Anda di halaman 1dari 16

ACARA II

PASCA PANEN KOPI

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Acara II
Pasca Panen Kopi adalah
1. Memahami jenis-jenis kopi dan pengolahan pasca panen kopi.
2. Mengetahui cara pengolahan kopi dengan cara basah dan kering.
B. Tinjauan Pustaka
Menurut sejarah, tanaman kopi mulai dikenal di Benua Afrika. Awalnya
tanaman kopi tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi. Penyebaran awal kopi
ke berbagai wilayah cukup lambat. Hal ini disebabkan tanaman kopi hanya
berkhasiat sebagai penghangat badan. Dengan adanya perkembangan
pengolahan kopi, tanaman ini pun mulai terkenal hingga tersebar ke berbagai
wilayah di Eropa, Asia, dan Amerika (Rahardjo, 2012).
Kopi tumbuh dan tersebar di seluruh dunia mulai tumbuh di Afrika di
mana pohon kopi mungkin berasal di provinsi Kaffa. Daging buah bagian luar
dimakan oleh budak dari masa lalu dari Sudan ke Yaman dan Saudi, melalui
pelabuhan besar yang sekarang daging buah bagian luar tersebut identik
dengan kopi. Kopi dibudidayakan di Yaman pada abad ke-15. Beberapa orang
Belanda pada tahun 1616 membawa pulang kopi ke Belanda di mana mereka
ditumbuhkan di rumah kaca. Di Asia, Belanda juga menanam kopi di Malabar
di India, dan pada tahun 1699 ditanam di Indonesia, dan sekarang Indonesia
merupakan eksportir kopi terbesar keempat di dunia (Hick, 2001).
Menurut Muchtadi (2010), sejarah kopi telah dicatat sejauh pada abad
ke-9. Pertama kali, kopi hanya ada di Ethiopia, dimana biji-bijian asli ditanam
oleh orang Ethiopia dataran tinggi. Pada saat itu, banyak orang di Benua
Afrika, terutama bangsa Etiopia, yang mengkonsumsi biji kopi yang
dicampurkan dengan lemak hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan
protein dan energi tubuh. Akan tetapi, ketika bangsa Arab mulai meluaskan
perdagangannya, biji kopi pun telah meluas sampai ke Afrika Utara dan biji
kopi disana ditanam secara masal. Dari Afrika Utara itulah biji kopi mulai
meluas dari Asia sampai pasaran Eropa dan ketenarannya sebagai minuman
mulai menyebar. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi
salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai
kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih dari
400 ribu ton kopi per tahunnya. Indonesia di era tahun 1990-an pernah menjadi
negara pengekspor kopi 3 terbesar di dunia setelah Brazil dan Columbia. Kopi
memiliki nama latin Coffea sp. Buah kopi terdiri atas 4 bagian yaitu lapisan
kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), kulit tanduk (parchment), dan
biji (endosperm).
Menurut Winarni (2013), ada dua spesies dari tanaman kopi yaitu arabika
dan robusta. Arabika adalah kopi tradisional dan dianggap paling enak rasanya.
Robusta memiliki kafein yang lebih tinggi dan dapat dikembangkan dalam
lingkungan di mana Arabika tidak akan tumbuh. Kopi organik merupakan
produk pertanian yang ramah lingkungan. Di bandingkan dengan
menggunakan pupuk kimia (anorganik) maka penggunaan pupuk organik ini
akan menghemat biaya pemeliharaan kebun sampai 30%.
