Pembimbing:
dr. Damai Suri, Sp.An
Disusun oleh:
Adinda Rizky Aulia AJ510165002
Irkhamyudhi Primasakti J510165074
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
ANASTESI PADA SECTIO CAESAREA TRANSPERITONEAL
PROFUNDA (SCTP)
Diajukan Oleh :
Adinda Rizky Aulia AJ510165002
Irkhamyudhi Primasakti J510165074
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari
Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
Puji syukur patut dipanjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya pengerjaan referat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi syarat
dalam melengkapi tugas dalam kegiatan kepaniteraan ilmu anestesi. Secara
2
umum, materi yang dijelaskan dalam referat ini berfokus pada anestesi dalam
kasus sectio cesarea.
Penulis menyadari bahwa banyak uraian dalam referat ini yang masih jauh
dari sempurna. Penulis sadar bahwa kelemahan dan kekurangan pasti tampak
dalam makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik akan menjadi masukan yang
berharga untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis berharap karya yang kecil ini dapat menjadi bekal ilmu
pengetahuan bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
Bedah sesar atau sectio cesarea sudah menjadi pembedahan yang lazim di
Indonesia. Sekarang ini, bedah sesar sudah berkembang pesat. Biasanya teknik
operasi ini lebih diperuntukkan bagi wanita dengan bedah sesar pada persalinan
sebelumnya dan wanita dengan kehamilan yang memiliki resiko besar saat
persalinan seperti distosia, posisi janin sungsang, dan fetal distress.
Jumlah pasien pembedahan sesar pun meningkat karena saat ini bedah
sesar tidak hanya dilakukan berdasarkan indikasi klinis atau sebagai tindakan
kegawat-daruratan namun juga atas permintaan pasien sendiri atau lebih dikenal
dengan sebutan bedah sesar elektif. Karena bedah sesar termasuk salah satu jenis
pembedahan, tentu saja tindakan ini juga memerlukan anestesi untuk mengurangi
rasa sakit pasien. Anestesi adalah keadaan dimana tubuh kehilangan kemampuan
untuk merasakan nyeri. Hal ini terjadi akibat dari pemberian obat atau intervensi
medik lainnya. Keadaan ini, secara umum, menguntungkan bagi pasien dan dokter
saat melakukan pembedahan.
Teknik anestesi yang biasa digunakan pada pasien bedah sesar ada dua
macam, yaitu teknik anestesi umum dan teknik anestesi regional (anestesi spinal
atau anestesi epidural). Menurut beberapa literatur dan penelitian-penelitian
sebelumnya, anestesi umum memiliki tingkat keamanan yang lebih rendah dan
komplikasi yang lebih banyak daripada teknik anestesi regional. Di Negara-negara
maju, teknik anestesi regional lebih disukai untuk pasien-pasien bedah sesar. Di
Amerika sendiri, 80-90% prosedur bedah sesar dilakukan di bawah anestesi
regional.
Pemilihan teknik anestesi pada pasien bedah sesar mempengaruhi
prognosa dan komplikasi pasien pasca operasi. Beberapa hal seperti keadaan
kehamilan, keadaan umum pasien pra-pembedahan, dan tingkat kemampuan ahli
anestesi yang ada berpengaruh terhadap jenis anestesi yang akan dilakukan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui tentang perubahan fisiologis pada kehamilan dan
anestesi spinal pada sectio cesarea.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
1. Perubahan Sistem Kardiovaskular
Dalam keadaan tidak hamil maka 70% dari berat badan adalah air;
6
dan peningkatan kadar protein sehingga kekentalan (viskositas) darah
menurun.
Perubahan lokal terlihat jelas pada tungkai bawah dan akibat tekanan
yang ditimbulkan oleh uterus terhadap vena pelvik. Oleh karena 1/3 darah
dalam sirkulasi berada dalam tungkai bawah maka peningkatan tekanan
terhadap vena akan menyebabkan varises dan edema vulva dan tungkai.
Keadaan ini lebih sering terjadi pada siang hari akibat sering berdiri. Keadaan
ini cenderung untuk reversibel saat malam dimana pasien berada dalam
keadaan berbaring : edema akan direabsorbsi venous return meningkat dan
output ginjal meningkat sehingga terjadi nocturnal diuresis.
2. Perubahan Haematologi
7
peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma menyebabkan
penurunan kadar haemoglobin.
a) Zat besi
8
Dengan peningkatan jumlah eritrosit, kebutuhan terhadap zat besi
dalam proses produksi hemoglobin meningkat. Bila suplemen zat besi
tidak diberikan, kemungkinan akan terjadi anemia defisiensi zat besi.
b) Leukosit
c) Trombosit
9
akibat meningkatnya penggunaan dalam sirkulasi uteroplasenta atau
sebagai akibat tingginya kadar estrogen.
Faktor II, V dan XI sampai XIII tidak berubah atau justru malah
semakin menurun. Peningkatan resiko tromboemboli yang terkait dengan
kehamilan lebih diakibatkan oleh stasis vena dan kerusakan dinding
pembuluh darah dibandingkan dengan adanya perubahan faktor koagulasi
itu sendiri.
3. Sistem Respirasi
Perubahan fisik pada sistem respirasi terjadi sejak awal kehamilan dan
terjadi untuk memperbaiki sistem pertukaran gas selama kehamilan. Pada
fisiologi pernafasan dikenal 4 volume paru dan 4 kapasitas paru.
a) Tidal volume: volume udara yang di inspirasi dan di ekspirasi pada tiap
kali pernafasan
b) Inspiratory reserve volume: jumlah maksimum udara yang dapat di
inspirasi dalam situasi tidal volume normal
c) Expiratory reserve volume: jumlah maksimum udara yang dapat di
ekspirasi dari posisi istirahat ekspirasi-akhir
d) Residual volume: volume udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi
maksimal
10
Gambar 4 & 5. Perubahan fisik pernafasan dan perubahan kapasitas & volume
paru.
4. Traktus Gastrointestinal
Sekresi saliva menjadi lebih asam dan lebih banyak dan asam lambung
menurun. Pembesaran uterus menekan diagfragma, lambung dan intestine.
Gigi berlubang terjadi lebih mudah pada saliva yang bersifat asam selama
masa kehamilan dan membutuhkan perawatan yang baik untuk mencegah
karies gigi.
11
a) Relaksasi sfingter oesophageus menyebabkan regurgitasi asam lambung
sehingga menyebabkan keluhan panas didada ( heartburn ).
e) Pertumbuhan janin dan uterus meningkatkan rasa haus dan selera makan.
12
anestesia; kebutuhan halotan menurun sampai 25%, isofluran 40%,
metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau intratekal (spinal),
konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai anestesi juga
lebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada kehamilan
menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih
sempit.
I. Anestesi regional
a. Anestesi spinal
13
Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi
penyuntikan, sehingga untuk mendapatkan blockade sensoris yang luas,
obat harus berdifusi ke atas. Hal ini tergantung banyak faktor antara lain
posisi pasien selama dan setelah penyuntikan, barisitas dan berat jenis
obat. Berat jenis obat lokal anestesi dapat diubahubah dengan
mengganti komposisinya, hiperbarik diartikan bahwa obat lokal anestesi
mempunyai berat jenis yang lebih besar dari berat jenis cairan
serebrospinal, yaitu dengan menambahkan larutan glukosa, namun
apabila ditambahkan NaCl atau aqua destilata akan menjadi hipobarik.
a) 7 vertebra servikal
b) 12 vertebra thorakal
c) 5 vertebra lumbal
d) 5 vertebra sacral ( menyatu pada dewasa )
e) 4 vertebra coxygeal ( menyatu pada dewasa )
14
b) Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan
dindingnya atau pembedahan saluran kemih.
c) Operasi abdomen bagian bawah dan dindingnya atau operasi
peritoneal.
d) Operasi obstetrik vaginal deliveri dan section caesaria.
e) Diagnosa dan terapi
1. Absolut
a) Pasien menolak
b) Infeksi tempat suntikan
c) Hipovolemik berat, syok
d) Gangguan pembekuan darah, mendapat terapi antikoagulan
e) Tekanan intracranial yang meninggi
f) Hipotensi, blok simpatik menghilangkan mekanisme kompensasi
g) Fasilitas resusitasi minimal atau tidak memadai
2. Relatif
a) Infeksi sistemik (sepsis atau bakterimia)
b) Kelainan neurologis
c) Kelainan psikis
d) Pembedahan dengan waktu lama
e) Penyakit jantung
f) Nyeri punggung
g) Anak-anak karena kurang kooperatif dan takut rasa baal
b) Pemeriksaan fisik:
15
c) Pemeriksaan Laboratorium anjuran HB, HT, PT (Protombin Time)
dan PTT (Partial Thromboplastine Time).
1. Hiperbarik
16
2. Hipobarik
3. Isobarik
17
2. Posisi pasien :
a) Posisi Lateral.
Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha
fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.
b) Posisi duduk.
c) Posisi Prone.
