Anda di halaman 1dari 16

TIDAK ADA PERBEDAAN EFEK INTERVENSI WILLIAMS FLEXION

EXERCISE DAN CORE STABILITY DENGAN GAPPING SEGMENTAL


DAN CORE STABILITY TERHADAP PENGURANGAN NYERI AKIBAT
SPONDYLOARTROSIS LUMBALIS

Fahrurrazi
Klinik YAKRIJA, Tangerang
Jl. Halim PK Jurumudi Baru Tangerang Kota
azi.aceh@gmail.com

Abstrak
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beda efek intervensi Williams flexion exercise
dan Core stability dengan Gapping segmental dan Core stability terhadap pengurangan nyeri akibat
Spondyloartrhosis lumbalis. Penelitian dilakukan Penelitian dilakukan di klinik umum (YAKRIJA) di
Tangerang yang berlangsung pada tanggal 24 Februari s/d 24 Maret 2012. Sampel : Sampel
terdiri dari 20 orang dan dipilih berdasarkan purposive sampling dengan menggunakan tabel
assessment yang tersedia. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok dan dilakukan undian secara acak
untuk mendapatkan pembagian kelompok satu dan kelompok dua yaitu 10 orang untuk kelompok
kontrol dengan menggunakan intervensi Williams flexion exercise dan Core stability sedangkan 10
orang untuk kelompok perlakuan dengan menggunakan intervensi Gapping segmental dan Core
stability. Metode : penelitian ini merupakan jenis penelitian kuasi eksperimental untuk mengetahui
pengaruh suatu intervensi yang dilakukan terhadap obyek penelitian.. Pengolahan data dan analisa
data menggunakan perangkat lunak computer. Analisis statistik penelitian ini menggunakan uji
Wilcoxon Singed Rank test . Hasil : Hasil uji Wilcoxon Singed Rank test pada kelompok kontrol
dengan nilai P=0,007(P<0,05) sehingga ada pengaruh yang signifikan pada intervensi Williams
flexion exercise dan Core stability terhadap pengurangan nyeri akibat Spondyloartrhosis lumbalis.
Pada uji uji Wilcoxon Singed Rank test kelompok perlakuan dengan nilai P=0,007(P<0,05)
sehingga ada pengaruh yang sangat signifikan pada intervensi Gapping segmental dan Core
stability terhadap pengurangan nyeri akibat Spondyloartrhosis lumbalis. Sedangkan pada uji Mann
Whitney U test didapatkan hasil P-value = 0,909(P>0,05), yang berarti tidak ada perbedaan yang
signifikan antara intervensi Williams Flexion Exercise dan core stability dengan Gapping segmental
dan core stability terhadap pengurangan nyeri akibat Spondyloartrosis lumbalis. Kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara intervensi Williams Flexion
Exercise dan Core stability dengan Gapping segmental dan Core stability terhadap pengurangan
nyeri akibat Spondyloartrosis lumbalis.

Kata Kunci : Williams Flexion Exercise, core stability, Gapping segmental dan Spondyloartrosis
lumbalis.

40 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


THERE WAS NO DIFFERENCE IN THE EFFECTS OF WILLIAM'S
FLEXION EXERCISE INTERVENTIONS AND CORE STABILITY WITH
SEGMENTAL GAPPING AND CORE STABILITY TO THE REDUCTION
OF PAIN DUE TO LUMBAR SPONDYLOARTROSIS

Fahrurrazi
YAKRIJA Clinic, Tangerang
Jl. Halim PK Jurumudi Baru Tangerang Kota
azi.aceh@gmail.com

Abstract
Purpose: This study aims to determine the effects of different interventions and William's flexion
exercises Core stability and Core with gapping segmental stability to the reduction of pain due to
lumbar Spondyloartrhosis. The study was conducted The study was conducted in public clinics
(YAKRIJA) in Tangerang which took place on February 24, until March 24, 2012. Sample: The
sample consisted of 20 people selected by purposive sampling and using assessment tables are
available. Samples were divided into 2 groups and performed a random lottery to obtain a
distribution group and two groups of 10 people for the control group by using interventions
William's flexion exercises and core stability while 10 people for using the intervention group
treated with segmental and Core stability gapping. Methods: This study is a kind of quasi-
experimental research to determine the effect of an intervention is done to the object of study ..
Data processing and data analysis using computer software. Statistical analysis of this study using
Wilcoxon Singed Rank test. Results: The test results with Wilcoxon Singed Rank test. in the
control group with P value = 0.007 (P <0.05), so there is a significant influence on William's flexion
exercise intervention and Core stability to the reduction of pain due to lumbar Spondyloartrhosis.
In the test group treated with Wilcoxon Singed Rank test. P-value = 0.007 (P <0.05), so there is a
very significant influence on segmental gapping intervention and Core stability to the reduction of
pain due to lumbar Spondyloartrhosis. While the test results obtained Mann Whitney U test P-
value = 0.909 (P> 0.05), which means there is no significant difference between intervention and
William's Exercise flexion with core stability and core gapping segmental stability to the reduction
of pain due to lumbar Spondyloartrosis. Conclusion: It is concluded that there was no significant
difference between intervention William's flexion Exercise and Core stability and Core with gapping
segmental stability to the reduction of pain due to lumbar Spondyloartrosis.

Keywords: williams flexion exercise, core stability, segmental gapping and spondyloartrosis
lumbalis.

Pendahuluan pleks. Tuntutan lingkungan, iklim kerja dan


Seiring meningkatnya kemajuan psiko-sosial sangat mempengaruhi pola hidup
teknologi dan telekomunikasi yang serba manusia. Tingkat stres yang tinggi, banyak
canggih, mem-berikan dampak yang sangat duduk, pola hidup yang tidak sehat dan kerja
penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan fisik yang berat sering kali menimbulkan
yang banyak dan bervariasi serta persaingan masalah. Salah satu masalah yang sering kita
hidup yang serba cepat menuntut manusia jumpai dalam kehidupan sehari-hari nyeri
untuk menciptakan sarana atau alat-alat pinggang bawah atau dikenal dengan Low Back
membantu aktivitasnya. Disamping dampak Pain.
positif juga banyak hal negatif yang harus kita Banyak kasus yang berhubungan
perhatikan terutama dalam hal kesehatan. dengan tingginya tingkat aktivitas seseorang
Dalam keseharian kita dituntut untuk salah sa-tunya yang sering terjadi adalah nyeri
menyelesaikan pekerjaan yang banyak dan kom- pinggang bawah atau Low Back Pain (LBP).

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 41


Nyeri pinggang bawah merupakan sekumpulan sehingga diikuti dengan terjadinya atrofi sel,
gejala atau gang-guan yang sangat sering degenerasi serabut anulus fibrosus dan
terjadi. Dari data me-ngenai pasien yang disintegrasi substansi dasar. Karena kemampuan
berobat ke poliklinik Neu-rologi menunjukkan absorbernya berkurang dan digantikan fungsi
bahwa jumlah pasien diatas usia 40 tahun yang dengan facet joint selanjutnya terjadi osteofit
datang dengan keluhan low back pain ternyata dan kondisi ini dapat menekan akar saraf dan
jumlahnya cukup banyak. Di Amerika Serikat saraf spinal. Pengurangan tekanan pada anulus
lebih dari 80% penduduk pernah mengeluh low fibrosus mengakibatkan hilangnya elastisitas
back pain dan di negara kita sen-diri pada bagian-bagian diskus intervetebralis.
diperkirakan jumlahnya lebih banyak lagi. Berkurangnya elastisitas maka gerak vertebra
Nyeri pinggang adalah keluhan yang sa- terbatas sehingga diikuti ketegangan jaringan
ngat sering dirasakan oleh kebanyakan orang lunak yang akan menyebabkan spasme pada
dan diperkirakan 80% dari semua orang otot-otot spine. Karena adanya osteofit yang
masyarakat modern selama kehidupan menekan ligamentum longitudinal posterior, du-
aktifitasnya dan me-rasakan nyeri pinggang rameter, akar saraf atau equina serta adanya
(Nachem Son, dikemukakan kembali oleh spasme otot inilah yang menyebabkan nyeri
Mooney). Nyeri pinggang adalah nyeri didaerah pinggang bawah.
lumbosacral dan sacroiliac. Low back Pain dapat Selain faktor fisiologis tersebut ada
disebabkan karena peru-bahan degenerasi, faktor lain yang harus kita perhatikan yaitu
kelainan postur dan trauma berulg pada kompleksitas struktur pembentuk lumbal itu
pinggang. sendiri. Struktur pembentuk lumbal menjadi
Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 kompleks karena lum-bal tidak hanya
dan L5 S1 yang paling besar menerima beban berhubungan dengan sesama tu-lang vertebra
atau berat tubuh sehingga daerah lumbal mene- saja, tetapi berhubungan juga de-ngan lower
rima gaya dan stress mekanikal paling besar thoracal spine, sakrum, pelvic dan sendi hip.
sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut Maka berbagai penangananpun dilakukan,
The Healthy Back Institute (2010), daerah seperti dengan pengobatan secara medis yaitu
lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat dengan minum obat atau operasi, atau dengan
peka terhadap terjadinya nyeri pinggang karena fisioterapi.
dae-rah lumbal paling besar menerima beban Salah satu patologi penyebab timbulnya
saat tubuh bergerak dan saat menumpuh berat keluhan pinggang, antara lain adalah spondi-
ba-dan. loartrosis lumbalis. Patologi ini banyak sekali ter-
Berdasarkan kelainan strukturnya, Low jadi pada pria dan wanita berusia antara 50-60
Back Pain dapat dipilah-pilahkan seperti spondi- tahun. Insidensi terbesar adalah wanita, hal ini
lolistesis dimana terjadi pergeseran corpus dikarenakan pengaruh postmenopausal
vete-bralis, hernia nukleus pulposus dimana syndrome (Lumbal Arthritis 2007) . Schmorl dan
terjadi penonjolan nukleusnya, spondiloarthrosis junghanns dalam penelitiannya di US
terja-dinya perubahan degenerasi pada sendi mengatakan bahwa pada kondisi
verte-bralis, pada korpus dan jaringan spondiloartrosis lumbalis, didapati 60%
disekitarnya. Penyebab terbanyak adalah karena perempuan dan 80% laki-laki pada usia diatas
adanya proses degenerasi seperti 49 tahun. Schmorl dan junghanns juga
spondiarthrosis lumbalis. menemukan insidensi kondisi spondilosis
Degenerasi merupakan suatu proses ke- lumbalis 95% laki-laki dan perempuan pada usia
munduran fungsi dan sel dari suatu jaringan 70 tahun. Salah satu aspek yang penting dari
disebabkan karena penuaan. Semakin proses penuaan adalah hilangnya kekuatan
bertambahnya usia maka nukleus pulposus tulang. Perubahan ini menyebabkan modifikasi
maupun anulus fibrosus juga mengalami kapasitas penerimaan beban (load-bearing)
degenerasi yang ditandai dengan semakin pada vertebra. Setelah usia 40 tahun, kapasitas
menipis atau berkurangnya viskositas penerimaan be-ban pada tulang
kandungan air. Hal ini akan menyebabkan cancellous/trabecular berubah secara dramatis.
terjadinya kerobekan-kerobekan ringan yang Sebelum usia 40 tahun, sekitar 55% kapasitas
ter-jadi pada anulus fibrosus. Karena penerimaan beban terjadi pada tulang
kemampuan menyerap airnya berkurang cancellous/ trabecular. Setelah usia 40 tahun

42 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


penurunan terjadi sekitar 35%. Kekuatan tulang lapisan paling luar maka penyembuhannya
menurun dengan lebih cepat dibandingkan mungkin terjadi karena adanya beberapa suplai
kuantitas tulang. Hal ini menurunkan kekuatan darah. Pada lapisan paling dalam, mungkin
pada end-plates yang melebar jauh dari diskus, kurang terjadi penyembuhan karena sudah tidak
sehingga terjadi fraktur pada tepi corpus ada lagi suplai darah. Secara perlahan akan ter-
vertebra dan fraktur end-plate umumnya terjadi jadi pelebaran yang progresif pada area circum-
pada vertebra yang osteoporosis (Darlene ferential yang robek dimana bergabung kedalam
Hertling and Randolph M. Kessler, 2006). kerobekan radial. Nukleus mulai mengalami
Cartilaginous end-plate dari corpus ver- peru-bahan dengan hilangnya kandungan pro-
tebra merupakan titik lemah dari diskus teoglycan.
sehingga adanya beban kompresi yang b. Fase instabilitas intermediate (level II) :
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada fase ini menghasilkan laxitas (kelenturan yang
cartilaginous end-plate. Pada usia 23 tahun berle-bihan) pada kapsul sendi bagian posterior
sampai 40 tahun, ter-jadi demineralisasi secara dan annulus fibrosus. Perubahan permanen dari
bertahap pada cartilago end-plate. Pada usia 60 ins-tabilitas dapat berkembang karena kronisitas
tahun, hanya lapisan tipis tulang yang dan disfungsi yang terus menerus pada tahun-
memisahkan diskus dari channel vas-kular, dan tahun awal. Re-stabilisasi segmen posterior
channel nutrisi lambat laun akan hilang dengan dapat membentuk formasi tulang subperiosteal
penebalan pada pembuluh arteriole dan venules. atau formasi tulang (ossifikasi) sepanjang
Perubahan yang terjadi akan mem-berikan ligamen dan serabut kapsul sendi, sehingga
peluang terjadinya patogenesis penyakit menghasilkan os-teofit perifacetal dan traksi
degenerasi pada diskus lumbar. Disamping itu, spur. Pada akhirnya, diskus membentuk jangkar
diskus intervertebralis orang dewasa tidak oleh adanya osteofit perifer yang berjalan
mendapatkan suplai darah dan harus meng- disekitar circumferentianya, sehingga
andalkan difusi untuk nutrisi (Darlene Hertling menghasilkan segmen gerak yang stabil.
and Randolph M. Kessler, 2006). c. Fase stabilisasi akhir (level III) : fase ini
Menurut Kirkaldy-Willis (dalam Darlene menghasilkan fibrosis pada sendi bagian
Hertling and Randolph M. Kessler, 2006), terda- posterior dan kapsul sendi, hilangnya material
pat sistem yang berdasarkan pada pemahaman diskus, dan formasi osteofit. Osteofit
segment gerak yang mengalami degenerasi. Pe- membentuk respon ter-hadap gerak abnormal
rubahan degeneratif pada segmen gerak dapat untuk menstabilisasi seg-men gerak yang
dibagi kedalam 3 fase kemunduran yaitu : terlibat. Formasi osteofit yang terbentuk
a. Fase disfungsi awal (level I): proses pato- disekitar three joint dapat meningkat-kan
logik kecil yang menghasilkan fungsi abnormal permukaan penumpuan beban dan penu-runan
pada komponen posterior dan diskus inter- gerakan, sehingga menghasilkan suatu
vertebralis. Kerusakan yang terjadi pada segmen kekakuan segmen gerak dan menurunnya nyeri
gerak masih bersifat sementara (reversible). hebat pada segmen gerak.
Perubahan yang terjadi pada facet joint selama Pada lumbar spine bagian atas, degene-
fase ini sama dengan yang terjadi pada sendi rasi mulai terlihat pada awal level I dengan frak-
sinovial lainnya. Kronik sinovitis dan efusi sendi tur end-plate dan herniasi diskus, kaitannya de-
dapat menyebabkan stretch pada kapsul sendi. ngan beban vertikal yang esensial terhadap seg-
Membran synovial yang inflamasi dapat men tersebut. Penyakit facet mulai terjadi pada
memben-tuk suatu lipatan didalam sendi lumbar spine bagian atas. Pada lumbal spine
sehingga meng-hasilkan penguncian didalam bagian bawah, perubahan diskus mulai terjadi
sendi antara permu-kaan cartilago dan pada usia belasan tahun terakhir, dan
kerusakan cartilago awal. Paling sering terjadi perubahan facet terjadi pada middle usia 20-an.
pada fase disfungsi awal selain melibatkan Secara khas, lesi pertama kali terjadi pada L 5
kapsul dan synovium juga melibatkan S1 dan pada L4 L5. Perubahan degenerasi pada
permukaan cartilago atau tulang penopang synovial dan intervertebral joint dapat terjadi
(corpus vertebra). Disfungsi diskus pa-da fase secara bersamaan, dan paling sering terjadi
ini masih kurang jelas tetapi kemung-kinan pada lumbo-sacral joint. Spondylosis dan
melibatkan beberapa kerobekan circumfe-rential perubahan arthrosis yang melibatkan seluruh
pada annulus fibrosus. Jika kerobekannya pada segmen gerak sangat berkaitan dengan faktor