Kopi arabika bersifat menyerbuk sendiri, penyerbukan terjadi mulai dini
hari (waktu fajar) sampai sekitar jam 10.00 pagi yang dapat dibantu oleh angin
dan serangga. Terjadinya hujan pada pagi hari pada saat bunga mekar akan
sangat mengganggu terjadinya proses penyerbukan dan pembuahan. Pada kopi
arabika mulai terjadi penyerbukan sampai dengan buah masak memerlukan
waktu antara 6-9 bulan tergantung faktor genetik dan lingkungan tumbuh
tanaman. Waktu panen kopi arabika secara umum terjadi mulai bulan
September sampai dengan Juni, adapun puncak panen terjadi pada bulan
Februari-April. Kopi arabika memiliki daging buah (pulp) yang lebih tebal dan
berair serta kulit tanduknya juga lebih tebal jika dibandingkan dengan kopi
robusta. Dalam keadaan normal kopi arabika akan menghasilkan dua biji
normal. Kopi arabika memiliki biji normal dan biji yang tidak normal. Biji
buah tidak normal pada kopi arabika ada beberapa macam, yaitu bulat (round
bean), biji gajah (elephant bean), biji segitiga (triangle), dan biji kosong
(empty bean). Biji normal adalah biji yang memiliki satu keping biji dan satu
lembaga (calon tunas). Biji gajah adalah biji yang memiliki beberapa keping
biji yang dipisahkan oleh kulit ari. Biji segitiga adalah biji yang bentuknya
segitiga dihasilkan dari buah kopi yang memiliki ruas biji. Biji segitiga
memiliki satu keping biji dan satu lembaga. Biji kosong adalah biji yang tidak
memiliki keeping biji. Jadi di dalam kulit tanduk tidak ada isinya
(ICCRI, 2008).
Tanaman kopi jenis robusta memiliki adaptasi yang lebih baik
dibandingkan dengan kopi jenis arabika. Areal perkebunan jenis kopi robusta
di Indonesia relatif luas. Pasalnya, kopi jenis robusta dapat tumbuh di
ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi perkebunan arabika.
Randemen kopi robusta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan randemen
kopi arabika (20-22%). Biji kopi agak bulat. lengkungan biji lebih tebal
dibandingkan dengan jenis arabika. Garis tengah (parit) dari atas sampai ke
bawah hampir sama rata. Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari
di lekukan atau bagian parit. Kopi liberika merupakan pengembangan dari jenis
arabika sehingga karakteristik biji kopi liberika hampir sama dengan jenis
arabika. Kopi liberika memiliki bobot biji kopi keringnya hanya sekitar 10%
dari bobot kopi basah. Selain perbandingan bobot basah dan bobot kering,
randemen biji kopi liberika yang rendah merupakan salah faktor tidak
berkembangnya jenis kopi liberika di Indonesia. Rendemen kopi liberika hanya
sekitar 10-12%. Kelebihannya, jenis liberika lebih tahan terhadap serangan
hama Hemelia vastatrixi dibandingkan dengan kopi jenis arabika
(Panggabean, 2011).
Organik adalah istilah yang biasanya disahkan oleh masing-masing
negara atau wilayah. Dalam lingkup yang luas kopi organik mengacu pada biji
kopi yang ditanam tanpa menggunakan pupuk kimia atau pestisida. Oleh
karena banyak petani kopi memang menggunakan bahan kimia dalam jumlah
besar, banyak orang mulai mendukung kopi organik. Kopi organik merupakan
produk pertanian yang ramah lingkungan. Dibandingkan dengan menggunakan
pupuk kimia (anorganik) maka penggunaan pupuk organik ini akan menghemat
biaya pemeliharaan kebun sampai 30%. Masyarakat tani lebih suka
membudidayakan kopi organik dibandingkan kopi anorganik. Hal ini
disebabkan karena untuk memproduksi kopi anorganik selain terlalu besar
biaya produksi, juga rasanya yang kurang lezat. Sedangkan kopi organik
jangka waktu panennya dua kali dalam sebulan namun hasilnya lebih banyak
dibandingkan dengan kopi anorganik. Ditinjau dari segi harga, kopi organik di
daerah kajian dalam bentuk kopi beras berkisar antara Rp.35.000/kg sedangkan
kopi anorganik berkisar antara Rp.33.500/kg, dengan kadar air 16% - 17%.
Meskipun demikian, harga kopi organik ini mempunyai selisih Rp 1.500/kg,
sehingga lebih banyak penghasilannya dibanding kopi anorganik, karena kopi
organik ini lebih banyak menghasilkan buah. Bila produksi kopi meningkat
maka harga jual yang diterima petani kopi organik meningkat yaitu berkisar
antara Rp 35.500/kg dan kopi anorganik berkisar antara Rp 34.000/kg
(Suwarto, 2013).
Menurut Rios (2010), pengolahan kopi secara basah terdiri dari
penghilangan pulp dan kulit dari buah kopi yang masih segar. Pada proses ini
dibutuhkan jumlah air yang cukup banyak untuk menghilangkan lender
maupun mikroba. Pada tahap ini memungkinkan kehilangan mikroba pada
proses fermentasi.
