Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

ILMU PENYAKIT JANTUNG

Tetralogy of Fallot

Pembimbing :
dr. Benny Jovie, SpJP, FIHA

Penyusun :
Muhammad Irfan Widyastomo
2016.04.2.0123

SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG


RSAL Dr. RAMELAN
SURABAYA
2016
DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ........................................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 2

2. 1 Definisi .......................................................................................................... 2

2. 2 Epidemiologi ................................................................................................. 3

2. 3 Etiologi .......................................................................................................... 3

2. 4 Patofisiologi ................................................................................................... 4

2. 5 Gambaran Hemodinamik .............................................................................. 5

2. 6 Manifestasi Klinis .......................................................................................... 6

2. 7 Pemeriksaan Fisik........................................................................................... 7

2. 8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 7

2. 9 Komplikasi .................................................................................................... 9

2. 10 Penatalaksanaan ........................................................................................... 10

2. 11 Prognosis ..................................................................................................... 13

BAB III Kesimpulan dan Saran ......................................................................................... 14

Daftar Pustaka .................................................................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN

Di seluruh dunia, penyakit jantung pada anak terus menjadi masalah kesehatan utama
di masyarakat. Baik itu penyakit jantung bawaan maupun yang didapat. Penyakit jantung
bawaan (PJB) adalah penyakit kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung
yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Terjadinya PJB masih belum jelas,
namun dipengaruhi oleh beberapa faktor. Terdapat kecenderungan timbulnya beberapa PJB
dalam satu keluarga. Pembentukan jantung yang lengkap terjadi pada akhir semester pertama
potensial dapat menimbulkan gangguan jantung.

Secara garis besar PJB dibagi dalam 2 kelompok : PJB non-sianotik dan PJB sianotik.
Empat hal yang paling sering ditemukan pada neonatus dengan PJB adalah sianosis, takipnea,
frekuensi jantung abnormal, dan bising jantung.

Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa
sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah
oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau
terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa
bibir dan mulut serta kuku jari tangan-kaki adalah penampilan utama pada golongan PJB ini.

Salah satu bentuk PJB sianotik yang paling banyak ditemukan adalah Tetralogi Fallot.
Angka kejadiannya sekitar 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Kelainan Tetralogi
Fallot ini mula-mula dilaporkan pada tahun 1672, tetapi Fallot pada tahun 1888 menguraikan
sekelompok penderita dengan stenosis pulmonal; dekstro-posisi pangkal aorta; defek septum
ventrikel; hipertrofi ventrikel kanan. Tetralogi Fallot merupakan bentuk penyakit jantung
utama yang menyebabkan sianosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah
kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum
intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel). Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya
empat kelainan anatomi sebagai berikut :
Defek Septum Ventrikel (VSD)
Yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel. VSD pada TOF biasanya besar dan
berada pada posisi subaortik, tapi kadang meluas ke subpulmonik apabila septum
infudibulumnya tidak ada. Katup pulmonal hampir selalu terlibat dalam obstruksi, daun katup
menebal dan melekat ke dinding arteri pulmonalis.
Stenosis pulmonal
Terjadi karena penyempitan katup pembuluh darah yang keluar dari ventrikel kanan menuju
paru, bagian otot dibawah katup juga menebal dan menimbulkan penyempitan.
Aorta overriding
Terjadi akibat pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat
ventrikel, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari ventrikel kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan
Terjadi karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.
.

Gambar 1.Gambaran kelainan jantung pada tetralogi Fallot

2.2 Epidemiologi

Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahirandan menempati urutan keempat
penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan
duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan.
Diantara penyakit jantung bawaan sianotik, Tetralogi Fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi
Fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai
dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Angka kejadian antara bayi laki-
laki dan perempuan sama (Harimurti, 2002).

2.3 Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti.Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.Faktorfaktor tersebut antara lain :

Faktor endogen

Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom

Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,


penyakit jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen

Riwayat kehamilan ibu : minum obat-obatan tanpa resep dokter,


(thalidomide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu), saat
hamil mengkonsumsi alkohol (alkoholik), menderita diabetes.

Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.

Pajanan terhadap sinar X.

Kelainan ini sering ditemukan pada bayi dengan kehamilan ibunya diatas
usia 40 tahun.

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah
multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir
bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan
jantung janin sudah selesai.Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang
menderita sindroma Down (Kosim et all, 2008).

2.4 Patofisiologi

Sirkulasi darah penderita TOF berbeda dibanding pada anak normal. Kelainan yang
memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan VSD. Tekanan antara ventrikel kiri
dan kanan pada pasien TOF adlah sama akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah
bebas mengalir bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan hambatan pada jalan keluar
darah di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran darah pasien TOF. Aliran darah ke
paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan aliran darah dari ventrikel kanan;
hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel
kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke
dalam aorta sehingga akan menurunkan saturasioksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh,
dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung pada
duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk mendapatkan suplai darah yang
mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung
pada tingkat keparahan hambatan yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di ventrikel
kanan (Apltz C et all, 2009).
2.5 Gambaran Hemodinamik

Pada, Tetralogi Fallot perubahan hemodinamik ditentukan oleh besarnya defek


septum ventrikel dan derajat penyempitan stenosis pulmonal. Pada waktu sistole, tekanan
ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama. Karena tekanan ventrikel kiri diatur oleh
baroreseptor karotis, maka tekanan ventrikel kanan tidak pernah melampaui tekanan
sistemik.Inilah sebabnya mengapa pada Tetralogi Fallot jarang terjadi gagal jantung pada
masa anak.Karena tidak terdapat beban volume tambahan maka jantung hanya sedikit
membesar.

Aliran darah paru ditentukan oleh: (1) obstruksi akibat stenosis pulmonal yang relatif
menetap, (2) tingginya tekanan ventrikel kanan yang relatif tetap pula, (3) tahanan vaskular
sistemik yang berubah-ubah.

Secara hemodinamik yang memegang peranan adalah VSD dan stenosis


pulmonal.Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting adalah stenosis pulmonal.Misalnya,
VSD sedang kombinasi dengan stenosis pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan
masih rendah daripada tekanan pada ventrikel kiri.Shuntakan berjalan dari kiri ke kanan. Bila
anak dan jantung semakin besar karena pertumbuhan, defek pada sekat ventrikel relatif lebih
kecil, tetapi derajat stenosis menjadi lebih berat, arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat
dapat terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, meskipun defek pada setum
ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena
melakukan pekerjaan, isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap,
tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan pada ventrikel kiri, shunt menjadi
kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi gejala klinis sangat bergantung pada derajat
stenosis dan besarnya defek sekat. Sianosis sendiri tidak akan memberikan banyak keluhan
selama konsumsi oksigen total masih normal.

Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui foramen
ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar daripada tekanan
pada atrium kiri.

Keadaan hipoksia akan menimbulkan mekanisme kompensasi berupa timbulnya


sirkulasi kolateral dan terjadinya polisitemia. Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada
usia 18 bulan. Untuk pembentukan sirkulasi kolateral diperlukan waktu bertahun-tahun,
sedangkan positemia sudah dapat terjadi sejak bayi.Sianosis kadang tidak tampak pada bulan-
bulan pertama.Pada waktu anak bangun tidur malam atau tidur siang, atau sesudah makan,
atau pada waktu menangis, sianosis bertambah jelas.

Sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi hipoksia, anak yang sudah dapat
berjalan akan jongkok (squatting), setelah melakukan aktivitas fisis. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi alur balik dari ekstremitas bawah yang saturasi oksigennya rendah, dan
kadar CO2 serta laktatnya tinggi. Peningkatan tahanan sistemik dengan jongkok, juga akan
memperbaiki oksigenasi paru.

2.6. MANIFESTASI KLINIS


Gejala Tetralogi Fallot bisa berupa :
1. Sianotik
Berupa warna kebiruan pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh kurangnya saturasi
oksigen. Konsekuensi dan komplikasi sianosis meliputi polisitemia, spell hypoxic dan
sikap jongkok, gangguan susunan saraf pusat, dan gangguan perdarahan.
2. Spell hypoxic dan sikap jongkok
Spell hypoxic dapat terjadi pada berbagai kasus PJB sianotik, tapi terbanyak terjadi pada
tetralogi fallot. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squatting). Serangan
sianosis biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis atau
mengedan), dimana tiba-tiba sianosis memburuk sehingga anak menjadi sangat biru,
mengalami sesak nafas dan bisa pingsan. Gejala juga diperlihatkan berupa tangisan
berkepanjangan, napas cepat dan dalam (Kusmaull), bertambahnya sianosis, lemas, dan
dapat berakhir dengan kematian.
3. Pertumbuhan anak berlangsung lambat.
4. Perkembangan anak yang buruk
5. Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di sekitar kuku jari
tangan membesar).
6. Gangguan perdarahan
2.8. PEMERIKSAAN FISIK