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 43


usia dan terjadi sekitar 60% pada orang-orang 1) Degenerasi
yang lebih tua dari usia 45 tahun (Darlene Seiring bertambahnya usia, tubuh akan me-
Hertling and Randolph M. Kessler, 2006). ngalami penurunan baik dalam hal gerak
Schneck menjelaskan adanya progresi maupun fungsinya. Hal ini terkait dengan
mekanikal yang lebih jauh akibat perubahan de- adanya proses degenerasi dari komponen-
generatif pada diskus intervertebralis, untuk komponen dalam tubuh itu sendiri. Pada
men-jelaskan adanya perubahan degeneratif spine, salah satu proses degenerasi terjadi
lainnya pada axial spine. Dia menjelaskan pada diskus. Hal ini karenakan seiring ber-
beberapa im-plikasi dari penyempitan space tambahnya usia cairan diskus akan berku-
diskus. Pedicle di-dekatnya akan mengalami rang, akibatnya ketebalan diskus berkurang
aproksimasi dengan penyempitan dimensi dan terjadi penurunan fungsi diskus. Ter-
superior-inferior dari canalis intervertebralis. jadinya penurunan fungsi diskus akan
Laxitas akibat penipisan ligamen longitudinal meng-akibatkan fungsinya dialihkan pada
posterior yang berlebihan dapat memungkinkan sendi facet.
bulging (penonjolan) pada liga-men flavum dan 2) Trauma
potensial terjadinya instabilitas spine. Faktor trauma juga menjadi salah satu
Peningkatan gerakan spine dapat mem- penyebab terjadinya spondyloarthrosis lum-
berikan peluang terjadinya subluksasi dari bal. Baik trauma secara langsung maupun
processus articular superior sehingga tidak langsung. Kebanyakan pasien spondy-
menyebab-kan penyempitan dimensi loarthrosis lumbal mengaku memiliki riwayat
anteroposterior dari intervertebral joint dan jatuh. Umumnya tidak langsung merasakan
canalis akar saraf bagian atas. Laxitas juga tanda dan gejala, tetapi beberapa waktu
dapat menyebabkan perubahan mekanisme kemudian baru dirasakan.
berat dan tekanan kaitannya dengan corpus 3) Kelainan Postur
vertebra dan space sendi yang mempe-ngaruhi Postur juga dapat diartikan sebagai posisi
terbentuknya formasi osteofit dan hiper-tropi atau sikap tubuh, pengaturan bagian tubuh
facet pada processus articular inferior su- yang relatif untuk aktivitas tertentu, atau
perior, dengan resiko terjadinya proyeksi me-rupakan suatu karakteristik tubuh
kedalam canalis intervertebralis dan canalis seseorang. Dimana ligamen, fascia, tulang
sentral secara berurutan (Kimberley Middleton dan sendi merupakan struktur anatomis
and David E. Fish, 2009). bagian dalam tubuh disebut sebagai faktor
Keluhan nyeri pinggang pada kondisi statik. Sedang-kan otot-otot dan tendon
spondylosis lumbal disebabkan oleh adanya yang melekat pada tulang berfungsi
penu-runan space diskus dan penyempitan mempertahankan sikap tubuh disebut faktor
foramen intervertebralis. Adanya penurunan dinamik.
space diskus dan penyempitan foramen
intervertebralis dapat menghasilkan iritasi pada Postur tubuh yang baik merupakan
radiks saraf sehingga menimbulkan nyeri suatu posisi dimana terdapat tekanan minimal
pinggang yang menjalar. Di-samping itu, osteofit yang ada pada setiap sendi. Good posture
pada facet joint dapat me-ngiritasi saraf spinal adalah suatu keadaan seimbang antara sistem
pada vertebra sehingga da-pat menimbulkan muscular dan sistem skeletal yang melindungi
nyeri pinggang (S.E. Smith, 2009). struktur pe-nyangga tubuh melawan injury atau
deformitas yang progresif, dimana struktur-
Etiologi Spondyloarthrosis Lumbal struktur tersebut sedang bekerja atau
Spondylosis lumbal muncul karena ada- beristirahat.
nya fenomena proses penuaan atau perubahan Pada dasarnya postur tubuh seseorang
degeneratif. Beberapa penelitian menunjukkan sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik,
bahwa kondisi ini tidak berkaitan dengan gaya kebiasaan atau gaya hidup, pekerjaan, struktur
hidup, tinggi-berat badan, massa tubuh, tubuh, sta-tus emosional seseorang dan postur
aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol juga dapat dipengaruhi oleh perubahan struktur
(Bruce M. Rothschild, 2009). dalam ben-tuk dari vertebra dari penyakit, injury
atau keca-catan perkembangan spine pada
Beberapa faktor penyebabnya antara lain: anak-anak, yang semuanya itu dapat

44 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


menimbulkan berbagai ma-cam postur tubuh Aproksimasi dari arti-kular facet. Terdapat
yang baik. Seperti yang telah disebutkan diatas ketidakseimbangan otot dimana terjadi
bahwa postur tubuh yang baik yaitu berada ketegangan otot fleksor hip
dalam keadaan seimbang antara berbagai (illiopsoas,tensor fascia latae, rectus
macam sistem yang ada dalam tubuh. Dan femoris) dan otot ekstensor lumbal (erector
keseimbangan yang terjadi pada waktu tu-buh spine). Terjadi penguluran dan kelemahan
berada dalam keadaan berdiri, duduk dan otot ab-dominal (rectus abdominis, internal
berbaring berbeda dan eks-ternal obliques). Penyebab umum
Untuk itu suatu postur dikatakan jelek postur lordosis yaitu postur tubuh yang
jika terdapat posisi yang menetap yang me- salah, keha-milan, obesitas, kelemahan otot
nyebakan spine tidak dalam keadaan posisi yang abdominal.
lurus dimana posisi tersebut dapat menimbulkan (2) Flat back
peningkatan tekanan pada sendi atau terdapat Pada postur ini terjadi pelvic tilting ke arah
keaktifan fungsi dari otot-otot yang sebenarnya posterior dan hilangnya atau pendataran
tidak perlu digunakan untuk mempertahankan dari lumbar lordosis. Biasanya pada waktu
postur tersebut. posisi berdiri terjadi hiperekstensi dari hip
Postur tubuh yang jelek dapat disebabkan oleh dan knee joint dan anteroposisi kepala, hal
dua faktor penting yang sering menimbulkan ini terjadi karena meningkatnya fleksi pada
gangguan terhadap koreksi postur : upper tho-racic spine. Dengan kondisi postur
a) Faktor struktural yang seperti ini maka terjadi pemanjangan
Kelainan struktural merupakan kelainan dan kelemahan hip fleksor dengan
yang dibawa sejak lahir. Gangguan pemendekan dan kekakuan pada hamstring.
pertumbuhan karena adanya trauma atau Pada erector spine terjadi pemanjangan dan
penyakit tertentu sehingga menimbulkan kelemahan akan tetapi pada otot-otot
perubahan postur tubuh. Sebagai contoh abdominal terjadi kekakuan.
perubahan yang dise-babkan karena Oleh karena itu kelainan postur seperti flat
panjang tungkai yang dibawa sejak lahir. back dan hyperlordosis lumbal akan meng-
b) Faktor postural akibatkan terjadinya spondyloarthrosis lum-
Masalah yang timbul biasanya karena kesa- bal. Hal ini disebabkan peningkatan lordosis
lahan sikap tubuh sehari-hari, beberapa pe- lumbal akan meningkatkan beban mekanik
nyebab kesalahan sikap tubuh oleh ketidak- pada lumbal, sehingga akan terjadi penyem-
seimbangan dan kontraktur otot, sebagai pitan foramen intervertebralis dan akan me-
contoh pemendekan otot illiopsoas yang ngiritasi saraf dan jaringan lunak di-
akan menambah lordosis pada spina sekitarnya.
lumbalis, kebiasaan pola duduk. Kondisi 4) Over load Pekerjaan
respirasi misal pada emphysema, pada Pekerjaan atau aktivitas tertentu yang
general weakness, spasme otot pada kasus meng-haruskan seseorang bekerja secara
anak cerebral palsy. statis pada posisi tertentu dengan
ergonomik yang salah juga dapat
Contoh dari bentuk penyimpangan menyebabkan spondyloarth-rosis lumbal.
postur pada segmen lumbal seperti lordosis dan Diantaranya yaitu posisi berdiri dalam waktu
flat back. yang lama, duduk dalam waktu yang lama
(1) Lordosis dan mengangkut beban berat de-ngan
Postur ini dikarakteristikan dengan pening- banyak gerakan membungkuk dan
katan sudut lumbosacral (sudut yang dibuat memutar.
oleh bagian superior sacral pertama secara Pada pekerja dengan posisi berdiri dalam
horizontal, secara optimal adalah 300), pe- waktu yang lama akan mengakibatkan kele-
ningkatan lumbar lordosis dan penigkatan lahan pada otot-otot yang membantu stabili-
anterior pelvic tilt dan pelvic hip. Potensial sasi lumbal, sehingga akan meningkatkan
sumber nyeri terjadi pada ketegangan liga- lumbar lordosis. Hal ini akan menyebabkan
men longitudinal anterior, penyempitan tekanan terkonsentrasi pada bagian
ruang discus bagian posterior dan posterior annulus fibrosus. Selain itu terjadi
penyempitan fo-ramen intervertebral. gangguan supply zat-zat metabolisme,

