1
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn JT
Tanggal lahir : 10 Juni 1967 (47 tahun)
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen protestan
Status : Sudah menikah
Alamat : Masohi
No. rekam medik : 18 57 61
Tanggal pemeriksaan : 18 Juli 2014
Tanggal masuk RS : 15 Juli 2014
B. Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan utama
Nyeri kepala
2. Anamnesis terpimpin
- Anamnesis sistematis
Dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seluruh
daerah kepala seperti tertusuk-tusuk, dan hilang timbul jika pasien
mengonsumsi obat nyeri kepala yang dibeli sendiri. Pasien mengeluh
sakit kepala memberat sejak 2 hari yang lalu, hingga menurut
keluarga pasien sering berteriak-teriak. Keluhan disertai demam naik
turun kadang disertai menggigil, muntah 1 kali berisi makanan, makan-
minum berkurang, tauma (-), BAK dan BAB lancar normal.
- Riwayat kebiasaan: pola makan teratur, olahraga jarang, merokok (+),
konsumsi alkohol (+)
- Riwayat pengobatan: sebelumnya pasien minum obat penghilang nyeri
yang dibeli sendiri dan anti malaria yang didapat dari RSUD Masohi
2
- Riwayat penyakit keluarga: tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan yang sama
- Riwayat pekerjaan/keluarga/hobi: Saat ini aktivitas pasien sehari-hari
sebagai wiraswasta
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Status gizi : kesan cukup
Kesadaran : Delirium
Tanda Vital
Tekanan darah :120/70 mmHg BB : 55 kg
Nadi : 78 x/menit, regular Tinggi: 161 cm
Pernafasan : 21x/menit
Suhu : 37,1 C
3
Dada
1. Paru
a. Inspeksi: Gerakan napas simetris (kiri-kanan), bentuk simetris,
venektasi (-), buah dada simetris, pelebaran sela iga (-), deformitas (-),
benjolan (-), jaringan parut (-).
b. Palpasi : Tidak ada pergeseran trakea, nyeri tekan (-), fremitus taktil
normal (tidak meningkat maupun berkurang).
c. Perkusi : Paru kiri dan kanan sonor, batas bawah paru belakang setinggi
torakal X dan batas kanan lebih tinggi 1 jari dari batas kiri.
d. Auskultasi: Bunyi pernafasan : vesikuler kiri-kanan
Bunyi tambahan : ronki -/-, wheezing -/-
2. Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
b. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V sejajar midklavicula sinistra,
kuat angkat (+), thrill (-)
c. Perkusi : Pinggang jantung di ICS III dekstra, batas jantung di linea
sternalis dekstra, batas kiri jantung di linea midklavicula sinistra
d. Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular normal, murmur (-), gallop
(-)
Perut
a. Inspeksi : Datar, supel, purpura (-), ikterus (-),stria (-), jaringan parut
(-).
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Peristaltik usus normal 4 kali/menit
Punggung
a. Inspeksi : Skoliosis(- ), lordosis (-), kifosis (-), massa (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-)
c. Nyeri ketok : CVA (-/-)
d. Auskultasi : Vesikuler
4
e. Gerakan : Simetris kiri kanan
Alat genitalia : Tidak Diperiksa
Anus dan rektum : Tidak Diperiksa
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, sianosis (-/-),atrofi otot (-/-),
turgor baik.
