Anda di halaman 1dari 2

CROSSTAB

Berdasarkan data hasil pengolahan SPSS dengan analisa crosstab pada 96 responden diperoleh data
sebagai berikut:

1. Status kawin dengan sakit persendian


Orang yang sudah menikah mempunyai risiko atau berpotensi menderita penyakit persendian
(rhematic/ encok) dibandingkan dengan kelompok yang belum menikah
2. Status kawin terhadap penyakit jantung
Orang yang sudah menikah berpotensi tinggi menderita penyakit jantung daripada kelompok
yang belum menikah
3. Status kawin terhadap keracunan
Kelompok yang berstatus sudah menikah mempunyai potensi lebih tinggi mengalami keracunan
dari pada yang belum menikah
4. Status kawin terhadap Kecelakaan lalu lintas
Kelompok yang berstatus sudah menikah mempunyai potensi tinggi mengalami Kecelakaan lalu
lintas dari pada yang belum menikah
5. Status kawin terhadap asma
Kelompok yang sudah menikah mempunyai kecenderungan menderita asma dibandingkan
dengan kelompok yang belum menikah
6. Status kawin terhadap DM
Kelompok yang sudah menikah mempunyai kecenderungan menderita DM dibandingkan dengan
kelompok yang belum menikah
7. Status kawin terhadap depresi
Kelompok yang sudah menikah cenderung mengalami depresi dari pada yang belum menikah
8. Status kawin terhadap pelayanan pelaksanaan kesehatan
Pada kelompok ornga yang sudah meikah dan yang belum menikah menganggap bahwa
pelayanan pelaksanaan kesehatan di Indonesia dalam batas sedang

Dari data yang diperoleh didapatkan hasil bahwa orang yang sudah menikah mempunyai
kecenderungan mengalami berbagai penyakit, seperti penyakit persendian, penyakit Jantung,
keracunan, asma, DM, depresi, dan kecelakaan lalu lintas. Tetapi pada data yang diperoleh tidak
didapatkan hasil yang signifikan. Sedangkan antara orang yang berstatus sudah menikah maupun
yang belum menikah menganggap bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia berada
dalam batas sedang, yang artinya belum tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal.

9. Pendidikan terhadap sakit persendian


Orang yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai kecenderungan mengalami sakit persendian
10. Pendidikan terhadap penyakit jantung
Kelompok yang berpendidikan lebih tinggi cenderung menderita penyakit jantung
11. Pendidikan terhadap keracunan
Kelompok yang mendapatkan pendidikan sampai jenjang SMU dan Perguran Tinggi lebih banyak
mengalami keracunan di bandingkan kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan dan
berpendidikan SLTP
12. Pendidikan terhadap Kecelakaan lalu lintas
Kelompok yang mendapatkan pendidikan sampai jenjang SMU dan Perguran Tinggi lebih banyak
mengalami kecelakaan lalu lintas di bandingkan kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan
dan berpendidikan SLTP
13. Pendidikan terhadap asma
Kelompok yang berpendidikan sampai jenjang SMU dan Perguruan Tinggi berpotensi mengalami
penyakit asma dibandingkan dengan kelompok yang tidak sekolah dan SLTP
14. Pendidikan terhadap DM
Kelompok yang berpendidikan sampai jenjang SMU dan Perguruan Tinggi berpotensi mengalami
penyakit DM dibandingkan dengan kelompok yang tidak sekolah dan SLTP
15. Pendidikan terhadap depresi
Kelompok yang mendapatkan pendidikan sampai jenjang SMU dan Perguran Tinggi lebih banyak
mengalami depresi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan dan
berpendidikan SLTP
16. Pendidikan terhadap pelayanan pelaksanaan kesehatan
Orang-orang yang tidak sekolah atau tidak berpendidikan menganggap bahwa pelaksanaan
pelayanan kesehatan berada dalam batas memuaskan. Pada kelompok orang yang
berpendidikan SLTP berasumsi bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan sangat memuaskan.
Sedangakan pada kelompok yang berpendidikan SMU dan Perguruan Tinggi menganggap bahwa
pelayannan kesehatan dalam batas sedang.

Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
rentan atau berisiko mengalami berbagai penyakit, seperti penyakit persendian, penyakit
jantung, kecelakaan lalu lintas, asma, DM, keracuanan dan depresi. Tetapi data yang diperoleh
kebanyakan tidak signifikan kecuali keracunan dan depresi.
Pada berbagai kelompok dengan latar belakang pendidikan yang berbeda menganggap bahwa
pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia dalam batas sedang.

Analisa
Dari data yang diperoleh, yang dapat di analisa hanya hubungan antara pendidikan dengan
keracunan, dan pendidikan terhadap depresi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh
semakin tinggi pula tingkat depresi dan keracunan. Hal ini sesuai dengan teori Bloom yang
mengatakan bahwa bterdapat beberapa factor yang berpengaruh antara lain, faktor hereditas,
factor pelayanan kesehatan, gaya hidup, dan factor lingkungan. Faktor gaya hidup berpengaruh
terhadap kelompok yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi, mereka cenderung mengkonsmsi
makanan-makanan kemasan yang kemungkinan besar bisa mengakibatkan keracunan dan factor
lingkungan juga berpengruh misalnya stress pekerjaan yang mengakibatkan semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkat stresnya.

Anda mungkin juga menyukai