Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu

ditangani dengan seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun,

terutama dikelompok resiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat

menyebabkan komplikasi metabolik ataupun komplikasi vaskular jangka

panjang, yaitu mikroangiopati dan makroangiopati. Penderita DM juga

rentan terhadap infeksi kaki, luka, yang kemudian dapat berkembang

menjadi gangrene, sehingga meningkatkan kasus amputasi (ADA, 2004;

Tjokroprawiro, 2007).

Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes

mellitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah

gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi

(Misnadiarly, 2006).

Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi

dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya. Ini berarti setiap 30

detik ada kasus amputasi karena diabetes di seluruh dunia. Dari semua

amputasi tungkai bawah, 40-70% berkaitan dengan diabetes. Pada

banyak studi, insiden amputasi tungkai bawah diperkirakan 5-25/100.000

orang/tahun. Sedangkan di antara penderita diabetes, jumlah diabetes

yang diamputasi sebanyak 6-8/1000 orang. Mayoritas amputasi ini

didahului ulkus kaki (Tambunan dan Gultom, 2009).

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes

mellitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah

gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi. Kaki

diabetes merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah

secara menyeluruh pada penderita diabetes mellitus yang diawali dengan

adanya lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut dengan ulkus

kaki diabetika yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam

gangrene, yang pada penderita diabetes mellitus disebut dengan

gangrene diabetik (Misnadiarly, 2006).

2.2 Epidemiologi

Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia menyebabkan

peningkatan kasus amputasi kaki karena komplikasi diabetes. Studi

epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada

penyandang diabetes setiap tahunnya. Ini berarti setiap 30 detik ada

kasus amputasi karena diabetes di seluruh dunia. Dari semua amputasi

tungkai bawah, 40-70% berkaitan dengan diabetes. Pada banyak studi,

insiden amputasi tungkai bawah diperkirakan 5-25/100.000 orang/tahun.

Sedangkan di antara penderita diabetes, jumlah diabetes yang diamputasi

sebanyak 6-8/1000 orang. Mayoritas amputasi ini didahului ulkus kaki

(Tambunan dan Gultom, 2009).

2
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusuma, masalah kaki diabetes masih

merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan menyandang

diabetes melitus selalu mengikuti kaki diabetes. Angka kematian dan

angka amputasi masih tinggi, masing - masing sebesar 16% dan 25%

(data RSUPN dr. Cipto Mangunkusuma tahun 2003). Nasib para

penyandang diabetes melitus pasca amputansi pun masih sangat buruk.

Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan

sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi (Waspadji,

2006).

2.3 Etiologi

Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati dan

infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilang atau

menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa.

Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah

titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu

aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah

berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat

berkurangnya darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangrene

kaki diabetik (Desalu et al, 2011).

Penyebab gangrene pada penderita DM adalah bakteri anaerob,

yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang

disebut gas gangrene (Desalu et al, 2011)

3
2.4 Klasifikasi Kaki Diabetes

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi

oleh Edmonds dari Kings College Hospital London, klasifikasi Liverpool,

klasifikasi wagner, klasifikasi texas, serta yang lebih banyak digunakan

adalah yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot

karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular,

infeksi, neuropatik, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat

tertuju dengan baik (Waspadji, 2006).

1. Klasifikasi Edmonds (2004 2005)

Stage 1 : Normal foot

Gambar 2.1 Kaki yang normal

Stage 2 : High Risk Foot

Gambar 2.2 Kaki dengan risiko tinggi

4
Stage 3 : Ulcerated Foot

Gambar 2.3 Kaki dengan luka terbuka

Stage 4 : Infected Foot

Gambar 2.4 Kaki dengan luka terinfeksi

Stage 5 : Necrotic Foot

Gambar 2.5 Kaki dengan luka disertai jaringan nekrosis

5
Stage 6 : Unsalvable Foot

Gambar 2.6 Kaki yang tidak terselamatkan

2. Derajat keparahan ulkus kaki diabetes menurut Wagner

Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit

Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.

Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis

Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal

Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki

3. Klasifikasi Liverpool

Klasifikasi primer :

- Vascular

- Neuropati

- Neuroiskemik

Klasifikasi sekunder :

- Tukak sederhana, tanpa komplikasi

- Tukak dengan komplikasi

4 Klasifikasi PEDIS menurut International Consensus On The Diabetic

Foot (2003).

6
Impaired Perfusion 1 = None

2 = PAD + but not critical

3 = Critical limb ischemia


Size / Extent in
mm2
= Superficial fullthickness, not deeper than
Tissue loss / Depth 1 dermis

2 = Deep ulcer, below dermis. Involving


subcutaneous structures, fascia, muscle or
tendon

3 = All subsequent layers of the foot involved

including bone and or joint

Infection 1 = No symptoms or signs of infection


= Infection of skin and subcutaneous tissue
2 only

3 = Erythema > 2 cm or infection involving

subcutaneous structure, no systemic sign of

inflammatory response

4 = Infection with systemic manifestation : fever,


leucocytosis, shift to the left metabolic
instability,

hypotension, azotemia

Impaired sensation 1 = Absent

2 = Present

7
2.5 Faktor Resiko

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari

kaki diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor

risiko yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah

(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

A. Faktor Yang Tidak Bisa Diubah

1. Umur

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena

proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin

sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian

glukosa darah yang tinggi kurang optimal . proses aging

menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin

sehingga terjadi makroangiopati, yang akan mempengaruhi

penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar

atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki

diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2. Lama Menderita Diabetes Mellitus 10 tahun.

Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes

mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar

glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi

yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami

makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi

vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya

sirkulasi darah dan adanya robekan / luka pada kaki penderita

diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya

8
gangguan neurophati perifer (Tambunan, 2006; Waspadji,

2006).

B. Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :

1. Neurophati (sensorik, motorik, perifer).

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi

gangguan mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan

hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan

degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi

neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke

otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra

perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit

kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya

sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya

lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes

(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2. Obesitas.

Pada obesitas dengan index massa tubuh 23 kg/m2 (wanita)

dan IMT (index massa tubuh) 25 kg/m2 (pria) atau berat

badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin.

Apabila kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini

menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan

aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga

terjadi gangguan sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai

yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus /

9
ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes (Tambunan, 2006;

Waspadji, 2006).

3. Hipertensi.

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes

mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan

berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi

vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari

130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada

endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap

makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit

yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi

hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya

ulkus (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.

Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk

dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk

hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi

Hemoglobin (HbA1c) 6,5 % akan menurunkan kemampuan

pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan

hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada

dinding sel otot polos sub endotel (Tambunan, 2006; Waspadji,

2006).

5. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.

Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya

peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma,

10
sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai

pembersih plak biasanya rendah 45( mg/dl). Kadar trigliserida

150 m g/dl, kolesterol total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl

akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar

jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan,

merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.

Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen

pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi

jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun

ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada

arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi,

dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis

jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari

ujung kaki atau tungkai (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006)

. 6. Kebiasaan Merokok.

Pada penderita diabetes mellitus yang merokok 12 batang

per hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes

dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang tidak

merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang

terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan

kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi

trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga

lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah

dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis

berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri

11
dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun

(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

7. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus

Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang

sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah,

kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat

mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus kaki diabetes.

Kepatuhan diet penderita diabetes mellitus mempunyai

fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat

badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki

profil lipid meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan

memperbaiki sistem koagulasi darah (Tambunan, 2006;

Waspadji, 2006).

8. Kurangnya Aktivitas Fisik.

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk

meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan

memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa

darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik

diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam

seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme

karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid

dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas

fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat

12
membantu memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat

otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan

bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan

kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus,

Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan

gerak sendi.

Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri,

duduk dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-

sendi kaki misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat,

mengangkat kaki dan menurunkan kaki. Gerakan dapat

berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat,

memutar keluar atau kedalam dan mencengkram pada jari

jari kaki. Latihan dilakukan sesering mungkin dan teratur

terutama pada saat kaki terasa dingin. (Tambunan, 2006;

Waspadji, 2006).

9. Pengobatan Tidak Teratur.

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat

mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik,

seperti ulkus diabetika. Sampai pada saat ini belum ada obat

yang dapat dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki

vaskularisasi perifer pada penderita Diabetes Mellitus,

namun bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat

arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat

seperti aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan

pada pasien Diabetes Mellitus meskipun belum ada bukti

13
yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan secara

rutin (Waspadji, 2006).

10. Perawatan Kaki Tidak Teratur.

Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan

mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik

pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada penderita

diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki

dalam keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki

setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai

sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-

hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang

baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak,

supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-

jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak,

sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-

retak. menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk

memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir

agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah

mandi, sewaktu kuku lembut, kuku kaki yang menusuk

daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan

menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias

tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki,

jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus

ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist, memeriksa kaki

dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka

14
dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau

bantal panas (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2.6 Patofisiologi

Kaki diabetik terjadi diawali dengan adanya hiperglikemia yang

menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini

menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki, kerentanan

terhadap infeksi meluas sampai ke jaringan sekitarnya. Faktor aliran darah

yang kurang membuat luka sulit untuk sembuh dan jika terjadi ulkus,

infeksi akan mudah sekali terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam

bahkan sampai ke tulang (Clayton, 2009).

Gambar 2.7 Patofisiologi Kaki Diabetes

1. Neuropati Diabetik

15
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering

ditemukan pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah

gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia

kronis. Angka kejadian neuropati ini meningkat bersamaan dengan

lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan bertambahnya

usia penderita. Tipe neuropati terbagi atas 3 (tiga) yaitu :

a. Neuropati sensorik

Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah

kerusakan saraf sensoris pertama kali mengenai serabut

akson yang paling panjang, yang menyebabkan distribusi

stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut saraf tipe A

akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada

sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik

pada otot. Secara klinis akan timbul gejala seperti kejang dan

kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C berperan dalam

analisis sensari nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini akan

menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Ambang nyeri

akan meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada

kaki. Neuropati perifer dapat dideteksi dengan hila ngnya

sensasi terhadap 10 g nylon monofilament pada 2-3 tempat

pada kaki. Selain dengan 10 g nylon monofilament, dapat juga

menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork untuk

mengukur getaran.

b. Neuropati motorik

16
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf

dan kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian

distal yang paling sering terkena dan menimbulkan atropi dan

otot-otot intrinsik kaki. Atropi dari otot intraosseus

menyebabkan kolaps dari arcus kaki. Metatarsal-phalangeal

joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini

menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki saat

melangkah dan dapat menyebabkan kallus pada bagian-

bagian kaki dengan tekanan terbesar. Jaringan di bawah kalus

akan mengalami iskemia dan nekrosis yang selanjutnya akan

menyebabkan ulkus. Neuropati motorik menyebabkan

kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi

pada nervus peroneus lateral yang menyebabkan foot drop.

Neuropati motorik ini dapat diukur dengan menggunakan

pressure mat atau platform untuk mengukur tekanan pada

plantar kaki

c. Neuropati otonom

Neuropati otonom menyebabkan keringat berkurang sehingga

kaki menjadi kering. Kaki yang kering sangat berisiko untuk

pecah dan terbentuk fisura pada kalus. Neuropati otonom juga

menyebabkan gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol

distribusi arteri- vena sehingga menimbulkan arteriolar-venular

shunting. Hal ini menyebabkan distribusi darah ke kaki

menurun sehingga terjadi iskemi pada kaki, keadaan ini

17
mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-vena pada

kaki (Clayton, 2009).

2. Kelainan Vaskuler

Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi

makrovaskular dari diabetes melitus. Penyakit arteri perifer ini

disebabkan karena dinding arteri banyak menumpuk plaque yang

terdiri dari deposit platelet, sel-sel otot polos, lemak, kolesterol dan

kalsium. PAP pada penderita diabetes berbeda dari yang bukan

diabetes melitus. PAP pada pasien diabetes melitus terjadi lebih

dini dan cepat mengalami perburukan. Pembuluh darah yang sering

terkena adalah arteri tibialis dan arteri peroneus serta

percabangannya. Risiko untuk terjadinya kelainan vaskuler pada

penderita diabetes adalah usia, lama menderita diabetes, genetik,

merokok, hipertensi, dislipidemia, hiperglikemia, obesitas. Pasien

diabetes melitus yang mengalami penyempitan pembuluh darah

biasanya ada gejala, tetapi kadang juga tanpa gejala, sebagian lain

dengan gejala iskemik, yaitu :

a. Intermitten Caudication

Nyeri dan kram pada betis yang timbul saat berjalan

dan hilang saat berhenti berjalan, tanpa harus duduk.

Gejala ini muncul jika Ankle-Brachial Index < 0,75.

b. Kaki terasa dingin

c. Nyeri

18
Terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat

dengan panas, aktivitas, dan elevasi tungkai dan

berkurang dengan berdiri atau kaki menggantung.

d. Nyeri iskemia nokturnal

Terjadi malam hari karena perfusi ke tungkai bawah

berkurang sehingga terjadi neuritis iskemik.

e. Pulsasi arteri tidak teraba

Pengisian vena yang terlambat setelah elevasi tungkai

dan Capillary Refilling Time (CRT) yang memanjang

f. Atropi jaringan subkutan

g. Kulit terlihat licin dan berkilat

Gambar 2.8 Kulit terlihat Licin dan Berkilat

h. Rambut di kaki dan ibu jari menghilang

Gambar 2.9 Rambut di Kaki dan Ibu Jari Menghilang

19
j. Kuku menebal, rapuh, sering dengan

infeksi jamur (Clayton, 2009).

Gambar 2.10. Kuku menebal, rapuh, sering

dengan infeksi jamur.

3. Infeksi

Infeksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu superfisial dan lokal,

selulitis dan osteomyelitis. Infeksi akut pada penderita yang belum

mendapatkan antibiotik biasanya monomikrobial sedangkan pasien

dengan ulkus kronis, gangrene dan osteomyelitis bersifat

polimikrobial. Kuman yang paling sering dijumpai pada infeksi

ringan adalah Staphylococcus Aereus dan streptococcal serta

isolation of Methycillin-resstant Staphyalococcus aereus (MRSA).

Jika penderita sudah mendapat antibiotik sebelumnya atau pada

ulkus kronis, biasanya dijumpai juga bakteri batang gram negative

(Enterobactericeae, enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa)

(Clayton, 2009).

2.7 Diagnosis Kaki Diabetik

Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti,

diagnosis kaki diabetik ditegakkan melalui riwayat kesehatan

20
pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan penunjang. Diagnosa kaki diabetes melitus dapat

ditegakkan melalui beberapa tahap pemeriksaan sebagai berikut:

a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga

Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi :

1) Lama diabetes

2) Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet

3) Olahraga dan obat-obatan

4) Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata

5) Alergi

6) Pola hidup

7) Medikasi terakhir

8) Kebiasaan merokok

9) Minum alkohol

Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang

pemakaian alas kaki, pernah terekspos dengan zat kimia,

adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi,

riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan

ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman,

penampakan ulkus, temperatur dan bau.

b. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi meliputi kulit dan otot

Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor

kulit, pecah-pecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi;

adanya kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada

21
kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai

kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot

joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan

kekuatan kaki.

2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan

monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick

sensation, reflek kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan

sensasi.

