Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Program Profesi Ners Departemen

Emergency Di Rumah Sakit Tentara Tk II DR Soepraoen Malang

Oleh :

Shenda Maulina Wulandari

150070300011160

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

Untuk Memenuhi Tugas Individu Program Profesi Ners Departemen Emergency Di


Rumah Sakit Tentara Tk II DR Soepraoen Malang

Oleh:
Shenda Maulina Wulandari
NIM. 150070300011160

Telah diperiksa dan disetujui pada:


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns. Ika Setyo Rini., S.Kep., M.Nurs Ngudi Basuki, S.Kep. Ners.
NIP. 1981082407120003 NIP.197209241996120003
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Luka bakar adalah suatu bentuk cedera traumatik yang disebabkan oleh panas,
listrik, kimiawi atau agen radioaktif. Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah, dan
lingkungan kerja lainnya. Nyala api adalah penyebab utama luka bakar.

Pada keadaan normal, sel-sel tubuh dapat menahan temperatur sampai 45oC
tanpa kerusakan yang bermakna. Antara 44oC dan 51oC, kecepatan kerusakan jaringan
berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur, kecepatan dan waktu penyinaran
yang terbatas dapat ditoleransi di atas 51oC, dalam hal ini protein terdenaturasi dan laju
kerusakan sangat hebat. Temperatur di atas 70oC menyebabkan kerusakan seluler yang
sangat cepat dan hebat, kerusakan ini yang merupakan cedera luka bakar (Nettina,
2001).

B. EPIDEMIOLOGI

Jumlah penderita luka bakar di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Di


Amerika Serikat 500.000 orang dirawat di Unit Gawat Darurat, sementara 74.000 pasien
perlu perawatan inap di rumah sakit akibat luka bakar. Lebih dari 20.000 pasien
mengalami luka bakar yang sangat hebat sehingga memerlukan perawatan pada pusat
perawatan khusus luka bakar, dua belas ribu korban luka bakar meninggal akibat luka-
lukanya. Di Indonesia, luka bakar merupakan kasus terbanyak yang terjadi saat ini, yang
disebabkan oleh nyala api ataupun bahan kimia (Anonim, 2011).

Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa terjadi pada orang dewasa muda
yaitu umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda. Luka bakar
jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Sekitar 85% luka bakar terjadi di rumah.
Pada umur 3-14 tahun, penyebab paling sering adalah dari nyala api yang membakar
baju. Dari umur 15 sampai 60 tahun, luka bakar paling sering disebabkan oleh
kecelakaan industri, setelah umur ini luka bakar biasanya terjadi karena kebakaran di
rumah akibat rokok karena membakar tempat tidur atau berhubungan juga dengan
gangguan mental (Sabiston, 1995).

C. ETIOLOGI

Pusat-pusat perawatan yang berdekatan dengan perumahan penduduk atau


berdekatan dengan daerah industri cenderung lebih sering menerima korban luka akibat
terbakar. Sementara pusat-pusat di tengah kota lebih banyak merawat cedera melepuh.
Cedera akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau tidak disengaja berkontak dengan
arus tegangan tinggi. Kasus luka bakar akibat rokok tampaknya dilaporkan lebih sedikit.

Lebih dari 80% luka bakar pada anak balita merupakan cedera lepuh. Luka ini
dapat terjadi bila balita yang tidak terurus dengan baik yang dengan mudah dapat
tersiram air panas, selain itu kulit balita lebih tipis dan kulit anak yang lebih besar dan
orang dewasa, sehingga lebih rentan terhadap cedera (Shires, et al., 2002).
D. PATOFISIOLOGI

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dan suatu sumber panas tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi
jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel, kulit dan saluran
nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.

Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus direncanakan
menurut luas dan kedalaman luka bakar, perawatannya dilakukan melalui tiga fase:

a. Fase resusitasi/darurat
Fase pada keadaan ini mulai dari cedera pertama sampai selesainya resusitasi
cairan. Maksud fase ini diprioritaskan sebagai:
Pertolongan pertama
Pencegahan syok
Pencegahan gangguan pemafasan
Deteksi dan penanganan cedera yang menyertai
Penilaian luka dan perawatan pendahuluan.
b. Fase akut
Pada fase ini durasi dimulai sejak diuresis hingga hampir selesai penutupan luka.
Prioritas fase ini adalah:
Perawatan dan penutupan luka
Pencegahan atau penanganan komplikasi, termasuk infeksi.
Pemberian dukungan nutrisi.
c. Fase rehabilitasi
Durasi fase ini dimulai sejak terjadi penutupan luka besar hingga kembali kepada
tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal (Bare dan Smeltzer,
2001). Prioritas fase ini adalah:
Pencegahan parut dan kontraktur
Rehabilitasi fisik
Rekontruksi fungsional dan kosmetik
Konseling psikologi (Bare dan Smeltzer, 2001).

