeda -laktamase telah diidentifikasi. Beberapa, seperti yang
diproduksi oleh Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan Escherichia
coli relatif sempit pada spesifisitas substrat, lebih memilih penisilin untuk
sefalosporin Basa-laktamase lainnya, misalnya AmpC -laktamase yang
dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter sp, dan extended-
spektrum -laktamase (ESBL), menghidrolisis sefalosporin dan penisilin.
Carbapenem sangat resisten terhadap hidrolisis oleh penisilinase dan
sefalosporinase, namun dihidrolisis oleh metallo- laktamase dan karbapenemase.
Aliran target PBPs adalah dasar resistensi methicillin di stafilokokus dan
resistensi penisilin pada pneumokokus dan enterococci. Organisme resisten ini
menghasilkan PBP yang dimilikinya afinitas rendah untuk mengikat antibiotik -
laktam, dan akibatnya, Mereka tidak terhambat kecuali pada tingkat yang relatif
tinggi, seringkali secara klinis tidak dapat diraih, konsentrasi obat. Resistensi
akibat gangguan penetrasi antibiotik ke targetPBP hanya terjadi pada spesies gram
negatif karena kedapnya membran dinding sel luar, yang absen dalam gram positif

10
bakteri. Antibiotik beta-laktam melintasi membran luar dan masukkan organisme
gram negatif melalui protein membran luar
saluran yang disebut porins Tidak adanya saluran atau down regulation yang
tepat dari produksinya bisa sangat mengganggu masuknya obat ke dalam sel.
Penetrasi yang buruk saja biasanya tidak cukup untuk berunding resistensi karena
cukup antibiotik akhirnya masuk ke sel menghambat pertumbuhan Namun,
penghalang ini bisa menjadi penting dalam adanya -laktamase, bahkan yang
relatif tidak aktif, selama itu bisa menghidrolisis obat lebih cepat daripada
memasuki sel. Gram negatif Organisme juga bisa menghasilkan pompa efflux,
yang terdiri dari komponen protein sitoplasma dan periplasma yang efisien
Mengangkut beberapa antibiotik -laktam dari periplasma kembali melintasi
membran luar.9, 11
2.7 Macam-macam golongan sefalosporin
Sefalosporin dibagi menjadi 4 macam generasi berdasarkan aktivitas
mikrobanya juga sesuai urutan masa pembuatannya.
a) Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama memiliki spektrum k yang relatif sempit yang
difokuskan terutama pada cocci gram positif. Mereka bekerja melawan bakteri gram
postif seperti Streptococci, Staphylococci, Enterococci. Karena mereka memiliki
spektrum aktivitas yang sempit, mereka tidak efektif melawan bakteri resisten
Methicillin seperti Staphilococcus aureus, namun efektif melawan Escherichia coli,
Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumoniae, meskipun kerentanannya dapat
bervariasi. Tidak efektif melawan, aktivitas buruk melawan Moraxella catarrhalis
dan Hemophilus influenzae. Efektif terhadap anaerob yang paling rentan terhadap
Penisilin kecuali kelompok Bacterioides fragilis. Sefalosporin generasi pertama
dapat digunakan jika terjadi infeksi kulit dan jaringan lunak yang tidak rumit,
terhadap faringitis Strepticoccal dan profilaksis bedah ringan. Ini adalah alternatif
yang baik untuk Penisilin Anti Staphylococcal. Tapi tidak diindikasikan pada kasus
Otitis media. Sefalosporin generasi pertama lebih aman karena tidak menembus
cairan spinal serebral. Meskipun mereka tidak dianjurkan untuk infeksi sistem saraf
pusat, karena antibiotik spektrumnya sempit. Cefazolin adalah salah satu molekul
yang lebih baik di antara sefalosporin generasi pertama.9.11