D. Status Neurologis
GCS : 10 (E3V2M5)
N. I : Sulit dievaluasi
N. II :
Ketajaman penglihatan : sulit dievaluasi
Lapangan pandang : sulit dievaluasi
Funduskopi : tidak diperiksa
Blink Reflex : Positif kedua mata
N. III, IV, VI :
Celah kelopak mata : normal
Ptosis : sulit dievaluasi
Eksoftalmus : sulit dievaluasi
Ptosis bola mata : sulit dievaluasi
Pupil :
Ukuran/bentuk : OD: 4 mm/bulat, OS: 3 mm/bulat
Isokor/anisokor : Anisokor
Refleks cahaya langsung/tak langsung : OD: +/-, OS:+/+
Refleks akomodasi : sulit dievaluasi
Gerakan bola mata
Parese ke arah : sulit dievaluasi
Nistagmus : sulit dievaluasi
N. V (Trigeminus):
Sensibilitas:
- NV1 : sulit dievaluasi
5
- NV2 : sulit dievaluasi
- NV3 : sulit dievaluasi
Motorik : Inspeksi/palpasi (Istirahat/menggigit) : simetris/sulit dievaluasi
Refleks dagu/masseter: sulit dievaluasi
Refleks kornea : +/+ mengedip
N. VII (Fasialis)
- Motorik: M. frontalis M. orbik. okuli M. orbik. oris
- Istirahat : simetris simetris simetris
- mimic : sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi
- Pengecap 2/3 lidah bagian depan: tidak diperiksa
N. VIII(Vestibulokoklearis)
- Pendengaran : sulit dievaluasi
- Test rinne/weber : sulit dievaluasi
- Tes Swabach : sulit dievaluasi
- Fungsi vestibuler : sulit dievaluasi
N. IX/X (Glosofaringeus/Vagus)
Posisi arkus faring : sulit dievaluasi
Refleks telan/muntah : sulit dievaluasi
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : tidak diperiksa
Suara : sulit dievaluasi
Takikardia/bradikardia : (-/-)
N. XI (Aksesorius):
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : sulit dievaluasi
Angkat bahu : sulit dievaluasi
N.XII (Hipoglosus):
Deviasi lidah : sulit dievaluasi
Fasikulasi : sulit dievaluasi
Atrofi : sulit dievaluasi
6
Tremor : sulit dievaluasi
Ataksia : sulit dievaluasi
Ekstremitas
Motorik
Superior Inferior
Refleks fisiologik
- Biceps ++ + KPR ..++ +.
- Triceps ++ + APR ++ +
- Radius ++ +
- Ulna ++ +
Klonus
Lutut : -/-
Kaki : -/-
Refleks patologik
Hoffman-trommer : -/-
Babinski : +/+
Chaddock : -/-
Schaefer : - /-
7
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Sensorik
Ekstroseptif
Nyeri : sulit dievaluasi
Suhu : sulit dievaluasi
Raba halus : sulit dievaluasi
Proprioseptif : sulit dievaluasi
Fungsi kortikal : sulit dievaluasi
Sistem otonom
Miksi : menggunakan kateter
Defekasi : tidak sadar
E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Rutin
Laboratorium Kimia Darah
Elektrolit
Protein Urin
EKG
CT-Scan Kepala
Foto Ro Thorax
8
a. Dilakukan pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin pada tanggal 15-07-
2014, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1.
Hematologi Hasil Nilai Rujukan Unit
9
Kreatinin 0,5 0,6-1,2 mg/dl
HDL 39 40 mg/dl
Bilirubin
Total 0,6 < 1,5 mg/dl
Direct 0,2 < o,5 mg/dl
Indirect 0,4 < 1,1 mg/dl
Kesan: Dislipidemia
c. Dilakukan pemeriksaan Elektrolit pada tanggal 18-07-2014, dengan hasil
sebagai berikut:
Table 3.
