Anda di halaman 1dari 28

REFERAT MEI, 2016

DIARE

Nama : Ardana Indrawan

No. Stambuk : N 111 15 025

Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2016
BAB I
PENDAHULUAN

Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di tingkat


global, regional maupun nasional. Pada tingkat global, diare menyebabkan 16%
kematian, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada
tingkat regional (negara berkembang), diare menyumbang sekitar 18% kematian
balita dari 3.070 juta balita1,2. Di Indonesia berdasarkan hasil survei Program
Pemberantasan (P2) Diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan
diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk dengan
episode diare balita adalah 1,0-1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan
penyakit ini meningkat menjadi 374 per penduduk dan merupakan penyakit
dengan frekuensi KLB (Kejadian Luar Biasa) kedua tertinggi setelah DBD
(Demam Berdarah Dengue) 2. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun
2007, diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak
usia 1-4 tahun, lebih tinggi dibanding pneumonia yaitu sebesar 15,5%3. Hal ini
tentu menjadi masalah yang serius untuk Indonesia dalam rangka mencapai tujuan
keempat dari pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs)
yaitu menurunkan angka kematian bayi menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25 tahun
(1990-2015) 1,3.
Mengingat tingginya angka kesakitan dan kematian disebabkan diare,
World Health Association (WHO) mengeluarkan pedoman tatalaksana diare.
Penggunaan cairan rehidrasi oral (CRO) sebagai terapi dan pencegahan dehidrasi,
serta suplementasi zinc diharapkan dapat mengurangi angka kematian akibat
diare1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan pedoman
yang mencakup aspek yang lebih luas, dikenal dengan LINTAS DIARE (Lima
Langkah Tuntaskan Diare). Lima langkah untuk menuntaskan diare yaitu
rehidrasi, suplementasi zinc, dukungan nutrisi, pemberian antibiotik selektif, dan
edukasi. Akan tetapi menurut data WHO, hanya sekitar 39% anak dengan diare di
negara berkembang yang mendapat pengobatan sesuai rekomendasi WHO. Di
Indonesia, data tatalaksana diare sesuai rekomendasi WHO sangat terbatas1,3.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian
buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3
kali atau lebih selama 1 hari atau lebih. Definisi ini lebih menekankan pada
konsistensi tinja daripada frekuensinya. Jika frekuensi BAB meningkat namun
konsistensi tinja padat, maka tidak disebut sebagai diare.1,2
Bayi yang menerima ASI eksklusif sering mempunyai tinja yang agak
cair, atau seperti pasta; hal ini juga tidak disebut diare. Ibu biasanya mengetahui
kapan anak mereka terkena diare dan dapat menjadi sumber diagnosis kerja yang
penting. Diare menyerang anak pada tahun-tahun pertama kehidupannya.
Insidensi diare tertinggi pada anak di bawah umur 2 tahun, dan akan menurun
seiring bertambahnya usia1,2

2.2. Klasifikasi
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari2,4,10 :
1. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. 2,3
2. Diare persisten
Episode diare yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya
sebagai diare akut teteapi berakhir lebih dari 14 hari, kondisi ini
menyebabkan malnutrisi dan berisiko tinggi menyebabkan kematian. 2,3
3. Diare kronik
Diare kronis sebagai suatu episode diare yang berlangsung lebih dari 14
hari dengan etiologi non-infeksi. 2,3

2
2.3. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu1,2,4-10:
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
- Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. Diare cair pada anak
sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus, V. cholera dan E.coli dan
diare cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak disebabkan
oleh infeksi rotavirus. 2,3
- Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Bakteri-bakteri ini merupakan
beberapa contoh bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada
anak. Diare berdarah paling sering disebabkan oleh Shigela. Kolera
merupakan salah satu contoh kasus epidemik dan sering diidentikkan
dengan penyebabkan kematian utama pada anak. Namun sebagian besar
kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi pada dewasa dan anak
dengan usia yang lebih besar.
- Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (candida albicans). 2,3
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. 2,3
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan

3
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

2.4. Cara penularan


Cara penularan diare umumnya melalui fekal-oral dengan mekanisme berikut 2:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar
pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. 2,3
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat
menularkan diare ke orang yang memakan. 2,3
3. Kontak langsung tangan dengan penderita.