Pasien mengalami sianosis sehingga akan terlihat biru, pucat, dengan pernapasan
Kusmaull. Pada anak besar terdapat gejala squatting (jongkok) setelah pasien beraktivitas.
Dalam posisi jongkok, anak merasa lebih nyaman karena aliran balik dari tubuh bagian
bawah berkurang sehingga menyebabkan kenaikan saturasi oksigen arteri.
Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung I normal, sedangkan bunyi jantung II biasanya
tunggal (yakni A2). Terdengar bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal, yang makin
melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. Bising ini merupakan bising stenosis
pulmonal.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiografi (EKG)

Elektrokardiografi menunjukkan deviasi sumbu ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan.


Tanpa penemuan ini diagnosa tetralogi Fallot, dengan atau tanpa atresia pulmonalis,
meragukan. Bila ada stenosis pulmonal minimal dengan dengan shunt dari kiri ke kanan yang
besar. Elektrokardiogram dapat menunjukkan hipertrofi biventrikular. Sumbu superior ke kiri
memberi kesan tetralogi fallot dengan defek kanal atrioventrikular.

b. Rontgen thorax

Secara klasik sinar x dada menunjukkan ukuran jantung normal dengan pengurangan
vaskularisasi paru. Biasanya segmen batang atresia pulmonalis adalah defisien. Karena shunt
dari kiri ke kanan yang berlebihan vaskularisasi pulmonal mungkin bertambah dan jantung
membesar dan tidak dapat dibedakan dari tanda-tanda yang ditemukan pada bayi dengan
sekat ventrikel. Pada atresia pulmonal dan sirkulasi kolateral berlebihan, jantung mungkin
agak lebih besar daripada normal tetapi segmen batang arteri pulmonalis biasanya tidak ada.
Tidak ada segmen batang arteri pulmonalis menjadikan jantung tampak seperti sepatu, diberi
nama Coeur en sabot. Biasanya, bila arkus aorta ke kanan, ia dengan mudah terlihat pada foto
dada biasa. Kadang-kadang gambaran vaskularisasi yang tidak tampak biasa pada foto dada
dikenali sebagai sirkulasi kolateral.
Gambar 2. Foto AP pasien tetralogi fallot. Didapatkan gambaran khas coer en sabot (sepatu kayu),
serta corakan vaskular paru yang berkurang

c. Ekokardiografi

Pada ekokardiografi adalah mungkin memperagakan sekat ventrikel, khas


konoventrikular dengan deviasi anterior sekat infundibulum. Akar aorta besar dan mengarah
ke kanan bervariasi overriding. Saluran keluar pulmonal yang menyempit biasanya dengan
mudah ditampakkan dan obstruksi dapat dengan mudah didokumentasikan dengan teknik
Doppler. Sekarang dimungkinkan bagi ekokardiografer mengenali defek sekat ventrikel
tambahan pada bagian lain sekat ventrikel dengan teknik doppler berwarna dan anatomi
arteria koronaria sering dapat dilihat dengan cukup baik untuk mengenali kelainan cabang-
cabang konus di dalam saluran air keluar ventrikel kanan pada titik dimana irisan bedah
mungkin diperlukan. Stenosis pulmonal perifer proksimal dan hipoplasia relatif pembuluh
darah pulmonal sentral dapat ditampakkan. Belum ada data yang cukup untuk
merekomendasikan bahwa koreksi bedah Tetralogi Fallot yang dilakukan dengan informasi
diagnostik anatomik yang didasarkan seluruhnya atas ekokardiografi, tetapi sangat mungkin
bahwa hal ini akan terjadi tidak lama lagi.

Pandangan subsifoid dan parasternal paling jelas menampakkan defek sekat ventrikel,
aorta yang menggeser ke kanan (overriding), dan obstruksi saluran aliran ke luar ventrikel
kanan. Cabang arteria pulmonalis biasanya terlihat pada pandangan sumbu pendek
parasternal dan suprasternal. Anatomi arteria koronaria kiri dapat terlihat pada pandangan
sumbu pendek parasternal atau pandangan sumbu-panjang yang ditujukan ke arah bahu kiri.

