Ilmu pengetahuan
Tokoh:
Aristoteles menyatakan dunia adalah subtansi-substansi
a. Pengenalan
Indrawi: memberi pengetahuan tentang hal-hal yang kompleks dari suatu benda
Rasional: mencapai hakikat suatu melalui jalan abstrak (tidak terlihat), namun level
pemahaman lebih tinggi
b. Metode: ilmu pengetahuan adalah tuntutan tentang intrinsik atau hukum bukan
objek eksternal atau fakta
Induksi: fakta untuk menyusun buku
Deduksi: pengetahuan universal ke fakta-fakata
Misal:
Alenia pertama kalimat inti, kemudian disertai anak kalimat (deduksi)
Terdapat beberapa pembahasan, dan alenia terakhir disimpulkan dari uraian
diatasnya (induksi)
Uangkapan yang terkenal cogito ergo sum artinya karena aku berfikir maka aku ada.
Sesuatu yang pasti, karena berfikir bukan sesuatu hayalan. Pengetahuan tentang sesuatu
bukan hasil dari pengamatan, melainkan hasil pemeriksaan rasio. Pengamatan
merupakan hasil kerja dari indra (mata, telinga, hidung). Untuk melakukan sesutau
harus berdasarkan apa yang kita amati dan yang kita ketahui. Fakta yang pasti berasal
dari keragu-raguan. Kemudian kita lakukan tes berikutnya.
Misalnya: obatan sebelum diberikan pada manusia, bisa diujikan lebih dulu pada hewan
dengan unsur sejenis, seperti sipanse. Maka obat itu di ujikan dulu di laboratorium.
Bentuk-bentuknya seperti
a. Direkteali: kebanyakan apa yang dikerjakan berdasarkan daya atau sistem dari satu
atau lebih panca indra
b. Materialis: kenyataan dimulai dari informasi diterima fikiran melalui indra, maka
hanya dapat menerima secara tidak langsung melalui indra. Kita melihat sesuatu
melalui panca indra, jadi kita tidak memahami secara langsung sesuatu itu, karena
ada perantaranya
c. Idealism: ide pemahaman untuk membentu tentang dunia tidak berdasarkan kualitas
sesuatu tapi berdasarkan cara mengorganisasi persepsi endemi.
Manusia hanya bisa mengetahui sesuatu yang fenomenal. Apa yang dia rasa dan yang
dia interprentasikan.
Imanuel khan: saat kita berfikir pada ilmu pengetahuan sedang yang lain pada materi.
Ilmu pengetahuan dapat dari rasio dan indra.
3. Periode abad ke XX
Yang berkembang adalah logikal posisitims. Teori merupakan ilmu pengetahuan yang
valid (terdapat observasi, eksperimen, komparasi dan kualifikasi).
4. Periode postmodern
Tokoh-tokoh menolak realitas normal. Tidak hanya ada satu cara untuk memperoleh
kebenaran. Kebenaran bisa didapat dari faktor budaya, sosial, ekonomi. Hal ini yang
banyak mempengaruhi penelitian kualitatif. Kualitatif lebih fleksibel sesuai kondisi.
Pemahaman sesuai sejarah adalah satu-satu nya cara memahami dunia.
Filosofi
Penggunaan ide-ide dan kepercayaan abstrak yang membentuk penelitian. Jadi filosofi
membantu peneliti untuk merumuskan masalah pertanyaan penelitian dan bagaimana mencari
informasi utnuk menjawab pertanyaan tersebut.