2.5. Faktor risiko


Diare dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain umur, gizi, sosial ekonomi,
lingkungan, dan perilaku 2,3,4
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi dan kontak langsung dengan tinja
manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. 2,3

4
2. Faktor gizi
Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan
peningkatan kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan
penurunan berat badan, dan berlanjut ke gagal tumbuh. Gangguan gizi tersebut
dapat menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih lama dan lebih sering
terjadi dibandingkan dengan kejadian diare pada anak yang tidak menderita
gangguan gizi. Episode diare yang dialami anak juga makin banyak pada anak
dengan gizi buruk. 2,3
3. Faktor sosial ekonomi
Kebanyakan anak yang mudah menderita berasal dari keluarga besar dengan
daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai pe-
nyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang-
tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. 2,3

4. Faktor lingkungan
Kesehatan lingkungan hidup di Indonesia masih merupakan masalah utama
dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Besarnya masalah
kesehatan lingkungan hidup berpengaruh terhadap terjadinya penyakit infeksi,
termasuk diare. Masalah kesehatan lingkungan hidup ini meliputi: kurangnya
penyediaan air minum yang bersih dan memenuhi persyaratan kesehatan,
kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang tidak sehat,
usaha higiene dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh, banyaknya faktor
penyakit, belum ditanganinya higiene dan sanitasi industri secara intensif,
kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencemaran ling-
kungan, pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik. 2,3
5. Perilaku
Faktor perilaku dapat mempengaruhi penyebaran kuman enterik serta
meningkatkan atau mengurangi risiko terjadinya diare, perilaku yang dimaksud
adalah sebagai berikut: Pemberian ASI eksklusif

5
Bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif 6 bulan pertama kehidupan
bayi akan lebih berisiko mengalami kesakitan dan kematian akibat diare
karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan terhadap infeksi. 2,3
a. Penggunaan botol susu
Pemakaian botol susu yang tidak bersih akan meningkatkan risiko
pencemaran kuman dan susu akan terkontaminasi oleh kuman dari botol.
Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum. 2,3
b. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan yang penting
dalam penularan diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyuapi anak, dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare. 2,3
c. Kebiasaan membuang tinja
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan
benar. Tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. 2,3
d. Penggunaan air minum
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di
rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan. 2,3

e. Menggunakan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban, sebaiknya
membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. Bila tidak
mampu untuk mempunyai jamban, sebaiknya jangan membiarkan anak-
anak untuk pergi ke tempat buang air besar, hendaknya tempat untuk buang
air besar jauh dari rumah, jalan setapak, tempat bermain anak-anak, dan
harus berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air. 2,3

6
f. Pemberian imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare. Diare sering terjadi dan berakibat berat
pada anak-anak yang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. 2,3

2.6. Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan oleh dua hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa
mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut mekanismenya, dikenal diare
akibat gangguan absorbsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorbsi. Diare ini dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorbsi menurun atau sekresi yang bertambah, namun jika
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorbsi di kolon menurun
atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan
motilitas, inflamasi, dan imunologi 2,3,4
1. Gangguan absorpsi
Adanya bahan yang tidak diserap menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian
kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal
di lumen oleh sebab ada bahan yang tidak dapat diserap di segmen ileum dan
melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. 2,3

2. Gangguan sekresi
Akibat adanya rangsangan yang menstimulasi sekresi lumen, misalnya toksin
bakteri, maka akan terjadi peningkatan air ke rongga usus sehingga usus
menjadi penuh dan terjadi diare. Toksin penyebab diare terutama bekerja

7
dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang
selanjutnya mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga mengakibatkan perubahan
saluran ion yang menyebabkan Cl- di kripta keluar, selain itu terjadi
peningkatan pompa natrium sehingga natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.2,3
3. Gangguan motilitas
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya apabila peristaltik
menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan yang kemudian
menyebabkan diare. 2,3
4. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfe menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah serta sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe
diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik. 2,3
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektroit, dan mengaktifkan kaskade inflamasi.
Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan
anatomis dan fungsi absorpsi. Pengaruh tersebut menyebabkan hipersekresi
klorida yang akan diikuti natrium dan air.2,3
5. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV dimana terjadi pelepasan mediator pada ketiga reaksi hipersensitivitas
tersebut. Mediator yang dilepaskan akan menyebabkan luas permukaan
mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida
diikuti oleh natirum dan air.2,3

8
2.7. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. 2,3,4
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat. 2,3,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan
penunjang. 2,3
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,
pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari

9
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan
tanda-tanda tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata :
cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah.2,3
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.2,3

Gambar. 2.1. Cara menilai turgor kulit


3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.2,3
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
- Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
- Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja : Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang

10
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.3

Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan
tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN,
kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis
terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada
umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada
umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak
diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat
baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised.3,4

11
2.8. Tata Laksana
1. Prinsip Tatalaksana Diare
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit. Lima pilar tersebut sering disingkat dengan

LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare).