E. KLASIFIKASI
a) Luka bakar listrik
Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga
bervoltase tinggi seperti kejadian pada petugas listrik yang bekerja berdekatan
dengan sumber listrik tinggi. Anggota gerak merupakan tempat kontak yang paling
sering terjadi tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki.
Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan akan mengubahnya
menjadi tenaga panas, cedera ini menimbulkan luka bakar yang tidak hanya
mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur arus
listrik tersebut. Luka bakar ini menyebabkan kerusakan vaskular atau saraf pada
jarak tertentu dan daerah luka bakar kulit. Anggota gerak dengan luka bakar listrik
mudah terkena komplikasi sindroma kompartemen karena adanya luka otot yang
dalam atau vaskular. Pada luka bakar listrik yang luas diperlukan penggantian cairan
yang cukup banyak untuk menghindari komplikasi.
Perawatan luka bakar listrik yang tepat mengikuti prinsip perawatan umum
luka bakar atau luka yang besar, apabila pasien mengalami kematian jaringan dan
saraf maka pasien membutuhkan amputasi anggota gerak (Sabiston, 1995).
b) Luka bakar karena panas
Luka bakar karena panas bisa disebabkan oleh nyala api ataupun uap panas
serta air panas, yang menyebabkan cedera lepuh. Cedera lepuh ini membuat
keterlambatan pertumbuhan kulit (Anonim, 2011).
c) Luka bakar bahan kimia
Luka bakar karena bahan kimia berbeda dengan luka bakar yang diakibatkan
panas yaitu pada derajat lukanya karena berhubungan langsung dengan lamanya
kontak sumber panas oleh sebab itu dokter dapat langsung merubah kedalaman luka
dengan perawatan yang cermat, untuk luka bakar karena bahan kimia sangat
dibutuhkan larutan irigasi untuk penatalaksanaannya. Luka bakar bahan kimia bisa
disebabkan oleh larutan fenol, asam hidrofluorida dan fosfor (Sabiston, 1995).

F. DERAJAT LUKA BAKAR


a) Luka bakar derajat pertama
Ciri-ciri luka bakar derajat pertama adalah berwarna merah muda sampai
merah, edema ringan, dan hilang dengan cepat. Selain itu nyeri dapat berlangsung
48 jam dan reda dengan pendinginan.
Dasar pengobatan luka bakar derajat pertama adalah:
epidermis mengelupas dalam 5 hari.
kulit gatal dan berwarna merah muda selama sekitar 1 minggu.
jaringan parut tidak terjadi.
penyembuhan secara spontan dalam 10 hari sampai 2 minggu tanpa infeksi.
b) Luka bakar derajat dua/luka bakar ketebalan parsial
Luka bakar ketebalan parsial adalah luka yang sembuh dalam waktu lebih
dari 3 minggu, penyembuhan yang lama ini sering kali menimbulkan pembentukan
jaringan parut. Luka bakar ini dibagi menjadi 2 sub tipe, yaitu:
1. Superfisial
Berwarna merah muda atau merah, pembentukan vesikel, berair dan terjadi
edema.
Lapisan kulit superfisial rusak, luka nyeri dan lembab.
2. Dermal bagian dalam
Bercorak merah dan putih, area edema yang kemerahan memutih jika
ditekan.
Dapat menjadi kekuningan, lunak dan elastik, sensitif atau tidak sensitif
terhadap sentuhan udara dingin.

Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat dua menurut Nettina (2001)
adalah:

a. memerlukan beberapa minggu untuk sembuh.


b. jaringan parut dapat terjadi.

c) Luka bakar derajat tiga/ketebalan penuh


Luka bakar ketebalan penuh atau luka bakar derajat tiga biasanya dapat
dengan mudah dikenali, luka bakar ini biasanya disebabkan oleh paparan terhadap
zat kimia pekat, atau listrik dengan tegangan tinggi dan kontak yang lama dengan
benda yang panas atau jilatan api (Shires, et al., 2002).
Ciri ciri luka bakar derajat tiga adalah:
kerusakan epidermis, dennis, lemak, otot, dan tulang.
area kemerahan tidak dapat memutih jika ditekan.
luka tidak nyeri, tidak elastis, wama bervariasi dari putih hingga kecoklat.
luka ditandai dengan kering dan mati rasa dan bersifat kaku.

Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat tiga menurut Nettina (2001)
adalah:

luka harus dibersihkan dengan debridement. Jaringan granulasi terbentuk pada


epitalium yang paling dekat dan tepi luka atau tandur penopang.
penanduran diperlukan untuk area yang lebih besar dari 3 sampai 5 cm.

Gambar anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar dapat dilihat pada
Gambar

Terkait dengan pertimbangan pengobatan luka derajat tiga, sewaktu pasien


diperiksa dalam kamar gawat darurat, dilakukan penilaian persentase luka pada
seluruh daerah permukaan tubuh. Pemeriksaan awal pada luka bakar akan
menentukan jumlah cairan yang diberikan untuk resusitasi. Penentuan daerah luka
dapat dilakukan dengan Hukum Sembilan (Tabel) dalam rumus ini tiap daerah
anatomi ditentukan persentase luas pada seluruh permukaan tubuh yang merupakan
perkalian Sembilan (Schwartz, 2000). Persentase luka bakar pada seluruh luas
permukaan tubuh dapat juga dilihat pada gambar dibawah
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan luka bakar melingkupi dua hal:

1) Pemeriksaan fisik
Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan kalau melakukan evaluasi
harus aman dan tangkas. Penyebab ketidakstabilan yang paling dini timbul pada
pasien luka bakar adalah cedera inhalasi berat sehingga jalan napas atas mendekati
letal. Pengamatan pertama harus cepat yaitu harus dapat mengenali semua
kesulitan-kesulitan tersebut. Pemeriksaan lain penting yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan abdomen yang cermat sebelum pasien mendapatkan analgesik dan
sedatif.
2) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dimulai dan perhitungan darah lengkap, elektrolit
dan profil biokimia harus dilakukan setelah pasien tiba di fasilitas perawatan.
Konsentrasi gas darah dan karboksi hemoglobin juga perlu segera diukur.
Pemberian oksigen dapat mengatur keparahan keracunan karbon monoksida yang
dialami penderita.
Sebaiknya dilakukan rontgen dada karena tekanan yang terlalu yang kuat
pada dada, pasien luka bakar harus menjalani pemeriksaan radiografi dan seluruh
vetebra dan tulang belakang.
H. KOMPLIKASI
1) Syok Hipovolemik

Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan
membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula pada luka
bakar derajat II dan pengeluran cairan dari kropeng pada luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar <20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasi tetapi bila >20% terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan-lahan dan
maksimal pada delapan jam (Nugroho, 2012).

2) Udem Laring

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, uap panas yang terhisap,
udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas
karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas, takipnea, stridor, suara
serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis (Nugroho, 2012).

3) Keracunan Gas CO

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas,
bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila
>60% hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal (Nugroho, 2012).

4) SIRS (systemic inflammatory respone syndrome)

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mata, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi
ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau oleh pembuluh
darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman penyebab infeksi berasal dari
kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran nafas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
berbahaya karena banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan mediator-
mediator, yang kemudian diikuti oleh:

a) Gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium, gangguan


sirkulasi dan redistribusi aliran.
b) Perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli, dan
maldigesti aliran.
c) Gangguan oksigenasi jaringn. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan
menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya
kadar limfokin dan sitokin dalam darah (Nugroho, 2012).

5) MOF (Multi Organ Failure)

Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan


gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan
metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob yang
diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis.
Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.

Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan-


jaringan organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, gunjal, yang selanjutnya
mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme pertahanan tubuh,
terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh (homeostasis), maka organ yang
dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan adanya penurunan atau disfungsi
ginjal ini, beban tubuh semakin berat.

Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan berjalannya


proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian
cairan (overload) sementara sirkulasi dan perifer tidak atau belum berjalan normal,
atau pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi
klinisnya tampak sebagai edema paru yang menyebabkan kegagalan fungsi paru
sebagai alat pernapasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbondioksida,
kadar oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik mengalami
degenerasi yang bersifat ireversible. Sel-sel otak adalah organ yang paling sensitif;
bila dalam wakru 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka sel-sel otak mengalami
kerusakan dan kematian; yang menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat
sentral (Nugroho, 2012).

6) Kontraktur

Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka,


terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang
sehat di sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena
hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya
pergerakan.

Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana
proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari
penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi karena kehilangan lapisan
superfisial dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak
elastik ini akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali. Pada luka bakar
yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung kolagen akan meliputi
neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons, juga permukaan volar dari
sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan sehingga akan membatasi range of
motion (Nugroho, 2012).

I. PENATALAKSANAAN
a) Penggantian cairan
Penggantian cairan atau resusitasi cairan dimaksudkan untuk mengurangi
penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan
mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48 jam.
Cairan yang dapat digunakan seperti kristaloid yaitu larutan natrium klorida fisiologik
atau larutan Ringer Laktat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pada luka bakar
yang luas terdapat kegagalan pompa natrium-kalium (suatu mekanisme fisiologik
yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan cairan-elektrolit ditingkat seluler). Jadi
pasien dengan luka bakar yang sangat luas membutuhkan lebih banyak cairan per
persen luas bakar dibandingkan dengan pasien yang luka bakarnya lebih kecil.
Pasien dengan luka bakar listrik, cedera panas akan memerlukan tambahan cairan.
b) Debridemen
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar, tindakan ini Memiliki
dua tujuan untuk:
menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing
sehingga pasien terhindar dari kemungkinan infeksi bakteri.
menghilangkan jaringan yang sudah mati.

Debridemen dibagi 3 nama:

1) Debridemen alami
Pada debridemen alami, jaringan mati akan memisahkan diris secara spontan
dan jaringan viabel yang ada di bawahnya. Namun pada pemakaian preparat
topikal antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan eskar alami ini.
2) Debridemen mekanis
Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting bedah untuk memisahkan
dan mengangkat eskar. Biasanya debridemen mekanis dikerjakan setiap hari
pada saat penggantian balutan serta pembersihan luka. Debridemen dengan
cara ini dilaksanakan sampai tempat yang terasa sakit dan mengeluarkan darah.
3) Debridemen bedah
Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan melibatkan
pengelupasan lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai
jaringan yang masih viabel dan berdarah. Tindakan ini dapat dimulai beberapa
hari pasca luka bakar atau segera setelah kondisi hemodinamika pasien stabil
dan edemanya berkurang (Bare dan Smeltzer, 2001).
c) Penggantian Balutan
Pembalutan luka bakar dilakukan untuk menutupi luka sementara, melindungi
jaringan granulasi, mengurangi nyeri dan membantu menentukan ketika luka yang
tergranulasi akan menerima autograph (Nettina, 2001).
Menurut Nettina (2001), jenis balutan terbagi dua:
1) Balutan biologis
Balutan biologis digunakan untuk menutup luas permukaan tubuh. Biasanya
balutan ini berupa robekan tebal graf yang ditanam baik dan jaringan kulit
manusia maupun dan donor mamalia lain seperti babi, amnion manusia juga
dapat digunakan.
2) Balutan biosintetis
Balutan biosintetis digunakan ketika autograph permanen tidak bisa didapat.

d) Penggunaan antibiotik

Pengguanaan terapi antibiotika pada luka bakar ada dua metode yaitu terapi
antibiotika topikal dan terapi intravena. Terapi antibiotika secara topikal tidak
mensterilkan luka bakar tetapi hanya mengurangi jumlah bakteri agar keseluruhan
populasi mikroba dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan tubuh pasien,
terapi antibiotika topikal akan meningkatkan upaya untuk mengubah luka yang
terbuka dan tertutup serta kotor menjadi luka yang tertutup dan bersih, contoh
antibiotika preparat topikal yaitu: gentamisin sulfat. Terapi antibiotika intravena dapat
diberikan profilaksis untuk pencegahan infeksi gram positif pada luka bakar (Nettina,
2001).

e) Mengurangi nyeri pada luka bakar

Nyeri terasa hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka bakar
derajat tiga karena pada derajat dua ujung-ujung sarafnya tidak rusak, ujung-ujung
saraf yang terkena sangat sensitif terhadap aliran udara yang dingin sehingga
diperlukan kasa penutup steril yang bisa membantu mengurangi rasa nyeri tersebut.
Namun demikian pasien dengan luka bakar derajat tiga tetap merasakan nyeri yang
dalam dan nyeri disekitar luka bakar. Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan,
maka preparat nyeri analgetik harus diberikan sebelum nyeri terasa hebat terjadi
(Bare dan Smeltzer, 2001).

J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS,
dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari
klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi
anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi
terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu
karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan
pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka
bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan
perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase
emergency (48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama
beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan
alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan
dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga
mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta
kemungkinan penyakit turunan
6. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan
pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi
kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan
kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri.
Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena
adanya rasa nyeri .
7. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang
disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan.
Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga
mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa
cemas, dan takut.
8. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
10. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
11. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
12. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
13. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
14. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
15. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret
jalan nafas dalam (ronkhi).
16. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut
dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau
jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara
perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan
sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Bersihan jalan nasfas tidak efektif b.d edema & efek inhalasi asap.
2) Gangguan pertukaran gas b.d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap &
destruksi saluran nafas atas.
3) Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan
cairan akibat evaporasi dari luka bakar.
4) Nyeri akut b.d cedera jaringan.
5) Kerusakan integritas kulit b.d. mekanikal (luka bakar)
6) Resiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune
7) Cemas b.d ketakutan dan dampak emosional.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Bersihan Setelah dilakukan askep Airway manajemen
jalan nafas jam Status respirasi: Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika
tidak efektif terjadi kepatenan jalan memungkinkan.
nafas dg Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
KH: Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk
Pasien tidak sesak membebaskan jalan nafas.
nafas Pasang ET jika memeungkinkan
auskultasi suara Lakukan terapi dada jika memungkinkan
paru bersih Keluarkan lendir dengan suction
tanda vital dbn. Asukultasi suara nafas
Lakukan suction melalui ET
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
Monitor respirasi dan status oksigen jika
memungkinkan

Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang suction
Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk
memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan
ventilator atau rescution manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk
melakukan prosedur tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik
sebelum, selama, san sesudah suction.
Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah
dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien
bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi dengan segera
2 Gangguan Setelah dilakukan askep Airway Manajemen
pertukaran jam Status Bebaskan jalan nafas
gas pernafasan seimabang Dorong bernafas dalam lama dan tahan batuk
antara kosentrasi udara Atur kelembaban udara yang sesuai
dalam darah arteri dg Atur posisi untuk mengurangi dispneu
KH: Monitor frekuensi nafas b/d penyesuaian oksigen
Menunjukkan
peningkatan Ventilasi Monitor Respirasi
dan oksigen cukup Monitor kecepatan,irama, kedalaman dan upaya
SpO2 dbn bernafas
Analisa gas darah Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada,
dbn menggunakan alat bantu dan retraksi otot intercosta
Monitoring pernafasan hidung, adanya ngorok
Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, resirasi kusmaul dll
Palpasi kesamaan ekspansi paru
Perkusi dada anterior dan posterior dari kedua paru
Monitor kelelahan otot diafragma
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan
atau ketidakadanya ventilasi dan bunyi nafas
Monitor kegelisahan, cemas dan marah
Catat karakteristik batuk dan lamanya
Monitor sekresi pernafasan
Monitor dispneu dan kejadian perkembangan dan
perburukan
Lakukan perawatan terapi nebulasi bila perlu
Tempatkan pasien kesamping untuk mencegah
aspirasi

Manajemen asam Basa


Kirim pemeriksaan laborat keseimbangan asam
basa ( missal AGD,urin dan tingkatan serum)
Monitor AGD selama PH rendah
Posisikan pasien untuk perfusi ventilasi yang optimum
Pertahankan kebersihan jalan udara (suction dan
terapi dada)
Monitor pola respiorasi
Monitor kerja pernafsan (kecepatan pernafasan)

3 Deficit Setelah dilakukan askep Manajemen cairan


volume .. jam terjadi peningkatan Monotor diare, muntah
cairan keseimbangan cairan dg Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain,
KH: bingung)
Urine 30 ml/jam Monitor balance cairan
V/S dbn Monitor pemberian cairan parenteral
Kulit lembab dan Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis
tidak ada tanda-tanda Monitor td dehidrasi
dehidrasi Monitor v/s
Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan
Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI
dan makanan yang lunak
Kolaborasi u/ pemberian terapinya

4 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :


berhubung Asuhan keperawatan . Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
an dengan jam tingkat kenyamanan termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
agen klien meningkat dg KH: kualitas dan faktor presipitasi.
injury: fisik Klien melaporkan Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
nyeri berkurang dg Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
scala 2-3 mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Ekspresi wajah Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri
tenang seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
klien dapat istirahat Kurangi faktor presipitasi nyeri.
dan tidur Pilih dan lakukan penanganan nyeri
v/s dbn (farmakologis/non farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul & Evaluasi gejala efek sampingnya.

5 Kerusakan Setelah dilakukan askep Wound Care :


integritas .. jam, integritas jaringan Kaji area luka dan tentukan penyebabnya
kulit membaik dengan kriteria Tentukan ukuran kedalaman luka
hasil : Monitor area luka minimal sehari sekali thd
melaporkan perubahan warna, kemerahan, peningkatan suhu,
penurunan sensasi nyeri dan tanda-tanda infeksi
atau nyeri pada area Monitor kondisi sekitar luka, monitor praktek klien
kerusakan jaringan/ dalam peran serta merawat luka, jenis
luka sabun/pembersih yang digunakan, suhu air,
mendemonstrasikan frekuensi membersihkan kulit/ area luka dan sekitar
pemahaman luka
rencana tindakan Anjurkan klien untuk tidak membasahi area luka dan
untuk perawatan sekitar luka
jaringan dan
pencegahan injuri Minimalkan paparan terhadap kulit (area luka dan
keadaan luka sekitarnya)
membaik Buat rencana mobilisassi bertahap: miring kanan/kiri,
(kering)dan duduk, duduk, berdiri dan berjalan, gunakan alat
peningkatan jaringan bantu jika perlu
granulasi Gunakan lotion untuk kelembabkan kulit
Dorong intake protein adekuat
Anjurkan ibu untuk menghindari cedera, menghindar
dari benda berbahaya, menghindar penekanan
terhadap area luka menghindar batuk, mengejan
terlalu kuat

6 Risiko Setelah dilakukan askep Kontrol infeksi.


infeksi jam infeksi terkontrol, Batasi pengunjung.
status imun adekuat dg Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap
KH: setelah digunakan pasien.
Bebas dari tanda Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien,
dangejala infeksi. dan ajari cuci tangan yang benar.
Keluarga tahu Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.
tanda-tanda infeksi Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Angka leukosit Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
normal. Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum sesuai aturan.
Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang
tanda dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra
vena).

Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi
dan tanda-tanda dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup

7 Cemas Setelah dilakukan askep Pengurangan kecemasan


jam kecemasan Bina hubungan saling percaya.
terkontrol dg KH: Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan
ekspresi wajah pada keluarga.
tenang Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
anak / keluarga Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari
mau bekerjasama stress situasional.
dalam tindakan Berikan informasi factual tentang diagnosa dan
askep. program tindakan.
Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan
dan memberikan keamanan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk
mengurang kecemasan orangtua.
Dengarkan keluhan keluarga.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi
kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.
Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik
relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://www.ilmukesehatan.com/artikel/epidemiologi-luka-bakar-anak-di-indonesia-
2
sampai-2013.html. diakses pada tanggal 20 Mei 2013. . (2013). Luka Bakar.
Bare, B.G., dan Smeltzer, C. (2001). Keperawatan Medical Bedah. Edisi Kedelapan.
Jakarta: EGC. Hal. 1917-1940.
Morison, M.J. ( 2004). Manajemen Luka. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 1-
27.
Nettina, S.M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC. Hal. 451-455.
Nugroho, T. (2012). Luka Bakar dan Artritis Reumatoid. Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha
Medika. Hal. 25-31.
Sabiston, D.C. (1987). Buku Ajar Bedah. Bagian pertama. Alih bahasa: Petrus Adrianto dan
Timan. Jakarta: EGC. Hal. 151-160.
Shires, G., Schwartz, S.I., dan Spencer, F. (2002). Ensiklopedia Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: EGC. Hal. 196-198.
Schwartz, S.I. (1994). Principle Of Surgere Companion Handbook. McGraw-Hill Inc. Alih
Bahasa: Laniyati. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
Hal. 97-125.

Anda mungkin juga menyukai