Sayangnya, ketika penderita menjadi lebih tua dan lebih besar, ketajaman
ekokardiografi menghilang dan angiokardiografi menjadi keharusan.
d. Kateterisasi Jantung dan Angiokardiografi

Kateterisasi jantung tidak diperlukan pada Tetralogi Fallot, bila dengan pemeriksaan
ekokardiografi sudah jelas. Kateterisasi biasanya diperlukan sebelum tindakan bedah koreksi
dengan maksud untuk: 1) mengetahui defek septum ventrikel yang multiple; 2) mendeteksi
kelainan a. koronaria; 3) mendeteksi stenosis pulmonal perifer.

e. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit jantung bawaan sianotik, untuk
rnenilai perkembangan penyakit. Hemoglobin dan hematokrit merupakan indikator yang
cukup baik untuk derajat hipoksemia. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit ini merupakan
mekanisme kompensasi akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan antara 16-18 g/dl, sedangkan hematokrit antara 50-65 % . Bila kadar
hemoglobin dan hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan
trombo-emboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah tersebut berarti terjadi anemia relatif
yang harus diobati.

2.9 Komplikasi

a. Polisitemia

Hal ini merupakan akibat dari keadaan hipoksia sehingga menimbulkan kompensasi berupa
timbulnya sirkulasi kolateral. Akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya polisitemia dapat
meningkatkan hematokrit sehingga viskositas darah meninggi yang dapat menimbulkan
trombositopenia sehingga mempengaruhi mekanisme pembekuan darah. Polisitemia dapat
menimbulkan kelainan pada mata, yaitu retinopati berupa pelebaran pembuluh darah retina.

b. Asidosis metabolik.

Asidosis metabolik sebagai akibat hipoksia hebat akan menyebabkan bertambah lamanya
serangan sianotik ini.

c. Trombosis otak dan abses otak

Biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan kadang-kadang pada arteria
serebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat. Mereka juga dapat dipercepat oleh
dehidrasi. Trombosis paling sering pada penderita diatas usia 2 tahun.
d. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung sangat jarang terjadi pada penderita tetralogi fallot. Namun tanda ini dapat
terjadi pada bayi muda dengan tetralogi fallot merah atau asianotik. Karena derajat
penyumbatan pulmonal menjelek bila semakin tua. Gejala-gejala gagal jantung mereda dan
akhirnya penderita sianosis, sering pada umur 6-12 bulan. Penderita pada saat ini beresiko
untuk bertambahnya serangan hipersianotik.

2.10 Penatalaksanaan

Tatalaksana Tetralogi Fallot berupa perawatan medis serta tindakan bedah. Pada
penderita yang mengalami serangan sianotik maka terapi ditujukan untuk memutuskan rantai
patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:

a) Posisi lutut ke dada (knee-chest position). Dengan posisi ini diharapkan aliran darah
ke paru bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri
femoralis.

b) Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipnea.

c) Bikarbonas natrikus 1 meq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis.

d) Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini bukan karena kekurangan


oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru yang berkurang. Dengan usaha diatas
diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang.

e) Propanolol 0,01-0,25 mg/kg intravena perlahan-lahan untuk menurunkan denyut


jantung sehingga serangan dapat diatasi. 1 mg IV merupakan dosis standar pada
dewasa. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus
diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam
5 sampai 10 menit berikutnya, isoproterenol harus disiapkan untuk mengatasi efek
overdosis.

f) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja dengan
meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai sedatif.

g) Vasokonstriktor seperti phenilephrine 0,02 mg/kg IV meningkatkan resistensi


vaskular sistemik sehingga aliran darah ke paru meningkat.
h) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan sianosis. Volume darah juga dapat mempengaruhi tingkat obstruksi.
Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran
darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh
tubuh juga meningkat.

Langkah selanjutnya:

1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk mencegah serangan dan
menunda tindakan bedah.

2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi dengan pemberian preparat besi

3. Hindari dehidrasi.

Sedangkan untuk tindakan bedah terdapat 2 pilihan pada Tetralogi Fallot. Pertama
adalah koreksi total (menutup VSD dan reseksi infundibulum), dan kedua bedah paliatif pada
masa bayi untuk kemudian dilakukan koreksi total kemudian. Pada Tetralogi Fallot golongan
1 tidak perlu terapi. Operasi pada golongan ini menimbulkan lebih banyak resiko daripada
hasilnya. Pada anak dibawah umur 6 tahun dengan golongan 3 dan 4 (BB < 10 kg) perlu
dilakukan operasi paliatif. Operasi paliatif ini merupakan operasi pertolongan sebelum
dilakukan koreksi total.

Indikasi prosedur operasi paliatif :

- Neonatus dengan TF-PA

- Bayi dengan hipoplastik anulus pulmonal yang memerlukan patch transanulus

- Bayi < 3 bulan dengan sianosis berat

- Bayi < 3 bulan dengan spell yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Operasi koreksi total dilakukan pada usia sejak lahir hingga 2 tahun. Operasi koreksi
total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah mengandung banyak resiko.
Operasi paliatif umumnya membuat anastomosis antara aorta dan a. Pulmonalis. Sehingga
diharapkan darah dari aorta mengalir ke dalam a. Pulmonalis. Paru akan mendapat cukup
darah sehingga jumlah darah yang dioksigenasi lebih banyak. Ada beberapa macam teknik
bedah paliatif :
a. Anastomosis Blalock-Taussig: menghubungkan salah satu a. Subklavia dan
salah satu a. Pulmonalis. Hubungan ini dapat secara end to side dapat juga
secara end to end.

b. Anastomosis Pott: menghubungkan sisi sama sisi antara a. Pulmonalis kiri


dengan aorta desendendi luar perikardium. Anastomosis Waterson:
menghubungkan sisi sama sisi antara a. Pulmonalis kanan dengan aorta
asendens.

Tatalaksana Tetralogi Fallot yang telah disepakati di Indonesia:

Gambar 3. Algoritma tatalaksana Tetralogi Fallot


Keterangan: BTS: Blalock Taussig shunt, PDA stent: patent ductus arteriosus stenting, Kath:
kateterisasi
2.11 Prognosis

Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tapi semua ini
bergantung kepada besar kelainan. Ancaman pada anak dengan TF adalah abses otak pada
umur 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leukositosis memberikan kecurigaan
akan adanya abses otak. Anak dengan TF cenderung untuk menderita perdarahan banyak
karena mengurangnya trombosit dan fibrinogen kemungkinan timbulnya endokarditis
bakterialis selalu ada.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN
Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai Tetralogi Fallot antara
lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmonal, dan
hipertrofi ventrikel kanan. Kelainan yang nantinya menyebabkan sianosis
terutama akibat stenosis pulmonal dan defek septum ventrikel. Tekanan ventrikel
kanan yang lebih tinggi menyebabkan darah balik yang tidak mengandung
oksigen mengalir ke ventrikel kiri yang bertekanan lebih rendah melalui defek
septum ventrikel, dan dialirkan ke seluruh tubuh. Keadaan ini mengakibatkan
hipoksia jaringan dan sianosis. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan
mengalami keluhan spell hypoxic, sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang
tidak bertambah, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain
pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.

3.2. SARAN
Pasien dengan Tetralogi Fallot adalah pro operatif. Tanpa operasi, prognosis
akan buruk dan mengakibatkan bermacam-macam komplikasi, terutama jika anak
sudah besar. Bila anak pada masa bayi atau neonatus sangat sianotik, maka
sementara dapat dilakukan tindak bedah paliatif berupa operasi Blalock-Taussig,
yaitu membuat hubungan pintas antara sirkulasi pulmonal dengan sistemik
ekstrakardial, sehingga hanya sedikit darah arteri yang bercampur dengan darah
vena. Hubungan ini dapat dilakukan dengan anastomosis arteri subklavia kiri ke
arteri pulmonalis kiri, ataupun dari aorta ke arteri pulmonalis. Tindakan paliatif
ini tidak memerlukan bedah jantung terbuka.
Tindakan koreksi total dapat dilakukan apabila umur penderita dan berat
badannya dianggap cukup untuk menerima tindak bedah besar, dan memenuhi
rule of ten, yaitu berat badan 10 pon (minimal 5 kg), hemoglobin minimal 10, dan
umur minimal 10 minggu. Hasil pembedahan saat ini memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fyler, D. C. 1996. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.
2. Apltz C, Webb GD, Redington AN. Tetralogy of Fallot. 2008. Tersedia dari:
http://www.cags.org.ae
3. Kosim MS, Yunanto, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:
IDAI: 2008
4. Behrman, Kliegman, and Jenson. 2003. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.
USA: W.B. Saunders.
5. Markum, A. H. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan AnakEdisi 15 Vol. 2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
6. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
7. Anonymous. 2007. Tetralogy of Fallot. National Heart Lung and Blood Institute.
Cites at: www.nhlbi.nih.gov.
8. Ontoseno, T., Poewodibroto, S., dan Rahman, M. A. 2007. Tetralogi Fallot dan
Serangan Sianosis. Cites at: www.pediatrik.com.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI.
10. Madiyono, Rahayuningsih, dan sukardi. 2005. Penanganan Penyakit Jantung pada
Bayi dan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai