Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

Tumor adalah pertumbuhan abnormal jaringan tubuh. Tumor bisa menjadi


kanker (maligna) dan bisa juga tidak menjadi kanker (Benigna). Tumor bisa
tumbuh di jaringan tubuh manapun, misalnya tumor yang berada di saraf pusat.
Tumor di saraf pusat banyak macamnya, menurut WHO tumor yang berada di
sistem saraf terbagi menjadi 6 yaitu, tumor jaringan saraf epitel, tumor kranial
dan saraf paraspinal, tumor menings, limfoma dan hematopoitik, tumor sel germ,
tumor regio sellar, dan tumor metastasis. Tumor astrosit adalah salah satu bagian
dari tumor jaringan saraf epitel.
Astrositoma berasal dari kata astrosit yang berarti sel glia yang paling
besar dan kata oma, yang berarti keganasan. Dengan demikian Astrositoma berarti
keganasan dari sel astrosit. Dan merupakan tipe tumor otak yang paling banyak
ditemukan pada anak-anak maupun pada orang-orang yang berumur antara 20
sampai 40 tahun.
Astrositoma merupakan tumor otak yang paling sering dan mencakup 60%
dari neoplasma glial. Tumor ini berasal dari sel-sel neuroglial astrosit dan dapat
timbul baik dari vermis atau lobus lateral pada cerebellum. Astrositoma
kebanyakan ditemukan berbatas tegas dan cenderung berupa kistik, dengan
neoplasma terbatas pada nodul dengan intramural yang kecil. Kadang-kadang,
astrositoma membentuk massa tumor padat yang melibatkan otak kecil, vermis,
dan bagian otak yang terhubung dari lesi.

1
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn JT
Tanggal lahir : 10 Juni 1967 (47 tahun)
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen protestan
Status : Sudah menikah
Alamat : Masohi
No. rekam medik : 18 57 61
Tanggal pemeriksaan : 18 Juli 2014
Tanggal masuk RS : 15 Juli 2014

B. Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan utama
Nyeri kepala
2. Anamnesis terpimpin
- Anamnesis sistematis
Dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seluruh
daerah kepala seperti tertusuk-tusuk, dan hilang timbul jika pasien
mengonsumsi obat nyeri kepala yang dibeli sendiri. Pasien mengeluh
sakit kepala memberat sejak 2 hari yang lalu, hingga menurut
keluarga pasien sering berteriak-teriak. Keluhan disertai demam naik
turun kadang disertai menggigil, muntah 1 kali berisi makanan, makan-
minum berkurang, tauma (-), BAK dan BAB lancar normal.
- Riwayat kebiasaan: pola makan teratur, olahraga jarang, merokok (+),
konsumsi alkohol (+)
- Riwayat pengobatan: sebelumnya pasien minum obat penghilang nyeri
yang dibeli sendiri dan anti malaria yang didapat dari RSUD Masohi

2
- Riwayat penyakit keluarga: tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan yang sama
- Riwayat pekerjaan/keluarga/hobi: Saat ini aktivitas pasien sehari-hari
sebagai wiraswasta

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Status gizi : kesan cukup
Kesadaran : Delirium
Tanda Vital
Tekanan darah :120/70 mmHg BB : 55 kg
Nadi : 78 x/menit, regular Tinggi: 161 cm
Pernafasan : 21x/menit
Suhu : 37,1 C

Kepala : Bentuk normosefal, wajah simetris, deformitas (-)


Mata : Eksoftalmus (-),endoftalmus (-), ptosis (-), refleks kornea
(+/+),konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-).
Telinga : Pendengaran normal,tofi (-/-), deformitas(-),serumen (-/-),
nyeri tekan prosesus mastoideus (-/-).
Hidung : Rinore (-/-), deformitas (-), deviasi septum nasal (-),
pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), gigi geligi intak, perdarahan gusi (-), tonsil
T1-T1, faring normal, hiperemis (-), lidah bersih.
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
gondok (-), JVP 5-2 cm H2O, pembuluh darah teraba, kaku
kuduk (-), tumor (-).

3
Dada
1. Paru
a. Inspeksi: Gerakan napas simetris (kiri-kanan), bentuk simetris,
venektasi (-), buah dada simetris, pelebaran sela iga (-), deformitas (-),
benjolan (-), jaringan parut (-).
b. Palpasi : Tidak ada pergeseran trakea, nyeri tekan (-), fremitus taktil
normal (tidak meningkat maupun berkurang).
c. Perkusi : Paru kiri dan kanan sonor, batas bawah paru belakang setinggi
torakal X dan batas kanan lebih tinggi 1 jari dari batas kiri.
d. Auskultasi: Bunyi pernafasan : vesikuler kiri-kanan
Bunyi tambahan : ronki -/-, wheezing -/-
2. Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
b. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V sejajar midklavicula sinistra,
kuat angkat (+), thrill (-)
c. Perkusi : Pinggang jantung di ICS III dekstra, batas jantung di linea
sternalis dekstra, batas kiri jantung di linea midklavicula sinistra
d. Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular normal, murmur (-), gallop
(-)
Perut
a. Inspeksi : Datar, supel, purpura (-), ikterus (-),stria (-), jaringan parut
(-).
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Peristaltik usus normal 4 kali/menit

Punggung
a. Inspeksi : Skoliosis(- ), lordosis (-), kifosis (-), massa (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-)
c. Nyeri ketok : CVA (-/-)
d. Auskultasi : Vesikuler

4
e. Gerakan : Simetris kiri kanan
Alat genitalia : Tidak Diperiksa
Anus dan rektum : Tidak Diperiksa
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, sianosis (-/-),atrofi otot (-/-),
turgor baik.