Tahapan pengolahan kopi secara basah terdiri dari sortasi, pengupasan
kulit kopi, fermentasi, pencucian, pengeringan. Sortasi atau pemilihan biji
kopi dimaksudkan untuk memisahkan biji yang masak dan bernas serta
seragam dari buah yang cacat/pecah, kurang seragam dan terserang hama
serta penyakit. Sortasi juga dimaksudkan untuk pembersihan dari ranting,
daun atau kerikil dan lainnya. Buah kopi masak hasil panen disortasi secara
teliti untuk memisahkan buah superior (masak, bernas dan seragam) dari
buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang, dan terserang hama penyakit).
Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang karena
benda-benda tersebut dapat merusak mesin pengupas. Buah merah
terpilih (superior) diolah dengan metode pengolahan secara basah atau
semi basah supaya diperoleh biji kopi HS (Haulk Snauk) kering dengan
tampilan yang bagus, sedang buah campuran hijau-kuning-merah diolah
dengan cara pengolahan kering. Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan
dengan penyemprotan air ke dalam silinder bersama dengan buah yang
akan di kupas. Penggunaan air sebaiknya diatur sehemat mungkin, disuaikan
dengan ketersediaan air dan mutu hasil. Jika mengikuti proses pengolahan
basah secara penuh, konsumsi air bisa mencapai 7-9 m per ton buah kopi yang
diolah. Untuk proses semi-basah, konsumsi air sebaiknya tidak lebih dari 3 m
per ton buah. Lapisan air juga berfungsi untuk mengurangi tekanan geseran
silinder terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya tidak pecah. Fermentasi
diperlukan untuk menyingkirkan lapisan lendir pada kulit tanduk kopi.
Fermentasi dilakukan biasanya pada pengolahan kopi arabika, untuk
mengurangi rasa pahit dan mempertahankan citarasa kopi. Fermentasi dapat
dilakukan dengan cara perendaman biji ke dalam air atau secara kering dengan
memasukkan biji kopi ke dalam kantong plastik dan menyimpannya secara
tertutup selama 12 sampai 36 jam. Setelah tahapan ini dapat dilakukan
pencucian dengan air untuk menghilangkan sisa lendir setelah fermentasi.
Proses fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi arabika,
dan tidak banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi robusta, terutama untuk
kebun rakyat. Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir
yang tersisa dilapisan kulit tanduk pada biji kopi setelah proses pengupasan.
Pada kopi arabika, fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan
mendorong terbentuknya kesan mild pada citarasa seduhannya. Prinsip
fermentasi adalah alami dan dibantu oleh oksigen dari udara. Proses fermentasi
dapat dilakukan secara basah (merendam biji dalam genangan air) dan secara
kering (tanpa rendaman air). Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa
lendir hasil fermentasi yang masih menempel pada kulit tanduk. Untuk
kapasitas kecil, pencucian dapat dikerjakan secara manual di dalam bak atau
ember, sedang kapasitas besar perlu di bantu dengan mesin. Proses
pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji kopi HS
yang semula 60-65% sampai menjadi 12%. Tahapan pengolahan kopi secara
kering terdiri dari pemanenan buah kopi, proses kniser, proses penjemuran,
proses huller, kopi beras. Pemetikan buah kopi dilakukan secara manual yaitu
buah kopi yang berwarna merah dipetik satu demi satu dari tiaptiap
dompolannya dengan menggunakan tangan. Proses kniser adalah bertujuan
untuk memecah kulit luar dari kopi sehingga didapatkan kopi gelondong
menggunakan alat yang dinamakan mesin kniser. Proses kniser dilakukan
setelah kopi selesai dipanen. Pada pemecahan kulit tanduk ini lebih mudah bila
dibanding pemecahan kulit gelondong pada proses huller. Proses pengjemuran
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam kopi. Setelah kopi yang berbentuk
gelondong mengalami proses pengeringan dan memiliki tebal kopi sekitar 3-5
cm maka dapat dilakukan proses hulling pada proses ini kopi yang berbentuk
kopi gelondong akan diproses membentuk menjadi kopi beras. Dari proses
hulling akan didapatkan kopi beras. Hasil kopi beras adalah hasil kopi yang
siap untuk dipasarkan (Prastowo, 2010).