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Kesan: Normal
d. Protein Urin : negatif
e. Dilakukan pemeriksaan Elektokardiografi pada tanggal 15-07-2014,
dengan hasil sebagai berikut:
10
Gambar 1. EKG
Kesan: EKG varian normal
f. Dilakukan pemeriksaan CT-Scan pada tanggal 15-7-2014, dengan hasil
sebagai berikut:
11
- Sulci dan gyri obliterans
- System ventrikel lainnya dan ruang subarachnoid dalam batas
normal
- Pons, CPA dan cerebellum dalam batas normal
- Kalsifikasi fisiologis pada pineal body
- Sinus paranasalis yang terscan dalam batas normal
- Kalsifikasi fisiologis pada pineal body
- Sinus paranasalis yang terscan dakam batas normal
- Kedua bulbus oculi dan ruang retrobulber yang terscan dalam batas
normal
- Tulang-tulang intak
Kesan: Massa intraaxial regio temporoparietooccipital dextra disertai
herniasi subfalcine, sugestif Astrositoma
F. Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis :Penurunan kesadaran, hemiparese sinistra, sefalgia
kronis progresif
Diagnosis Topis : Hemisfer dekstra, supratentorial
Diagnosis Etiologi :Massa intraaxial regio temporoparietooccipital
dextra
Kesimpulan :SOL suspek Astrositoma at regio
temporoparietooccipital dextra
G. Diagnosis Banding
Oligodendroglioma
Cerebritis
H. Penatalaksanaan
O2 lpm
IVFD Nacl 09% : RL
Diet cair 6 x 200 cc
12
Dexamethasone 2 x 2 amp/ IV
Ranitidin 2 x 1 amp/ IV
Ketorolac 3 x 30 mg
Domperidon 10 mg 3 x 1 tab
Sohobion drip 2 x 1 amp/ 12 jam
KIE keadaan sakit
Rencana rujuk
I. Prognosis
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationem : Dubia ad malam
Ad vitam : Dubia ad malam
13
Tanggal/Jam Hasil Pemeriksaan, Analisa, Dan Tindak Lanjut
Catatan Perkembangan
14
Ekstremitas: kesan hemiparesis IV
sinistra
Ketorolac 3 x 30 mg
Motorik:
Domperidon 10 mg 3
5 2
x 1 tab
5 2
Sohobion drip 2 x 1
Refleks patologi babinski (+).
amp/ 12 jam
A: Tumor Otak Astrositoma
21/07/2014 S: gelisah berkurang, nyeri kepala P:
15
sinistra
Motorik:
5 2
5 2
5 2
16
Motorik:
5 2
5 2
5 3
17
DISKUSI
Pada pasien ini ditemukan gejala dan tanda disfungsi neurologis yang
timbul perlahan dengan onset gejala selama 1 bulan.
2. Gejala Klinis1,2,3
Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum,
gejala lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor.
18
a. Gejala Klinik Umum
Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses difus
dari tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor jinak. Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat
berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya memberikan gejala-
gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan
oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian
memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan
dengan tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan
kejang.
Perubahan status mental
Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari,
lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi,
bahkan psikosis. Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering
disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari
disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi,
halusinasi, atau letargi.
Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20%
penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di
kepala seolah-olah mau meledak. Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan
episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga
intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat
kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh
batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik. Lokasi nyeri
yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di
fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler
ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi
tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.
19
Muntah
Muntah sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan dengan
makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak didahului oleh
mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior.
Kejang
Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-
15% penderita tumor otak. Sekitar 20-50% pasien tumor otak menunjukan
gejala kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa
mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang yang berkaitan dengan
tumor otak ini awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya
kerusakan fokal serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat
menjadi kejang umum yang terutama merupakan manifestasi dari
glioblastoma multiform. Kejang biasanya paroksimal, akibat defek
neurologis pada korteks serebri. Kejang parsial terjadi akibat penekanan
area fokal pada otak dan menifestasi pada ekstremitas lokal tersebut,
sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer
serebri.
Edema Papil
Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang
perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
21
Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel
empat menyebabkan hidrosefalus obstruktif dan menimbulkan gejala-
gejala umum.
Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan
nistagmus mungkin menonjol.
Pada pasien manifestasi lokal terjadi destruksi parenkim, infark atau
edema, semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
22
3. Pemeriksaan Penunjang4,5,6
Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya
tergantung ketersediaan fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan
lebih murah dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila
menggunakan kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih
khusus untuk mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang
tengkorak dan di fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli
bedah untuk merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada
sejumlah bidang.