Gambar 2.11 Pemeriksaan Menggunakan Monofilamen ditambah dengan

Tunning Fork 128-Hz

3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi

denyut nadi pada arteri kaki, capillary refiling time, perubahan

22
warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle brachial

index.

4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai

dan nyaman, tipe sepatu dan ukurannya.

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status

klinis pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah

puasa atau sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood

Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG (Electromyographi) dan

pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik

menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.

e. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki

diabetik adalah dengan menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu

pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan kanan kemudian nilai

sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang

paling tinggi di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-1,3. Nilai

dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien penderita diabetes

melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan

aliran darah pada kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan

ultrasonic doppler. Doppler dapat dikombinasikan dengan manset

pneumatic standar untuk mengukur tekanan darah ekstremitas

bawah (Rina, 2015).

23
2.8 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala ulkus kaki diabetes seperti sering kesemutan,

nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan

(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan

poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal dan kulit kering

(Misnadiarly, 2006).

Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas

walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh

peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses

mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan

secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri)

b. Paleness (kepucatan)

c. Paresthesia (kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut

pola dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia

(ulkus) (Smeltzer dan Bare, 2001).

24
2.9 Manajemen

Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan

mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia,

hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung

koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan.

1. Debridemen

Debridement merupakan upaya pembersihkan benda asing dan

jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih

didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang

memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen

luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih

lain dan dilakukan dressing (kompres). Beberapa tindakan

debridemen antara lain :

a. Debridemen mekanik

Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan

fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk

membersihkan jaringan nekrotik.

b. Debridemen enzimatik

Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian

enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim

tersebut akan menghancurkan residu residu protein.

c. Debridemen autolitik

Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang

terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim

25
proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan

nekrotik.

Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat

menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh

dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik

serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang

disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung

menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan

nekrotik.

d. Debridemen bedah

Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat

dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah :

(1) mengevakuasi bakteri kontaminasi,

(2) mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat

penyembuhan,

(3) menghilangkan jaringan kalus,

(4) mengurangi risiko infeksi lokal.

2. Mengurangi Beban Tekanan

Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar

kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat

tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.

Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak

mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi

atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).

26
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat

mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering

digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed

rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast,

walker, sepatu boot ambulatory.

Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif

dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian TCC dapat

mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikan

kesembuhan antara 73%-100%.

TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang

agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian

tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata

dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit) (Amstrong, 2005).

3. Perawatan Luka

Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing

atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat

sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam

keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari

infeksi dan permeabel terhadap gas.

Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam

mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana

menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat

meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang

harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan,

yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi

27
kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai

dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate,

foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya (Frykberg et all, 2006).

4. Pengendalian Infeksi

Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun

sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus

segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada

ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan difokuskan

pada patogen gram positif.

Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection)

kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif

berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob)

antibiotika harus bersifat broadspectrum, dan diberikan secara injeksi.

Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat

diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,

ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime

+ clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.

Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection

dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut:

ampicillin/sulbactam +aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin,

vancomycin + metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau

fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat

pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.

28
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama

dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian

antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah.

Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6

minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila

jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian

antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu

(Lipsky, 2004).

5. Revaskular

Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan

kemudian hari akan menyerang tempat lain apabila penyempitan

pembuluh darah kaki tidak dilakukan revaskularisasi. Tindakan

debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak akan

memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak

dihilangkan. Tindakan endovaskular (Angioplasti Transluminal

Perkutaneus (ATP) dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskular

dipilih berdasarkan jumlah dan panjang arteri femoralis yang tersumbat.

Bila oklusi terjadi di arteri femoralis satu sisi dengan panjang

atherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea, maka tindakan

yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat multipel dan

mengenai arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang

direkomendasikan adalah bedah vaskular (by pass). Berdasarkan

penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai yang mengalami iskemia

dapat menghindakan amputasi dalam periode 3 tahun sebesar 98%

(Rina, 2015).