Gambar. 2.2. Lima langkah tuntaskan diare

a. Rehidrasi.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh
yang terbuang saat diare. Karena oralit formula lama biasanya menyebabkan
mual dan muntah, sehingga ibu enggan memberikan kepada anaknya sekarang
sudah ada oralit formula baru, sehingga sekarang rehidrasi dilakukan dengan
menggunakan oralit baru. Perbedaan kedua oralit ini terdapat pada tingkat

12
osmolaritas. Osmolaritas oralit baru lebih rendah yaitu 245 mmol/l dibanding
total osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l.5,6
No. Oralit lama (WHO/UNICEF Oralit formula baru (WHO/UNICEF
1978) 2004)
1. NaCl : 3.5 g NaCl : 2.6 g
2. NaHCO3: 2.5 g Na Citrate: 2.9 g
3. KCl : 1.5 g KCl : 1.5 g
4. Glucose : 20 g Glucose : 13.5 g
Osmolar. 331 mmol/l Osmolar. 245 mmol/l

No. Oralit lama (WHO/UNICEF Oralit formula baru (WHO/UNICEF


1978) 2004)
Dengan Osmolaritas
1. Na+ : 90 mEq/l Na+ : 75 mEq/l
2. K+ : 20 mEq/l K+ : 20 mEq/l
3. HCO3 : 30 mEq/l Citrate : 10 mmol/l
4. Cl- : 80 mEq/l Cl- : 65 mEq/l
5. Glucose : 111 mmol/l Glucose : 75 mmol/l

Osmolar. 331 mmol/l Osmolar. 245 mmol/l

Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak
mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran
glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh
usus penderita diare. Pemberian oralit harus segera bila anak diare, sampai diare
berhenti.5
Ada beberapa keunggulan oralit formula baru. Penelitan menunjukkan
bahwa oralit formula baru mampu:
a. Mengurangi volume tinja hingga 25%
b. Mengurangi mual-muntah hingga 30%

13
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena.
Ketentuan pembuatan larutan oralit adalah sebagai berikut:
a. Melarutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200 cc air matang,
b. Memberikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar dengan
ketentuan untuk anak berumur kurang dari 2 tahun diberikan 50-100 ml setiap
kali buang air besar, sedangkan untuk anak 2 tahun atau lebih diberikan 100-
200 ml tiap kali buang air besar.
c. Bila dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, sisa larutan

harus dibuang.
Gambar. 2.3. Cara pembuatan larutan oralit.
b. Zinc.
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan
dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam
jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang
hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu
penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat.5,6

14
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama
dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari.
Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1980-2003) yang
menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc
lebih efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-
anak sampai 40%.5,6
Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian
Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut
dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3
bulan setelah anak sembuh dari diare. Berdasarkan studi WHO selama lebih
dari 18 tahun, manfaat zinc sebagai pengobatan diare adalah mengurangi :
1. Prevalensi diare sebesar 34%;
2. Insidens pneumonia sebesar 26%;
3. Durasi diare akut sebesar 20%;
4. Durasi diare persisten sebesar 24%;
5. Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%.
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan kemampuannya
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi
tubuh. Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergantung pada zinc. Zinc juga
dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna.
Semua yang berperan dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan
pada anak yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, dapat
meningkatkan sistim kekebalan dan melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah
sebabnya mengapa anak yang diberi zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari
berturut - turut berisiko lebih kecil untuk terkena penyakit infeksi, diare dan
pneumonia.6
Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian
zinc harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare
pada 2 3 bulan ke depan. Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut

15
dalam waktu sekitar 30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan
dosis sebagai berikut:
a. Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari
b. Balita umur 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari
Obat Zinc yang tersedia di Puskesmas baru berupa tablet dispersible. Saat
ini perusahaan farmasi juga telah memproduksi dalam bentuk sirup dan serbuk
dalam sachet. Zinc diberikan dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang
atau ASI. Untuk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah. Zinc aman
dikonsumsi bersamaan dengan oralit. Zinc diberikan satu kali sehari sampai
semua tablet habis (selama 10 hari) sedangkan oralit diberikan setiap kali anak
buang air besar sampai diare berhenti.6
Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mucosa
usus yang rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan.
Efek samping zinc sangat jarang dilaporkan. Kalaupun ada, biasanya hanya
muntah. Namun, pemberian zinc dalam dosis sebanyak 10-20 mg sesuai usia
seperti dosis yang dianjurkan seharusnya tidak akan menyebabkan muntah. Zinc
yang dilarutkan dengan baik akan menyamarkan rasa metalik dari zinc.6,7
c. ASI dan makanan tetap diteruskan.
Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan pemberian ASI
sebanyak dia mau. Karena ASI bukanlah penyebab diare dan ASI justru dapat
mencegah diare sehingga bayi dibawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI
untuk mencegah diare dan meningkatkan sistim imunitas tubuh bayi. Jadi, jika
anak mau lebih banyak dari biasanya itu akan lebih baik. Biarkan dia minum
sebanyak dan selama dia mau.7,8
Pemberiannya makanan disesuaikan dengan umur anak dan dengan menu
yang sama pada waktu anak sehat. Anak harus diberi makan seperti biasa dengan
frekuensi lebih sering. Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti
diare. Jangan batasi makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak
makanan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah
malnutrisi.8

16
Untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun, anjurkan untuk mulai
mengurangi susu formula dan menggantinya dengan ASI. Untuk anak yang
berusia lebih dari 2 tahun, teruskan pemberian susu formula. Ingatkan ibu untuk
memastikan anaknya mendapat oralit dan air matang.8
d. Antibiotik selektif.
Selain bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa
membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Antibiotik juga dapat
memberikan efek negatif seperti memperburuk diare (antibiotics induced
diarrhea). Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah
timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik.
Hal ini juga akan mengeluarkan biaya pengobatan yang seharusnya tidak
diperlukan.8,9

e. Nasihat kepada orang tua


Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian
Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke
petugas kesehatan jika anak:
- Buang air besar cair lebih sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang nyata
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinjanya berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari.
Ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan
motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan
terasa banyak gerakan dan berbunyi. Anti diare dapat menghambat gerakan itu
sehingga kotoran yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Hal ini
menyebabkan bakteri tumbuh di dalam usus yang justru dapat memperburuk
kondisi pasien. Selain itu anti diare dapat menyebabkan komplikasi yang disebut

17
prolapsus pada usus (terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya karena memerlukan
tindakan operasi. Oleh karena itu anti diare seharusnya tidak boleh diberikan.8,9
Probiotik adalah mikroorganisme hidup sebagai suplemen makanan yang
memberikan pengaruh pada pejamu dengan memperbaiki keseimbangan
mikroorganisme usus. Strain yang digunakan sebagai probiotik biasanya dipilih
dari flora komersial. Lactobacillus atau bifidobacterium adalah mikro organisme
yang paling banyak digunakan dan telah sejak lama digunakan sebagai probiotik.8
Berdasarkan WHO, probiotik mungkin bermanfaat untuk AAD (Antibiotic
Associated Diarrhea), tetapi karena kurangnya bukti ilmiah dari studi yang
dilakukan pada kelompok masyarakat, maka WHO belum merekomendasikan
probiotik sebagai bagian dari tatalaksana pengobatan diare. Secara statistik,
probiotik memberikan efek signifikan pada AAD sebanyak 0.48% (95% CI 0.35 -
0.65), tetapi tidak memberikan efek signifikan untuk travellers diare yaitu 0.92
(95% CI 0.79 - 1.06) dan juga tidak memberikan efek signifikan pada community-
based diarrhea. Harus diperhitungkan juga biaya dalam pemberian pengobatan
tambahan probiotik.9,10,11
Probiotik memiliki banyak manfaat, meskipun belum direkomendasikan;
pemberian probiotik tidak mengurangi intensitas diare, tetapi hanya akan
mengurangi kejadian diare. Probiotik akan meningkatkan kolonisasi bakteri
probiotik dalam lumen saluran cerna, sehingga akan terjadi persaingan tempat
reseptor permukaan usus, produksi bahanbahan antibiotik, peningkatan
pertahanan imun inang (efek adjuvan, peningkatan produksi IgA polimerik,
stimulasi sitokin) dan kompetisi dengan patogen untuk nutrisi luminal.9,10
1. Prosedur Tatalaksana Diare
a. Penilaian klinis
Tabel. 2.1. Penilaian Derajat Dehidrasi (Buku Saku Lintas Diare, 2011)
PENILAIAN A B C