D. Status Neurologis
GCS : 10 (E3V2M5)
N. I : Sulit dievaluasi
N. II :
Ketajaman penglihatan : sulit dievaluasi
Lapangan pandang : sulit dievaluasi
Funduskopi : tidak diperiksa
Blink Reflex : Positif kedua mata

N. III, IV, VI :
Celah kelopak mata : normal
Ptosis : sulit dievaluasi
Eksoftalmus : sulit dievaluasi
Ptosis bola mata : sulit dievaluasi
Pupil :
Ukuran/bentuk : OD: 4 mm/bulat, OS: 3 mm/bulat
Isokor/anisokor : Anisokor
Refleks cahaya langsung/tak langsung : OD: +/-, OS:+/+
Refleks akomodasi : sulit dievaluasi
Gerakan bola mata
Parese ke arah : sulit dievaluasi
Nistagmus : sulit dievaluasi

N. V (Trigeminus):
Sensibilitas:
- NV1 : sulit dievaluasi
5
- NV2 : sulit dievaluasi
- NV3 : sulit dievaluasi
Motorik : Inspeksi/palpasi (Istirahat/menggigit) : simetris/sulit dievaluasi
Refleks dagu/masseter: sulit dievaluasi
Refleks kornea : +/+ mengedip

N. VII (Fasialis)
- Motorik: M. frontalis M. orbik. okuli M. orbik. oris
- Istirahat : simetris simetris simetris
- mimic : sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi
- Pengecap 2/3 lidah bagian depan: tidak diperiksa

N. VIII(Vestibulokoklearis)
- Pendengaran : sulit dievaluasi
- Test rinne/weber : sulit dievaluasi
- Tes Swabach : sulit dievaluasi
- Fungsi vestibuler : sulit dievaluasi

N. IX/X (Glosofaringeus/Vagus)
Posisi arkus faring : sulit dievaluasi
Refleks telan/muntah : sulit dievaluasi
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : tidak diperiksa
Suara : sulit dievaluasi
Takikardia/bradikardia : (-/-)

N. XI (Aksesorius):
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : sulit dievaluasi
Angkat bahu : sulit dievaluasi

N.XII (Hipoglosus):
Deviasi lidah : sulit dievaluasi
Fasikulasi : sulit dievaluasi
Atrofi : sulit dievaluasi

6
Tremor : sulit dievaluasi
Ataksia : sulit dievaluasi

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk :-
Kernig sign : -/-
Brudinski I :-
Brudinski II : -/-

Ekstremitas
Motorik
Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Trofi otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Motorik Kesan Hemiparese Sinistra

Tonus otot Eutoni hipotoni Eutoni Hipotoni

Refleks fisiologik
- Biceps ++ + KPR ..++ +.
- Triceps ++ + APR ++ +
- Radius ++ +
- Ulna ++ +

Klonus
Lutut : -/-
Kaki : -/-
Refleks patologik
Hoffman-trommer : -/-
Babinski : +/+
Chaddock : -/-
Schaefer : - /-
7
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-

Sensorik
Ekstroseptif
Nyeri : sulit dievaluasi
Suhu : sulit dievaluasi
Raba halus : sulit dievaluasi
Proprioseptif : sulit dievaluasi
Fungsi kortikal : sulit dievaluasi

Koordinasi dan kesimbangan


Tes jari hidung : Tidak dapat dilakukan
Tes tumit : Tidak dapat dilakukan
Tes pronasi supinasi : Tidak dapat dilakukan
Tes telunjuk telunjuk : Tidak dapat dilakukan
Tes romberg : Tidak dapat dilakukan
Gait : Tidak dapat dilakukan

Sistem otonom
Miksi : menggunakan kateter
Defekasi : tidak sadar

E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Rutin
Laboratorium Kimia Darah
Elektrolit
Protein Urin
EKG
CT-Scan Kepala
Foto Ro Thorax

8
a. Dilakukan pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin pada tanggal 15-07-
2014, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1.
Hematologi Hasil Nilai Rujukan Unit

WBC 7.0 4-10 [103/mm3]

RBC 4.33 3.8-6.5 [106/mm3]

HBG 10.5 11.5-17 [g/dL]

HCT 34.5 37-54 [%]

MCV 80 80-100 [fL]

MCH 24.3 27-32 [pg]

MCHC 30.5 32-36 [pg]

PLT 282 150-500 [103/mm3]

NEU 86.9 50-70 [%]

LYM 9.6 25-40 [%]

MON 2.3 2-8 [%]

EOS 1.1 2-4 [%]

BAS 0.1 0-1 [%]

Kesan: Anemia Normositik Normokrom


b. Dilakukan pemeriksaan Laboratorium Kimia Darah pada tanggal 15-07-
2014, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2.
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Gula darah puasa 87 75-115 mg/dl

