Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil alamin. Untuk itu, maka diutuslah Rasulullah
SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan
manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan
keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah
SWT.
Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik. Tapi
kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan akal dan kepintaraannya untuk
maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding
dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu
dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan
ilmu agama atau akhirat. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk
menuntuk ilmu baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu?
2. Apa yang dimaksud dengan menuntut ilmu ?
3. Mengapa manusia wajib menuntut ilmu ?
4. Apakah keutamaan orang yang berilmu ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu
2. Untuk mengetahui pengertian menuntut ilmu
3. Untuk mengetahui kewajiban menuntut ilmu
4. Untuk mengetahui keutamaan orang yang berilmu
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Hukum Menuntut Ilmu
Istilah ilmu mencakup seluruh pengetahuan yang tidak diketahui manusia, baik yang
bermanfaat maupun yang tidak bermanfaat. Untuk ilmu yang tidak bermanfaat, haram dan
berdosa bagi orang yang mempelajarinya, baik sukses maupun gagal. Adapun ilmu yang
bermanfaat, maka wajib dituntut dan dipelajari. Hukum menuntut ilmu-ilmu wajib itu terbagi
atas dua bagian, yaitu fardu kifayah dan fardu ain.
a. Fardu Kifayah
Hukum menuntut ilmu faru kifayah berlaku untuk ilmu-ilmu yang harus ada di
kalangan umat Islam sebagaimana juga dimiliki dan dikuasai golongan kafir, seperti ilmu
kedokteran, perindustrian, ilmu falaq, ilmu eksakta, serta ilmu-ilmu lainnya.
b. Fardu Ain
Hukum mencari ilmu menjadi faru ain jika ilmu itu tidak boleh ditinggalkan oleh
setiap muslim dan muslimah dalam segala situasi dan kondisi, seperti ilmu mengenal Allah
Swt. dengan segala sifat-Nya, ilmu tentang tatacara beribadah, dan sebagainya.
3
Dari Ali bin Abi Talib ra. Rasulullah saw. bersabda, Seorang alim yang dapat
mengambil manfaat dari ilmunya, lebih baik dari seribu orang ahli ibadah. (H.R. ad-
Dailami)
e. Lebih utama dari alat seribu rakaat
Dari Abu arr, Rasulullah saw. bersabda, Wahai Aba Zarr, kamu pergi mengajarkan
ayat dari Kitabullah telah baik bagimu dari pada alat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi
mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik
daripada alat seribu rakaat. (H.R. Ibnu Majah)
f. Diberikan pahala seperti pahala orang yang sedang berjihad di jalan Allah.
Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw. bersabda, Bepergian ketika pagi dan sore guna
menuntut ilmu adalah lebih utama daripada berjihad fi sabilillah. (H.R. ad-Dailami)
g. Dinaungi oleh malaikat pembawa rahmat dan dimudahkan menuju surga.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, Tidaklah sekumpulan orang yang
berkumpul si suatu rumah dari rumah-rumah (masjid) Allah Azza wa Jalla, mereka
mempelajari kitab Allah dan mengkaji di antara mereka, melainkan malaikat mengelilingi
dan menyelubungi mereka dengan rahmat, dan Allah menyebut mereka di antara orang-
orang yang ada di sisi-Nya. Dan tidaklah seorang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu
melainkan Allah memudahkan jalan baginya menuju surga. (H.R. Muslim dan Ahmad)
Artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman!Apabila dikatakan kepadamu,"Berilah kelapangan
didalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat
derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa
derajat". Q.S Al-Mujadalah ayat 11
4
Artinya ;
Artinya :
"Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: Mencari ilmu itu wajib bagi
setiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang
mengalungi babi dengan permata, mutiara, atau emas" HR.Ibnu Majah
Dari hadits tersebut diatas mengandung pengertian, bahwa mencari ilmu itu wajib bagi
setiap muslim, kewajiban itu berlaku bagi laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun
orang dewasa dan tidak ada alasan untuk malas mencari ilmu. Ilmu yang wajib diketahui oleh
settiap muslim adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tata cara peribadatan kepada Allah
SWT. Sedangkan ibadah tanpa ilmu akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan dan ibadah
yang salah tidak akan dapat diterima oleh Allah. Sedangkan orang yang mengajarkan ilmu
kepada orang yang tidak mengetahui atau tidak paham maka akan sia-sia. Maksudnya, ilmu
itu harus disampaikan sesuai dengan taraf berfikir si penerima ilmu, memberikan ilmu secara
5
tidak tepat diibaratkan mengalungkan perhiasan pada babi, meskipun babi diberikan
perhiasan kalung emas maka babi tetap kotor dan menjijikkan.
Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan membuat
dia faqih (paham) tentang ilmu agama.
Abdullah bin Masud rodhiyallohu anhu berkata Bagaimana jadinya jika para
pembaca sangat banyak, tetapi yang memahaminya sedikit? Jika seorang mengetahui
syariat Alloh, akan tetapi ia tidak mengamalkannya, maka orang seperti itu bukanlah seorang
yang fakih (memahami isi agamanya), sekalipun ia hafal dan memahami isi kitab fikih paling
besar diluar kepala. Ia hanya dinamakan seorang qori saja. Orang fakih adalah orang yang
mengamalkan ilmunya.[4]
Dalam hadits tersebut memberitahukan kepada kita bahwa orang yang Alloh
kehendaki suatu kebaikan maka dia akan difaqihkan dalam agamanya. Wajhu dilalah dalam
hadits ini adalah . Berkenaan dengan hal tersebut ada sebuah perkataan dari Ibnu
Masud tentang orang faqih. Ia mengatakan bahwa orang faqih itu adalah orang yang
mengamalkan ilmunya. Dia tidak dikatakan faqih sebelum ia mengamalkan ilmunya,
meskipun dia hafal kitab fiqih yang sangat banyak. Dari sinilah kejelasan informasi yang
disampaikan oleh Ibnu Masud yang hendak memberitahukan kepada kita tentang pentingnya
mengamalkan ilmu yang telah kita perolah. Sehingga kita menjadi orang yang dikatakan
faqih dalam hadits tersebut, bukan seorang Qori yang hanya membaca saja tanpa ada amal
yang ia lakukan dari ilmu tersebut.
Dari Abu Musa Rodiyallohu anhu ia berkata: Nabi sholallohu alaihi
wasallam bersabda., Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa seperti hujan deras
yang diurunkan ke bumi. Di antaranya ada tanah yang bagus (subur) yang menyerap air lalu
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan banyak rerumputan. Dan sebagian tanah ada yang
keras yang mampu menampung air sehingga bermanfaat untuk semua orang. Sehingga semua
orang bisa meminumnya, menyirami tanaman dan bercocok tanam. Ada pula hujan yang
ditumpahkan ke bagian tanah yang keras dan kering. Tidak menahan air dan tidak juga
menumbuhkan rerumputan. Demikianlah perumpamaan seseorang yang memahami agama
Alloh dan memberikan manfaat kepada dirinya sehingga ia mengerti dan mengjarkannya.
6
Dan perumpamaan orang yang tidak mendapatkan semua itu adalah seseorang yang tidak
menerima petunjuk Alloh yang aku bawa. (muttafaq alaih)
Tanah akan subur setelah mendapatkan siraman air, begitu pula dengan hati. Hati akan
menjadi hidup setelah mendapatkan siraman wahyu.
Wahyu laksana air hujan, akan tetapi seperti yang diumpamakan oleh
Rasululloh sholallohu alaihi wasallam bahwa lapisan tanah ketika di sirami air hujan terbagi
kepada tiga macam.
Pertama, Lapisan tanah yang menyerap air hujan sehingga menumbuhkan banyak
tumbuh-tumbuhan yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Kedua, Lapisan tanah yang keras dan kering yang tidak bisa menumbuhkan apa-apa.