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 45


kehilangan cairan diskus dan ketebalan pinggang akan me-nimbulkan iritasi jaringan,
diskus, berku-rangnya jumlah cairan pada kemudian cidera, ka-rena cidera menjadi
canalis spinalis dan meningkatnya tekanan inflamasi. Manifestasi dari inflamasi yang timbul
pada permukaan facet (Sheila Braggins, adalah nyeri. Karena rasa nyeri tersebut
2000). menimbulkan guarding spasm yang membuat
5) Penyimpangan Bentuk Facet auto immobilization. Auto immobi-lization pada
Menurut Magee, pada 43% populasi pinggang pula akan berdampak pada otot,
dijumpai adanya penyimpangan bentuk membuat otot menjadi spasm/ tight-ness, maka
facet segmen L5-S1. Penyimpangan bentuk efeknya akan timbul kekakuan sendi ( stiffness)
facet yang ditemui half moon shape sebesar yang berlanjut dengan terjadinya cap-sular
12% dan asymetric half moon/half moon pattern kesegala arah. Apabila kondisi pada
flat shape sebesar 31 %. Bentuk facet half jaringan-jaringan tersebut terus menerus terjadi,
moon sha-pe dengan arah facet mendekati maka mengakibatkan terjadinya penjepitan mi-
transversal dengan sudut 300, menyebabkan krovaskuler dan hiperaktifitas sistim simpatis
terjadinya iritasi pada facet terutama saat yang terus menerus, sehingga menimbulkan hi-
gerak eks-tensi (Magee, 2007). poksia, hiponutrisia, menjadi guarding spasm
Degenerasi diskus tersebut disebabkan ka- yang berlanjut menjadi iskemik. Iskemik kembali
rena seiring peningkatan usia, kemampuan akan menimbulkan nyeri, spasm,
diskus menyerap air berkurang, mengakibat- autoimobilisasi, yang pada akhirnya akan akan
kan kandungan air dan matriks di diskus terjadi gangguan fungsional.
me-nurun sehingga kelenturan dan daya Fisioterapi adalah suatu profesi yang
shock absorbernya pun menurun. Awalnya bergerak dibidang penanganan gerak dan
diskus mengandung 85-90 % air, tetapi fungsi. Seperti yang tercantum dalam
dengan bertambahnya usia, kadar air KepMenKes No. 1363 tahun 2001 tentang
berkurang 65% sehingga diskus menjadi legislasi praktik fisioterapi, yaitu: Fisioterapi
tipis, rapuh, menge-ras dan terjadi adalah bentuk pela-yanan kesehatan yang
keretakan. Akibat adanya de-generasi ditujukan kepada individu dan atau kelompok
diskus, menyebabkan fungsi diskus sebagai untuk mengembangkan, memelihara, dan
shock absorber dan pembagi tekanan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
berkurang bahkan hilang. Tekanan yang daur kehidupan dengan meng-gunakan
seharusnya diterima oleh diskus, kemudian penanganan manual, peningkatan gerak,
diterima oleh sendi zygapophyseal (facet). peralatan (fisik, electropeutis dan meka-nis),
pelatihan fungsi dan komunikasi.
Pembebanan berlebihan pada facet me- Banyak intervensi fisioterapi yang dapat
nyebabkan jarak antar facet menyempit, sehing- diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pinggang
ga menyebabkan terjadinya pengelupasan dari terutama pada kasus spondiloartrosis lumbal,
rawan sendi (chondrium) yang diikuti oleh yaitu diantaranya dengan memberikan intervensi
adanya penebalan tulang subchondral dan keru- TENS, MWD, US, terapi latihan tehnik Williams
sakan uncinat join. Kemudian akan timbul Flexion Excercise serta Gapping segmental dll.
osteofit pada tepi facet maupun uncinat join. Dalam hal ini penulis hanya akan mengambil
Osteofit ini akan menekan / mengiritasi otot-otot intervensi berupa Williams Flexion Exercise,
disekitar-nya, ligamen, kapsul ligamen, radix, Gapping segmental dan Core stability.Williams
sampai de-ngan isi foramen intervertebralis. Flexion Exercise merupakan latihan dengan tu-
Akibat dari degenerasi diskus tersebut, juan untuk mengulur otot-otot bagian posterior
dimana diskus menjadi tipis, rapuh, dan me- dan juga meningkatkan kekuatan otot-otot
ngeras, mengakibatkan pula tekanan pada abdo-minal. Dengan terulurnya golgi tendon
corpus meningkat sehingga timbul osteofit pada organ dan muscle spindle maka diharapkan
tepi corpus, yang dapat mengiritasi duramater terjadi efek rileksasi. Prinsip lain dari latihan ini
dan membuat penurunan mobilitas/toleransi adalah gera-kan-gerakan kearah fleksi tulang
jaringan terhadap suatu regangan. Selain itu, punggung diha-rapkan terjadi regangan pada
jaringan ikat seperti ligamen dan kapsul ligamen foramen interver-tebral dan sendi facet,
menjadi ken-dur, instabil, sehingga menjadi sehingga dapat mengura-ngi penekanan akar
hipermobile, apa-bila terjadi pergerakan dari saraf. Pada otot sering terjadi stress atau