Catatan Ujian:
4 Asumsi filosofi:
1. Ontologi: sifat realita. Pada penelitian kualitif bersifat multipel realitis. Bukan realitas
tunggal. Contoh realitas tunggal (hipotesis: ada hubungan antara A dan B,
kesimpulannya C, intinya ada hubungan atau tidak ada hubungan), sedang kualitatif
realitasnya ganda (baik dari persepsi kita sebagai peneliti, persepsi partisipan)
2. Epistemologi: berkaitan dengan apa yang disebut dengan pengetahuan dan bagaimana
mentapkan pengetahuan. Yang dimaksud disini adalah bagaimana kita memperoleh
penelitian.
a. Kita harus sedekat mungkin dengan partisipan. Misalnya: saat melakukan
wawancara, pertemuan pertama tidak langsung melakukan wawancara kenalan,
janjian/kontrak waktu selanjutnya kemudian dapat dilakukan pertemuan
selanjutnya untuk lebih memperkaya data. Beda dengan kuantitatif yang lebih
objektif dan sejauh mungkin dengan responden. Misalkan saat kita memberikan
pendidikan kesehatan, bukan kita yang melakukan, tapi kita melatih orang yang
akan memberikan pendidikan kepada orang lain dengan catatan pelatih tersebut
tidak tahu akan porsi dari masing-masing responden sebagai kelompok kontrol
maupun intervensi.
b. Kita menggali pengalamn secara objektif dari pasrtisipan yang menjadi penelitian.
Misalnya: pengalaman ibu yang mengalami masa menopause dini.
c. Perlunya keberadaan peneliti pada kondisi yang senatural mungkin dengan kondisi
partisipan yang di teliti. Misal: dengan menggunakan pendekatan esnografi/etno
nursing. Subjek penelitiannya adalah budayanya, maka peneliti harus tinggal di
suku tertentu sampai beberapa lama untuk melihat ingteraksinya. Contoh lain
pengalaman kelluarga yang menjaga keluarganya yang dirawat di ICU, maka
penelitian dilakukan di ruang ICU saat keluarga menjaga pasien.
3. Aksiologi
a. Peran nilai-nilai dalam suatu penelitian. Kita aktif melaporkan nilai bias. Misal:
menjelaskan tentang diri sendiri dengan terstruktur tanpa kebiasan.
b. Kerahasiaan: hanya untuk penelitian. Minimal data tersimpan dalam kurun waktu 5
tahun.
4. Metodologi: proses penelitian. Macam-macam penelitian. Kita menjelaskan
pengalaman saat peneliti atau menganalisis data. Seperti cara penelitian, langka-
langkah (koding dan sebagainya).
Saat kita belajar tentang metode penelitian, maka butuh akan metodologi penelitian.
Tapi tesis pada BAB III lebih pada metode penelitian.
Tugas: satu jurnal kualitatif di review metode berdasarkan ke empat unsur di atas.
Paradigma
1. Ada kaitan waktu antara filsafat dengan metodologi. Karena metodologi penelitian
apapun akan berpengaruh pada filsafat atau paradigma tertentu. Terjadi pergeseran
dalam tujuan penelitian. Ada hubungan klausal untuk mencari makna, interpretasi,
refleksi.
2. Tidak ada dominasi wacana keilmuan. Karena banyaknya keberagaman paradigma dan
metodologi.
Paradigma: cara memandang sesuatu. Menjadi model, pola, ideal. Dasar yang menjadi
problem untuk memecahkan problem.
Dimensi subjektifism (kualitatif) dan objektif (kuantitatif)
Ciri penelitian kualitatif seperti temanya satu ditujukan oleh jawaban partisipan dengan
kode A, maka jawabannya A.
Pertanyaan utama:
a. In the line?
b. Begin the line?
c. Beyond the line?
Catatan ujian:
Sikap fenomenologi:
1. Apa yang dikatakan oleh orang lain tentang objek teliti, maka tidak perlu dihiraukan
2. Apa yang kita fikirkan tentang komunita penelitian, maka tidak perlu dihiraukan.
Seperti penderita HIV AIDS (ketidak nyamanan kita pada responden)
3. Interaksi secara intensif dalam berbagai situasi sampai kita bisa berempati dan
memahami emik (sudut pandang dari subjek teliti)