Anda di halaman 1dari 8

77

KARAKTERISTIK KESUBURAN TANAH PADA KONDISI IKLIM BERBEDA


DI SULAWESI TENGGARA
1 2 2
Oleh: Syamsu Alam , Bambang Hendro Sunarminto dan Syamsul Arifin Siradz

ABSTRACT

The research aimed to evaluate the soil fertility developed in different climatic conditions,
especially on soils developed from ultramafic rock in Southeast Sulawesi. The research was conducted
using toposequence, by developing a profile based on slope positions (summit, middle slope, and
toeslopes). Evaluation results of soil fertility status showed that although the research locations had
varied CEC and base saturation from low to high, the nutrient status of P2O5 and K2O on all research
locations was low, therefore soil fertility status of all research locations was considered to be low. The
results indicated that the effects of climate, relief, and variations of soil genesis did not give direct effects
on soil fertility status. However, if the soil fertility status was evaluated based on fertility capability
classification (FCC), the soil genesis gave direct effects on soil fertility status. Along with advanced
development of soil genesis, soil in Lasusua developed on high rainfall area generally had less limiting
factors compared to soil in Puriala that was developed on low rainfall area.

Keywords: soil fertility status, FCC, different climatic conditions, ultramafic

PENDAHULUAN menentukan kendala utama kesuburan tanah serta


alternatif pengelolaannya dalam upaya
Tanah sebagai media tumbuh bagi meningkatkan produktivitas tanah (Siswanto,
tanaman dan termasuk aspek penting dalam 2006). Penilaian sifat dan penentuan kendala
budidaya pertanian. Budidaya pertanian kesuburan tanah dapat dilakukan dengan
merupakan suatu upaya yang sangat tergantung Klasifikasi Kapabilitas Kesuburan Tanah atau
pada kondisi dan keadaan spesifik dari bumi. Fertility Capability Classification, yang disingkat
Semua jenis tanaman yang hidup di muka bumi FCC (Sanchez et al., 1982 dalam Sanchez, 1992;
pasti memerlukan unsur hara agar tumbuh Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001; Rayes,
dengan baik. Unsur hara makro dan mikro, 2007).
kecuali nitrogen, berasal dari hancuran batuan Sistem klasifikasi kapabilitas kesuburan
sebagai bahan induk tanah (van Straaten, 2002). tanah (FCC) terdiri atas tiga kategori, yaitu tipe
Semua unsur hara tersebut dapat diperoleh (tekstur tanah atas lapisan 0-20 cm atau lapisan
tanaman dari batuan yang telah melapuk atau olah), sub tipe atau tipe substrata (tekstur tanah
yang disebut tanah. Faktor yang menentukan bawah, digunakan jika dijumpai perubahan
kaya atau miskinnya unsur hara yang terdapat tekstur tanah pada kedalaman teratas hingga 50
dalam batuan tergantung pada jenis cm) dan kondisi modifier atau pengubah keadaan
pembentukannya, letak geografis, komposisi yang berhubungan dengan karakteristik fisik
batuan, sifat fisika serta kecepatan pelapukan. tanah, reaksi tanah dan mineralogi tanah
Potensi unsur hara yang terdapat di dalam batuan (Sanchez et al., 2003; Samekto, 2007).
dapat diketahui berdasarkan faktor-faktor Kombinasi ketiga kategori tersebut menghasilkan
tersebut. Oleh karena itu, fungsi dan peranan dari unit-unit Klasifikasi Kemampuan Kesuburan
batuan terhadap penyediaan unsur hara bagi Tanah yang dapat diinterpretasikan dengan
tanaman dapat dijadikan bahan evaluasi dini penaksiran sifat tanah dan penentuan alternatif
terhadap tingkat kesuburan tanah (Munir, 1996; teknologi pengelolaan yang diperlukan untuk
Kharisun, 2003). mengatasi kendala utama kesuburan tanah.
Evaluasi kesuburan tanah ditujukan Penelitian ini bertujuan untuk
untuk menilai karakteristik lahan dan mengevaluasi kesuburan tanah dengan kondisi

