1
yang akhirnya dibuang melalui air kencing berupa aseton atau nitrogen yang sangat
tinggi.
- Involusi tempat placenta
Setelah persalinan tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan
kasar, tidak rata dan kira kirasebesar tangan. Luka ini sembuh dengan cepat, pada
akhir minggu kedua hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. luka bekas
plasenta tidak menimbulkan jaringan parut, hal ini disebabkan karena luka ini
sembuh dengan cara yang luar biasa yaitu dengan dilepaskannya dari dasar
pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka.
- Perubahan pada serviks dan SBR ( segmen bawah rahim )
Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari,
pingggirnya tidak rata dan ada robekan dalam persalinan pada akhir minggu
pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja dan lingkaran retraksi
berhubungandengan bagian atas kanalis servikalis. Luka ini dapat sembuhkarena
adanya hiperplasi pada daerah itu, begitu juga dengan vagina lambat laun mencapai
ukuran yang normal. Pada minggu ketiga post partum pulih kembali dalam 6 minggu.
- After pain
Pada primigravida uterus cenderung berkontraksi secara tonis pada masa
nifas. Uterus sering berkontraksi hebat dalam interval interval tertentu, terutama
pada multi para sehingga menyebabkan nyeri pasca melahirkan, kadang nyeri ini
sangat parah sehingga disarankan penggunaan analgesik. Nyeri terutama saat
menyusui, dikarenakan pengeluaran hormon oksitosin yang akan mengkontraksikan
uterus. Nyeri ini akan hilang pada hari ketiga post partum.
-Lokhia
Pada awal masa nifas peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya
discarge vagina dalm jumlah bervariasi hal ini disebut lokhea. Secara mikroskopis
lokhea terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel epitel dan bakteri. Setelah
beberapa hari pertama setelah melahirkan kandungan darah dalam lokhea cukup
berwarna sehingga warnanya merah () setelah 3-4 hari lokhea menjadi memucat (
lokhea serosa ) setelah hari ke 10, akibat campuran leukosit dan berkurangnya
kandungan cairan, lokhea menjadi putih kekuningan ( lokhea alba ). Lokhea berakhir
setelah 2 minggu post partum.
2
Macam macam Lochia :
- Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.
- Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 7 post
partum.
- Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 - 14
post partum
- Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu
- Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
- Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya.
-Regenerasi endometrium
Dalam 2-3 hari post partum, sisa desidua berdeferensiasi menjadi dua lapisan.
Srtatum superficialis menjadi nekrotik, dan terkelupas bersama lokhea stratum basal
yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber
pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi berlangsung hingga minggu
ketiga dan saat itu endometrium telah pulih kembali
C. Fisiologi Involusi Uterus pasca melahirkan
Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan deci
dua/endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta
sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus, warna
dan jumlah lochea.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a) Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah
pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan menyebabkan serat otot
atrofi.
b) Autolysis
Autolysis merupakan proses peghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterusne. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula
selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusak secara langsung
jaringan hipertropi yang berlebihan, hal ini disebabkan karena penurunan hormone
estrogen dan progesteron.
3
c) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterusn sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan. (Varneys, 2003).
Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi
uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera
setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat
dari jalan atas diatara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat umbilicus
dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu dua hari dan kemudian secara
berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di
atas simfisis setelah sepuluh hari.
Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada
miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis.
Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembukuh getah bening.
Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekpulsi plasenta dan
membrane yang terdiri dari lapisan zona spongiosa pada decidua basalis (tempat
implantasi) dan decidua parietalis (lapisan sisa uterus). Decidua yang tersisa
menyusun kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu :
1) Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang terpakai lagi sebagai bagian
dari pembuangan lochea dan lapisan dalam dekat miometrium.
2) Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis.
Endometrium akan diperbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium.
Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari
postpartum minggu ketiga kecuali di tempat implantasi plasenta.
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs
placenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
4
cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lochia, yang biasanya
berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran Lochea ini biasanya berakhir
dalam waktu 3 sampai 6 minggu. (Varney, 2003).