4.Penatalaksanaan7,8,9
a. Simptomatik
Antikonvulsi
Edema serebri
23
b. Etiologik (pembedahan)
Complete removal
Partial removal
5. Prognosis1,3
6. Definisi Astrositoma10,11
Astrositoma berasal dari kata astrosit, yaitu merupakan sel glia yang
paling besar dan oma, yang berarti keganasan. Sehingga Astrositoma berarti
keganasan dari sel astrosit. Astrositoma merupakan tumor otak yang paling
sering dan mencakup 60% dari neoplasma glial. Tumor ini berasal dari sel-sel
neuroglial astrosit dan dapat timbul baik dari vermis atau lobus lateral pada
serebelum. Astrositoma kebanyakan ditemukan berbatas tegas dan cenderung
berupa kistik, dengan neoplasma terbatas pada nodul dengan intramural yang
24
kecil. Kadang-kadang, astrositoma membentuk massa tumor padat yang
melibatkan otak kecil, vermis, dan bagian otak yang terbuhubung dari lesi.
Pada kasus didapatkan kesan CT-Scan didapatkan massa slight
hiperdens intraaxial, batas tegas, permukaan regular. Walaupun belum
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi tetapi dapat di sugestif astrositoma
7. Insiden Astrositoma12,13
Astrositoma merupakan tumor SSP yang paling sering terjadi,
insidensinya sekitar 60% dari tumor otak yang lain di SSP. Ditemukan
sebanyak 10% dari neoplasma pada seluruh tubuh, 80% terletak di
intracranial, 20% terletak didalam kanalis spinalis. Low-grade astrositoma
insidensinya 25% dari seluruh glioma pada hemisfer serebri. Dan dominan
pada pria : wanita = 1,18 : 1. Astrositoma anaplastik rata-rata terjadi pada
usia 41 tahun dan sering terjadi pada laki-laki.
8. Etiopatologi Astrositoma14,15
Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi, dan destruksi
parenkim otak. Hipoksia arteri dan vena, kompetisi nutrien, pelepasan produk
metabolisme akhir (misalnya, radikal bebas, perubahan elektrolit,
neurotransmitter), dan pelepasan dan perekrutan sel-sel mediator (misalnya,
sitokin) mengganggu fungsi parenkim normal. Peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) disebabkan langsung oleh efek massa, peningkatan volume
darah, atau peningkatan volume cairan serebrospinal (CSF) dapat memediasi
gejala sisa klinis sekunder. Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada
astrositoma akibat dari gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP). Defisit
neurologis fokal (misalnya, kelemahan, kelumpuhan, defisit sensorik,
kelumpuhan saraf kranial) dan kejang merupakan bermacam-macam
karakteristik lokasi dari lesi. Infiltrasi low-grade astrositoma tumbuh lebih
lambat dibandingkan dengan keganasan yang lain. Waktu penggandaan untuk
low-grade astrositoma diperkirakan 4 kali dari astrositoma anaplastik. Pada
25
beberapa tahun sering terjadi intervensi antara gejala awal dan pembentukan
diagnosis low-grade astrositoma. Salah satu seri terbaru memperkirakan
interval menjadi sekitar 3,5 tahun. Klinis ditandai dengan penurunan bertahap
dalam setengah dari kasus, penurunan bertahap dalam sepertiga kasus, dan
penurunan mendadak dalam 15% kasus. Kejang pada umumnya adalah gejala
awal pada sekitar setengah dari pasien dengan low-grade astrositoma.
Transformasi maligna dari sel epitel saraf adalah proses yang bertahap yang
didorong oleh perubahan genetik akusisi yang berurutan. Satu karena
diharapkan semuan neoplasma astrositik, glioblastoma harus berisi perubahan
genetik yang besar, dan hal ini memang terjadi. Pada dasarnya kombinasi
yang berbeda dari mutasi TP53, hilangnya heterozigositas (LOH) pada
kromosom 10 dan 17p dan amplifikasi EGFR, adanya kumpulan
glioblastoma dengan perubahan genetik yang berbeda, telah menjadi korelasi
dengan jalur klinis untuk glioblastoma (glioblastoma primer dan sekunder).
26
Gambar 3. CT scan low grade astrocytoma, kiri tanpa kontras, kanan dengan kontras,
tidak tampak penyengatan
Gambar 4. CT scan pasien dengan kesan tampak massa slight hiperdens intraaxial, batas
tegas, permukaan regular, ukuran 7 x 11 cm dengan finger like edema di sekitarnya
pada region temporoparietooccipitalis kanan yang mendesak dan menyempitkan ventrikel
lateralis kanan sehingga ventrikel lateralis kiri tampak dilatasi
27
merupakan bentuk yang paling sering ditemukan dan berasal dari massa putih
serebral dengan sel yang berdiferensiasi baik berbentuk oval dan kecil. Tumor ini
ditandai dengan jumlah sel yang meningkat dengan gambaran latar belakang yang
fibriler. Untuk melihat gambaran fibriller ini dapat digunakan glial fibrillary
acidic protein (GFAP) dan (iv) campuran.
Pada pasien kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Akibat
keterbatasan fasilitas. Tetapi secara teori
Pembedahan
28
Radioterapi
Kemoterapi
Corticosteroid
29
Anticonvulsant
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Diagnosis pasien pada laporan kasus ini ditegakan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Pasien didiagnosis
SOL suspek astrositoma karena ia mengeluhkan nyeri kepala hebat yang
merupakan salah satu tanda terdapat meningkatan tekan intracranial akibat
adanya desakan, dan juga keluhan seperti muntah maupun penurunan
kesadaran serta adanya defisit neurologis seperti kesan hemiparesis sinisistra.
Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang yang bermakna yaitu
pada pemeriksaan CT-Scan tampak Massa intraaxial region
temporoparietooccipital dextra diserta herniasi subfalcine, sugestif
Astrositoma. Walaupun dengan diagnosis pasti jenis SOL belum dapat
ditegakan karena tidak dilakukannya pemeriksaan patologi anatomi dengan
penanganan berupa terapi sesuai kondisi pasien yaitu pemberian
kortikosteroid serta obat-obatan empirin lain yang sesuai dengan kondisi
pasien, serta ketersediaan pengobatan pada fasilitas perawatan. Sehingga
direncanakan untuk rujuk guna pemeriksaan penunjang lain untuk menegakan
jenis SOL maupun ketepatan terapi lanjutan.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
12. Grainger, Ronald G., David Allison, Andreas Adam, Adrian K. Dixon.
2001. Grainger & Allisons Diagnostic Radiology: A Textbook of Medical
Imaging, 4th Edition. Harcourt Health Sciences. London.
13. Ferkith, Djamil, L Gill Naul. Brain Imaging in Astrocytoma. Emedicine:
[online]. 2013 [cited 25 September 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article
14. Rubin, Emanuel, Howard M. Resiner. 2009. Essentials of Rubins
Pathology, 5th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
15. Jallo, I Geroge, Tarakad S. Ramachandran. Low-Grade Astrocytoma.
Emedicine: [online]. 2014 [cited 25 September 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1156429-overview
16. Lullmann, Heinz, Klaus Mohr, Lutz Hein, Detlef Bieger. 2005. Color
Atlas of Pharmacology, 3rd Edition. Thieme Stuttgart. New York.
17. Dings, Hao et al. A Review of Astrocytoma Models. Naurosurg Focus 8
(4): Article 1, 2000. Department of Molecular and Medical Genetics.
Washington University Shool of Medicine.
34