29
6. Tindakan Bedah

Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat

ringannya ulkus diabetes melitus. Tindakan bedah dapat berupa insisi

dan drainage, debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi, bedah

plastik atau bedah profilaktik. Intervensi bedah pada kaki diabetika

dapat digolongka n menjadi empat kelas I (elektif), kelas II (profilaktif),

kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency). Tindakan elektif ditujukan

untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan

spur tulang, hammer toes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif

diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang

pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang

dilakukan adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau

tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh

dengan perawatan konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah

bila tindakan endovaskular (angioplasti dengan menggunakan balon

atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah vaskular.

Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada

keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi

harus diangkat, sinus dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur

bedah ditujukan untuk menghilangkan penekanan kronis yang

mengganggu proses penyembuhan. Tindakan tersebut dapat berupa

exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy atau reseksi caput

metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan, yang

diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi.

30
Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen

jaringan nekrotik.

Dari sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan

ulkus terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam

tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade 3

dan 4).

Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan

dengan tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik,

membersihkan jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai

luasnya lesi dan untuk mengambil sampel kultur kuman. Tindakan

amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan terinfeksi,

untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang

mengalami ulkus berulang.

Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien diabetes melitus

adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian

diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi

bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu

fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat

mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan.

Indikasi amputasi pada kaki diabetika:

a. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas

b. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan

c. Ulkus resisten

d. Osteomielitis

e. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,

31
f. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil

g. Trauma pada kaki

h. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat

neuropati (Rina, 2015).

2.11 Komplikasi

Berikut adalah komplikasi kaki diabetic menurut Klasifikasi Amit

Jain (Choudry, 2016)

Gambar 2.12 Komplikasi Kaki Diabetes Menurut Amit Jains

32
Gambar 2.13 Distribusi Komplikasi Kaki Diabetes Tipe 1

Gambar 2.14 Distribusi Komplikasi Kaki Diabetes Tipe 3

33
2.12 Prevensi

Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi dua kelompok

besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus

(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan

pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan

sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi).

a. Pencegahan Primer

Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetik sangat penting untuk

pencegahan kaki diabetik. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada

setiap kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus

diingatkan kembali tanpa bosan. Khusus untuk dokter, sempatkan selalu

melihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil mengingatkan

kembali mengenai cara pencegahan dan cara perawatan kaki yang baik.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya

tukak. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat

besarnya risiko tersebut. Peran ahli rehabilitasi medis terutama dari segi

ortotik sangat besar pada pencegahan terjadinya ulkus. Dengan

memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus

karena faktor mekanik akan dapat dicegah (Waspadji, 2009).

Perawatan Infeksi kaki diabetik terhitung sampai seperempat dari

seluruh penderita diabetes di Eropa dan Amerika Serikat menjadikannya

satu alasan paling umum untuk masuk rumah sakit terkait DM. Dalam

jangka panjang, biaya yang lebih tinggi sebagai tarif kekambuhan hingga

70% di pusat-pusat keunggulan, sehingga intervensi berulang dan

progresif yang cacat (Mendes, JJ dan Neves, J, 2012).

34
b. Pencegahan Sekunder

- Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik sangat diperlukan.

- Kontrol metabolik yang meliputi perbaikan keadaan umum pasien,

menjaga konsentrasi gula darah serta perbaikan nutrisi

- Kontrol vaskular baik non-invasif maupun yang invasif dan

semiinvasif meliputi pemeriksaan ankle brachial index,ankle

pressure, toe pressure, dan pemeriksaan ekhodopler dan

kemudian pemeriksaan arteriografi.

- Terapi farmakologi, yaitu pemberian obat yang bermanfaat untuk

pembuluh darah kaki penyandang DM (Waspadji, 2009).

2.13 Prognosis

Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang

terlibat dalam patofisiologi, komplikasi dan penyakit yang meyertai.