11
Gambar 3.antibiotik golongan sephalosporin generasi pertama

Pemberian secara oral dapat diberikan ke Cephalexin, cephradine,


dan cefadroxil diserap dari usus ke tingkat variabel. Setelah dosis oral 500
mg, kadar serum 15-20mcg / mL Konsentrasi urin biasanya sangat tinggi,
namun pada kebanyakan jaringan Tingkat bervariasi dan umumnya lebih
rendah dari pada serum. Cephalexin dan cephradine diberikan secara oral
dengan dosis 0,25-0,5 g empat kali setiap hari (15-30 mg / kg / d) dan
cefadroxil dalam dosis 0,5-1 g dua kaliharian. Ekskresi terutama oleh filtrasi
glomerulus dan sekresi tubular ke dalam urin Obat yang menghalangi sekresi
tubular, misalnya, probenesid, dapat meningkatkan kadar serum secara
substansial. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dosis harus
dikurangi.
Parenteral Cefazolin adalah satu-satunya cephalosporin parenteral
generasi pertama yang masih ada dalam penggunaan umum. Setelah infus
intravena 1 g, tingkat puncakdari cefazolin adalah 90-120 mcg / mL. Dosis
intravena biasa cefazolin untuk orang dewasa adalah 0,5-2 g intravena setiap
8 jam. Cefazolin juga bisa diberikan secara intramuskular. Ekskresi adalah
via ginjal, dan penyesuaian dosis harus dilakukan untuk gangguan fungsi
ginjal.

12
Penggunaan klinis Obat oral dapat digunakan untuk pengobatan
infeksi saluran kemih dan infeksi staphylococcal atau streptococcal, termasuk
selulitis atau abses jaringan lunak. Namun, sefalosporin oral Seharusnya tidak
untuk pada infeksi sistemik yang serius. Cefazolin menembus dengan baik ke
sebagian besar jaringan. Ini adalah obat dari pilihan untuk profilaksis bedah.
Cefazolin juga bisa menjadi pilihan di infeksi yang merupakan obat paling
tidak beracun (misalnya, pembuatan penisilinase E coli atau K pneumoniae)
dan pada individu dengan infeksi staphylococcal atau streptococcal yang
memiliki riwayat alergi penisilin selain hipersensitivitas langsung. Cefazolin
tidak menembus sistem saraf pusat dan tidak bisa digunakan untuk mengobati
meningitis. Cefazolin adalah alternatif antistafilokokus penisilin untuk pasien
yang alergi terhadap penisilin. 9,12

b) Sefalosporin generasi kedua


sefalosporin generasi kedua adalah kelas lain sefalosporin yang memiliki
kelebihan dibanding sefalosporin generasi pertama dalam hal spektrum aktivitas
yang mereka miliki untuk mengatasi infeksi. Sefalosporin generasi kedua memiliki
spektrum aktivitas yang lebih besar terhadap Gram negatif bakteri dengan
pengecualian anaerob. Mereka juga lebih tahan terhadap beta-laktamase. Generasi
kedua sefalosporin efektif melawan Hemophilus influenza, Moraxella catarrhalis,
Proteus mirabilis, E. Coli, Klebsiella, Neisseria gonorrheae Cephamycinsamong.
kelas sefalosporin generasi kedua memiliki 7-alfa-metoksi kelompok yang memberi
perlawanan terhadap beta-laktamase dan pembuatannya mereka berbeda dari
sefalosporin lainnya cephamycins (cefotetan, cefoxitin dan cefmetazole) miliki
aktivitas melawan bakteriosida anaerob. Tidak efektif melawan Pseudomonas,
enterococci. Penggunaan Cephalosporins Generasi efektif melawan bagian atas dan
infeksi saluran pernafasan bagian bawah, sinusitis akut dan Otitis media tidak seperti
sefalosporin Generasi Pertama yang tidak efektif terhadap otitis media. Di antara
kelas Generasi ke dua Cephalosporins, Cephamycins efektif terhadap infeksi aerob
dan anaerobik kulit dan jaringan lunak, infeksi intraabdominal dan ginekologi.
Mereka juga efektif dalam profilaksis bedah, bukan bersifat toksik namun tidak
efektif melawan saraf pusat dan Infeksi sistemik karena mereka tidak bisa melewati

13
sawar darah otak. Cyphamycin adalah obat pilihan di antara 2 generasi kelas
Cephalosporins.

Gambar. 4 antibiotik golongan sefalosporin generasi kedua

Cefaclor, cefuroxime axetil, cefprozil, dan loracarbef dapat diberikan oral


cefuroxime axetil, obat ini diduga tidak aktif terhadap pneumokokus tidak rentan
penisilindan harus digunakan dengan hati-hati, untuk mengobati tersangka atau
terbukti infeksi pneumokokus. Cefaclor lebih rentan terhadap hidrolisis -
laktamase dibandingkan dengan agen lainnya, dan Kegunaannya juga berkurang.