Akan tetapi lapisan tanah ini mampu menampung air sehingga banyak orang mengambil air
minum darinya sampai puas untuk bercocok tanam.
Ketiga, Lapisan tanah yang kering dan menyerap banyak air tetapi tidak
menumbuhkan apa-apa. Inilah perumpamaan orang yang memahami agama Alloh Taala
sehingga mengerti dan mengajarkannya pada orang lain dan perumpamaan orang yang tidak
peduli dengan semua itu.
Lapisan pertama dan kedua diumpamakannya dengan orang-orang yang menerima
kebenaran, mereka memahami dan mengajarkannya. Bermanfaat untuk dirinya dan orang
lain. Orang-orang seperti mereka ini terbagi kepada dua kelompok:
1. Sekelompok orang yang mengerti dan memahami serta mengamalkan al-quran dan
sunnah kemudian mengajarkannya kepada orang lain.
2. Sekelompok orang yang hanya mampu menyampaikannya saja. Contohnya seperti orang
yang meriwayatkan dan menghafal sebuah hadits, namun tidak memahaminya.
Keempat, sebidang tanah yang tidak berguna sama sekali. Air hujan yang diturunkan
tidak berpengaruh baginya sedikitpun. Tidak mampu menampung air dan tidak pula
menumbuhkan rerumputan. Merekalah orang-orang yang tidak berguna. Mereka tidak
memanfaatkan dan tidak menaruh perhatian terhadap wahyu alloh Taala tetapi justru
mendustakan dan menyepelekannya. Merekalah seburuk-buruk manusia.[5]
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang utama, mulia dan penting. Oleh sebab itu
semua harus menyadari tentang hal ini, untuk membentuk keshalehan individu dan
keshalehan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Paling tidak setiap pendidik pada
lembaga pendidikan manapun harus mampu menyadari akan keutamaan dan pentingnya ilmu,
lalu menyalurkannnya kepada peserta didik, sehingga manfaat dan fungsi ilmu pengetahuan
dapat dirasakan secara menyeluruh, bukan sekadar formalitas belaka.
Firman Allah dalam al-Quran, hadits-hadits Rasulullah serta pandangan ulama,
sebagaimana dipaparkan di atas adalah bukti kongkrit akan keutamaan, kemulian dan
pentingnya ilmu bagi seluruh sendi kehidupan. Ia adalah kunci bagi kebahagiaan dan
keselamatan di dunia dan akhirat.
B. Saran-Saran
Seperti yang telah disampaikan dimuka bahwa semua orang harus menyadari dan
meyakini akan keutamaan dan pentingnya ilmu, terutama bagi kalangan pendidik. Untuk
selanjutnya penulis merumuskan saran-saran sebagai berikut:
1. Hendaknya kita lebih mendalam di dalam mempelajari keutamaan dan pentingnya ilmu,
baik yang bersumber dari al-Quran, hadits, kitab-kitab para ulama islam, maupun para
cendekiawan yang lain.
2. Hendaknya kita mengembangkan sikap bangga akan ilmu yang telah kita raih, agar
keutamaannya tampak menghiasi diri kita dan orang-orang di sekitar kita.
3. Karena begitu besar keutamaan dan pentingnya ilmu, maka hendaknya kita tidak berhenti
begitu saja dalam menuntut ilmu. Sesuai dengan sabda Rasulullah bahwa menuntut ilmu tetap
diharuskan sampai tubuh kita terkubur dalam liang lahat.
8
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Ihya Ulum al-Din. Beirut. Darul Marifah. TT.
Al-Mawardi, Ali bin Muhammad bin Habib. Adab al-Dun-ya wal al-Din. Beirut: Dar Iqra.
1985.
An-Nawawi, Yahya bin Syaaf. Al-Majmu ala Syarh al-Muhadzab. Kairo: Maktabah al-
Muniriyah. TT.
Juz. 1 hlm. 40-41.
Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait. Ensiklopedi Fiqih. Kairo: Dar As-Shofwah.
2007.