Ureum 10 10-40 mg/dl

9
Kreatinin 0,5 0,6-1,2 mg/dl

Asam urat 2,5 < 6,0 mg/dl

Kolesterol 205 < 200 mg/dl

Trigeliserida 137 < 150 mg/dl

HDL 39 40 mg/dl

LDL 138 100 mg/dl

SGOT 25 < 31 U/L

SGPT 19 < 32 U/L

Bilirubin
Total 0,6 < 1,5 mg/dl
Direct 0,2 < o,5 mg/dl
Indirect 0,4 < 1,1 mg/dl

Kesan: Dislipidemia
c. Dilakukan pemeriksaan Elektrolit pada tanggal 18-07-2014, dengan hasil
sebagai berikut:
Table 3.
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Natrium 136 136-145 mmol/L

Kalium 3.6 3.5-5.1 mmol/L

Klorida 99 98-106 mmol/L

Kesan: Normal
d. Protein Urin : negatif
e. Dilakukan pemeriksaan Elektokardiografi pada tanggal 15-07-2014,
dengan hasil sebagai berikut:

10
Gambar 1. EKG
Kesan: EKG varian normal
f. Dilakukan pemeriksaan CT-Scan pada tanggal 15-7-2014, dengan hasil
sebagai berikut:

Gambar 2. CT-Scan Kepala Non Kontras Irisan Axial


- Tampak massa slight hiperdens intraaxial, batas tegas, permukaan
regular, ikuran 7 x 11 cm dengan finger like edema di sekitarnya
pada regio temporoparietooccipitalis kanan yang mendesak dan
menyempitkan ventrikel lateralis kanan sehingga ventrikel lateralis
kiri tampak dilatasi
- Midline shift ke kiri sejauh 6 cm

11
- Sulci dan gyri obliterans
- System ventrikel lainnya dan ruang subarachnoid dalam batas
normal
- Pons, CPA dan cerebellum dalam batas normal
- Kalsifikasi fisiologis pada pineal body
- Sinus paranasalis yang terscan dalam batas normal
- Kalsifikasi fisiologis pada pineal body
- Sinus paranasalis yang terscan dakam batas normal
- Kedua bulbus oculi dan ruang retrobulber yang terscan dalam batas
normal
- Tulang-tulang intak
Kesan: Massa intraaxial regio temporoparietooccipital dextra disertai
herniasi subfalcine, sugestif Astrositoma

F. Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis :Penurunan kesadaran, hemiparese sinistra, sefalgia
kronis progresif
Diagnosis Topis : Hemisfer dekstra, supratentorial
Diagnosis Etiologi :Massa intraaxial regio temporoparietooccipital
dextra
Kesimpulan :SOL suspek Astrositoma at regio
temporoparietooccipital dextra

G. Diagnosis Banding
Oligodendroglioma
Cerebritis

H. Penatalaksanaan
O2 lpm
IVFD Nacl 09% : RL
Diet cair 6 x 200 cc
12
Dexamethasone 2 x 2 amp/ IV
Ranitidin 2 x 1 amp/ IV
Ketorolac 3 x 30 mg
Domperidon 10 mg 3 x 1 tab
Sohobion drip 2 x 1 amp/ 12 jam
KIE keadaan sakit
Rencana rujuk

I. Prognosis
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationem : Dubia ad malam
Ad vitam : Dubia ad malam

13
Tanggal/Jam Hasil Pemeriksaan, Analisa, Dan Tindak Lanjut

Catatan Perkembangan

S (Subjective), O (Objective), A P (Planning)


(Assessment)

19/07/2014 S: gelisah, nyeri kepala P:

O: GCS: E3M5V2, O2 lpm


TD: 110/80 mmHg IVFD Nacl 09% : RL
N: 64x/menit Diet cair 6 x 200 cc
P: 18x/menit Dexamethasone 2 x 2
S: 36,5o C amp/ IV (5-7 hari)
Mata: pupil anisokor Ranitidin 2 x 1 amp/
Ekstremitas: kesan hemiparesis IV
sinistra Ketorolac 3 x 30 mg
Refleks patologi babinski (+). Domperidon 10 mg 3
A: Tumor Otak Astrositoma x 1 tab
Sohobion drip 2 x 1
amp/ 12 jam
KIE keadaan sakit
Rencana rujuk
20/07/2014 S: gelisah, nyeri kepala P:

O: GCS: E4M5V3, O2 lpm


TD: 110/70 mmHg IVFD Nacl 09% : RL
N: 72x/menit Diet cair 6 x 200 cc
P: 20x/menit Dexamethasone 2 x 2
S: 36,7o C amp/ IV
Mata: pupil anisokor Ranitidin 2 x 1 amp/

14
Ekstremitas: kesan hemiparesis IV
sinistra
Ketorolac 3 x 30 mg
Motorik:
Domperidon 10 mg 3
5 2
x 1 tab
5 2
Sohobion drip 2 x 1
Refleks patologi babinski (+).
amp/ 12 jam
A: Tumor Otak Astrositoma
21/07/2014 S: gelisah berkurang, nyeri kepala P:

O: GCS: E4M6V4, Infus potong pendek


TD: 100/70 mmHg Diet cair 6 x 200 cc
N: 70x/menit Dexamethasone 2 x 1
P: 18x/menit amp/ IV
S: 36,6o C Ranitidin 2 x 1 amp/
Mata: pupil isokor IV
Ekstremitas: kesan hemiparesis Ketorolac 3 x 30 mg
sinistra Domperidon 10 mg 3
Motorik: x 1 tab
5 2
Sohobion drip 2 x 1
5 2
amp/ 12 jam
Refleks patologi babinski (+).