46 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


ketegangan sehingga menye-babkan nyeri. detik kemudian diberikan hentakan (thrust)
Dengan dilakukannya gerakan-gerakan fleksi pada akhir rom. Dengan adanya thrust berarti
pada punggung diharapkan de-ngan adanya terjadi regangan secara pasif, pada saat itu
penguluran otot-otot paravertebra sehingga pula akan terjadi pumping action yang akan
akan timbul relaksasi hal ini karena terulurnya melancarkan sirkulasi darah sehingga zat iritan
muscle spindle dan golgi tendon. De-ngan akan mudah terabsorbsi kemudian nyeri pun
dilakukannya gerakan fleksi pada vertebra, akan berkurang. Pada spondyloarthrosis lumbal,
diharapkan akan terjadi pembukaan diskus ba- untuk mencegah rasa nyeri seseorang terkadang
gian posterior sehingga mengurangi tekanan sering melakukan immobilisasi terhadap gerakan
pada radiks, sehingga nyeri akibat penekanan yang dapat memprovokasi nyerinya. Tentu saja
pada radiks akan berkurang. Tetapi harus hati- hal ini bila dibiarkan terus-menerus akan
hati pada kondisi cedera discus, karena akan menim-bulkan masalah. Oleh karena itu dengan
memperberat kondisi. Gerakan fleksi pada verte- pem-berian gapping segmental diharapkan
bra lumbal akan meningkatkan space atau ruang dapat me-lepaskan perlekatan intra artikular
sendi facets, sehingga mengurangi iritasi akibat sehingga tidak menempel pada sendi yang
benturan pada facet, sehingga nyeri dapat bersangkutan yang dapat mengakibatkan
berkurang. penurunan mobilitas. Gap-ping segmental yang
Pada ligament sering terjadi kontraktur diberikan juga akan mem-buka facet lumbal
(abnormal crosslink) sehingga menyebabkan yang menyempit dan mele-barkan foramen
nyeri gerak pada pola kapsular pattern. Dengan intervertebralis sehingga pene-kanan radix dan
dilakukan gerakan-gerakan fleksi sehingga duramater oleh osteofit berku-rang. Gapping
diharapkan terjadi penguluran ligament mening- yang diberikan terjadi pada satu segmen kanan
kat sehingga nyeri berkurang. atau kiri. Oleh karena itu iritasi pada
Gapping segmental adalah suatu teknik subchondral dan facet juga berkurang. Gap-ping
manipulasi berupa mobilisasi pasif yang diapli- dapat melepaskan perlekatan menisoid dari
kasikan dengan dorongan atau hentakan atau entrapment sehingga iritasi pada facet
Thrust dengan kecepatan tinggi dan amplitude berkurang atau hilang. Efek stretching pasif
kecil setelah akhir gerak sendi. Dengan meng- pada gapping segmental ini dapat mengurangi
gunakan posisi rotasi, lateral fleksi, dan fleksi rasa tidak nyaman akibat otot yang spasme atau
akan melepaskan perlekatan intra artikular kontraktur, dengan mengulur otot akan
mem-buka celah / locking yang terjadi pada menurunkan spasme oleh aktifitas golgi tendon
facet, dan melebarkan forament intervertebra organ dan akan menambah elongasi (panjang
lumbal se-hingga dapat mengurangi nyeri. Pada otot) sehingga otot akan menjadi lebih rileks
gapping segmental memiliki efek stretching pasif yang kemudian akan diikuti dengan penguluran
pada gapping segmental ini dapat mengurangi ligamentum. Dengan demikian nyeri pun dapat
rasa tidak nyaman akibat otot yang spasme atau berkurang.
kon-traktur, dengan mengulur otot akan Core stability adalah sebuah latihan yang
menurunkan spasme oleh aktifitas golgi tendon ditujukan untuk mengaktivasi kontraksi core
organ dan akan menambah elongasi (panjang muscle yang berfungsi untuk meningkatkan
otot) sehing-ga otot akan menjadi lebih rileks stabilisasi dari kolumna vertebralis untuk meme-
yang kemudian akan diikuti dengan penguluran lihara spine dalam posisi yang netral.
ligamen. Pada tahap kronis spondyloarthrosis Aktivasi core stability akan membantu
lumbal dapat me-ngakibatkan nyeri dan memelihara postur yang baik dalam melakukan
keterbatasan gerak lumbal yang diakibatkan gerakan pada lengan dan tungkai. Hal tersebut
oleh kontraktur pada ligament posterior dan menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas
spasme pada otot paralumbal. Pemberian postur (aktivasi otot-otot core stability) yang
gapping segmental dengan didahului mobilisasi optimal, maka mobilitas pada ektremitas dapat
pada grade IV untuk menghilangkan hambatan dilakukan dengan efesien.
ketegangan otot. Gapping dilakukan dalam Core stability memerlukan gerakan
posisi rotasi, lateral fleksi, dan fleksi de-ngan thrunk control dalam 3 bidang. Dalam memper-
dilakukan penekanan dalam bentuk doro-ngan tahankan stabilitas semua bidang gerak otot-
sehingga akan didapatkan end feel pada sendi otot teraktivasi dalam pola yang berbeda dari
yang bersangkutan lalu dipertahankan se-lama 3 fungsi primer atau utamanya. Diantaranya M.

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 47


Quadratus lumborum fungsi utamanya sebagai jaringan akan menjadi lebih baik, sehingga nyeri
stabilisator saat aktifasi dari bidang frontal. yang ter-jadi dapat dikurangi.
Aktifasi M. Qua-dratus lumborum terjadi pada Spondiloartrosis lumbalis merupakan
gabungan dengan fleksi, ektensi dan lateral sesuatu kondisi dimana terjadi proses degenera-
fleksi untuk menopang spine dalam bidang tive pada sendi intervetebralis lumbosacral yang
gerak, sehingga membuatnya lebih dari sekedar terjadi pada facet interverebralis, korpus
stabilisasi pada bidang frontal. interver-tebralis dan jaringan lunak disekitarnya.
Salah satu sumber dari otot-otot core Oste-oarthritis hasil dari perubahan degenerasi
adalah diagfragma, otot-otot pelvic dan abdo- sendi synovial dan sendi apophyseal pada
minal diperlukan untuk meningkatkan intra punggung bawah.
abdo-minal pressure dan membari rigiditas Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh
cylinder untuk menopang trunk, menurunkan berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya
beban pada otot-otot spine dan meningkatkan menyebabkan nyeri pinggang adalah strain
stabilitas trunk. Kontribusi diafragma pada intra lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar,
abdominal pressure penting sebelum gang-guan pada tulang (stenosis spinal, spondy-
menginervasi gerakan-gerakan extremitas, lolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang
sehingga trunk menjadi stabil. Pada akhir (spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang
komponen yang terpenting pada trunk terhadap kongeni-tal (spina bifida dan skoliosis) (William
otot-otot cere adalah otot-otot pelvic floor C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut,
karena kesulitan untuk menilai otot ini secara telah diobser-vasi bahwa sekitar 90% pasien
langsung sehingga sering diabai-kan. Dengan nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbal
latihan core stability akan mening-katkan intra (Jupiter Info-media, 2009). Sedangkan menurut
abdominal pressure (IAP) yang akan Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas
memberikan rigiditas cylinder untuk me- 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan
nopang trunk. Dari efek ini akan menurunkan non-mekanikal nyeri pinggang.
beban otot-otot paralumbal, otot lumbal menjadi Osteofit pada lumbal dalam waktu yang
rileks dan aliran darah lancar, sisa metabolisme lama dapat menyebabkan nyeri pinggang karena
cepat terbuang akhirnya rasa nyeri dapat ber- ukuran osteofit yang semakin tajam (Bruce M.
kurang. Mekanisme pengurangan nyeri pada Rothschild, 2009). Menurut Statement of Princi-
pen-derita nyeri Spondyloarthrosis Lumbalis ples Concerning (2005), spondylosis lumbar
terkait dengan mekanisme peningkatan fungsi dide-finisikan sebagai perubahan degeneratif
Intra Abdominal Pressure (IAP). Dimana IAP yang menyerang vertebra lumbar atau diskus
mem-persempit ruang yang terbentuk antara m. interver-tebralis, sehingga menyebabkan nyeri
Tran-versus abdominis, m. Obliqus internus, m. lokal dan kekakuan, atau dapat menimbulkan
Diaf-ragma dan otot-otot pelvic floor. Hal gejala-gejala spinal cord lumbar, cauda equina
tersebut me-nimbulkan tension atau tekanan atau kompresi akar saraf lumbosacral.
kepada fascia di daerah thoraco lumbal sehingga Spondylosis lumbal seringkali
meningkatkan stabilitas pada area lumbal. merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur
Begitu juga efek dari latihan core stabiliti akan tulang yang terbentuk karena adanya proses
mengembangkan kerja otot-otot dynamic penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi
muscular corset. Dengan terjadinya kontraksi umumnya terjadi pada segmen L4 L5 dan L5
yang terkoordinasi dan ber-samaan (Co- S1. Komponen-komponen vertebra yang
Contraction) dari otot-otot terse-but akan seringkali mengalami spondylosis adalah diskus
memberikan rigiditas celenders untuk menopang intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan
trunk, akibatnya tekanan intra diskal berkurang ligamentum flavum (John J. Regan, 2010).
dan akan mengurangi beban kerja dari otot Nyeri akibat Spondiloartrosis lumbal
lumbal, sehingga jaringan tidak mudah cidera, ada-lah diawali dengan suatu kondisi dimana
ketegangan otot lumbal yang abnormal terjadi proses kemunduran fungsi dan struktur
berkurang, Dengan terjadinya pelemasan pada pada punggung bawah. Hal ini disebabkan
otot diharapkan akan terjadi perbaikan muscle karena pro-ses usia. Pada nucleus pulposus
pump yang berakibat meningkatnya sirkulasi da- maupun annulus fibrous juga mengalami
rah pada jaringan otot punggung. Dengan demi- kemunduran fungsi yang ditandai dengan
kian supply makanan dan oksigen dalam menurunnya viskositas atau cairan sendi. Dalam

48 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


kondisi yang lama akan me-nyebabkan
pemipihan pada korpus tulang bela-kang. Pada Teknik Pengambilan Sampel
tepi korpus vertebra akan terjadi os-teofit, Dalam penelitian, teknik pengambilan
sehingga akan terjadi iritasi pada jaringan sampel dilakukan dengan teknik purposive sam-
sekitar maka timbul inflamasi jaringan atau pling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel
dapat juga terjadi penekanan pada kauda yang benar-benar mewakili suatu kelompok
equine. Kerusakan-kerusakan inilah yang diambil sebagai sampel. Teknik
menyebabkan nyeri pinggang bawah. pengambilan sampel ini dilakukan sesuai kasus
Pada kondisi lain nyeri juga dapat dise- yang diteliti dengan memilih orang-orang yang
babkan karena adanya spasme, spasme pada benar-benar mewakili kriteria yang telah
otot akan menyebabkan iskemik, iskemik ditetapkan. Peng-ambilan sampel dilakukan
menye-babkan nyeri, keadaan ini biasa disebut dengan cara pemerik-saan secara lengkap dan
vicious cyrcle. sistematis pada setiap pasien yang mengalami
Spasme otot-otot lumbal juga dapat me- keluhan nyeri lumbal dengan terlebih dahulu
ngakibatkan nyeri karena iskemia dari otot melakukan anamnesa kepada pasien kemudian
terse-but menekan pembuluh darah sehingga dilanjutkan dengan me-lakukan pemeriksaan
aliran darah akan melambat dan juga terjadi yaitu quick test, pemerik-saan fungsi gerak
penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap dasar aktif, pasif serta pe-meriksaan khusus
suatu rega-ngan. Dari kesemua faktor diatas sehingga diperoleh sampel pasien yang
akan menim-bulkan nyeri dan juga penurunan berindikasi positif mengalami gang-guan adanya
lingkup gerak sendi pada lumbal nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis.
Iritasi pada radiks atau kauda equine Teknik pengambilan sampel pada pene-
juga merupakan salah saatu penyebab litian ini yaitu dengan teknik purposive sampling,
timbulnya nyeri pada pinggang bawah. Yang yang menentukan kriteria inklusif, eksklusif, dan
tidak kalah pentingnya juga bahwa proses pengguguran. Adapun kriteria pengambilan
degenarasi juga terjadi gangguan mikro sampel:
sirkulasi. Kondisi ini akan menyebabkan 1. Kriteria Inklusif:
penumpukan sisa zat-zat sisa metabolisme. a. Umur 40-65 tahun
b. Laki-laki dan perempuan
c. Adanya nyeri lumbal akibat spondy-
loartrosis lumbalis
d. Pasien bersedia menjadi sampel
penelitian
Metode
Penelitian ini bersifat quasi
eksperimental dengan desain penelitian berupa a. Kriteria Ekslusif :
randomized con-trol group pre test-post test Nyeri lumbal yang disebabkan oleh spondy-
design untuk melihat pada perbedaan efek loartrosis lumbalis dengan HNP, neoplasma,
pemberian intervensi Williams Flexion Exercise spondylitis ankylosing, dan vertebrobasiler
dan core stability de-ngan Gapping segmental insufisiensy. TBC tulang, fraktur, osteoporo-
dan core stability terhadap pengurangan nyeri sis, acute disc dysfunction/ acute radicular
akibat spondy-loartrosis lumbalis yang pain.
diterapkan terhadap kelompok perlakuan I dan 2. Kriteria pengguguran :
kelompok perlakuan II. Nilai pengurangan nyeri a. Pasien tidak memenuhi jumlah frekuensi
diukur dan dievaluasi dengan menggunakan yang telah ditetapkan dan jika dalam
VAS, yang kemudian hasil-nya akan dianalisa pe-nelitian ditemukan kasus lain diluar
antara kelompok perlakuan I dan kelompok fokus penelitian.
perlakuan II sebelum dan sesudah b. Sampel telah sembuh sebelum mencapai
perlakuan.Pada penelitian ini dibagi menjadi dua frekuensi terapi yang telah ditentukan
kelompok yaitu satu kelompok diberi perlakuan dan merasa tidak perlu melanjutkan te-
dengan Williams Flexion Exercise dan core rapi.
stability dan satu kelompok lagi diberi perlakuan
dengan Gapping segmental dan core stability.

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 49


Instrumen Penelitian Latihan core stability adalah sebuah lati-
Visual analogue scale adalah suatu jenis han yang ditujukan untuk memfasilitasi Core
pengukuran intensitas nyeri. Secara Muscle yang berfungsi untuk meningkatkan
konvensional visual analogue scale adalah garis stabili-sasi dari kolumna vertebralis untuk
100 mm yang secara vertikal dan horizontal menjaga spine dalam posisi yang netral, latihan
diorientasikan de-ngan tanda ditempatkan pada ini difokuskan pada otot-otot lokal (local mus-
kedua ujung dengan kata-kata berlawanan. cles) yang letaknya lebih dalam (deep muscle),
Pada ujung se-belah kiri diberi tanda yang dilakukan sebanyak mungkin selama memung-
berarti nyeri yang tidak tertahankan. Pasien kinkan.
memberi tanda sepan-jang garis tersebut sesuai Setelah pasien mendapatkan intervensi
dengan intensitas nyeri yang dirasakan sebelum Williams Flexion Exercise dan core stability de-
pemberian intervensi dengan provokasi yaitu ngan Gapping segmental dan core stability maka
dengan meminta pasien gerakan ekstensi lumbal dilakukan pengukuran kembali dengan teknik
penuh dan diberikan kompresi secara perlahan. yang sama seperti sebelum dilakukan intervensi.
Latihan Williams Flexion merupakan suatu
teknik latihan atau penguluran yang dilakukan
untuk pemanjangan otot yang patologis berupa Hasil
pemendekan otot agar terjadi rileksasi pada otot Dari hasil pengumpulan data, maka sam-
tersebut oleh karena terulurnya muscle spindle ple dapat didekripsikan sebagai berikut ber-
dan golgi tendon. dasarkan karakteristik tertentu. Adapun des-
Gapping segmental adalah mobilisasi pasif kripsi data yang dipapaparkan antara lain
yang dilakukan dengan dorongan atau hentakan tentang jenis kelamin dan usia sampel.
dengan kecepatan tinggi dan amplitudo kecil se-
telah akhir gerak sendi yang melibatkan posisi
rotasi, lateral fleksi dan fleksi atau ekstensi.
Tabel 1
Distribusi sampel menurut jenis kelamin
Jenis kelamin Klp perlakuan 1 Klp perlakuan 2
N % N %
Laki-laki 5 50 % 5 50 %
Perempuan 5 50 % 5 50 %
Jumlah 10 100 % 10 100 %

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa pada ke- sampel laki-laki berjumlah 5 orang (50%) dan
lompok perlakuan I sampel laki-laki 5 orang banyaknya sampel perempuan berjumlah 5 orang
(50%) dan sampel perempuan berjumlah 5 orang (50%) dengan jumlah seluruhnya 10 orang
(50%) dengan jumlah seluruhnya 10 orang (100%).
(100%). Pada kelompok perlakuan II banyaknya
Tabel 2
Distribusi sampel menurut usia kelompok perlakuan I dan II
Usia Kelompok perlakuan 1 Kelompok perlakuan 2
(tahun) N % N %
40-44 2 20% 1 10%
45-49 2 20% 1 10%
50-54 2 20% 1 10%
55-59 1 10% 3 30%
60-64 3 30% 4 40%
Jumlah 10 100% 10 100%