BILA TERDAPAT 2 TANDA ATAU LEBIH


1.LIHAT: Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau

18
Keadaan Umum Normal Cekung tidak sadar
Mata Minum biasa, Haus, ingin Sangat cekung
Rasa Haus tidak haus minum banyak dan kering
Malas
minum/tidak bisa
minum
2.PERIKSA: Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
Turgor Kulit lambat
3.DERAJAT Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
DEHIDRASI ringan/sedang
(dehidrasi tidak
berat)
4.RENCANA Rencana Terapi Rencana Terapi B Rencana Terapi C
PENGOBATAN A

b. Rencana terapi
Rencana pengobatan diare dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan derajat dehidrasi
yang dialami oleh balita
1. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
2. Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi ringan/sedang
3. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat
A
Diare tanpa dehidrasi
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Keadaan Umum baik, sadar
Mata tidak cekung
Minum biasa, tidak haus
Cubitan kulit perut/turgor kembali segera
RENCANA TERAPI A
UNTUK TERAPI DIARE TANPA DEHIDRASI
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri ORALIT atau air matang sebagai
tambahan

19
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan
ORALIT atau cairan rumah tangga
sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
Beri ORALIT sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak
Anak harus diberi 6 bungkus ORALIT (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan ORALIT
2. BERI OBAT ZINC
Beri ZINC 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan
dengan cara dikunyah atau dilarutkan
dalam 1 sendok air matang atau ASI
Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari
3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti buah segar, pisang, air kelapa hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama
2 minggu
4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI
MISAL: DISENTERI, KOLERA dll
5. NASIHATI IBU/PENGASUH
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari

B
Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit pertu/turgor kembali lambat

20
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA DI
SARANA KESEHATAN
ORALIT yang diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
Bila BB tidak diketahui berikan ORALIT sesuai tabel di bawah ini:

Umur sampai < 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

Bila anak menginginkan lebih banyak ORALIT, berikanlah


Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan
ORALIT
Beri obat ZINC selama 10 hari berturut-turut
AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN
ORALIT:
Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian ORALIT dan berikan air
masak atau ASI
Beri ORALIT sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang
SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN
PENILAIAN, KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI
A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang,
anak biasanya kencing kemudian
mengantuk dan tidur
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B
Tunjukkan jumlah ORALIT yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah
Berikan ORALIT 6 bungkus untuk persediaan di rumah
Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

21
C
Diare dehidrasi berat
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Lesu, lunglai/tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2 dtk
RENCANA TERAPI C
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI BERAT DI SARANA KESEHATAN
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah YA, teruskan ke kanan. Bila
TIDAK, teruskan ke bawah.

- Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita bisa minum,


Apakah saudara dapat berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100ml/kgBB cairan
menggunakan cairan IV Ya Ringer Laktat (atau cairan normal salin, atau ringer asetat bila ringer
secepatnya? laktat tidak tersedia), sebagai berikut :

Tidak Umur Pemberian pertama Kemudian 70ml/kg


30 ml/kg dalam dalam

Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam

Anak 1-5 tahun 30 menit 2 jam

- Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
- Nilai kembali penderita tiap 1-2jam. Bila rehidrasi belum tercapai,
percepat tetesan intravena
- Juga berikan oralit (5ml/KgBB/jam) bila penderita bisa minum,
biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi penderita
menggunakan tabel penilaian. Kemudian pilihlah rencana terapi yang
sesuai (A,B, atauC untuk melanjutkan terapi.

- Kirim penderita untuk terapi intrevena.


Apakah ada terapi IV terdekat - Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara
Ya
(dalam 30 menit)? memberikannya selama perjalanan.

Tidak
- Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas
mulut. Berikan 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
Ya - Nilailah penderita tiap 1-2jam :
Bila muntah atau perut kembung berikan cairan pelan-pelan
Bila tehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk penderita untuk
terapi intravena
- Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang
Apakah saudara dapat sesuai
menggunakan pipa nasogastrik
untuk rehidrasi ?

Tidak Catatan :
o Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang
dengan memberi oralit
o Bila umur anak diatas 2 yahn dan kolera baru saja berjangkit di daerah
22
saudara, pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat
secara oral setelah anak sadar.
Segera rujuk anak untuk
rehidrasi melalui nasogastrik
atau intravena

2.9. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan dua cara, yakni mencegah
penyebaran kuman patogen penyebab diare dan memperbaiki daya tahan tubuh
pejamu2,4,8,10.
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral
sehingga pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
b. Penyiapan MP-ASI harus bersih dan penyimpanannya di tempat bersih
dan tertutup.
c. Penggunaan air bersih untuk minum, mencuci peralatan makan dan
bahan makanan dan memasak
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang
air besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.
f. Membuang tinja bayi di jamban.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu.10,11
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi risiko diare antara lain:
- Memberi ASI paling tidak sampai anak berusia 2 tahun. Bayi yang diberi
ASI lebih terlindungi dari infeksi, terutama diare, karena banyaknya
komponen penting di dalam ASI. Menurut Shams, dkk. pemberian ASI
akan menurunkan insiden diare karena adanya intestinal cell growth
promoting factor, sehingga villi usus cepat mengalami penyembuhan

23
setelah rusak karena diare. Selain itu, kolostrum kaya akan secretory IgA,
laktooksidase, dan juga asam neuraaminik yang mempunyai sifat
antibakterial terhadap E. coli dan Staphylococcus. Adanya laktoferin dan
lyzosim yang merupakan komponen imunitas saluran cerna, serta faktor
bifidus yang berfungsi menjaga keasaman flora usus dan menghambat
pertumbuhan bakteri patogen juga sangat berpengaruh.
- Imunisasi campak.
3. Imunisasi Rotavirus11,12.
Rotavirus adalah penyebab utama gastroenteritis pada anak-anak. Virus ini
bertahan di lingkungan beberapa hari sampai beberapa minggu, sehingga
dapat menyebabkan benda-benda yang berada di lingkungan (fomite)
sebagai sumber penularan. Kebersihan dan sanitasi yang baik, termasuk
ketersediaan pasokan air bersih, hanya menimbulkan sedikit efek dalam
upaya mencegah penularan rotavirus. Karena itu, vaksinasi merupakan
metode pencegahan yang paling efektif dan sangat diperlukan untuk
mengontrol transmisi dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus
ini. Tujuan pemberian vaksin rotavirus adalah untuk memberikan tingkat
perlindungan yang sama dengan perlindungan dari infeksi alami. Infeksi
alamiah tidak memberikan kekebalan seumur hidup terhadap infeksi
rotavirus dan penyakitnya ringan, tetapi mencegah timbulnya infeksi
rotavirus yang berat berikutnya.
Pertama kali WHO merekomendasikan imunisasi rotavirus secara rutin
pada April 2009. Di Indonesia, vaksin ini direkomendasikan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2011. Berdasarkan studi-studi
yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa vaksinasi rotavirus
menunjukkan bahwa vaksin ini mencegah jumlah kematian karena diare
dalam jumlah yang signifikan di negara berkembang.
Vaksin rotavirus yang beredar adalah vaksin hidup yang mengandung 1
strain (monovalen) dan 5 strain (pentavalen). Waktu pemberiannya, yaitu :
- Vaksin monovalen diberikan secara oral (melalui mulut) 2 kali dengan
jarak waktu kurang lebih 8 minggu setiap pemberian. Dosis pertama

24
diberikan pada bayi usia 6-14 minggu dan dosis kedua kurang lebih pada
24 minggu.
- Vaksin pentavalen diberikan secara oral dan dilakukan dalam 3 kali. Jarak
pemberian antar dosis berkisar 1 bulan sejak pemberian pertama. Dosis
pertama diberikan pada usia 2 bulan, kedua usia 4 bulan, dan pemberian
ketiga pada umur 6 bulan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar


Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
[diunduh tanggal 10 Juli 2007]
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on
the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009.

26
11. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
12. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.
2007:100-111

27

Anda mungkin juga menyukai