A: Tumor Otak Astrositoma


22/07/2014 S: gelisah berkurang, nyeri kepala P:

O: GCS: E4M6V5, Infus potong pendek


TD: 90/60 mmHg Dexamethasone 2 x 1
N: 68x/menit amp/ IV
P: 18x/menit Ranitidin 2 x 1 tab ac
S: 36,7o C Sohobion 2 x 1 tab
Mata: pupil isokor Asam mefenamat 3 x
Ekstremitas: kesan hemiparese 500 mg

15
sinistra
Motorik:
5 2
5 2

Refleks patologi babinski (+).

A: Tumor Otak Astrositoma


23/07/2014 S: nyeri kepala berkurang P:

O: GCS: E4M6V5, Aff Infus


TD: 100/70 mmHg Dexamethasone 2 x 1
N: 72x/menit tab
P: 20x/menit Ranitidin 2 x 1 tab ac
S: 36,5o C Sohobion 2 x 1 tab
Mata: pupil isokor Asam mefenamat 3 x
Ekstremitas: kesan hemiparese 50 mg
sinistra KIE keadaan sakit
Motorik: Rencana rujuk
5 2

5 2

Refleks patologi babinski (+).

A: Tumor Otak Astrositoma


24/07/2014 S: keadaan umum membaik P:

O: GCS: E4M6V5, Dexamethasone 2 x 1


TD: 90/60 mmHg tab
N: 70x/menit Ranitidin 2 x 1 tab ac
P: 20x/menit Sohobion 2 x 1 tab
S: 36,7o C Asam mefenamat 3 x
Mata: pupil isokor 50 mg
Ekstremitas: kesan hemiparese
sinistra

16
Motorik:
5 2
5 2

Refleks patologi babinski (+).

A: Tumor Otak Astrositoma

25/07/2014 S: keadaan umum baik P:

O: GCS: E4M6V5, Dexamethasone 2 x 1


TD: 110/70 mmHg tab (hari terakhir)
N: 70x/menit Ranitidin 2 x 1 tab ac
P: 18x/menit Sohobion 2 x 1 tab
S: 36,4o C Asam mefenamat 3 x
Mata: pupil isokor 50 mg
Ekstremitas: kesan hemiparese Pasien meminta
sinistra pulang
Motorik:
5 3

5 3

Refleks patologi babinski (+).

A: Tumor Otak Astrositoma

17
DISKUSI

Pasien perempuan umur 47 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala


dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seluruh daerah kepala
seperti tertusuk-tusuk, dan hilang timbul. Pasien mengeluh sakit kepala
memberat sejak 2 hari yang lalu, hingga menurut keluarga pasien sering
berteriak-teriak. Keluhan disertai demam naik turun kadang disertai menggigil,
muntah 1 kali berisi makanan, makan-minum berkurang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran stupor, GCS: E3M2V5,
tekanan darah: 120/70 mmHg, nadi: 78x/menit, pernapasan: 21x/menit, suhu:
37,1o C, pada pemeriksaan pupil anisokor, ekstremitas kesan hemiparsis sinistra
dan pemeriksaan refleks patologi babinski (+).
Pada pemeriksaan CT-Scan kesan massa intraaxial regio
temporoparietooccipital dekstra disertai herniasi subfalcine, sugestif
Astrositoma.
1. Defenisi SOL1,2
Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah
radiologisnya disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL).
Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu disfungsi neurologis
yang progresif. pertumbuhan tumor yang lambat akan memberikan gejala yang
muncul perlahan, tumor pada posisi yang vital cenderung menimbulkan gejala
yang lebih cepat.

Pada pasien ini ditemukan gejala dan tanda disfungsi neurologis yang
timbul perlahan dengan onset gejala selama 1 bulan.

2. Gejala Klinis1,2,3

Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum,
gejala lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor.

18
a. Gejala Klinik Umum
Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses difus
dari tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor jinak. Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat
berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya memberikan gejala-
gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan
oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian
memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan
dengan tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan
kejang.
Perubahan status mental
Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari,
lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi,
bahkan psikosis. Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering
disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari
disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi,
halusinasi, atau letargi.
Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20%
penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di
kepala seolah-olah mau meledak. Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan
episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga
intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat
kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh
batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik. Lokasi nyeri
yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di
fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler
ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi
tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.

19
Muntah
Muntah sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan dengan
makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak didahului oleh
mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior.

Kejang
Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-
15% penderita tumor otak. Sekitar 20-50% pasien tumor otak menunjukan
gejala kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa
mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang yang berkaitan dengan
tumor otak ini awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya
kerusakan fokal serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat
menjadi kejang umum yang terutama merupakan manifestasi dari
glioblastoma multiform. Kejang biasanya paroksimal, akibat defek
neurologis pada korteks serebri. Kejang parsial terjadi akibat penekanan
area fokal pada otak dan menifestasi pada ekstremitas lokal tersebut,
sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer
serebri.