Involusi TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gr
1 minggu Pertengahan pst sym 500 gr
2 minggu Tidak teraba di atas 350 gr
6 minggu sym 50
8 minggu Bertambah kecil 30
Sebesar normal
5
sejumlah kecil pasien, suatu peningkatan rasio estrogen : progesteron telah
dibuktikan mendahului persalinan. Jadi untuk sebagian individu, suatu penurunan
kadar progesteron ataupun peningkatan estrogen dapat memulai persalinan. Telah
dibuktikan bahwa suatu peningkatan rasio estrogen : progesteron meningkatkan
jumlah reseptor oksitosin dan celah batas miometrium; temuan ini dapat menjelaskan
kontraksi efektif terkoordinasi yang mencirikan persalinan sejati.
b) Oksitosin
Infus oksitosin sering diberikan untuk menginduksi ataupun membantu
persalinan. Kadar oksitosin ibu maupun janin keduanya meningkat spontan selama
persalinan, namun tidak satupun yang dengan yakin dapat dibuktikan meningkat
sebelum persalinan dimulai. Data-data pada hewan mengesankan bahwa peran
oksitosin dalam mengawali persalinan adalah akibat meningkatnya kepekaan uterus
terhadap oksitosin dan bukan karena peningkatan kadar hormon dalam plasma.
Bahkan wanita dengan diabetes insipidus masih sanggup melahir-kan tanpa
penambahan oksitosin.
c) Prostaglandin
Prostaglandin F2 yang diberikan intra-amnion ataupun intravena merupakan
suatu abortifum yang efektif pada kehamilan sedini 14 minggu. Pemberian
prostaglandin E2 pervagina akan merangsang persalinan pada
kebanyakan wanita hami trimester ketiga. Amnion dan korion mengandung asam
arakidonat dalam kadar tinggi, dan desidua mengandung sintetase prostaglandin
yang aktif. Prostaglandin hampir pasti terlibat dalam pemeliharaan proses setelah
persalinan dimulai. Prostaglandin agaknya juga penting dalam memulai persalinan
6
pada beberapa keadaan, misalnya pada amnionitis atau bila selaput ketuban
"dipecahkan" oleh dokter. Prostaglandin agaknya merupakan bagian dari jaras akhir
bersama" dari persalinan.
d) Katekolamin
Katekolamin dengan aktivitas adrenergik 2 menyebabkan kontraksi uterus,
sementara adrenergik 2 menghambat persalinan. Progesteron meningkatkan rasio
reseptor beta terhadap reseptor alfa di miometrium, dengan demikian memudah-kan
berlanjutnya kehamilan. Tidak ada bukti bahwa perubahan-perubahan katekolamin
ataupun reseptornya mengawali persalinan, namun tampaknya perubahan-
perubahan seperti ini membantu mempertahankan persalinan bila sudah dimulai.
Obat adrenergik beta ritodrin telah dibuktikan bermanfaat dalam penatalaksanaan
persalinan prematur. Obat-obat adrenergik alfa tidak bermanfaat untuk induksi
persalinan dikarenakan efek samping kardiovaskula yang ditimbulkannya.
E. Perubahan Sistem Endokrin
a) Hormon Plasenta
pada periode pasca melahirkan terjadi penurunan hormone plasenta
menyebabkan kadar gula dalam darah menurun. Kadar estrogen dan progesterone
menurun secara mencolok setelah plasenta keluar dimana kadar terendah pada
minggu pertama akibatnya terjadi pembengkakan payudara sedangkan wanita yang
tidak menyusui penurunan estrogen terjadi pada minggu kedua pasca melahirkan.
