Referat Tof
Referat Tof
Tetralogy of Fallot
Pembimbing :
dr. Benny Jovie, SpJP, FIHA
Penyusun :
Muhammad Irfan Widyastomo
2016.04.2.0123
2. 1 Definisi .......................................................................................................... 2
2. 2 Epidemiologi ................................................................................................. 3
2. 3 Etiologi .......................................................................................................... 3
2. 4 Patofisiologi ................................................................................................... 4
2. 7 Pemeriksaan Fisik........................................................................................... 7
2. 9 Komplikasi .................................................................................................... 9
2. 10 Penatalaksanaan ........................................................................................... 10
2. 11 Prognosis ..................................................................................................... 13
Di seluruh dunia, penyakit jantung pada anak terus menjadi masalah kesehatan utama
di masyarakat. Baik itu penyakit jantung bawaan maupun yang didapat. Penyakit jantung
bawaan (PJB) adalah penyakit kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung
yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan
struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Terjadinya PJB masih belum jelas,
namun dipengaruhi oleh beberapa faktor. Terdapat kecenderungan timbulnya beberapa PJB
dalam satu keluarga. Pembentukan jantung yang lengkap terjadi pada akhir semester pertama
potensial dapat menimbulkan gangguan jantung.
Secara garis besar PJB dibagi dalam 2 kelompok : PJB non-sianotik dan PJB sianotik.
Empat hal yang paling sering ditemukan pada neonatus dengan PJB adalah sianosis, takipnea,
frekuensi jantung abnormal, dan bising jantung.
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa
sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah
oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau
terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa
bibir dan mulut serta kuku jari tangan-kaki adalah penampilan utama pada golongan PJB ini.
Salah satu bentuk PJB sianotik yang paling banyak ditemukan adalah Tetralogi Fallot.
Angka kejadiannya sekitar 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Kelainan Tetralogi
Fallot ini mula-mula dilaporkan pada tahun 1672, tetapi Fallot pada tahun 1888 menguraikan
sekelompok penderita dengan stenosis pulmonal; dekstro-posisi pangkal aorta; defek septum
ventrikel; hipertrofi ventrikel kanan. Tetralogi Fallot merupakan bentuk penyakit jantung
utama yang menyebabkan sianosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah
kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum
intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel). Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya
empat kelainan anatomi sebagai berikut :
Defek Septum Ventrikel (VSD)
Yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel. VSD pada TOF biasanya besar dan
berada pada posisi subaortik, tapi kadang meluas ke subpulmonik apabila septum
infudibulumnya tidak ada. Katup pulmonal hampir selalu terlibat dalam obstruksi, daun katup
menebal dan melekat ke dinding arteri pulmonalis.
Stenosis pulmonal
Terjadi karena penyempitan katup pembuluh darah yang keluar dari ventrikel kanan menuju
paru, bagian otot dibawah katup juga menebal dan menimbulkan penyempitan.
Aorta overriding
Terjadi akibat pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat
ventrikel, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari ventrikel kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan
Terjadi karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.
.
2.2 Epidemiologi
Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahirandan menempati urutan keempat
penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan
duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan.
Diantara penyakit jantung bawaan sianotik, Tetralogi Fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi
Fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai
dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Angka kejadian antara bayi laki-
laki dan perempuan sama (Harimurti, 2002).
2.3 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti.Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.Faktorfaktor tersebut antara lain :
Faktor endogen
Kelainan ini sering ditemukan pada bayi dengan kehamilan ibunya diatas
usia 40 tahun.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah
multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir
bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan
jantung janin sudah selesai.Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang
menderita sindroma Down (Kosim et all, 2008).
2.4 Patofisiologi
Sirkulasi darah penderita TOF berbeda dibanding pada anak normal. Kelainan yang
memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan VSD. Tekanan antara ventrikel kiri
dan kanan pada pasien TOF adlah sama akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah
bebas mengalir bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan hambatan pada jalan keluar
darah di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran darah pasien TOF. Aliran darah ke
paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan aliran darah dari ventrikel kanan;
hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel
kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke
dalam aorta sehingga akan menurunkan saturasioksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh,
dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung pada
duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk mendapatkan suplai darah yang
mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung
pada tingkat keparahan hambatan yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di ventrikel
kanan (Apltz C et all, 2009).
2.5 Gambaran Hemodinamik
Aliran darah paru ditentukan oleh: (1) obstruksi akibat stenosis pulmonal yang relatif
menetap, (2) tingginya tekanan ventrikel kanan yang relatif tetap pula, (3) tahanan vaskular
sistemik yang berubah-ubah.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui foramen
ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar daripada tekanan
pada atrium kiri.
Sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi hipoksia, anak yang sudah dapat
berjalan akan jongkok (squatting), setelah melakukan aktivitas fisis. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi alur balik dari ekstremitas bawah yang saturasi oksigennya rendah, dan
kadar CO2 serta laktatnya tinggi. Peningkatan tahanan sistemik dengan jongkok, juga akan
memperbaiki oksigenasi paru.
Pasien mengalami sianosis sehingga akan terlihat biru, pucat, dengan pernapasan
Kusmaull. Pada anak besar terdapat gejala squatting (jongkok) setelah pasien beraktivitas.
Dalam posisi jongkok, anak merasa lebih nyaman karena aliran balik dari tubuh bagian
bawah berkurang sehingga menyebabkan kenaikan saturasi oksigen arteri.
Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung I normal, sedangkan bunyi jantung II biasanya
tunggal (yakni A2). Terdengar bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal, yang makin
melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. Bising ini merupakan bising stenosis
pulmonal.
a. Elektrokardiografi (EKG)
b. Rontgen thorax
Secara klasik sinar x dada menunjukkan ukuran jantung normal dengan pengurangan
vaskularisasi paru. Biasanya segmen batang atresia pulmonalis adalah defisien. Karena shunt
dari kiri ke kanan yang berlebihan vaskularisasi pulmonal mungkin bertambah dan jantung
membesar dan tidak dapat dibedakan dari tanda-tanda yang ditemukan pada bayi dengan
sekat ventrikel. Pada atresia pulmonal dan sirkulasi kolateral berlebihan, jantung mungkin
agak lebih besar daripada normal tetapi segmen batang arteri pulmonalis biasanya tidak ada.
Tidak ada segmen batang arteri pulmonalis menjadikan jantung tampak seperti sepatu, diberi
nama Coeur en sabot. Biasanya, bila arkus aorta ke kanan, ia dengan mudah terlihat pada foto
dada biasa. Kadang-kadang gambaran vaskularisasi yang tidak tampak biasa pada foto dada
dikenali sebagai sirkulasi kolateral.
Gambar 2. Foto AP pasien tetralogi fallot. Didapatkan gambaran khas coer en sabot (sepatu kayu),
serta corakan vaskular paru yang berkurang
c. Ekokardiografi
Pandangan subsifoid dan parasternal paling jelas menampakkan defek sekat ventrikel,
aorta yang menggeser ke kanan (overriding), dan obstruksi saluran aliran ke luar ventrikel
kanan. Cabang arteria pulmonalis biasanya terlihat pada pandangan sumbu pendek
parasternal dan suprasternal. Anatomi arteria koronaria kiri dapat terlihat pada pandangan
sumbu pendek parasternal atau pandangan sumbu-panjang yang ditujukan ke arah bahu kiri.
Sayangnya, ketika penderita menjadi lebih tua dan lebih besar, ketajaman
ekokardiografi menghilang dan angiokardiografi menjadi keharusan.
d. Kateterisasi Jantung dan Angiokardiografi
Kateterisasi jantung tidak diperlukan pada Tetralogi Fallot, bila dengan pemeriksaan
ekokardiografi sudah jelas. Kateterisasi biasanya diperlukan sebelum tindakan bedah koreksi
dengan maksud untuk: 1) mengetahui defek septum ventrikel yang multiple; 2) mendeteksi
kelainan a. koronaria; 3) mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
e. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit jantung bawaan sianotik, untuk
rnenilai perkembangan penyakit. Hemoglobin dan hematokrit merupakan indikator yang
cukup baik untuk derajat hipoksemia. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit ini merupakan
mekanisme kompensasi akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan antara 16-18 g/dl, sedangkan hematokrit antara 50-65 % . Bila kadar
hemoglobin dan hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan
trombo-emboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah tersebut berarti terjadi anemia relatif
yang harus diobati.
2.9 Komplikasi
a. Polisitemia
Hal ini merupakan akibat dari keadaan hipoksia sehingga menimbulkan kompensasi berupa
timbulnya sirkulasi kolateral. Akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya polisitemia dapat
meningkatkan hematokrit sehingga viskositas darah meninggi yang dapat menimbulkan
trombositopenia sehingga mempengaruhi mekanisme pembekuan darah. Polisitemia dapat
menimbulkan kelainan pada mata, yaitu retinopati berupa pelebaran pembuluh darah retina.
b. Asidosis metabolik.
Asidosis metabolik sebagai akibat hipoksia hebat akan menyebabkan bertambah lamanya
serangan sianotik ini.
Biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan kadang-kadang pada arteria
serebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat. Mereka juga dapat dipercepat oleh
dehidrasi. Trombosis paling sering pada penderita diatas usia 2 tahun.
d. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung sangat jarang terjadi pada penderita tetralogi fallot. Namun tanda ini dapat
terjadi pada bayi muda dengan tetralogi fallot merah atau asianotik. Karena derajat
penyumbatan pulmonal menjelek bila semakin tua. Gejala-gejala gagal jantung mereda dan
akhirnya penderita sianosis, sering pada umur 6-12 bulan. Penderita pada saat ini beresiko
untuk bertambahnya serangan hipersianotik.
2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana Tetralogi Fallot berupa perawatan medis serta tindakan bedah. Pada
penderita yang mengalami serangan sianotik maka terapi ditujukan untuk memutuskan rantai
patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
a) Posisi lutut ke dada (knee-chest position). Dengan posisi ini diharapkan aliran darah
ke paru bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri
femoralis.
b) Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipnea.
f) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja dengan
meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai sedatif.
Langkah selanjutnya:
1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk mencegah serangan dan
menunda tindakan bedah.
2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi dengan pemberian preparat besi
3. Hindari dehidrasi.
Sedangkan untuk tindakan bedah terdapat 2 pilihan pada Tetralogi Fallot. Pertama
adalah koreksi total (menutup VSD dan reseksi infundibulum), dan kedua bedah paliatif pada
masa bayi untuk kemudian dilakukan koreksi total kemudian. Pada Tetralogi Fallot golongan
1 tidak perlu terapi. Operasi pada golongan ini menimbulkan lebih banyak resiko daripada
hasilnya. Pada anak dibawah umur 6 tahun dengan golongan 3 dan 4 (BB < 10 kg) perlu
dilakukan operasi paliatif. Operasi paliatif ini merupakan operasi pertolongan sebelum
dilakukan koreksi total.
- Bayi < 3 bulan dengan spell yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Operasi koreksi total dilakukan pada usia sejak lahir hingga 2 tahun. Operasi koreksi
total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah mengandung banyak resiko.
Operasi paliatif umumnya membuat anastomosis antara aorta dan a. Pulmonalis. Sehingga
diharapkan darah dari aorta mengalir ke dalam a. Pulmonalis. Paru akan mendapat cukup
darah sehingga jumlah darah yang dioksigenasi lebih banyak. Ada beberapa macam teknik
bedah paliatif :
a. Anastomosis Blalock-Taussig: menghubungkan salah satu a. Subklavia dan
salah satu a. Pulmonalis. Hubungan ini dapat secara end to side dapat juga
secara end to end.
Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tapi semua ini
bergantung kepada besar kelainan. Ancaman pada anak dengan TF adalah abses otak pada
umur 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leukositosis memberikan kecurigaan
akan adanya abses otak. Anak dengan TF cenderung untuk menderita perdarahan banyak
karena mengurangnya trombosit dan fibrinogen kemungkinan timbulnya endokarditis
bakterialis selalu ada.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai Tetralogi Fallot antara
lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmonal, dan
hipertrofi ventrikel kanan. Kelainan yang nantinya menyebabkan sianosis
terutama akibat stenosis pulmonal dan defek septum ventrikel. Tekanan ventrikel
kanan yang lebih tinggi menyebabkan darah balik yang tidak mengandung
oksigen mengalir ke ventrikel kiri yang bertekanan lebih rendah melalui defek
septum ventrikel, dan dialirkan ke seluruh tubuh. Keadaan ini mengakibatkan
hipoksia jaringan dan sianosis. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan
mengalami keluhan spell hypoxic, sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang
tidak bertambah, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain
pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.
3.2. SARAN
Pasien dengan Tetralogi Fallot adalah pro operatif. Tanpa operasi, prognosis
akan buruk dan mengakibatkan bermacam-macam komplikasi, terutama jika anak
sudah besar. Bila anak pada masa bayi atau neonatus sangat sianotik, maka
sementara dapat dilakukan tindak bedah paliatif berupa operasi Blalock-Taussig,
yaitu membuat hubungan pintas antara sirkulasi pulmonal dengan sistemik
ekstrakardial, sehingga hanya sedikit darah arteri yang bercampur dengan darah
vena. Hubungan ini dapat dilakukan dengan anastomosis arteri subklavia kiri ke
arteri pulmonalis kiri, ataupun dari aorta ke arteri pulmonalis. Tindakan paliatif
ini tidak memerlukan bedah jantung terbuka.
Tindakan koreksi total dapat dilakukan apabila umur penderita dan berat
badannya dianggap cukup untuk menerima tindak bedah besar, dan memenuhi
rule of ten, yaitu berat badan 10 pon (minimal 5 kg), hemoglobin minimal 10, dan
umur minimal 10 minggu. Hasil pembedahan saat ini memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA