Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa pertama anak adalah bahasa yang dikenal anak sejak lahir atau
disebut juga bahasa ibu. Orang yang paling dekat dengan anak adalah ibu, maka
bahasa pertama yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak adalah bahasa ibu. 1
Pemerolehan bahasa pertama pada anak terjadi ketika seorang anak belum pernah
mengenal bahasa dan mulai belajar bahasa untuk pertama kali.
Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris Acquisition, yakni
proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya (native language).2 Pemerolehan bahasa pada anak tidak
terjadi dalam waktu yang singkat, melainkan proses yang panjang seiring dengan
bertambahnya usia seorang anak. Kajian pemerolehan bahasa terdiri dari tiga
macam yaitu pemerolehan sintaksis, pemerolehan semantik dan pemerolehan
fonologi.
Pemerolehan semantik merupakan bidang kajian terhadap makna. Pada saat
berujar atau berbicara, makna menjadi pokok permasalahan. Apabila mitra tutur
mengerti makna ujaran penutur, maka komunikasi akan berlangsung. Orang tua
harus mengerti makna tuturan anak agar tahu apa yang dirasakan, diinginkan, dan
dibutuhkan oleh anak. Oleh karena itu makna menjadi konsep utama dalam
berkomunikasi.
Berdasarkan paparan di atas, maka dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang pemerolehan semantik pada anak.

1 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Manusia, (Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia, 2008), Hal. 241

2 Ibid, Hal. 225

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan semantik?
2. Bagaimana pemerolehan semantik pada anak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian semantik
2. Untuk mengetahui pemerolehan bahasa pada anak

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Semantik
Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-
tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Dengan kata lain, bidang studi
dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. 3 sedangkan
menurut Veerhar dalam bukunya Pengantar Linguistik I, semantik adalah cabang
3 Abdul Chaer, Psikolinguistik: kajian teoretik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Hal.2

2
sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.4 Alwasilah mengatakan
bahwa, makna ada di balik kata.5 Sementara itu Nida menjelaskan bahwa, suatu
kata dapat mempunyai sejumlah makna yang berbeda.6
Dari beberapa paparan di atas dapat kita ketahui bahwa semantik
merupakan salah satu bidang studi linguistik yang mengkaji tentang makna atau
arti dari sebuah kata.
B. Pemerolehan Semantik pada Anak
Bahasa yang diwujudkan dalam katakata adalah representasi realitas.
Anak tidak bisa lepas dari bahasa karena bahasa adalah alat komunikasinya
dengan orang tua. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Anak yang berada dalam tahap pemerolehan
bahasa sering kali menjadi sorotan bagi orang tua. Hal ini merupakan salah satu
bentuk kepedulian terhadap pemerolehan bahasa anak dimulai dari 0;0-0;5 tahun.
Pada rentang usia tersebut, pemerolehan bahasa yang berupa ujaran anak perlu
mendapat perhatian, khususnya pemerolehan semantik. Pemerolehan semantik
merupakan bidang kajian terhadap makna seperti penjelasan di atas. Pada saat
berujar, makna menjadi pokok permasalahan. Apabila petutur mengerti makna
ujaran penutur, maka komunikasi akan berlangsung. Orang tua harus mengerti
makna tuturan anak agar tahu apa yang dirasakan, diinginkan, dan dibutuhkan
oleh anak. Oleh karena itu makna menjadi konsep utama dalam berkomunikasi.
Anak memperoleh bahasa melalui tahapan-tahapan yang berlaku universal.
Tahapan awal dimulai ketika anak lahir sebagai bayi hingga mencapai usia 11
tahun dimana usia tersebut merupakan usia matang dalam berbahasa. Ketika
lahir, bayi akan menangis (kecuali yang menderita tunawicara sejak lahir).
Tangisan bayi dipandang sebagai tahapan awal dalam pemerolehan bahasa pada

4 Veerhar, Pengantar Semantik I, (Jogjakarta: Gadjah Mada University Pers, 1982), Hal. 9

5 Alwasilah, Linguistik: Suatu pengantar, (Bandung: Angkasa,1984). Hal. 146

6 Nida, Componential analysis of meaning: An introduction to semantic structures,

(Netherland: Mountain & Co. Publisher, 1975). Hal. 1

3
anak karena memiliki makna komunikasi instingtif yang berfungsi sebagai
pemberitahuan. Tahap selanjutnya adalah mendengkur yang rata-rata muncul pada
usia 6 minggu. Para ahli berpendapat bahwa mendengkur berfungsi melatih alat
ucap bayi. Pada akhir bulan kedua, bayi mulai dapat membuat bunyi lembut
berupa tanggapan [o..o..]. Bayi mulai menanggapi orang tua yang mengajaknya
berbicara. Bayi juga mulai bisa tertawa dan mendekut. Pada usia 3 bulan, bayi
mulai dapat membedakan suara ibunya dengan suara orang lain. Pada tahap ini
bayi dipersiapkan mulai membedakan percakapan dari suara lain
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan
perkembangan kognitif, seperti berpikir, membentuk konsep dan mengingat.
Perkembangan bahasa merupakan refleksi dari perkembangan kognitif, dan
perkembangan kognitiflah yang menuntut kemahiran berbahasa seseorang. Jadi,
perkembangan kognitif merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan bahasa anak. Apabila perkembangan kognitif anak cepat, maka
pemerolehan bahasa pun akan cepat, begitu juga dengan pemerolehan
kemampuan-kemampuan lain.
Dalam bukunya Abdul Chaer mengemukakan bahwa perkembangan
bahasa dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahapan perkembangan artikulasi (0;0-
1;2). Pada usia ini semua bayi mampu mengucapkan bunyi-bunyi vokal dengan
maksud untuk menyatakan perasaan. Kedua, tahap perkembangan kata dan
kalimat (1;2-5;0). Pada usia ini, anak telah mampu mengucapkan kata, kalimat
sederhana, dan kalimat yang lebih sempurna. Namun penguasaannya secara
berjenjang dan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, tahap menjelang sekolah
(5;0-6;0). Pada usia ini, anak-anak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar
gramatikal bahasa. Anak sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan
sejumlah konstruksi lain. Namun anak masih terdapat kesulitan dalam membuat
kalimat pasif.
Anak tidak menguasai makna kata secara sembarangan, akan tetapi ada
strateginya. Dalam penguasaan makna kata biasanya seorang anak pada dasarnya

4
adalah merujuk dari apa yang dilihatnya. Ada beberapa strategi tertentu yang
diikuti dalam penguasaan makna yaitu:7
1. Strategi referensi, dengan menganggap bahwa kata pasti merujuk dari
benda, perbuatan, proses dan atribut. Dengan strategi ini anak yang baru
mendengar suatu kata baru akan menempelkan makna kata itu pada salah satu
referensi seperti yang disebutkan di atas.
2. Strategi cakupan objek, pada strategi ini kata merujuk pada suatu objek
secara keseluruhan, tidak hanya sebagian dari objek saja. Contohnya kalau
anak diperkenalkan pada objek yang berupa sepeda maka keseluruhan dari
sepeda itu akan dikuasainya.
3. Strategi perluasan, strategi ini mengasumsikan bahwa kata tidak hanya
merujuk pada objek aslinya saja akan tetapi juga pada objek-objek lain dalam
kelompok yang sama itu. contohnya adalah ketika orang tua memperkenalkan
anaknya pada seekor kelinci yang berwarna putih, kemudian anak tersebut
melihat hewan yang sama akan tetapi warnanya hitam maka dia juga akan
menganggap bahwa yang berwarna hitam itu juga kelinci
4. Strategi cakupan kategorial, yang menyatakan bahwa kata dapat diperluas
pemakaiannya untuk objek-objek yang termasuk dalam kategori dasar yang
sama. Contohnya ketika seorang anak diperkenalkan pada seekor merpati
adalah merupakan burung maka ketika dia melihat beo dia juga akan tau bahwa
beo juga termasuk dalam kategori burung.
5. Strategi nama baru-kategori tak bernama. Anak yang mendengar kata,
dan setelah dicari dalam leksikon mental ternyata kata ini tidak ada rujukannya,
maka kata ini akan dianggap kata baru dan maknanya ditempelkan pada objek,
perbuatan atau atribut yang dirujuk oleh kata itu. Jadi, waktu anak mendengar
misalnya, kata kancing dia akan mencari dalam leksikon mental dia apa
rujukan dari kata itu. Setelah ternyata rujukan itu belum ada, maka anak akan
menganggap kata itu kata baru dan menempel manknanya pada benda kancing
itu. inilah strategi yang membuat anak sangat cepat dalam menambah
kosakatanya.