1
AGRIPLUS,
) Staf Pengajar pada Jurusan Volume
Agroteknologi 23 Nomor
Fakultas : 01
Pertanian Januari Haluoleo,
Universitas 2013, ISSN 0854-0128
Kendari
2
) Staf Pengajar pada Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 77
78

iklim yang berbeda, khususnya pada tanah-tanah H-dd ekstrak KCl 1M, kadar Fe-d ekstrak
yang berasal dari lapukan batuan ultrabasa di dithionit-sitrat, dan identifikasi mineral lempung
Sulawesi Tenggara. dengan XRD. Metode analisis laboratorium
didasarkan pada buku Petunjuk Teknis Analisis
Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk (Balai
METODE PENELITIAN Penelitian Tanah, 2009).
Kesuburan tanah dievaluasi berdasarkan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Fertility Capability Classification (FCC)
Desember 2010 hingga Juni 2011. Penelitian (Sanchez et al., 2003). Evaluasi kesuburan tanah
lapangan dilakukan pada tanah potensi tambang juga akan didasarkan pada kunci status kesuburan
nikel (berasal dari batuan ultrabasa, formasi tanah (PPT, 1983) sebagai pembanding, yaitu
geologi Kompleks Ultramafik/Batuan Ofiolit) di dengan mengkombinasikan parameter kapasitas
Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Kecamatan pertukaran kation (KPK) tanah, kejenuhan basa
Puriala Kabupaten Konawe dan Kecamatan (KB), kadar K2O, P2O5 dan C-organik tanah.
Lasusua Kabupaten Kolaka Utara. Jumlah profil
pada setiap landscape ditentukan dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
pendekatan toposekuen yaitu dengan membuat
profil pewakil berdasarkan posisi di lereng Klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah
(lereng atas, tengah dan lereng bawah) (Lee et (FCC)
al., 2003; Pai et al., 2007; Garnier et al., 2009; Data yang digunakan untuk evaluasi
Graham and OGeen, 2010), sehingga dalam kesuburan tanah dengan menggunakan metode
penelitian ini evaluasi kesuburan tanah dilakukan FCC (2003) terdiri dari tiga kategori yaitu tipe
pada enam profil pewakil. Pengamatan lapangan (tekstur lapisan atas), tipe substrata (tekstur
dilakukan berdasarkan panduan Balai Penelitian lapisan bawah), dan modifier (faktor pembatas
Tanah (2004) dan National Soil Survey Center kesuburan tanah). Modifier ini dapat berupa
(2002). Analisis tanah di laboratorium berupa iklim, kondisi permukaan tanah, erosi, bahaya
tekstur tanah dengan metode pipet, pH tanah, sulfidik, keracunan Al, kalkareus (kahat Fe, Mn),
DHL, C-organik metode Walkey and Black, P salinitas, alkalinitas, atau kahat hara K dan P.
dan K ekstrak HCl 25%, Basa tertukar Ca, Mg, Rekapitulasi hasil penilaian kapabilitas
Na, K, Kejenuhan Basa dan KTK ekstrak kesuburan tanah (FCC) lokasi penelitian
NH4OAc pH 7, kemasaman tertukar, Al-dd dan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil evaluasi kapabilitas kesuburan tanah (FCC) di lokasi penelitian
Tipe
Tipe Modifier
Profil Substrata Kelas FCC
L C L C R d R b K i v h (%)
P1 (Puriala Lereng L C d r+ b K v (3) LCdr+bkv(0-15)
atas)
P2 (Puriala Lereng L C d r+++ b K i v (60) LCdr+++bkiv(>30)
tengah)
P3 (Puriala Lereng L L d r+ K i v (1) Ldr+kiv(0-15)
bawah)
L1 (Lasusua C C r+ K i (1) Cr+ki(0-15)
Lereng atas)
L2 (Lasusua C C K i (60) Cki(>30)
Lereng tengah)
L3 (Lasusua C C K i h (3) Ckih(0-15)
Lereng bawah)
Keterangan : L (tekstur bergeluh); C (tekstur berlempung); d (tanah kering); r (tanah berkerikil); b (bereaksi basa);
k (kahat K); i (fiksasi P tinggi); v (tanah bersifat vertik); h (tanah masam); (%) kemiringan lereng;
FCC (unit kapabilitas kesuburan tanah)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128