Berdasarkan tabel 2 pada kelompok perlakuan I (20%), usia 50-54 tahun berjumlah 2 orang
sampel usia 40-44 tahun berjumlah 2 orang (20%), dan usia 55-59 tahun berjumlah 1 orang
(20%), usia 45-49 tahun berjumlah 2 orang (10%), usia 60-64 tahun berjumlah 3 orang

50 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


(30%), dengan jumlah seluruh sampel pada ke- sampel pada kelompok perlakuan 2 adalah 10
lompok perlakuan 1 adalah 10 orang (100%). orang (100%).
Pada kelompok perlakuan 2 sampel usia 40-44 ta-
hun berjumlah 1 orang (10%), usia 45-49 tahun Nilai VAS pada kelompok perlakuan I
berjumlah 1 orang (10%), usia 50-54 tahun ber- Pengukuran nilai VAS pada kelompok
jumlah 1 orang (10%), usia 55-59 tahun ber- perlakuan I sebelum dan sesudah intervensi ke-
jumlah 3 orang (30%), usia 60-64 tahun ber- VI, dengan skala VAS diperoleh data seperti yang
jumlah 4 orang (40%), dengan jumlah seluruh tercantum dalam tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3
Nilai Nyeri (VAS) sebelum dan sesudah intervensi kelompok perlakuan I
Sampel Pengukuran nilai nyeri (VAS) pada kelompok
perlakuan I
Sebelum Sesudah Selisih

1 60 12 48
2 65 10 55
3 70 15 55
4 52 7 45
5 55 10 45
6 50 59 -9
7 55 5 50
8 71 15 56
9 50 14 36
10 63 8 55
Mean 59,10 15,50 43,60
SD 7,89 15,65 19,52

Berdasarkan data dari tabel 3, data yang diper- intervensi ke-VI maka didapat Mean sebesar
oleh dari nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis 43,60 dengan nilai SD sebesar 19,52.
pada kelompok perlakuan I diketahui nilai Mean
sebelum dilakukan intervensi sebesar 59,10 Nilai VAS pada kelompok perlakuan II
dengan nilai SD sebesar 7,89 Sedangkan nilai Pengukuran nilai VAS pada kelompok per-
Mean setelah pemberian intervensi ke-VI menu- lakuan II sebelum dan sesudah intervensi ke-VI,
run menjadi 15,50 dengan SD sebesar 15,65 dan dengan skala VAS diperoleh data seperti yang
jika dilakukan penghitungan antara selisih sebe- tercantum dalam tabel 4 dibawah ini:
lum dilakukan intervensi dan setelah pemberian
Tabel 4
Nilai VAS sebelum dan sesudah intervensi kelompok perlakuan II
Sampel Pengukuran Nilai VAS Pada Kelompok
Perlakuan II
Sebelum Sesudah Selisih
1 70 17 53
2 63 7 56
3 54 13 41
4 61 15 46
5 55 12 43
6 58 11 47
7 49 5 44
8 67 14 53
9 57 10 47
10 48 19 29
Mean 58,20 12,30 45,90
SD 7,19 5,64 7,65

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 51


Berdasarkan data dari tabel 4, data yang diper- vensi ke-VI maka didapat Mean sebesar 45,90
oleh dari nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis dengan nilai SD sebesar 7,65.
pada kelompok perlakuan II diketahui nilai Mean
sebelum dilakukan intervensi sebesar 58,20 de- Rata-rata Pengukuran VAS
ngan nilai SD 7,19 Sedangkan nilai Mean setelah Nilai pengukuran VAS sebelum dan sesu-
pemberian intervensi ke-VI menurun menjadi dah intervensi pada kelompok perlakuan I dan
16,40 dengan SD sebesar 19,23 dan jika dila- kelompok perlakuan II dapat dilihat pada tabel 5
kukan penghitungan antara selisih sebelum di- dan tabel 6 sebagai berikut :
lakukan intervensi dan setelah pemberian inter-
Tabel 5
Nilai VAS pada kelompok perlakuan I
Sampel Pengukuran nilai VAS pada kelompok perlakuan I
Sebelum I II III IV V VI
1 60 50 46 37 29 20 12
2 65 44 38 30 26 14 10
3 70 61 52 43 36 27 20
4 52 43 37 26 19 12 7
5 45 40 35 39 32 26 20
6 50 45 55 36 30 25 23
7 55 49 40 65 50 34 20
8 71 63 45 53 35 22 15
9 50 42 36 28 20 17 14
10 63 55 41 49 32 24 8
Mean 59,10 49,20 42,50 40,60 30,90 22,10 14,90
SD 7,89 8,05 6,85 12,23 8,81 6,59 5,64

Berdasarkan data dari tabel 5 data yang diper- ngan nilai SD sebesar 7,89 Sedangkan nilai Mean
oleh dari nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis setelah pemberian intervensi ke-VI menurun
pada kelompok perlakuan I diketahui nilai Mean menjadi 15,50 dengan SD sebesar 15,65.
sebelum dilakukan intervensi sebesar 59,10 de-
Tabel 6
Nilai VAS pada kelompok perlakuan II
Sampel Pengukuran nilai VAS pada kelompok perlakuan II
Sebelum I II III IV V VI
1 70 63 52 40 33 25 17
2 63 55 42 31 24 15 7
3 54 41 35 28 20 16 13
4 61 50 55 38 29 20 15
5 55 48 40 32 23 15 12
6 58 51 41 35 26 17 11
7 49 40 32 24 17 10 5
8 67 59 40 49 41 24 14
9 57 50 42 31 24 16 10
10 48 40 31 39 30 27 19
Mean 58, 20 49,70 41,00 34,70 26,70 18,50 12,30
SD 7,19 7,88 7,73 7,11 6,89 5,35 4,29

Berdasarkan data dari tabel 6 data yang diper- dengan nilai SD 7,19 Sedangkan nilai Mean sete-
oleh dari nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis lah pemberian intervensi ke-VI menurun menjadi
pada kelompok perlakuan II diketahui nilai Mean 12,30 dengan SD sebesar 4,29.
sebelum dilakukan intervensi sebesar 58,20

52 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


Uji Kompatibility untuk mendapatkan perhitungan data yang lebih
Sebelum dilakukan perhitungan untuk tepat pada uji analisis data berikutnya. Pada uji
membedakan nilai data sampel pada kelompok kompatibilitas ini akan dibandingkan data sampel
perlakuan I dan kelompok perlakuan II diperlu- sebelum intervensi pada kelompok perlakuan I
kan uji kelayakan untuk mengetahui nilai p equal dan kelompok perlakuan II, didapatkan hasil se-
variances assumed dan nilai p equal variances bagai berikut :
not assumed, uji kompatibilitas ini dilakukan
Tabel 7
Uji kompabilitas Nilai Nyeri VAS pada kelompok perlakuan I dan II
sebelum intervensi

Kelompok Mean SD P

Sebelum Intervensi I 59,10 8,72 0,540


Sebelum Intervensi II 58,20 7,19 0,793

Berdasarkan tabel 7 diatas hasil perhitungan de- ingin mengetahui apakah ada perbedaan hasil
ngan menggunakan uji kompatibilitas dengan terapi pada kelompok perlakuan I yang meng-
menggunakan t- tes independen didapatkan nilai gunakan Williams flexion Exc dan Core Stability
p pada leven tes = 0,540 dan nilai p pada uji t- dengan kelompok perlakuan II yang meng-
test = 0,793 karena hasil p > (0,05) maka da- gunakan intervensi Gapping Segmental dan Core
pat disimpulkan uji hipotesis III menggunakan Stability, ketiga pengujian tersebut adalah seba-
hasil sesudah intervensi. gai berikut :
Hipotesis I adalah untuk mengetahui efek inter-
Pengujian Hipotesis vensi Williams Flexion Exercise dan core stability
Di dalam penelitian ini terdapat tiga buah terhadap pengurangan nyeri akibat spondy-
hipotesa dimana masing-masing dari hipotesa loarthrosis lumbalis. Untuk menguji signifikasi dua
tersebut akan di uji untuk menentukan apakah sampel yang saling berpasangan (related) pada
ada perbedaan penurunan nyeri akibat spondy- kelompok perlakuan I digunakan uji Wilcoxon
loartrosis lumbalis sebelum dan sesudah inter- singed rank. Dengan pengujian hipotesa Ho di-
vensi pada masing-masing kelompok perlakuan I terima bila nilai P > nilai (0,05). Sedangkan Ho
dan kelompok perlakuan II selain itu peneliti juga ditolak bila nilai P < (0,05).
Tabel 8
Uji Hipotesis I Nilai Pengukuran Nyeri VAS pada
kelompok perlakuan I sebelum dan sesudah intervensi