Edema Papil
Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang
perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.

Pada pasien ini ditemukan beberapa gambaran umum seperti


perubahan status mental gelisah hingga delirium, nyeri kepala tak
tertahankan, dan muntah. Tidak ada riwayat kejang, dan pemeriksaan
edema papil sulit dievaluasi.

b. Gejala Klinik Lokal


Manifestasi lokal terjadi pada tumor yang menyebabkan destruksi parenkim,
infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar
20
tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin),
semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
Tumor Lobus Frontal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis post-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma
frontal khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara
lain disartri, kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominan
dipengaruhi. Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus
olfaktorius.
Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian,
disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer dominan
menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya konsentrasi
yang merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang
lain diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/
quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau
kejang sensoris.
Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi
kontralateral episodik terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk
geometri.
Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan
posisi dapat meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala
berat pada daerah frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan.
Hal ini juga menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus,
amenorea, galaktorea dan gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.

21
Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel
empat menyebabkan hidrosefalus obstruktif dan menimbulkan gejala-
gejala umum.
Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan
nistagmus mungkin menonjol.
Pada pasien manifestasi lokal terjadi destruksi parenkim, infark atau
edema, semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.

c. Gejala Lokal yang Menyesatkan (False Localizing Signs)


Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran
dan kompresi di bagian otak yang jauh dari lesi primer. Tumor otak yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dapat menghasilkan false
localizing signs atau gejala lokal yang menyesatkan. Suatu tumor intrakranial
dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi area yang
ditempatinya. Tanda tersebut adalah:
Kelumpuhan saraf otak disebabkan desakan tumor sehingga saraf dapat
tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak.
Saraf yang sering terkena tidak langsung adalah saraf III, IV, dan VI.
Refleks patologis yang positif pada kedua sisi dapat ditemukan pada tumor
yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
Gangguan mental
Gangguan endokrin juga dapat timbul proses desak ruang di daerah
hipofisis.
Pada kasus terdapat tanda tumor otak menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial yang dapat menghasilkan false localizing signs atau gejala lokal
yang menyesatkan. Kerusakan saraf refleks patologis dan gangguan mental.

22
3. Pemeriksaan Penunjang4,5,6
Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya
tergantung ketersediaan fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan
lebih murah dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila
menggunakan kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih
khusus untuk mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang
tengkorak dan di fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli
bedah untuk merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada
sejumlah bidang.

Pada kasus dilakukan CT-Scan sesuai dengan ketersediaan fasilitas.


Didapatkan kesan massa intraaxial regio temporoparietooccipital dekstra disertai
herniasi subfalcine, sugestif Astrositoma.

4.Penatalaksanaan7,8,9

Penatalaksanaan pasien dengan SOL meliputi:

a. Simptomatik

Antikonvulsi

Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien


dengan tumor otak.

Edema serebri

Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran


radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat
digunakan dengan keuntungan yang signifikan. Rasa tidak menyenangkan
pada pasien akan berkurang dan kadang-kadang juga berbahaya, gejala
dan tanda status intrakranial ini akan lebih aman bila intervensi bedah
saraf akan diambil.

23
b. Etiologik (pembedahan)

Complete removal

Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak dapat diterapi dengan obat-


obatan, neuroma akustik dan beberapa metastasis padat di berbagai regio
otak dapat diangkat total. Terkadang, operasi berlangsung lama dan sulit
jika tumor jinak tersebut relatif sulit dijangkau.

Partial removal

Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan


operasi pengangkatan Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat secara
keseluruhan karena posisi tumor atau psikis pasien.

Pada kasus diberikan terapi simtomatik berupa dexamethasone sesuai


dengan kondisi pasien, dan direncanakan rujuk ke RS dengan fasilitas untuk
dapat dilakukan penatalaksanaan etiologinya.

5. Prognosis1,3

Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di negara-


negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui
pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun
berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40%.

Prognosis pada kasus ini malam akibat penolakan perawatan.

6. Definisi Astrositoma10,11

Astrositoma berasal dari kata astrosit, yaitu merupakan sel glia yang
paling besar dan oma, yang berarti keganasan. Sehingga Astrositoma berarti
keganasan dari sel astrosit. Astrositoma merupakan tumor otak yang paling
sering dan mencakup 60% dari neoplasma glial. Tumor ini berasal dari sel-sel
neuroglial astrosit dan dapat timbul baik dari vermis atau lobus lateral pada
serebelum. Astrositoma kebanyakan ditemukan berbatas tegas dan cenderung
berupa kistik, dengan neoplasma terbatas pada nodul dengan intramural yang

24
kecil. Kadang-kadang, astrositoma membentuk massa tumor padat yang
melibatkan otak kecil, vermis, dan bagian otak yang terbuhubung dari lesi.
Pada kasus didapatkan kesan CT-Scan didapatkan massa slight
hiperdens intraaxial, batas tegas, permukaan regular. Walaupun belum
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi tetapi dapat di sugestif astrositoma

7. Insiden Astrositoma12,13
Astrositoma merupakan tumor SSP yang paling sering terjadi,
insidensinya sekitar 60% dari tumor otak yang lain di SSP. Ditemukan
sebanyak 10% dari neoplasma pada seluruh tubuh, 80% terletak di
intracranial, 20% terletak didalam kanalis spinalis. Low-grade astrositoma
insidensinya 25% dari seluruh glioma pada hemisfer serebri. Dan dominan
pada pria : wanita = 1,18 : 1. Astrositoma anaplastik rata-rata terjadi pada
usia 41 tahun dan sering terjadi pada laki-laki.

Pada kasus pasien merupakan laki-laki dan berusia di atas 47 tahun


dengan begitu masuk sebagai faktor resiko.

8. Etiopatologi Astrositoma14,15
Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi, dan destruksi
parenkim otak. Hipoksia arteri dan vena, kompetisi nutrien, pelepasan produk
metabolisme akhir (misalnya, radikal bebas, perubahan elektrolit,
neurotransmitter), dan pelepasan dan perekrutan sel-sel mediator (misalnya,
sitokin) mengganggu fungsi parenkim normal. Peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) disebabkan langsung oleh efek massa, peningkatan volume
darah, atau peningkatan volume cairan serebrospinal (CSF) dapat memediasi
gejala sisa klinis sekunder. Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada
astrositoma akibat dari gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP). Defisit
neurologis fokal (misalnya, kelemahan, kelumpuhan, defisit sensorik,
kelumpuhan saraf kranial) dan kejang merupakan bermacam-macam
karakteristik lokasi dari lesi. Infiltrasi low-grade astrositoma tumbuh lebih
lambat dibandingkan dengan keganasan yang lain. Waktu penggandaan untuk
low-grade astrositoma diperkirakan 4 kali dari astrositoma anaplastik. Pada
25
beberapa tahun sering terjadi intervensi antara gejala awal dan pembentukan
diagnosis low-grade astrositoma. Salah satu seri terbaru memperkirakan
interval menjadi sekitar 3,5 tahun. Klinis ditandai dengan penurunan bertahap
dalam setengah dari kasus, penurunan bertahap dalam sepertiga kasus, dan
penurunan mendadak dalam 15% kasus. Kejang pada umumnya adalah gejala
awal pada sekitar setengah dari pasien dengan low-grade astrositoma.
Transformasi maligna dari sel epitel saraf adalah proses yang bertahap yang
didorong oleh perubahan genetik akusisi yang berurutan. Satu karena
diharapkan semuan neoplasma astrositik, glioblastoma harus berisi perubahan
genetik yang besar, dan hal ini memang terjadi. Pada dasarnya kombinasi
yang berbeda dari mutasi TP53, hilangnya heterozigositas (LOH) pada
kromosom 10 dan 17p dan amplifikasi EGFR, adanya kumpulan
glioblastoma dengan perubahan genetik yang berbeda, telah menjadi korelasi
dengan jalur klinis untuk glioblastoma (glioblastoma primer dan sekunder).

9. Gambaran radiologi Astrositoma15,16

Pemeriksaan CT scan dan MRI di daerah kepala dengan dan tanpa


kontras, sangat membantu dalam diagnosa, penentuan tingkatan, dan evaluasi
patofisiologi tumor ini. MRI dapat memberikan gambaran yang lebih baik
dari pada CT scan. Pada pemeriksaan CT scan, gambaran low grade
astrositoma akan terlihat sebagai lesi dengan batas tidak jelas, homogen,
hipodens tanpa penyangatan kontras (Lihat Gambar ). Kadang-kadang dapat
ditemukan kalsifikasi, perubahan kistik dan sedikit penyangatan kontras.
Pada atrositoma anaplastik akan terlihat massa yang tidak homogen, sebagian
dengan gambaran lesi hipodens dan sebagian lagi hiperdens. Umumnya
disertai dengan penyangatan kontras. Pada glioblastoma multiforme akan
tampak gambaran yang tidak homogen, sebagian massa hipodens, sebagian
hiperdens dan terdapat gambaran nekrosis sentral. Tampak penyengat pada
tepi lesi sehingga memberikan gambaran seperti cincin dengan dinding yang
tidak teratur. Secara umum, astrositoma akan memberikan gambaran
isointens pada T1 dan hiperintens pada T2.

26
Gambar 3. CT scan low grade astrocytoma, kiri tanpa kontras, kanan dengan kontras,
tidak tampak penyengatan

Gambar 4. CT scan pasien dengan kesan tampak massa slight hiperdens intraaxial, batas
tegas, permukaan regular, ukuran 7 x 11 cm dengan finger like edema di sekitarnya
pada region temporoparietooccipitalis kanan yang mendesak dan menyempitkan ventrikel
lateralis kanan sehingga ventrikel lateralis kiri tampak dilatasi

10. Patologi Anatomi Astrositma12,17

Terdapat empat variasi gambaran histopatologi low grade astrocytoma


antara lain : (i) astrocytoma protoplasmic, umumnya terdapat pada bagian korteks
dengan sel-sel yang banyak mengandung sitoplasma. Bentuk ini mencakup 28%
dari jenis astrositoma yang menginfiltrasi ke parenkim sekitarnya, (ii)
astrocytoma gemistocytic, sering ditemukan pada hemisfer serebral orang dewasa
terdiri dari sel bundar yang besar dengan sitoplasma eosinofilik dan eksentrik.
Bentuk ini mencakup 5-10% dari glioma hemisfer, (iii) astrocytoma fibrillary,

27
merupakan bentuk yang paling sering ditemukan dan berasal dari massa putih
serebral dengan sel yang berdiferensiasi baik berbentuk oval dan kecil. Tumor ini
ditandai dengan jumlah sel yang meningkat dengan gambaran latar belakang yang
fibriler. Untuk melihat gambaran fibriller ini dapat digunakan glial fibrillary
acidic protein (GFAP) dan (iv) campuran.

