Anda di halaman 1dari 3

Standar Manajemen Lingkungan

Dalam satu dasawarsa terakhir ini kebutuhan akan suatu sistem standardisasi semakin dirasakan
urgensinya. Hal ini mendorong organisasi Internasional di bidang standardisasi yaitu ISO
(International Organization for Standardization) mendirikan SAGE (Strategic Advisory Group on
Environment) yang bertugas meneliti kemungkinan untuk mengembangkan sistem standar di
bidang lingkungan. SAGE memberikan rekomendasi kepada ISO untuk membentuk panitia
teknik (TC) yang akan mengembangkan standar yang berhubungan dengan manajemen
lingkungan. Pada tahun 1993, ISO membentuk panitia teknik TC 207 untuk merumuskan sistem
standardisasi dalam bidang lingkungan. Hasil kerja panitia TC 207 kemudian dikenal sebagai
standar ISO seri 14000 (Lee Kuhre, 1996).

Dalam menjalankan tugasnya ISO/TC 207 dibagi dalam enam sub komite (SC) dan satu
kelompok kerja (WG) yaitu :

- Sub-komite 1, SC-1 : Sistem Manajemen Lingkungan (SML)


- Sub-komite 2, SC-2 : Audit Lingkungan (AL)
- Sub-komite 3, SC-3 : Pelabelan Lingkungan (Ekolabel)
- Sub-komite 4, SC-4 : Evaluasi Kinerja Lingkungan
- Sub-komite 5, SC-5 : Analisis Daur Hidup
- Sub-komite 6, SC-6 : Istilah dan Definisi
- Kelompok Kerja 1, WG-1 : Aspek lingkungan dalam Standar Produk.

Seiring dengan perumusan Standar Internasional ISO seri 14000 untuk bidang manajemen
lingkungan sejak 1993, maka Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif mengikuti
perkembangan ISO seri 14000 telah melakukan antisipasi terhadap diberlakukannya standar
tersebut.

Dalam hal tersebut, dilakukan berbagai pembentukan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 oleh
Bapedal pada tahun 1995 untuk membahas draf standar ISO tersebut sejak tahun 1995. Anggota
Kelompok Kerja tersebut berasal dari berbagai kalangan, baik Pemerintah, Swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, maupun pakar pengelolaan lingkungan.

Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek percontohan
Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup,
bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk
menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam menumbuhkan sisi
demand maupun supply menuju mekanisme pasar yang wajar. Setelah itu, muncullah
beberapa penyelenggara pelatihan, jasa konsultasi, jasa sertifikasi dan perusahaan-perusahaan
yang menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan. Seiring dengan tumbuhnya populasi para
pemain dalam pasar penerapan ISO 14001 di Indonesia, Kementerian LH selanjutnya lebih
menfokuskan diri pada peran fasilitator dan pembina kepada semua pihak dalam penerapan ISO
14001 di Indonesia. Peran motor penggerak diharapkan dapat dilanjutkan oleh dunia usaha itu
sendiri, sesuai dengan jiwa penerapan Sistem Manajemen Lingkungan yang bersifat proaktif dan
sukarela.

Untuk menfasilitasi penerapan standar ISO 14001 di Indonesia dan mempermudah penerapan
dilapangan serta untuk menyamakan persepsi mengenai pelaksanaannya, maka Kementerian LH
bekerjasama dengan BSN telah melakukan adopsi terhadap beberapa Standar Internasional ISO
14000 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar yang telah diadopsi tersebut
diantaranya :

- Sistem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan Penggunaan (SNI 19-


14001-1997).
- Sistem Manajemen Lingkungan-Pedoman Umum Prinsip Sistem dan Teknik Pendukung
(SNI 19-14004-1997).
- Pedoman Audit Lingkungan-Prinsip Umum (SNI 19-1410-1997).
- Pedoman Untuk Pengauditan Lingkungan Prosedur Audit Pengauditan Sistem
Manajemen Lingkungan (SNI 19-14011-1997).
- Pedoman Audit untuk Lingkungan Kriteria Kualifikasi untuk Auditor Lingkungan (SNI
19-14012-1997).

Dan sejak ditetapkannya ISO 14001 menjadi standar internasional dan diadopsi menjadi SNI 19-
14001-1997 sampai saat ini tercatat lebih dari 248 sertifikat ISO 14001 untuk berbagai unit
organisasi perusahaan di Indonesia yang dengan sukarela menerapkan Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001. Kecenderungan peningkatan penerapan Standar ISO 14001 dapat
menjadi salah satu indikator peningkatan kesadaran industri terhadap pengelolaan lingkungan.
Faktor pendorong yang lain adalah antisipasi industri terhadap potensi adanya persyaratan
dagang dan industri yang diwajibkan oleh buyer untuk menerapkan ISO 14001. Selain kedua
hal di atas, penerapan ISO 14001 juga di pacu oleh adanya program internal dari beberapa
holding company untuk menerapkan ISO 14001 pada anak perusahaannya.

Standar ISO seri 14000 terbagi dalam dua bidang yang terpisah yaitu evaluasi organisasi dan
evaluasi produk. Evaluasi organisasi terbagi dari 3 sub sistem yaitu sub sistem manajemen
lingkungan, audit lingkungan dan evaluasi kinerja lingkungan. Evaluasi produk terdiri dari sub
sistem aspek lingkungan pada standar produk, label lingkungan dan asesmen daur hidup
(Hadiwiardjo, 1997).

Pada dasarnya ISO 14000 adalah standar manajemen lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi
konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program sertifikasi tersebut. Pelaksanaan
program sertifikasi ISO 14000 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari produsen yang
dapat mengangkat citra perusahaan dan memperoleh kepercayaan dari konsumen. Dengan
demikian maka pelaksanaan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berdasarkan Standar ISO
Seri 14000 bukan merupakan beban tetapi justru merupakan kebutuhan bagi produsen (Kuhre,
1996).

Anda mungkin juga menyukai