Penatalaksanaan holistic harus ditekankan untuk menurunkan mortalitas

dan morbiditas kaki diabetik (Ismiarto, 2011).

35
BAB III

KESIMPULAN

Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes


mellitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah
gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi.

Terjadinya kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemi yang


menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki. Keretanan
terhadap infeksi meluas ke jaringan sekitar. Faktor aliran darah yang
kurang membuat ulkus sulit sembuh.

Diagnosis kaki diabetik ditegakkan melalui riwayat kesehatan


pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang.

Tanda dan gejala ulkus kaki diabetes seperti sering kesemutan,


nyeri kaki saat istirahat., sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan
(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan
poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal dan kulit kering.
Beberapa manajemen yang dapat dilakukan untuk mengurangi komplikasi
kaki diabetik yaitu debridemen, mengurangi beban tekanan, perawatan
Luka, pengendalian Infeksi, revaskular, dan tindakan bedah

36
DAFTAR PUSTAKA

Adhiarta. (2011). Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Artikel dalam Forum


Diabetes Nasional V. Diterbitkan oleh Pusat Informasi Ilmiah Departemen
Ilmu Penyakit Dalam. Bandung : FK UNPAD.

Armstrong D.G and Lavery L.A. 2008. Diabetic Foot Ulcer : Prevention,
diagnosis and classification. Am Fam Physician. 31 : 1679-1685.

Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC. Hal : 45-47

Boulton, A.J., Meneses, P., & Ennis, W.J., 1999. Diabetic Foot Ulcers: A
Framework for Prevention and Care. Wound Rep Reg 7: 716

Boulton, A.J.M., Armstrong, D.G., Albert, S.F., et al., 2008.


Comprehensive foot examination and risk assessment: A report of the task
force of the foot care interest group of the American Diabetes Association,
with endorsement by the American Association of Clinical
Endocrinologists. Diab care. 31(8): 167985.

Choudry, Ruth., 2016, Evaluations and Managements of Diabetic Foot


Complications using Amit Jains Classification-an explorating of use, The
Diabetic Foot Journal, 2 (1).

ClaytonW, Easly TA. Review of the pathophysiology, classification, and


treatment of foot ulcers in diabetic patients. Clinical Diabetes. 2009: 27(2).
52-7

Frykberg, R.G., Zgonis, T., Armstrong, D.G., et al., 2006. Diabetic Foot
Disorders: AD.G., et al., 2006. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice
Guideline.

37
Ismiarto YD., 2011. Aspek Penanggulangan Luka Diabetes. Naskah
Lengkap Forum Diabetes V. Bandung:2011.

Lipsky et al., 2004. Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections.


39: 894

Mendes J.J. and Neves J., 2012, Diabetic Foot Infections: Current
Diagnosis and Treatment, The Journal of Diabetic Foot Complications, 4
(2), 2645.

Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus:Gangren,Ulcer,Infeksi. Jakarta:


Pustaka Populer Obor.

Rina, R., 2015. Faktor-Faktor Resiko Kejadian kaki Diabetik pada


Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Tesis. Program Studi Magister
Epidemiologi. Universitas Diponegoro

Smeltzer et al, 2008. Buku Ajar Keperwata Medikal Bedah. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC

Tambunan, M. 2006. Perawatan Kaki Diabetes. Jakarta: FK UI.

Tambunan, Monalisa & Gultom, Yunizar . 2009. Penatalaksaan Diabetes


Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran.

Turns, Martin. 2011. The Diabetic foot : an overview of assessment and


Complication. British Journal of Nursing,20(15), S19-25.

Waspadji, Sarwono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3, Edisi 4.


Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

38
Waspadji, S. (2009) Metabolik endokrin: Komplikasi
Kronik Diabetes. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, K,M., Setiati, S. (edisi. V) Buku Ajar Ilmu Peyakit
Dalam). Jakarta: Interna Publising 1922-1929.

39

Anda mungkin juga menyukai