Kelompok Mean SD P. Value


Wilcoxon test

Sebelum Intervensi I 59,10 7,89 0,007


Sesudah Intervensi I 15,50 15,65

Adapun hipotesis yang ditegakkan adalah : Berdasarkan data dari tabel 8 diatas maka dida-
Ho : Tidak ada efek intervensi Williams Flexion patkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa
Exercise dan Core Stability terhadap pengurangan nilai P-value = 0,007 P < (0,05). Hal ini berarti
nyeri akibat spondyloartrosis lubmbalis. Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Ha : Ada efek intervensi Williams Flexion Exercise ada efek yang signifikan terhadap pemberian
dan core stability terhadap pengurangan nyeri intervensi Williams Flexion Exercise dan core
akibat spondyloartrosis lumbalis.. stability terhadap pengurangan nyeri akibat

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 53


spondyloartrosis lumbalis antara sebelum dan yang saling berpasangan (related) pada kelom-
sesudah intervensi. pok perlakuan II uji Wilcoxon. Dengan pengujian
Hipotesis II adalah untuk mengetahui efek inter- hipotesa Ho gagal ditolak bila nilai P > nilai
vensi Gapping segmental dan core stability terha- (0,05). Sedangkan Ho ditolak bila nilai P <
dap pengurangan nyeri akibat spondyloartrosis (0,05).
lumbalis. Untuk menguji signifikasi dua sampel
Tabel 9
Uji Hipotesis II Nilai Pengukuran Nyeri VAS pada kelompok perlakuan II sebelum dan
sesudah intervensi

Kelompok Mean SD P. Value


Wilcoxon test

Sebelum Intervensi II 58,20 7,19 0,007


Sesudah Intervensi II 16,40 19,23

Adapun hipotesis yang ditegakkan adalah : ngurangan nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis
Ho : Tidak ada efek intervensi Gapping segmental antara sebelum dan sesudah intervensi.
dan core stability terhadap pengurangan nyeri Hipotesis III adalah untuk mengetahui perbedaan
akibat spondyloartrosis lumbalis. efek intervensi Williams Flexion Exercise dan core
Ha : Ada efek intervensi Gapping segmental dan stability dengan Gapping segmental dan core
core stability terhadap pengurangan nyeri akibat stability terhadap pengurangan nyeri akibat
spondyloartrosis lumbalis. spondyloartrosis lumbalis. Untuk menguji sig-
Berdasarkan data dari tabel 9 diatas maka dida- nifikan komparatif dua sampel yang tidak berpa-
patkan hasil uji WilcoxonW menunjukkan bahwa sangan (independent) atau mencari beda penga-
nilai P-value = 0,007 P < (0,05). Hal ini berarti ruh pada kelompok perlakuan I dan kelompok
Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan II digunakan uji Mann WhitneyU.
ada efek yang sangat signifikan intervensi Gap- Dengan pengujian hipotesa Ho diterima bila nilai
ping segmental dan core stability terhadap pe- P > nilai (0,05). Sedangkan Ho ditolak bila nilai
P < nilai (0,05).

Tabel 10
Uji Hipotesis III Nilai Pengukuran Nyeri VAS
pada kelompok perlakuan I dan II sesudah intervensi

Kelompok Mean SD P. Value


Wilcoxon test

Sesudah Intervensi I 15,50 15,65 0,909


Sesudah Intervensi II 16,40 19,23

Adapun hipotesis yang ditegakkan adalah : Berdasarkan tabel 10 diatas dengan sampel ma-
Ho: Tidak ada perbedaan efek intervensi Williams sing-masing kelompok berjumlah 10 orang di-
Flexion Exercise dan core stability dengan Gap- dapat dengan nilai mean pada kelompok per-
ping segmental dan core stability terhadap pe- lakuan I adalah 14,90 dengan SD 5,64 Se-
ngurangan nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis. dangkan nilai mean pada kelompok perlakuan II
Ha: Ada perbedaan efek intervensi Williams Fle- adalah 12,30 dengan SD 4,29 Dengan Uji Mann
xion Exercise dan core stability dengan Gapping WhitneyU didapatkan hasil nilai P-value = 0,909
segmental dan core stability terhadap pe- P > (0,05), sehingga Ho diterima. Ini berarti ti-
ngurangan nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis. dak terdapat perbedaan efek antara intervensi

54 Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012


Williams Flexion Exercise dan core stability efek intervensi Williams Flexion Exercise dan core
dengan Gapping segmental dan core stability stability dengan Gapping segmental dan core
terhadap pengurangan nyeri akibat spondy- stability terhadap pengurangan nyeri akibat
loartrosis lumbalis. Sehingga berdasarkan hasil spondyloartrosis lumbalis.
data tersebut diatas maka pada akhir penelitian
dapat disimpulkan bahwa: Daftar Pustaka
1. Ada efek yang signifikan pemberian intervensi Braggins, Sheila, 2000, Back Care a Clinical
Williams Flexion Exercise dan core stability Appoach, Toronto.
terhadap pengurangan nyeri akibat Spondy-
loartrosis Lumbalis dengan nilai P-value = Bruce M. Rothschild, 2009, Spondyloarthrosis
0,007 yang berarti terdapat pengaruh yang Lumbal.
sangat signifikan antara sebelum dan sesudah
pemberian intervensi pada kelompok perlakuan Chaitow Leon, 2003, Modern Neumucular
I. Techniques, Churchil living Stone, USA
2. Ada efek yang signifikan pemberian Gapping
segmental dan core stability terhadap pengu- Ganong, William F, 2008, Fisiologi Kedokteran,
rangan nyeri akibat Spondyloartrosis Lumbalis EGC, Edisi 22 Jakarta.
dengan nilai P-value = 0,007 yang berarti ter-
dapat pengaruh yang sangat signifikan antara Graham, Appley A, Louis Solomon, Buku Ajar
sebelum dan sesudah pemberian intervensi Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, edisi
pada kelompok perlakuan II. ketujuh, Widya Medika
3. Tidak ada perbedaan efek antara Williams
Flexion Exercise dan core stability dengan Hertling, Darlene and Randolph MK, Management
Gapping segmental dan core stability terhadap of common musculoskeletal disorders,
pengurangan nyeri akibat spondyloartrosis 2006
lumbalis dengan nilai P-value = 0,909 yang
berarti tidak ada perbedaan pengaruh yang Irfan, 2010, Fisioterapi bagi insan stroke, Graha
signifikan antara pemberian intervensi Ilmu, Jakarta

Kesimpulan Meliala, Nyeri punggung bawah, PERDOSSI, 2003


Berdasarkan hasil penelitian dan pemba-
hasan maka kesimpulan yang akan diambil ada- Rubenstein, Exercise Ideas for Core Strengtening,
lah sebagai berikut: Ada efek intervensi Williams Tachoma, Washington, 2005
Flexion Exercise dan core stability terhadap pe-
ngurangan nyeri akibat spondyloartrosis lumbalis. Sheila, Braggins, MCSP SRP, 2000, Back Care- A
Ada efek intervensi Gapping segmental dan core Clinical Approach, Churchill Livingstone,
stability terhadap pengurangan nyeri akibat London.
spondyloartrosis lumbalis. Tidak ada perbedaan

Jurnal Fisioterapi Volume 12 Nomor 1, April 2012 55

Anda mungkin juga menyukai