Menurut Anggara (2011), jenis kopi berdasarkan komposisi dan takaran
campuran antara lain espresso, coffee latte, mocacino, cappuccino. Espresso
juga disebut sebagai kopi hitam. Kopi ini merupakan hasil ektraksi langsung
dari perebusan biji kopi yang disajikan tanpa penambahan bahan apapun, murni
hanya bubuk kopi yang diseduh dengan air. Kopi ini biasa disajikan dalam
gelas kecil yang dikenal dengan sebutan shot. Coffee Latte terbuat dari
campuran antara espresso dengan susu cair sehingga rasa kopinya tidak terlalu
kuat. Susu yang ditambahkan haruslah susu dengan suhu yang hangat.
Mocacinno adalah kopi yang terbuat dari campuran kopi dan coklat. Cokelat
yang ditambahkan pada mocaccino umumnya berbentuk bubuk. Mocacinno
bisa disajikan hangat maupun dingin, pada penyajian dingin biasanya disertai
dengan semprotan whipping cream. Capuccino komposisi kopi jenis ini terdiri
dari espresso, susu cair dan busa susu. Busa susu ini terletak di bagian atasnya.
Banyak orang menyamakan coffee latte dengan cappuccino padahal ini dua
jenis kopi yang berbeda. Cappuccino menggunakan busa susu yang jika
disajikan dalam cangkir akan membentuk seperti topi.
Daging buah kopi memiliki 2 bagian, dimana bagian luar yang lebih
keras dan tebal sifatnya seperti gel atau lendir mengandung 85% air dalam
bentuk terikat dan bagian dalamnya bersifat koloid hidrofilik yang terdiri dari
80% pektin dan 20% gula. Didalam kopi memiliki dua inti yang sering
didapatkan yaitu kafein dan kafeol. Secara umum kopi beras mengandung air,
gula, lemak, selulosa, kafein dan abu. Dalam pembentukan flavor, senyawa
yang berperan penting adalah gula, senyawa volatil, trigonellin, asam amino,
dan peptida. Sementara itu rasa dan seduhannya dipengaruhi oleh asam
karboksilat dan asam fenolat. Kandungan dan sifat gula didalam kopi sangat
penting dalam pembentukan flavor (citarasa) dan pewarnaan selama
penyangraian. Selain itu, kopi mengandung tanin. Tanin merupakan senyawa
polifenol yang dapat ditemui pada setiap tanaman yang letak dan jumlahnya
berbeda-beda. Senyawa tanin dapat menyebabkan rasa sepet pada buah dan
menyebabkan pencoklatan pada bahan (Oktadina, 2013).
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji
kopi. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti
menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos
bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut,
kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over
dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor,
insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Maramis, 2013).
Menurut Arwangga (2016), kafein merupakan suatu senyawa berbentuk
kristal. Penyusun utamanya adalah senyawa turunan protein disebut dengan
purin xantin. Senyawa ini pada kondisi tubuh yang normal memang memiliki
beberapa khasiat antara lain merupakan obat analgetik yang mampu
menurunkan rasa sakit dan mengurangi demam. Akan tetapi, pada tubuh yang
mempunyai masalah dengan keberadaan hormon metabolisme asam urat, maka
kandungan kafein dalam tubuh akan memicu terbentuknya asam urat tinggi.
Kandungan kafein pada kopi selain memberikan dampak negatif terhadap
manusia,juga memberikan dampak positif salah satunya kopi dimanfaatkan
sebagai peningkat kapasitas kerja paru-paru pada penderita asmabronkial.
Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti
menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos
bronkus dan stimulasi otot jantung.
C. Pembahasan
Menurut sejarah, tanaman kopi mulai dikenal di Benua Afrika. Awalnya
tanaman kopi tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi. Penyebaran awal kopi
ke berbagai wilayah cukup lambat. Hal ini disebabkan tanaman kopi hanya
berkhasiat sebagai penghangat badan. Dengan adanya perkembangan
pengolahan kopi, tanaman ini pun mulai terkenal hingga tersebar ke berbagai
wilayah di Eropa, Asia, dan Amerika (Rahardjo, 2012). Sedangkan menurut
Muchtadi (2010), sejarah kopi telah dicatat sejauh pada abad ke-9. Pertama
kali, kopi hanya ada di Ethiopia, dimana biji-bijian asli ditanam oleh orang
Ethiopia dataran tinggi. Pada saat itu, banyak orang di Benua Afrika, terutama
bangsa Etiopia, yang mengkonsumsi biji kopi yang dicampurkan dengan lemak
hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh. Akan
tetapi, ketika bangsa Arab mulai meluaskan perdagangannya, biji kopi pun
telah meluas sampai ke Afrika Utara dan biji kopi disana ditanam secara masal.