4. Cara penusukan.
18
Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik
obat anestesi lokal karena dapat menimbulkan reaksi benda asing.
5. Teknik penusukan:
19
membran dura-subarachnoid dan ditandai dengan adanya aliran
LCS.
b) Teknik Paramedian
20
terhadap jantung, paru, otak dapat diminimalisir, tromboemboli
berkurang, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok
sedang pasien masih dalam keadaan sadar. (Kleinman et al,2006).
b. Anestesi epidural
21
teknik ini menggunakan kateter epidural, ahli anestesi dapat mentitrasi
berapa banyak zat yang digunakan. Semakin tepat dosis yang digunakan,
artinya semakin dosis yang digunakan sesuai dengan yang pasien
perlukan, maka semakin sedikit komplikasi yang mungkin akan terjadi.
1. Agen sedatif
22
Agen anestesi inhalasi antara lain halothane, isoflurane, enflurane,
desflurane, sevolurane, dan nitrous oxide.
2. Agen analgetik
a) Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan
di depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap
tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap
ke udara terbuka.
23
b) Semiopen drop method: cara ini hamper sama dengan open drop,
hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan
masker.
1. Anestesi Inhalasi
a) Halothane
24
Bau dan rasa tidak menyengat, khasiat anestetisnya sangat
kuat tetapi khasiat analgetiknya dan daya relaksasi ototnya ringan,
yang baru adekuat pada anestesi dalam. Halotan digunakan dalam
dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans otot, seperti
galamin atau suksametonium. Kelarutannya dalam darah relative
rendah induksi lambat, mudah digunakan, tidak merangsang
mukosa saluran napas. Halothane bersifat menekan refleks dari
paring dan laring, melebarkan bronkioli dan mengurangi sekresi
ludah dan sekresi bronchi.
b) Enfluran
c) Isofluran
25
Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual,
muntah, dan keadaan tegang
d) Desfluran
e) Sevofluran
2. Anestesi gas
Siklopropan
Anestesi gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna. Lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi.
26
Mudah terbakar dan meledak oleh karena itu, anestesi gas hanya
digunakan pada closed method.
3. Anestesi Intravena
a) Barbiturat
b) Ketamin
27
Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuskular 3-10 mg.
d) Propofol
Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada
wanita hamil tidak dianjurkan.
e) Diazepam
28
bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 menit
setelah pemberian secara oral dan 15 menit setelah injeksi
intravena.
f) Opioid
Tahapan Anestesi
29
3. Stadium III (anestesi, pembedahan/operasi): Pernapasan menjadi
dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur (pernapasan
perut). Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak
menurut kehendak. Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat
digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu
dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan.
4. Stadium IV (paralisis medula oblongata): Kegiatan jantung dan
pernapasan spontan terhenti. Terjadi depresi berat pusat pernapasan di
medulla oblongata dan pusat vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan
sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf ini sedapat
mungkin dihindarkan.
30
Hal yang paling berbahaya adalah pada ibu yang dilakukan anestesi
umum adalah dapat terjadi depresi pada fetal. Bila ibu tidak dapat
diventilasi, dan berada dalam keadaan hipoksik yang ditandai dengan
menurunnya pembacaan pulse oximetry, ini mengakibatkan bayi menderita
asfiksia.
BAB III
PENUTUP
31
berlangsung, seorang ahli anestesi harus memikirkan bahwa saat itu dia memiliki
dua pasien yaitu sang ibu dan bayinya.
DAFTAR PUSTAKA
32
4) Rolf AS, Valerie AA. Analgesia and anesthesia in pregnancy. In: Berghella
V et al. Obstetric Evidence Based Guidelines. United Kingdom: Informa;
2007.
5) Wargahadibrata AH. Anestesiologi. Bandung: SAGA; 2008.
6) Backe SK. Oxygen and Elective Cesarean Section. British Journal of
Anaesthesia. 2002;11.
7) Morgan GE, Jr., Mikhail, Maged S., Murray, Michael J. . Clinical
anesthesiology. 4th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2007.
8) Evers AS, Crowder, C. Michael., Balser, Jeffrey R. General Anesthetics.
In: Brunton LL, Lazo, John S., Parker, Keith L. Goodman & Gilman's The
Pharmacological Basis of Theurapeutics. 11 ed. New York: The McGraw-
Hill; 2006.
9) Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. 10 ed. New York: Lange;
2007.
10) Mathieu S, Shewry E, Dalgleish DJ. Complications of regional anaesthesia
in obstetrics. World anaesthesia tutorial of the week.
33