Parenteral Setelah infus intravena 1 g, kadar serum 75-125 mcg / mL untuk


kebanyakan sefalosporin generasi kedua. Administrasi intramuscular
menyababkan menyakitkan dan harus dihindari. dosis interval bervariasi
tergantung pada agen tertentu ditandai perbedaan dalam waktu paruh, pengikatan
protein, dan interval antara dosis Semua. memerlukan penyesuaian dosis pada
gagal ginjal.

14
Penggunaan klinis Generasi kedua sefalosporin aktif melawan -laktamase
yang memproduksi H influenzae atau Moraxella catarrhalis dan miliki terutama
digunakan untuk mengobati sinusitis, otitis, dan infeksi saluran pernapasan bagian
bawah, di mana organisme ini memiliki peran penting. Karena dari aktivitas
mereka terhadap anaerob (termasuk banyak strain B fragilis),cefoxitin, cefotetan,
atau cefmetazole dapat digunakan untuk mengobati anaerobik campuran infeksi
seperti peritonitis, divertikulitis, dan radang panggul. Cefuroxime digunakan
untuk mengobati masyarakat yang diakuisisi pneumonia karena aktif melawan
produksi -laktamase H influenzae atau K pneumoniae dan beberapa penisilin-
tidak rentan pneumokokus Meski cefuroxime melintasi sawar darah otak, namun
kurang efektif dalam pengobatan meningitis dari pada ceftriaxone atau sefotaksim
dan tidak boleh digunakan.9,11,12

c. sefalosporin generasi ketiga


Generasi ketiga sefalosporin ditandai oleh efektifitas terhadap sebagian besar
bakteri gram negatif. Di segi efektivitas, efisiensi, generasi ke tiga sefalosporin
lebih unggul, karena mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi stabilitas -
laktamase dan dapat menembus dinding sel Bakteri gram negatif membunuh
mereka dan mencegahnya mereka dalam menciptakan infeksi yang bisa berbahaya
bagi pasien. Mereka efektif melawan strain resisten methicillin tidak seperti
generasi pertama dan generasi ke 2 dari sefalosporin.

Generasi ketiga Cephalosporins efektif dalam penyembuhan, Gram negative


bacillary meningitis, infeksi serius Enterobacteriaceae, Infeksi saluran pernapasan
atas, otitis media, pielonefritis dengan keuntungan tambahan terhadap, infeksi
kulit dan jaringan lunak.Ceftriaxone, sefotaksim, ceftazidime, ceftriaxone,
ceftizoxime dan moxalactam adalah obat pilihan di antara generasi ke tiga
sefalosporin. Yang menjadi Perhatian Spesies Enterobacter memiliki
kecenderungan untuk menjadi resisten selama terapi sefalosporin dan dengan
demikian sefalosporin bukanlah obat pilihan untuk infeksi Enterobacter.

15
Ceftazidime dan Ceforperazone adalah dua dari generasi ke generasi
sefalosporin yang juga dikenal sebagai AntiPseudomonal. Sefalosporin Mereka
efektif melawan Pseudomonas aeruginosa.

d. sefalosporin generasi keempat

e. sefalosporin generasi kelima

Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan. Sefaleksin,


sefradin, sefaklor dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena diabsorpsi
melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral.
Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara intravena karena menimbulkan
iritasi pada pemberian intramuskular. Beberapa sefalosporin generasi ketiga
misalnya moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson mencapai kadar
yang tinggi dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan
meningitis purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar plasenta,
mencapai kadar tinggi dalam cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada
pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga dalam cairan mata relatif
tinggi, tapi tidak mencapai vitreus. Kadar dalam empedu umumnya tinggi,
terutama sefoperazon. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh ke
urin, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Oleh
karena itu dosisnya sebaiknya disesuaikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal.
Efek samping: Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering
terjadi. Reaksi anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi.
Reaksi silang biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat,

16
sedangkan pada alergi penisilin yang ringan dan sedang, kemungkinannya kecil.
Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksik
dibandingkan dengan aminoglikosida dan polimiksin. Kombinasi sefalosporin
dengan aminoglikosida memper-mudah terjadinya nefrotoksisitas. Depresi
sumsum tulang terutama granulositopenia jarang terjadi. Reaksi alergi merupakan
efek samping yang paling sering terjadi sekitar 1-4% tetapisyok anafilaktik jarang
terjadi. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme
bronkusdan urtikaria dapat terjadi.
Gambar 3. Penggolongan antibiotic golongan sefalosporin.

17
Gambar 4. Parameter farmakokinetik beberapa sefalosporin

Sefalosprin generasi pertama bekerja memperlihatkan antimikroba


terutama aktif pada bakteri gram positf. Efektif pada S aureus, streptocccus
termasuk S pyogenes, S viridans dan S pneumonia dan dapat juga S anaerob,
clostridium perfringers , listeria monocytogenes dan clostridium deptriae.
Antimikroba jenis ini baik untuk infeksi kulit dan jaringan lunak oleh S aureus
dan S pyogenes, pada bedah digunakan untuk kontaminasi bakteri yang berasal
dari flora kulit.
Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua
kurang aktif terhadap bakteri gram positif, tapi lebih aktif terhadap bakteri gram
negatif, misalnya Hemophilus influenzae, Pr. mirabilis, Escherichia
coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Pseudomonas
aeruginosa dan enterokokus. Sefoksitin aktif tehadap kuman anaerob. Sefuroksim
dan sefamandol lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan generasi
pertama dan memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus
influenzae dan N. gonorrhoeae.

18
Sefalosporin generasi ketiga Golongan ini umumnya kurang aktif terhadap
kokus gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif
terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Seftazidim
aktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif lainnya.
Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin
yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan untuk
infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. Garam kalsium
seftriakson kadang-kadang menimbul-kan presipitasi di kandung empedu. Tapi
biasanya menghilang bila obat dihentikan. Sefoksitin aktif terhadap flora usus
termasuk Bacteroides fragilis, sehingga diindikasikan untuk sepsis karena
peritonitis.
Sefalosprin generasasi ke empat diindikasikan untuk terapi emperik
infeksi nosokomial yang diantisipasi bakteri yang disebabkan oleh bakteri yang
memproduksi betalaktame dengan spektrum diperluas contohnya pada isolat
nosokomial enterobacter , citrobacter. 8,9

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Sulastrianah, Badaruddin F, Massi N. Rasionalisasi Peng-
gunaan Antibiotik di RSUP.DR.Wahidin Sudirohusodo Periode November
2011-Januari 2012 dan Maret-Mei 2012 [Tesis].Universitas Hasanuddin
Makassar; 2012.
2. Wax R et al. Bacterial Resistance to Antimicrobials, 2nd edition. Boca
Raton, FL:CRC Press 2008:46.
3. Ambwani S, Mathur AK. Rational Drug Use. Health Ad- ministrator XIX
2006
4. Zhang,Y. Mechanisms of antibiotic resistance in the Antibioka Resistensi
dan Rasionalitas Terapi microbial world. Baltimore, USA. 2007.
5. Pohan HT. Dasar-dasar Pemilihan Antibiotik pada Infeksi Komunitas.
Dalam : Setiati et al. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia 2005:50-55.
6. Pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi antibiotik. Kementrian
kesehatan republik indonesia 2011.
7. Andes, D. and Craig, W.A. Pharmacodynamics of a New Cephalosporin,
PPI-0903(TAK-559),Active Against Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus in MurineThigh and Lung Infection Models: Identification of an In
Vivo Pharmacokinetic Pharmacodynamic Target. Antimicrobial Agents
and Chemotherapy.2006.(40);41376-1383.
8. Katzung BG, Masters BS, Trevor AJ, Basic and Clinical Pharmacology,
11th ed. Lange, 2009.
9. Elander, R.P.Industrial Production of -lactam Antobiotics. Journal of
ApplicationMicrobiology Biotechnology. 2003, 385-392.
10. Kim, Youngsoo and Hol, Wim G.J. Structure of Cephalosporin Acylase
in Complex with Glutaryl-7-aminocephalosporanic acid and Glutarate:
Insight into the Basisof Its Substrate Specificity. Chemistry & Biology.
2001(8);12,1253-1264

20
11. Devansh Mehta, Anuj Kumar Sharma. Cephalosporins: A Review on
Imperative Class of Antibiotics. Inventi Rapid: Molecular Pharmacology
2016(1): 1-6,
12. Ganiswara S.G. Farmakologi dan terapi. Ed IV Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. 2012
13.

14.

21

Anda mungkin juga menyukai