Hormon ini dioerlukan untuk memepertahankan kebuntingan, memulai, dam
mempermudah proses kelahiran. Berdasarkan susunan kimia, hormon plasenta dapat
dibedakan menjadi dua yaitu hormon protein dan ateroid. Hormon protein terdiri dari
Gonadotropin (HCG dan PMSG)dan RElaksin, sedangkan hormon ateroid terdiri dari
progesteron dan estrogen. Plasenta juga menghasilkan prostaglandin, walaupun tidak
7
termasuk dalam definisi hormon tapi preparat biologi ini berhubungan erat dengan
proses hormon reproduksi.
b) Hormon Hipofisis
Waktu mulainya ovulasi beda antara ibu menyusui dengan yang tidak
menyusui. Kadar prolaktin tinggi pada ibu yang menyusui sehingga menekan ovulasi.
pada ibu yang tidak menyusui akan terjadi ovulasi dini yakni antara 27 hari setelah
melahirkan dengan waktu rata-rata 70-75 hari sedangkan pada wanita yang
menyusui rata-rata tejadi ovulasi sekitar 190 hari.
8
pembedahan sesar kini dijalankan untuk mengurangi insidensi distres janin
inirapartum dan problem-- problem metabolik neonatus (Tabel 1). Kadar glukosa
Darah umbilikus pada pasca melahirkan berkorelasi positif dengan kadar gula
darah ibu yang lebih tinggi, dan tampaknya tidak ada batas atas untuk transfer
glukosa melalui plasenta. Selama pasca melahirkan, kadar glukosa plasma ibu
biasanya dipertahankan di bawah 100 mg/dL (5,6 mmol/L) dengan insulin regular 1-
2 unit dan 7,5 g dekstrosa diberikan intravena setiap jamnya. Jika pembedahan sesar
perlu dilakukan, maka pemberian insulin adalah serupa, dan bayi akan tetap dalam
keadaan baik dengan anestesia umum, spinal ataupun epidural. Walaupun demikian,
ahli anestesi tetap perlu ber-hati-hati untuk tidak berlebihan dalam pemberian cairan
intravena yang mengandung glukosa.
< 70 0,0
71-90 0,5
91-110 1,0
111-130 2,0
130-150 3,0
151-170 4,0
171-190 5,0
>190 Temui dokter
Bila glukosa darah < 130 mg/dL, maka infusi sebaiknya dekstrosa 5% dalam
larutan Ringer laktat dengan kecepatan 125 mL/jam; jika kadar glukosa > 130
mg/dl, gunakan larutan ringer laktat tanpa dekstrosa sampai glukosa darah
menurun.
Hipoglikemia sering terjadi dalam 48 jam pertama setelah pasca melahirkan
dan diberi batasan kadar glukosa darah di bawah 30 mg/dL (1,7 mmol/L) tanpa
memandang usia kehamilan. Bayi simtomatik dapat tampak lesu dan bukannya
mudah terkejut, dan hipoglikemia dapat diserta apnea, takipnea, sianosis, taupun
kejang. Hipoglikemia telah dihubungkan dengan kadar insulin janin yang tinggi pada
dan setelah kelahiran. Meskipun begitu, bayi-bayi dari ibu diabetik juga dapat
mengalami kekurangan sekresi katekolamin dan glukagon, dan hipoglikemia mungkin
berkaitan dengan berkurangnya produksi glukosa hati dan oksidasi asam-asam
lemak bebas. Usaha-usaha ahli neonatologi untuk mencegah hipoglikemia pada bayi-
bayi "sehat" adalah dengan pemberian nutrisi dini yaitu 10% dekstrosa dalam air
memakai botol sebelum usia 1 jam. Jika usaha-usaha ini tidak berhasil, maka ada
indikasi pemberian cairan dekstrosa intravena. Kontrol diabetes yang ketat untuk
mencegah hiperglikemia janin dapat mengurangi insidensi hipoglikemia neonatal.
Episode-episode hipoglikemia neonatal biasanya tidak meninggalkan sekuele jangka
panjang. Masalah lain yang sering dijumpai pada bayi-bayi ibu diabetik termasuk
hipokalsemia (< 7 mg/dL [1,75 mmol/L]), hiperbilirubinemia (> 15 mg/dL [256 gmol/L]),
10
polisitemia (hematokrit sentral > 70%), dan nafsu makan yang buruk. Penyelidikan
lebih lanjut adalah perlu untuk menentukan penyebab dari masalah-masalah ini.
Kontrol status diabetik ibu yang lebih baik di masa datang seharusnya dapat
mengurangi nsidensi permasalahan ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
12