79

Hasil penilaian kapabilitas kesuburan bawah berlempung (kadar lempung >35%), laju
tanah di daerah Puriala yang curah hujannya infiltrasi rendah dan kemampuan menahan air
lebih rendah daripada evapotranspirasinya, pada tinggi (jika lahan miring potensial permukaan
profil P1 diperoleh unit kelas kapabilitas tinggi). Tanah sukar diolah kecuali mempunyai
kesuburan tanah adalah LCdr+bkv(0-15). Profil modifier. Tanah dengan kombinasi LC memiliki
P2 diperoleh unit kelas kapabilitas kesuburan kemungkinan terjadi degradasi tanah cukup besar
tanah adalah LCdr+++bkiv(>30). Profil P3 akibat erosi terutama bila kemiringan lahan yang
diperoleh unit kelas kapabilitas kesuburan tanah makin curam. Tanah dengan unit kelas FCC
adalah Ldr+kiv(0-15). seperti pada profil P3 dapat diinterpretasi
Faktor pembatas kesuburan tanah yang sebagai: Tipe dan Tipe substrata L menunjukkan
ditemukan pada tanah di Puriala, pada profil P1 bahwa lapisan tanah atas dan bawah bergeluh
dan sekitarnya cukup banyak terutama adalah (kadar lempung <35%) laju infiltrasi sedang dan
lengas tanah, kondisi bebatuan/kerikil, reaksi kemampuan menahan air sedang.
tanah yang agak alkalis, ketersediaan hara K Tanah di Lasusua dengan unit kelas FCC
yang rendah, serta potensi kembang kerut yang seperti pada profil L1, L2 dan L3 dapat
tinggi. Faktor pembatas pada profil P2 dan diinterpretasi: Tipe dan Tipe substrata C
sekitarnya cukup banyak terutama adalah lengas menunjukkan bahwa lapisan tanah atas dan
tanah, kondisi bebatuan/kerikil, reaksi tanah, bawah berlempung (kadar lempung >35%) laju
ketersediaan hara K dan P yang rendah, potensi infiltrasi rendah dan kemampuan menahan air
kembang kerut serta kemiringan lereng yang tinggi (jika lahan miring potensial permukaan
curam. Faktor pembatas pada profil P3 dan tinggi). Tanah sukar diolah kecuali mempunyai
sekitarnya cukup banyak terutama adalah lengas modifier.
tanah, kondisi bebatuan/kerikil, ketersediaan hara Interpretasi Modifier. Tanah di Puriala
K dan P yang rendah serta potensi kembang kerut dengan modifier dr+bkv(0-15) pada profil P1,
yang tinggi. modifier dr+++bkiv(>30) pada profil P2, dan
Hasil penilaian kapabilitas kesuburan modifier dr+kiv(0-15) pada profil P3, masing-
tanah di daerah Lasusua yang curah hujannya masing pada semua tanah di Puriala memiliki
lebih tinggi daripada evapotranspirasinya, pada modifier d: lengas tanah merupakan pembatas
profil L1 diperoleh unit kelas kapabilitas dalam musim kering kecuali jika tanah diairi;
kesuburan tanah adalah Cr+ki(0-15). Profil L2 hujan di awal musim sering tidak menentu
diperoleh unit kelas kapabilitas kesuburan tanah sehingga mengganggu perkecambahan; perlu
adalah Cki(>30). Profil L3 diperoleh unit kelas pemilihan waktu tanam dan waktu pemberian
kapabilitas kesuburan tanah adalah Ckih(0-15). pupuk N yang tepat. Selain itu juga memiliki
Faktor pembatas kesuburan tanah yang modifier v: tekstur tanah lapisan olah berliat dan
ditemukan pada tanah di Lasusua, pada profil L1 bila kering terjadi retakan; tanah sukar diolah bila
dan sekitarnya terutama adalah kondisi kondisi tanah kering atau terlalu basah, potensi
bebatuan/kerikil serta ketersediaan hara K dan P produktivitas tanah tinggi namun umumnya kahat
yang rendah. Faktor pembatas pada profil L2 dan hara P. Selain itu modifier k: tanah mempunyai
sekitarnya terutama adalah ketersediaan hara K kemampuan menyediakan hara K rendah;
dan P yang rendah serta kemiringan lereng yang ketersediaan hara K sebaiknya sering dipantau
curam. Faktor pembatas pada profil L3 dan dan mungkin dibutuhkan pemupukan K;
sekitarnya terutama adalah ketersediaan hara K kemungkinan ketersediaan hara K-Ca-Mg tidak
dan P yang rendah, serta kemasaman tanah yang seimbang.
rendah. Tanah di Puriala karena berkembang
Interpretasi Tipe dan Tipe Substrata. pada curah hujan yang lebih rendah dari pada
Tanah di Puriala dengan unit kelas FCC seperti evapotranspirasinya sehingga juga memiliki
pada profil P1 dan P2 dapat diinterpretasi modifier r+: tanah berkerikil (10-35%
sebagai: Tipe L menunjukkan lapisan tanah atas berdasarkan volume) dan r+++: tanah berkerikil
bergeluh (kadar lempung <35%), laju infiltrasi (>35% berdasarkan volume) dan berbatu (>15%
sedang dan kemampuan menahan air sedang. singkapan batuan) sebagai akibat dari proses
Tipe substrata C menunjukkan lapisan tanah pembentukan tanah yang terhambat sehingga

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128


80

dapat menghambat tindakan mekanisasi dan lapisan top soil dengan lapisan di bawahnya
pengelolaan tanah, perlu dilakukan tindakan maka dapat diinterpretasi kemungkinan terjadi
konservasi tanah dan air. Selain itu karena degradasi tanah cukup besar akibat erosi terutama
berkembang dari bahan induk batuan ultrabasa bila kemiringan lahan yang makin tinggi. Tanah
sehingga juga memiliki modifier b: tanah di Lasusua (L1 dan L3) karena termasuk tanah
bereaksi basa; penggunaan pupuk fosfat alam dan berkembang lanjut (Alam et al., 2011) sehingga
fosfat lain yang tidak larut dalam air perlu seluruh fraksi dalam tanah memiliki ukuran yang
dihindari; kemungkinan besar terjadi kekahatan seragam antar lapisan mengarah ke tekstur yang
unsur mikro terutama Fe dan Zn. Modifier i: lebih halus sebagai akibat dari proses genesis
tanah mempunyai kemampuan mengikat P tinggi melalui pelapukaan dan pelindian yang intensif.
sehingga diperlukan dosis pupuk P tinggi atau Tidak adanya perbedaan tekstur antara top soil
cara pengelolaan pupuk P yang khusus dengan dan sub soil menyebabkan profil tanah di
penggunaan jenis sumber pupuk P dengan cara Lasusua memiliki tipe dan tipe substrata yang
pemberian yang tepat (Kebede dan Yamoah, sama menunjukkan bahwa lapisan tanah atas dan
2009). bawah berlempung yang berpengaruh pada laju
Tanah di Lasusua dengan modifier infiltrasi yang rendah dan kemampuan menahan
+
r ki(0-15) pada profil L1, modifier ki(>30) pada air yang tinggi.
profil L2, dan modifier kih(0-15) pada profil L3 Hasil penilaian kapabilitas kesuburan
masing-masing pada semua tanah di Lasusua tanah (FCC) menunjukkan bahwa tanah di
memiliki modifier k: tanah mempunyai Puriala yang berkembang pada iklim dengan
kemampuan menyediakan hara K rendah; curah hujan lebih rendah dari pada
ketersediaan hara K sebaiknya sering dipantau evapotranspirasinya menunjukkan tingkat
dan mungkin dibutuhkan pemupukan K; perkembangan tanah yang terhambat, sehingga
kemungkinan ketersediaan hara K-Ca-Mg tidak kapabilitas kesuburan tanahnya pun lebih rendah
seimbang. Selain itu juga masih memiliki akibat banyaknya faktor penghambat yang
modifier i: tanah mempunyai kemampuan berkaitan dengan pertumbuhan tanaman. Faktor
mengikat P tinggi sehingga diperlukan dosis penghambat yang ada ini umumnya berat dan
pupuk P tinggi atau cara pengelolaan pupuk P memerlukan input teknologi tinggi untuk dapat
yang khusus dengan penggunaan jenis sumber dilakukan perbaikan, terutama menyangkut
pupuk P dengan cara pemberian yang tepat. masalah keterbatasan air tersedia. Berbeda
Tanah di Lasusua khususnya pada profil L3 dengan daerah Lasusua yang curah hujannya
lereng bawah (datar) karena berkembang pada lebih tinggi dari evapotranspirasinya, seiring
curah hujan yang lebih tinggi dari pada dengan tingkat perkembangan tanah yang lebih
evapotranspirasinya sehingga juga memiliki berkembang, faktor penghambat kesuburan
modifier h: kemasaman tanah rendah hingga tanahnya cenderung lebih sedikit dan lebih
sedang sebagai akibat dari proses pembentukan ringan, sehingga input teknologi untuk perbaikan
tanah yang lebih lanjut sehingga diperlukan kesuburan tanah tidak begitu tinggi.
pengapuran untuk tanaman yang peka terhadap
keracunan Al. Khusus pada profil tanah yang Penilaian status kesuburan tanah
berada di lereng tengah juga memiliki modifier Data yang digunakan untuk penilaian
>30 %: kemiringan lereng yang curam, bahaya status kesuburan tanah dengan menggunakan
erosi tinggi, potensi mekanisasi terbatas, perlu metode PPT (1983) adalah kombinasi dari lima
dilakukan tindakan konservasi tanah dan air karakteristik tanah berupa KPK, kejenuhan basa
(Armecin dan Cosico, 2010). (KB), C-organik, dan kadar P2O5, serta kadar
Hasil klasifikasi kapabilitas kesuburan K2O dari data setiap horison dan rata-rata imbang
tanah menunjukkan bahwa terdapat hubungan masing-masing profil tanah. Rekapitulasi hasil
antara tingkat perkembangan tanah dengan tipe penilaian status kesuburan tanah lokasi penelitian
dan tipe substrata suatu unit kelas FCC. Tanah di berdasarkan kriteria PPT (1983) disajikan pada
Puriala (profil P1 dan P2) karena termasuk tanah Tabel 2.
yang belum berkembang (Alam et al., 2011) Hasil penilaian status kesuburan tanah
sehingga memiliki perbedaan kelas tekstur antara pada lokasi penelitian Puriala yang curah

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128


81

hujannya lebih rendah dari pada kesuburan tanah rendah dengan kadar KPK
evapotranspirasinya, termasuk tanah yang belum tinggi, kejenuhan basa sedang, C-organik rendah,
berkembang (Alam et al., 2011) menunjukkan P2O5 rendah, dan K2O juga termasuk rendah.
profil P1 (lereng atas) termasuk tingkat Status kesuburan tanah profil P3 (lereng bawah)
kesuburan tanah rendah dengan kadar KPK termasuk tingkat kesuburan tanah rendah dengan
tinggi, kejenuhan basa sedang, C-organik rendah, kadar KPK rendah, kejenuhan basa tinggi, C-
P2O5 rendah, dan K2O juga termasuk rendah. organik rendah, serta P2O5 dan K2O juga
Profil P2 (lereng tengah) termasuk tingkat termasuk rendah.