Dari Afrika Utara itulah biji kopi mulai meluas dari Asia sampai pasaran Eropa
dan ketenarannya sebagai minuman mulai menyebar. Kopi kemudian terus
berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer di
dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri
telah mampu memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya.
Indonesia di era tahun 1990-an pernah menjadi negara pengekspor kopi 3
terbesar di dunia setelah Brazil dan Columbia. Kopi memiliki nama latin
Coffea sp. Buah kopi terdiri atas 4 bagian yaitu lapisan kulit luar (exocarp),
daging buah (mesocarp), kulit tanduk (parchment), dan biji (endosperm).
Terdapat 3 jenis kopi yakni kopi arabika, kopi robusta dan kopi liberika
(Hulupi, 2003). Kopi arabika bersifat menyerbuk sendiri, penyerbukan terjadi
mulai dini hari (waktu fajar) sampai sekitar jam 10.00 pagi yang dapat dibantu
oleh angin dan serangga. Terjadinya hujan pada pagi hari pada saat bunga
mekar akan sangat mengganggu terjadinya proses penyerbukan dan
pembuahan. Pada kopi arabika mulai terjadi penyerbukan sampai dengan buah
masak memerlukan waktu antara 6-9 bulan tergantung faktor genetik dan
lingkungan tumbuh tanaman. Waktu panen kopi arabika secara umum terjadi
mulai bulan September sampai dengan Juni, adapun puncak panen terjadi pada
bulan Februari-April. Kopi arabika memiliki daging buah (pulp) yang lebih
tebal dan berair serta kulit tanduknya juga lebih tebal jika dibandingkan dengan
kopi robusta. Dalam keadaan normal kopi arabika akan menghasilkan dua biji
normal. Kopi arabika memiliki biji normal dan biji yang tidak normal. Biji
buah tidak normal pada kopi arabika ada beberapa macam, yaitu bulat (round
bean), biji gajah (elephant bean), biji segitiga (triangle), dan biji kosong
(empty bean). Biji normal adalah biji yang memiliki satu keping biji dan satu
lembaga (calon tunas). Biji gajah adalah biji yang memiliki beberapa keping
biji yang dipisahkan oleh kulit ari. Biji segitiga adalah biji yang bentuknya
segitiga dihasilkan dari buah kopi yang memiliki ruas biji. Biji segitiga
memiliki satu keping biji dan satu lembaga. Biji kosong adalah biji yang tidak
memiliki keeping biji. Jadi di dalam kulit tanduk tidak ada isinya ICCRI, 2008).
Menurut Beer (1986), kopi arabika tumbuh subur dalam suasana cukup lembab
dan lebih menyukai tanah gembur. Kopi arabika tidak cocok untuk tanah liat
yang kaku atau tanah berpasir dan dianggap toleran terhadap tanah asam. kopi
ini tumbuh subur pada ketinggian 1500-2000 m atau lebih tinggi, idealnya
dengan curah hujan1500-2000 mm.
Kopi robusta memiliki kandungan kafein lebih tinggi dibanding varietas
kopi lain (1.6 -2.4%) (Wijaya, 2015). Tanaman kopi jenis robusta memiliki
adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan kopi jenis arabika. Areal
perkebunan jenis kopi robusta di Indonesia relatif luas. Pasalnya, kopi jenis
robusta dapat tumbuh di ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan
lokasi perkebunan arabika. Randemen kopi robusta relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan randemen kopi arabika (20-22%). Biji kopi agak bulat.
lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika. Garis tengah
(parit) dari atas sampai ke bawah hampir sama rata. Untuk biji yang sudah
diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan atau bagian parit. Kopi liberika
merupakan pengembangan dari jenis arabika sehingga karakteristik biji kopi
liberika hampir sama dengan jenis arabika. Kopi liberika memiliki bobot biji
kopi keringnya hanya sekitar 10% dari bobot kopi basah. Selain perbandingan
bobot basah dan bobot kering, randemen biji kopi liberika yang rendah
merupakan salah faktor tidak berkembangnya jenis kopi liberika di Indonesia.