Pada pasien kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Akibat
keterbatasan fasilitas. Tetapi secara teori

11. Penatalaksanaan Astrositoma15,16,17

Perawatan untuk astrositoma tergantung pada beberapa hal, termasuk


kesehatan umum, ukuran dan posisi dari tumor, dan apakah telah menyebar ke
sekitarnya. Perawatan biasanya akan direncanakan oleh tim ahli yang dikenal
sebagai tim multidisiplin (MDT). Tim akan biasanya termasuk dokter yang
beroperasi di otak (neurosurgeon), dokter yang mengkhususkan diri dalam
merawat penyakit dari otak (ahli saraf), dokter yang mengkhususkan diri dalam
merawat kanker (an oncologist), spesialis dan perawat profesional kesehatan
lainnya mungkin , seperti ahli pengobatan badan atau diet. Jika tekanan
intrakranial meningkat, penting untuk mengurangi itu sebelum perawatan
diberikan untuk tumor otak.

Pembedahan

Bila memungkinkan, pembedahan merupakan penatalaksanaan yang utama


untuk perawatan astrositoma,terutamanya astrositoma anaplastik. Tujuan dari
operasi ini adalah untuk mengurangkan massa tumor, dengan itu
mengurangkan tekanan intracranial, mengambil sampel tisu untuk
pemeriksaan histological dan memperpanjangkan kadar survival. Pembedahan
tergantung pada ukuran dan posisi dari tumor, mungkin/tidak mungkin untuk
menghapusnya lengkap dan perawatan lebih lanjut dapat diberikan setelah
operasi. Beberapa tumor tidak dapat dijangkau oleh pasien, atau resiko
kerusakan pada bagian otak mungkin terlalu tinggi.

28
Radioterapi

Radioterapi adalah penggunaan energi tinggi sinar untuk menghancurkan sel


kanker dan sering digunakan setelah operasi. Tujuan radioterapi adalah untuk
memusnahkan semua sisa sel ganas. Hal itu dapat digunakan sendiri untuk
merawat astrositoma jika operasi tidak mungkin. Radioterapi biasanya
diberikan sebagai pengobatan eksternal, tetapi kadang-kadang dapat diberikan
dalam bentuk implant radioaktif.

Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan anti kanker (sitotoksik) narkoba


menghancurkan sel kanker. Hal itu dapat diberikan sendiri atau bersama-sama
dengan operasi dan / atau radioterapi untuk merawat astrositoma.

Kemoterapi yang berkembang diteliti adalah Temozolomide alkylating agent


yang menginhibisi pertumbuhan sel dan proliferasi, terbukti efektif pada
massa astrositoma. Temozolomide lebih baik dibandingkan Nitrosurea.
Temozolomide juga telah diteliti sebagai terapi lini pertama berdasarkan
penelitian EORTC 26981 NCIC CE3 dalam kombinasi dengan radioterapi dan
terbukti efektif dibandingkan radioterapi tunggal. Temozolomide.

Corticosteroid

Penggunaan kortikosteroid, seperti deksametason, menghasilkan perbaikan


cepat pada kebanyakan pasien dengan mengurangkan ukuran massa tumor dan
pembengkakan sekitar massa. Penggunaan corticosteroid didapati
mengurangkan simptom peningkatan tekanan intracranial dan memperbaiki
kondisi pasien.

External Ventricular Drain ( EVD) dan Ventriculoperitoneal Shunt (VPS)

Prosedur non-operatif yaitu External Ventricular Drain ( EVD) dan


Ventriculoperitoneal Shunt (VPS) dapat dilakukan untuk mengurangkan
cairan serebrospinal. Dengan ini, tekanan intracranial dapat direndahkan.

29
Anticonvulsant

Oleh karena pasien astrositoma biasanyadidapati mengalami kejang,


anticonvulsant diberikan sebagai terapi suportif.

Pada pasien diberikan oksigen, rehidrasi, Diet, Dexamethasone, Ranitidin,


Ketorolac, Domperidon, Sohobion. Terapi yang diberikan merupakan terapi
empiris sesuai keadaan pasien. Oksigen diberikan untuk bantuan pasokan oksigen
yang lebih adekuat, dengan pemberian cairan dan pengaturan diet sesuai kondisi
pasien. Obat-obatan diberikan sesuai gejala yang didapatkan yaitu peningkatan
tekanan intracranial, nyeri kepala hebat, mual, muntah, hingga penurunan
kesadaran.
12. Prognosis Astrositoma14,17
Astrositoma ganas merupakan salah satu tumor yang paling dahsyat yang
mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Operasi dan radio konvensional
ajuvan kemoterapi dan memiliki efek minimal terhadap mengubah prognosis
buruk, yang tetap pada kisaran rata-rata hanya 9-12 bulan. Astrositoma ganas
terdiri dari pleomorfik, astrosit infiltratif hiperproliferatif, dengan daerah nekrosis,
peningkatan tumor angiogenesis dan daerah kerusakan sawar darah otak.
Karakteristik patologis heterogen menimbulkan hambatan utama untuk
manajemen yang efektif dari glioma. Selain heterogenitas patologis, ada
heterogenitas molekul terkait, ekspresi, interaksi, dan pentingnya fungsional otak.

Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan patologi anatomi untuk


menetukan diagnosis pasti maupun grade dari astrositoma, prognosis tergantung
dari kondisi pasien sendiri. Hingga sebaikan di rujuk ke pusat kesehatan yang
berfasilitas lengkap atau memadai, hingga pemeriksaan lengkap dapat dilakukan
dan terapi didapatkan sesuai kondisi dari pasien. Mengingat bahwa prognosis
pasien dengan astrositoma tergantung pada derajat deferensiasi tumor, umur
pasien saat diagnosis, dan lokasi serta ukuran neoplasma(12). Pada umumnya
untuk astrositoma pielositik survival ratenya sekitar 10 tahun, astrositoma low
grade sekitar 5 tahun, astrositoma anaplastik 2-5 tahun dan glioblastoma
multiforme 1 tahun. Tumor-tumor ini cenderung rekurensi dibandingkan tumor
30
grade 1 dan 2. Five year survival rate untuk pasien dengan astrositoma anaplastik
sekitar 10-35 %.

31
KESIMPULAN DAN SARAN

Diagnosis pasien pada laporan kasus ini ditegakan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Pasien didiagnosis
SOL suspek astrositoma karena ia mengeluhkan nyeri kepala hebat yang
merupakan salah satu tanda terdapat meningkatan tekan intracranial akibat
adanya desakan, dan juga keluhan seperti muntah maupun penurunan
kesadaran serta adanya defisit neurologis seperti kesan hemiparesis sinisistra.
Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang yang bermakna yaitu
pada pemeriksaan CT-Scan tampak Massa intraaxial region
temporoparietooccipital dextra diserta herniasi subfalcine, sugestif
Astrositoma. Walaupun dengan diagnosis pasti jenis SOL belum dapat
ditegakan karena tidak dilakukannya pemeriksaan patologi anatomi dengan
penanganan berupa terapi sesuai kondisi pasien yaitu pemberian
kortikosteroid serta obat-obatan empirin lain yang sesuai dengan kondisi
pasien, serta ketersediaan pengobatan pada fasilitas perawatan. Sehingga
direncanakan untuk rujuk guna pemeriksaan penunjang lain untuk menegakan
jenis SOL maupun ketepatan terapi lanjutan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan. 2006


2. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic
Disorders in Adams and Victors Principles of Neurology. 8th edition.
USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-91.
3. Kleinberg LR. Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York:
Demos Medical.
4. Wilkinson I, Lennox G. Brain tumor in Essential neurology. 4th edition.
USA: Blackwell Publishing, 2005. 40-54.
5. Kleihus P, Cavenee Webster K,. Pathology and Genetics of Tumours of
the Nervous System. International Agency for Research on Cancer (IARC)
World health Organization. International Society of Neuropathology
(ISN). Lyon. 2007. Hal 1-13.
6. Khandelwal, Niranjan, Veena Chowdhury, Arun Kumar Gupta. 2010.
Diagnostic Radiology: Neuroradiology Including Head and Neck Imaging
,3th Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers. New Delhi.
7. Menkes, John H, Harvey B. Sarnat. 2000. Child Neurology, 6th Edition.
Lippincott-Williams & Wilkins. California.
8. Gunderman, Richard B. 2006. Essential Radiology: Clinical Presentation,
Pathophysiology, and Imaging, 2nd Edition. Thieme. New York.
9. Netter, Frank H. 2006. Atlas of Human Anatomy, 6th Edition. Saunders
Elsevier. Philadelphia.
10. Kennedy B. Astrocytoma. Emedicine: [online]. 2015 [cited 25 September
2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/283453overview
11. Mardjono M, Sidharta P editors. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 2008. p. 396-401

33
12. Grainger, Ronald G., David Allison, Andreas Adam, Adrian K. Dixon.
2001. Grainger & Allisons Diagnostic Radiology: A Textbook of Medical
Imaging, 4th Edition. Harcourt Health Sciences. London.
13. Ferkith, Djamil, L Gill Naul. Brain Imaging in Astrocytoma. Emedicine:
[online]. 2013 [cited 25 September 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article
14. Rubin, Emanuel, Howard M. Resiner. 2009. Essentials of Rubins
Pathology, 5th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
15. Jallo, I Geroge, Tarakad S. Ramachandran. Low-Grade Astrocytoma.
Emedicine: [online]. 2014 [cited 25 September 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1156429-overview
16. Lullmann, Heinz, Klaus Mohr, Lutz Hein, Detlef Bieger. 2005. Color
Atlas of Pharmacology, 3rd Edition. Thieme Stuttgart. New York.
17. Dings, Hao et al. A Review of Astrocytoma Models. Naurosurg Focus 8
(4): Article 1, 2000. Department of Molecular and Medical Genetics.
Washington University Shool of Medicine.

34

Anda mungkin juga menyukai