7 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Manusia, (Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia, 2008), Hal.262-263

5
6. Strategi konvensionalitas, anak berasumsi bahwa pembicara memakai
kata-kata yang tidak terlalu umum tetapi juga tidak terlalu khusus.
Kemungkinannya adalah sangat kecil untuk orang dewasa memperkenalkan
kata binatang untuk merujuk pada seekor merpati. Yang umum terjadi adalah
dia akan memakai kata burung untuk merujuk pada seekor merpati .
Dalam penguasaan maka kata, seorang anak banyak mengalami kendala
karena kata memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Kata yang kongkrit
akan lebih mudah dikuasai oleh anak daripada kata yang abstrak karena kata
kongkrit itu akan mudah ditemukan di sekeliling kita.
Clark menyimpulkan pemerolehan semantik dalam empat tahap berikut ini.8
1. Tahap penyempitan makna kata (1;01;6). Pada tahap ini kanak-kanak
menganggap satu benda tertentu yang dicakup oleh satu makna menjadi nama
dari benda itu. Contohnya, meong hanyalah kucing yang dipelihara dirumah.
2. Tahap generalisasi berlebihan (1;62;6). Pada tahap ini kanak-kanak
mulai menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi, yang
dimaksud dengan anjing atau guguk dan kucing atau meong adalah semua
binatang yang berkaki empat, termasuk kambing dan kerbau.
3. Tahap medan semantik (2;65;0). Pada tahap ini kanak-kanak mulai
mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik.
Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna kata-kata yang
digeneralisasikan secara berlebihan semakin sedikit setelah kata-kata baru
untuk benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-
kanak. Umpamanya, kalau pada mulanya kata anjing berlaku untuk semua
binatang berkaki empat. Namun setelah mereka mengenal kata kuda, kambing,
dan harimau, maka kata anjing hanya berlaku untuk anjing saja.
4. Tahap generalisasi (5;0-7;0). Pada tahap ini kanak-kanak telah mulai
mampu mengenal benda-benda yang sama dengan sudut persepsi, bahwa
benda-benda itu mempunyai fitur-fitur semantik yang sama. Pengenalan seperti
ini semakin sempurna jika kanak-kanak itu semakin bertambah usianya.

8 Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Hal.197

6
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Semantik merupakan salah satu bidang studi linguistik yang mengkaji


tentang makna atau arti dari sebuah kata. Anak tidak menguasai makna kata secara
sembarangan, akan tetapi ada strateginya. Ada beberapa strategi tertentu yang

7
diikuti dalam penguasaan makna yaitu: strategi referensi, strategi cakupan objek,
strategi perluasan, strategi cakupan kategorial, strategi nama baru-kategori tak
bernama, strategi konvensionalitas.
Pemerolehan semantik pada anak didapatkan secara bertahap sesuai
dengan perkembangan usianya. Semakin bertambah usianya akan semakin banyak
makna kata yang akan dipahami oleh seorang anak. Selain itu setiap anak
memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami makna kata tergantung
pada perkembangan psikologis anak dan setiap anak juga mempunyai cara
tersendiri dalam memahami makna kata.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. Psikolinguistik: kajian teoretik. 2002. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Manusia.


2008. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Fauzana, Pitria Wahyu. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol. 1.
2013. Padang: FBS Universitas Negeri Padang

8
Veerhar. Pengantar Semantik I. 1982. Jogjakarta: Gadjah Mada University Pers.

Anda mungkin juga menyukai