Tabel 2. Rekapitulasi hasil penilaian status kesuburan tanah di lokasi penelitian


Kejenuhan C- Status
Profil KPK P2O5 K2O
Basa Organik Kesuburan
P1 (Puriala Lereng atas) Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
P2 (Puriala Lereng tengah) Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
P3 (Puriala Lereng bawah) Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah
L1 (Lasusua Lereng atas) Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
L2 (Lasusua Lereng tengah) Sedang Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah
L3 (Lasusua Lereng bawah) Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah

Hasil penilaian status kesuburan tanah dengan kadar KPK rendah, kejenuhan basa
pada lokasi penelitian Lasusua yang curah sedang, C-organik, serta P2O5 dan K2O
hujannya lebih tinggi dari pada seluruhnya termasuk rendah.
evapotranspirasinya, termasuk tanah berkembang Evaluasi status kesuburan tanah selain
lanjut (Alam et al., 2011) menunjukkan profil L1 dilakukan penilaian untuk data rata-rata imbang
(lereng atas) termasuk tingkat kesuburan tanah dalam satu parofil, penilaian juga dipilahkan
rendah dengan kadar KPK rendah, kejenuhan khusus penggunaan tanaman semusim yaitu
basa sedang, C-organik, serta P2O5 dan K2O status kesuburan tanah pada kedalaman 0-20 cm
seluruhnya termasuk rendah. Profil L2 (lereng dan tanaman tahunan yaitu status kesuburan
tengah) termasuk tingkat kesuburan tanah rendah tanah pada kedalaman 0-50 cm. Hasil penilaian
dengan kadar KPK sedang, kejenuhan basa status kesuburan tanah lokasi penelitian
tinggi, serta C-organik, P2O5 dan K2O termasuk berdasarkan kriteria PPT (1983) pada kedalaman
rendah. Status kesuburan tanah profil L3 (lereng 0-20 cm dan 0-50 cm disajikan pada Tabel 3 dan
bawah) termasuk tingkat kesuburan tanah rendah Tabel 4.

Tabel 3. Hasil penilaian status kesuburan tanah (0-20 cm) berdasarkan kriteria PPT Bogor di lokasi
penelitian
KPK Kejenuhan C-organik P2O5 K2O Status
Profil
cmol(+)kg-1 Basa (%) % mg 100g-1 mg 100g-1 Kesuburan
P1 26.14 S 94 T 2.96 S 3 R 13 R R
P2 20.98 S 60 S 2.73 S 4 R 7 R R
P3 23.16 S 45 S 1.58 R 10 R 8 R R
L1 5.71 R 45 S 2.32 S 2 R 9 R R
L2 17.62 S 37 S 2.61 S 2 R 16 R R
L3 6.38 R 34 R 2.36 S 4 R 4 R R
Keterangan : T (tinggi), S (sedang), R (rendah)

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128


82

Tabel 4. Hasil penilaian status kesuburan tanah (0-50 cm) berdasarkan kriteria PPT Bogor di lokasi
penelitian
KPK Kejenuhan C-organik P2O5 K2O Status
Profil
cmol(+)kg-1 Basa (%) % mg 100g-1 mg 100g-1 Kesuburan
P1 30.87 T 63 T 1.28 R 2 R 7 R R
P2 28.53 T 50 S 1.77 R 2 R 8 R R
P3 17.65 S 59 T 0.88 R 9 R 6 R R
L1 6.93 R 34 R 1.70 R 2 R 9 R R
L2 15.46 R 44 S 1.95 R 2 R 10 R R
L3 7.02 R 28 R 1.96 R 3 R 10 R R
Keterangan : T (tinggi), S (sedang), R (rendah).

Hasil evaluasi status kesuburan tanah semakin terhambat, tanah yang terbentuk pada
menggunakan data kedalaman tanah yang daerah bercurah hujan rendah cenderung
berbeda menunjukkan bahwa meskipun lokasi memiliki faktor pembatas yang jauh lebih banyak
penelitian memiliki KPK dan kejenuhan basa dibanding tanah yang terbentuk pada daerah
(KB) yang cukup bervariasi dari rendah sampai bercurah hujan tinggi. Demikian pula pengaruh
tinggi, namun karena status hara P2O5 dan K2O lereng terhadap perbedaan kapabilitas kesuburan
(ekstrak HCl 25%) seluruh profil lokasi tanah juga menunjukkan variasi yang cukup
penelitian termasuk rendah maka status beragam pada satu toposekuen dengan curah
kesuburan tanah lokasi penelitian seluruhnya hujan yang sama. Kemiringan lereng yang
termasuk rendah. Hal ini agak berbeda dengan semakin curam maka tingkat bahaya erosi akan
pernyataan Susanto et al. (2010), Bassey et al. semakin tinggi sehingga potensi mekanisasi
(2009), dan Widodo (2006) yang menyatakan menjadi lebih terbatas dan oleh karena itu
bahwa KPK memegang peranan penting dalam tindakan konservasi tanah dan air semakin
menentukan status kesuburan tanah. Rendahnya mutlak diperlukan.
hasil evaluasi status kesuburan tanah yang
diperoleh dari setiap profil penelitian ini sangat KESIMPULAN
boleh jadi disebabkan oleh karena besarnya
batasan kriteria data rata-rata yang digunakan 1. Tanah di daerah Puriala yang curah hujannya
dalam menilai tinggi, sedang atau rendahnya data lebih rendah dari pada evapotranspirasinya
yang ada. Selain itu dapat pula disebabkan oleh seiring dengan tingkat perkembangan tanah
sedikitnya kombinasi parameter yang digunakan memiliki kapabilitas kesuburan tanah yang
dalam menilai status kesuburan tanah. Hal ini lebih rendah dengan faktor penghambat yang
senada dengan hasil penelitian Susanto et al. lebih banyak dibandingkan tanah di Lasusua
(2010) bahwa semakin banyak parameter (curah hujan > evapotranspirasi).
dilibatkan dalam penilaian status kesuburan tanah 2. Tanah di daerah Lasusua yang curah hujannya
memiliki kecenderungan semakin meningkatkan lebih tinggi dari evapotranspirasinya, seiring
akurasi hasil. dengan tingkat perkembangan tanah yang
Hasil penilaian status kesuburan tanah lebih berkembang, faktor penghambat
menunjukkan bahwa semua titik pengamatan kesuburan tanahnya cenderung lebih sedikit
termasuk tingkat kesuburan tanah rendah. Hal ini dan lebih ringan, sehingga input teknologi
menunjukkan bahwa pengaruh iklim dan relief untuk perbaikan kesuburan tanah tidak begitu
serta variasi tingkat perkembangan tanah tidak tinggi.
berpengaruh langsung terhadap status kesuburan 3. Hasil evaluasi status kesuburan tanah
tanah. Hal berbeda terjadi jika evaluasi menggunakan data kedalaman tanah yang
kesuburan tanah didasarkan atas penilaian berbeda menunjukkan bahwa meskipun lokasi
kapabilitas kesuburan tanah (FCC). Seiring penelitian memiliki KPK dan kejenuhan basa
dengan tingkat perkembangan tanah yang (KB) yang cukup bervariasi dari rendah

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128


83

hingga tinggi, namun karena status hara P2O5 Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001.
dan K2O seluruh profil lokasi penelitian Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
termasuk rendah maka status kesuburan tanah Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah IPB.
lokasi penelitian seluruhnya termasuk rendah. Bogor. 381p.
4. Pengaruh iklim dan relief serta variasi tingkat
Kebede, F. dan C. Yamoah. 2009. Soil Fertility
perkembangan tanah tidak berpengaruh
Status and Numass Fertilizer
langsung terhadap penilaian status kesuburan
Recommendation of Typic Hapluusterts
tanah.
in the Northern Highlands of Ethiopia.
World Applied Sciences Journal.
DAFTAR PUSTAKA
6(11):1473-1480.
Alam, S., B.H. Sunarminto dan S.A. Siradz. Kharisun. 2003. Potensi Pengembangan
2011. Perkembangan Tanah dari Lapukan Agrogeologi di Indonesia. Makalah
Batuan Ultrabasa pada Dua Toposekuen dipresentasikan dalam Seminar
di Sulawesi Tenggara. Jurnal Agroteknos Nasional Agrogeologi Senin, 14 Juni
1(3):119-126. 2003. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Armecin, R.B. dan W.C. Cosico. 2010. Soil
fertility and land suitability assessment of Lee, B.D., S. K. Sears, R. C. Graham, C.
the different abaca growing areas in Amrhein, and H. Vali. 2003. Secondary
Leyte, Philippines. 19th World Congress Mineral Genesis from Chlorite and
of Soil Science, Soil Solutions for a Serpentine in an Ultramafic Soil
Changing World. 1 6 August 2010, Toposequence. Soil Sci. Soc. Am. J.
Brisbane, Australia. 67:13091317.
Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Munir, M. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah.
Pengamatan Tanah. Puslitbangtanak Pustaka Jaya. Jakarta. 290p.
Badan Litbang Pertanian Deptan. Bogor.
National Soil Survey Center. 2002. Fieid Book
117p.
for Describing and Sampling Soils.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Version 2,0. USAD-NRCS. Lincoln.
Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, 180p.
dan Pupuk. Balai Besar Litbang SDL
Pai, C.-W., M.-K. Wang, and C.-Y. Chiu. 2007.
Pertanian Badan Litbang Pertanian
Clay Mineralogical Characterization of a
Deptan. Bogor. 136p.
Toposequence of Perhumid Subalpine
Bassey, U., U. Utip, E. I. Kufre, T. Monday, dan Forest Soils in Northeastern Taiwan.
M. A. Idungafa. 2009. Fertility Geoderma 138:177184.
Assessment Of Some Inland Depression
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Lampiran Tor of
And Floodplain (Wetland) Soils In Akwa
Reference Klasifikasi Kesesuaian Lahan.
Ibom State. Agro-Science Journal of
No.59 b/1983. P3MT Balitbang Deptan.
Tropical Agriculture, Food, Environment
Bogor. 23p.
and Extension. 8(1):14-19.
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi
Garnier, J., C. Quantin, E. Guimares, V.K.
Sumberdaya Lahan. ANDI. Yogyakarta.
Garg, E.S. Martins, and T. Becquer.
298p.
2009. Understanding the Genesis of
Ultramafic Soils and Catena Dynamics in Samekto, R. 2007. Hubungan Taksonomi Tanah
Niquelndia, Brazil. Geoderma 151:204 dengan Klasifikasi Kemampuan
214. Kesuburan Tanah (FCC) di Tanah
Mineral Masam. INNOFARM: Jurnal
Graham, R.C. and A.T. O'Geen. 2010. Soil
Inovasi Pertanian. 6(1):22-43.
Mineralogy Trends in California
Landscapes. Geoderma 154:418437.

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128


84

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Evaluasi Status Kesuburan Tanah
Tanah Tropika Buku 1. ITB. Bandung. Sebagai Dasar Pengelolaan Hara
397p. Spesifik Lokasi Padi Sawah Di Dataran
Waeapo, Kabupaten Buru. Makalah
Sanchez, P.A., C.A. Palma, and S.W. Buol. 2003.
Seminar Hasil Penelitian Program Doktor
Fertility Capability Soil Classification: A
Bidang Ilmu Tanah. Program
Tool to Help Assess Soil Quality in The
Pascasarjana UGM Yogyakarta.
Tropics. Geoderma 114:157-185.
Widodo, R.A. 2006. Evaluasi Kesuburan Tanah
Siswanto. 2006. Evaluasi Sumberdaya Lahan.
Pada Lahan Tanaman Sayuran Di Desa
UPN Press. Surabaya.
Sewukan Kecamatan Dukun Kabupaten
Susanto, A.N., B.H. Sunarminto, B. Radjaguguk Magelang. J. Tanah dan Air. 7(2):142-
dan B.H. Purwanto. 2010. Kajian Metode 150.

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128

Anda mungkin juga menyukai