Rendemen kopi liberika hanya sekitar 10-12%. Kelebihannya, jenis liberika
lebih tahan terhadap serangan hama Hemelia vastatrixi dibandingkan dengan
kopi jenis arabika (Panggabean, 2011).
Kopi organik mengacu pada biji kopi yang ditanam tanpa menggunakan
pupuk kimia atau pestisida. Kopi organik merupakan produk pertanian yang
ramah lingkungan. Dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia
(anorganik) maka penggunaan pupuk organik ini akan menghemat biaya
pemeliharaan kebun sampai 30%. Masyarakat tani lebih suka
membudidayakan kopi organik dibandingkan kopi anorganik. Hal ini
disebabkan karena untuk memproduksi kopi anorganik selain terlalu besar
biaya produksi, juga rasanya yang kurang lezat. Sedangkan kopi organik
jangka waktu panennya dua kali dalam sebulan namun hasilnya lebih banyak
dibandingkan dengan kopi anorganik. Ditinjau dari segi harga, kopi organik
dalam bentuk kopi beras berkisar antara Rp.35.000/kg sedangkan kopi
anorganik berkisar antara Rp.33.500/kg, dengan kadar air 16% - 17%.
Meskipun demikian, harga kopi organik ini mempunyai selisih Rp 1.500/kg,
sehingga lebih banyak penghasilannya dibanding kopi anorganik, karena kopi
organik ini lebih banyak menghasilkan buah. Bila produksi kopi meningkat
maka harga jual yang diterima petani kopi organik meningkat yaitu berkisar
antara Rp 35.500/kg dan kopi anorganik berkisar antara Rp 34.000 /kg
(Suwarto, 2013).
Tahapan pengolahan kopi secara basah terdiri dari sortasi, pengupasan
kulit kopi, fermentasi, pencucian, pengeringan. Sortasi atau pemilihan biji kopi
dimaksudkan untuk memisahkan biji yang masak dan bernas serta seragam dari
buah yang cacat/pecah, kurang seragam dan terserang hama serta penyakit.
Sortasi juga dimaksudkan untuk pembersihan dari ranting, daun atau kerikil
dan lainnya. Buah kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk
memisahkan buah superior (masak, bernas dan seragam) dari buah inferior
(cacat, hitam, pecah, berlubang, dan terserang hama penyakit). Kotoran seperti
daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang karena benda-benda tersebut
dapat merusak mesin pengupas. Buah merah terpilih (superior) diolah dengan
metode pengolahan secara basah atau semi basah supaya diperoleh biji kopi
HS (Haulk Snauk) kering dengan tampilan yang bagus, sedang buah campuran
hijau-kuning-merah diolah dengan cara pengolahan kering. Pengupasan buah
kopi umumnya dilakukan dengan penyemprotan air ke dalam silinder bersama
dengan buah yang akan di kupas. Penggunaan air sebaiknya diatur sehemat
mungkin, disuaikan dengan ketersediaan air dan mutu hasil. Jika mengikuti
proses pengolahan basah secara penuh, konsumsi air bisa mencapai 7-9 m per
ton buah kopi yang diolah. Untuk proses semi-basah, konsumsi air sebaiknya
tidak lebih dari 3 m per ton buah. Lapisan air juga berfungsi untuk mengurangi
tekanan geseran silinder terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya tidak
pecah. Fermentasi diperlukan untuk menyingkirkan lapisan lendir pada kulit
tanduk kopi. Fermentasi dilakukan biasanya pada pengolahan kopi arabika,
untuk mengurangi rasa pahit dan mempertahankan citarasa kopi. Fermentasi
dapat dilakukan dengan cara perendaman biji ke dalam air atau secara kering
dengan memasukkan biji kopi ke dalam kantong plastik dan menyimpannya
secara tertutup selama 12 sampai 36 jam. Setelah tahapan ini dapat dilakukan
pencucian dengan air untuk menghilangkan sisa lendir setelah fermentasi.
Proses fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi arabika,
dan tidak banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi robusta, terutama untuk
kebun rakyat. Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir
yang tersisa dilapisan kulit tanduk pada biji kopi setelah proses pengupasan.
Pada kopi arabika, fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan
mendorong terbentuknya kesan mild pada citarasa seduhannya. Prinsip
fermentasi adalah alami dan dibantu oleh oksigen dari udara. Proses fermentasi
dapat dilakukan secara basah (merendam biji dalam genangan air) dan secara
kering (tanpa rendaman air). Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa
lendir hasil fermentasi yang masih menempel pada kulit tanduk. Untuk
kapasitas kecil, pencucian dapat dikerjakan secara manual di dalam bak atau
ember, sedang kapasitas besar perlu di bantu dengan mesin. Proses
pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji kopi HS
yang semula 60-65% sampai menjadi 12%. Tahapan pengolahan kopi secara
kering terdiri dari pemanenan buah kopi, proses kniser, proses penjemuran,
proses huller, kopi beras. Pemetikan buah kopi dilakukan secara manual yaitu
buah kopi yang berwarna merah dipetik satu demi satu dari tiaptiap
dompolannya dengan menggunakan tangan. Proses kniser adalah bertujuan
untuk memecah kulit luar dari kopi sehingga didapatkan kopi gelondong
menggunakan alat yang dinamakan mesin kniser. Proses kniser dilakukan
setelah kopi selesai dipanen. Pada pemecahan kulit tanduk ini lebih mudah bila
dibanding pemecahan kulit gelondong pada proses huller. Proses pengjemuran
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam kopi. Setelah kopi yang berbentuk
gelondong mengalami proses pengeringan dan memiliki tebal kopi sekitar 3-5
cm maka dapat dilakukan proses hulling pada proses ini kopi yang berbentuk
kopi gelondong akan diproses membentuk menjadi kopi beras. Dari proses
hulling akan didapatkan kopi beras. Hasil kopi beras adalah hasil kopi yang
siap untuk dipasarkan (Prastowo, 2010). Sedangkan menurut musatto (2011),
pengolahan kopi kering adalah pengolahan kopi dengan tidak menggunakan
air. Proses ini umumnya digunakan untuk kopi robusta.
Menurut Anggara (2011), jenis kopi berdasarkan komposisi dan takaran
campuran antara lain espresso, coffee latte, mocacino, cappuccino. Espresso
juga disebut sebagai kopi hitam. Kopi ini merupakan hasil ektraksi langsung
dari perebusan biji kopi yang disajikan tanpa penambahan bahan apapun, jadi
murni hanya bubuk kopi yang diseduh dengan air. Kopi ini biasa disajikan
dalam gelas kecil yang dikenal dengan sebutan shot. Coffee Latte terbuat dari
campuran antara espresso dengan susu cair sehingga rasa kopinya tidak terlalu
kuat. Susu yang ditambahkan haruslah susu dengan suhu yang hangat.
Mocacinno adalah kopi yang terbuat dari campuran kopi dan coklat. Cokelat
yang ditambahkan pada mocaccino umumnya berbentuk bubuk. Mocacinno
bisa disajikan hangat maupun dingin, pada penyajian dingin biasanya disertai
dengan semprotan whipping cream. Capuccino komposisi kopi jenis ini terdiri
dari espresso, susu cair dan busa susu. Busa susu ini terletak di bagian atasnya.
Banyak orang menyamakan coffee latte dengan cappuccino padahal ini dua
jenis kopi yang berbeda. Cappuccino menggunakan busa susu yang jika
disajikan dalam cangkir akan membentuk seperti topi.
Daging buah kopi memiliki 2 bagian, dimana bagian luar yang lebih
keras dan tebal sifatnya seperti gel atau lendir mengandung 85% air dalam
bentuk terikat dan bagian dalamnya bersifat koloid hidrofilik yang terdiri dari
80% pektin dan 20% gula. Didalam kopi memiliki dua inti yang sering
didapatkan yaitu kafein dan kafeol. Secara umum kopi beras mengandung air,
gula, lemak, selulosa, kafein dan abu. Dalam pembentukan flavor, senyawa
yang berperan penting adalah gula, senyawa volatil, trigonellin, asam amino,
dan peptida. Sementara itu rasa dan seduhannya dipengaruhi oleh asam
karboksilat dan asam fenolat. Kandungan dan sifat gula didalam kopi sangat
penting dalam pembentukan flavor (citarasa) dan pewarnaan selama
penyangraian. Selain itu, kopi mengandung tanin. Tanin merupakan senyawa
polifenol yang dapat ditemui pada setiap tanaman yang letak dan jumlahnya
berbeda-beda. Senyawa tanin dapat menyebabkan rasa sepet pada buah dan
menyebabkan pencoklatan pada bahan (Oktadina, 2013).
Menurut Misra (2008), salah satu kandungan senyawa kimia pada kopi
adalah kafein. Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid yang terkandung
secara alami pada kopi. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat
secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos
terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek
farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman.
Efek berlebihan (overdosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup,
gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Maramis, 2013).
Menurut Arwangga (2016), kafein merupakan suatu senyawa berbentuk kristal.
Penyusun utamanya adalah senyawa turunan protein disebut dengan purin
xantin. Senyawa ini pada kondisi tubuh yang normal memang memiliki
beberapa khasiat antara lain merupakan obat analgetik yang mampu
menurunkan rasa sakit dan mengurangi demam. Akan tetapi, pada tubuh yang
mempunyai masalah dengan keberadaan hormon metabolisme asam urat, maka
kandungan kafein dalam tubuh akan memicu terbentuknya asam urat tinggi.
Kandungan kafein pada kopi selain memberikan dampak negatif terhadap
manusia,juga memberikan dampak positif salah satunya kopi dimanfaatkan
sebagai peningkat kapasitas kerja paru-paru pada penderita asmabronkial.
Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti
menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos
bronkus dan stimulasi otot jantung. Sedangkan menurut Wijaya (2015), jika
terlampau banyak mengkonsumsi kafein akan menyebabkan sakit maag,
insomnia, diuresis, pusing, dan gemetaran.
D. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
Acara II Pasca Panen Kopi adalah :
1. Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan
ekstraksi biji tanaman kopi. Terdapat 3 jenis kopi yakni kopi arabika, kopi
robusta dan kopi liberika.
2. Pengolahan kopi ada dua yaitu cara kering dan cara basah.
3. Prinsip pengolahan kopi cara kering adalah buah kopi harus dijemur di
bawah sinar matahari setelah dipetik. Prinsip pengolahan kopi cara basah
dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur cita rasa
khas dari kopi.
DAFTAR PUSTAKA

Anggara. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan : Budi Daya dan Pemasaran.


Cahaya Atma Pustaka. Yogyakarta.
Arwangga, Aryanu Fahmi. 2016. Analisis Kandungan Kafein pada Kopi Di Desa
Sesaot Narmada Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Kimia 10
(1).
Beer, H. 1988. Litter Production and Nutrient Cycling in Coffee (Coffea Arabica)
or Cacao (Theobroma Cacao) Plantations with Shade Trees. Journal
Agroforestry Systems No.7 (103-11)
Hick, Alastair. 2001. Post-harvest Processing and Quality Assurance for
Speciality/Organic Coffee Products. Journal Botany, Biochemistry and
Production of Beans and Beverage. Vol. 1 (1).
Hulupi, Retno. 2003. Budidaya dan Pemeliharaan Tanaman dikebun Campur.
World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.
ICCRI. 2008. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo. Gramedia
Pustaka. Jakarta.
Maramis, Kesia Rialita. 2013. Analisis Kafein dalam Kopi Bubuk Di Kota Manado
Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi Unsrat Vol.
2 (4).
Misra, H. 2008. Study of Extraction and HPTLC-UV Method for Esmation of
Caffeine in Marketed Tea Granules. International journal of green pharmacy
vol. 1 (47-51).
Muchtadi, Tien R. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta CV. Bogor.
Musatto. 2011. Production, Composition and Application of Coffee and Its
Industrial Residues. Food bioprocess technology vol 4 (661-672).
Oktadina, Fiona Drefin. 2013. Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr)
untuk Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp)
dalam Pembuatan Kopi Bubuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem Vol. 1 (3).
Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Prastowo, Bambang. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Nitro PDF
Profesional. Jakarta.
Rahardjo, Pudji. 2012. Kopi. Swadaya. Jakarta.
Rios, O Gonzalez. 2010. Impact of Ecological Post-Harvest Processing on Coffee
Aroma Roasted Coffee. Journal of food composition and analysis no. 20 (3-
4).
Suwarto. 2014. Top 15 Tanaman Perkebunan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wijaya, Dhira Anata. 2015. Pengaruh Lama Pengukusan dan Konsentrasi Etil
Asetat terhadap Karakteristik Kopi pada Proses Dekafeinasi Kopi Robusta.
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 (4).
Winarni, Endah. 2013. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kopi. Jurnal Momentum Vol. 9 (1).

Anda mungkin juga menyukai