Anda di halaman 1dari 19

Konsep Kepemimpinan Dalam Islam

Abstract
Leadership is a concept that has been set out clearly in Islam . leadership in view of the Qoran is
not just a social contract between the leaders of the community , but it is a covenant between him
and Allah swt . Leadership is a mandate , entrusted Allah, it is not something that is requested,
more over run and contested. Islam has also established four criterias of a leader. Everything
has been collected at the four properties who owned by the prophets / apostles as the leader of
his people , namely : (1) Shidq; (2) Mandate; (3) Fathonah; (4) Tabligh, the delivery is honest
and responsible for all actions taken ( accountability and transparency ). In the process of the
appointment of a person as a leader there is the involvement of anyone other than Allah , namely
the public. Because the people who choose the leader is consequently people have to obey their
leaders, love, like, or at least do not hate. On the other hand, leaders are required to understand
and heed the will of the people suffering. For the history of the apostles was not sent except those
able to understand the language (the will of) his people and understand (distress) them.
Pendahuluan
Perihal kepemimpinan dalam Islam ini sudah ada dan berkembang, tepatnya pasca Rasulullah
SAW wafat. Wacana kepemimpinan ini timbul karena sudah tidak ada lagi Rasul atau nabi
setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Dalam firman allah SWT dikatakan bahwa al-quran itu
sudah bersifat final dan tidak dapat diubah-ubah lagi. Sehingga Rasulullah SAW adalah
pembawa risalah terakhir dan penyempurna dari risalah-risalah sebelumnya
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tak ada
yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya.(QS: al-anam, 115)
Setelah Rasulullah SAW wafat, berdasarkan fakta sejarah dalam Islam, Umat Islam terpecah
belah akibat perdebatan mengenai kepemimpinan dalam Islam, khususnya mengenai proses
pemilihan pemimpin dalam Islam dan siapa yang berhak atas kepemimpinan dalam Islam.
Sehingga defenisi dan makna kepemimpinan, serta kewenangan yang harus dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip yang digariskan al-quran atau sunnah.[1] Manusia sebagai pelaksana
kepemimpinan yang mana harus, memiliki kemampuan dalam mempengaruhi orang-orang
untuk mencapai suatu tujuan.
Al-quran menyebut manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Perkataan khalifah dipakai setelah
rasulullah SAW wafat, para sahabat rasul yang dikenal dengan dengan sebutan khalifahur-
Rasyidin atau dengan perkataan lain yaitu Amir disebut juga penguasa. Dengan maksud allah
SWT untuk menyatakan pemimpin yang bersifat non formal, dalam firman Allah:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.(QS : Albaqarah 30 )
Dalam ayat ini tidak sekedar menunjukan pada para khalifah pengganti rasulullah SAW, Bahwa
Allah SWT menciptakan nabi Adam dan anak cucunya yang disebut manusia dan dibebani tugas
untuk memakmurkan bumi. Tugas yang diandangnya itu menempatkan setiap manusia sebagai
pemimpin, yang menyentuh dua hal penting dalam kehidupannya dimuka bumi. Tugas pertama
adalah menyerukan dan menyuruh orang lain berbuat amal makruf. Sedangkan tugas kedua
adalah melarang atau menyerukan atau menyuruh orang lain meninggalkan perbuatan
mungkar. [2]
Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa prediket khalifah yang disandang manusia itu
merupakan suatu tugas dan amanah yang dititipkan allah kepadanya. Karena ia amanah allah,
maka tentu melaksanakan atau menjalankan juga merupakan ibadah. Sebab, dalam konsep islam
bahwa segala perintah dan larangan Tuhan jika dipatuhi adalah bernilai suatu pengabdian kepada
sang khaliq. Jadi memimpin atau memegang suatu jabatan adalah ibadah. Justru itu, fungsi
tersebut mesti dilaksanakan dengan bersih dan kosong dari kepentingan pribadi atau golongan.
Yang ada hanya kepentingan bersama dan kesejahteraan bersama. Baik secara material ataupun
immaterial. Jika tidak, berarti bertentangan dalam ibadah.
Diskursus diatas menggambarkan bahwa memimpin adalah ibadah, maka pemimpin dapat pula
disebut dengan abid. Tetapi, seperti apa kerangka kepemimpinan yang bernilai ibadah itu.
Bagaimana konsep dan karakternya, serta bagaimana penjabaran konsep itu dalam pembuatan
kebijakan atau program.
Seperti sabda rasulullah Muhammad SAW, yang artinya:
Ketahuilah, bahwa kamu sekalian adalah sebagai pemimpin dan kamu sekalian bertanggung
jawab terhadap pimpinannya(rakyatnya). Maka sebagai Amir (pemimpin) yang memimpin
manusia yang banyak adalah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas
pimpinannya(rakyatnya). Dan seorang suami(lelaki) adalah sebagai pemimpin bagi keluarganya
dan ia bertanggung jawab terhadap mereka. Seorang istri (wanita) adalah sebagai pemimpin
dirumah, suaminya serta anaknya yang ia bertanggung jawab terhadap mereka. Dan seorang
hamba (budak) adalah sebagai pemimpin dalam menjaga harta tuannya. Ketahuilah, kamu
sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertanggung jawab terhadap pimpinannya. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya:
pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh karena itu, pemimpin
hendaklah melayani dan menolong orang lain untuk maju. ( HR. Abu Naim Bahwa)[3]
Maka Pemimpin yang baik adalah kepemimpinan yang bertanggung jawab terhadap yang
dipimpinnya serta bertanggung jawab terhadap pemimpin-Nya. Kepeimpinan ini juga yang
mampu memberikan teladan yang baik kepada umatnya. Seorang pemimpin dalam Islam
merupakan urgensi yang diwajibkan Islam dan umat harus menegakannya, agar dia dapat
membela umat.[4]
Pengertian Pemimpin
Seorang pemimpin adalah juga seorang dalam suatu perkumpulan yang diharapkan
menggunakan pengaruhnya dalam mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok. Pemimpin yang
jujur ialah seorang yang memimpin dan bukan seorang yang menggunakan kedudukannya untuk
memimpin.
Kepemimpinan dan Pemimpin dan dalam suatu organisasi atau lembaga, dalam tulisan
pemimpin dan kepemimpinan , oleh Kartini Kartono, diterbitkan PT Raja Grapindo persada,
jakarta 2008 mendefenisikan pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan, khususnya kecakapan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi
orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian
satu atau beberapa tujuan. Maka pemimpin dapat dikatakan sebagai seorang yang memiliki satu
atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi( bakat yang dibawa sejak lahir), dan merupakan
kebutuhan dari satu situasi atau zaman, sehingga dia mempunyai kekuasaan dan kewibawaan
untuk mengarahkan dan membimbung bawahan. Dia juga mendapatkan pengakuan serta
dukungan dari bawahannya dan mampu menggerakan bawahan kearah tujuan tertentu.
Konsepsi mengenai persyaratan kepeimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting,
yaitu: kekuasaan, kewibawaan dan kemampuan. Kriteria pemimpin dalam suatu organisasinya
adalah: pribadi yang harus memiliki kelebihan, yaitu:
1. kapasitas: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau Verbal Facility,
keaslian, kemampuan menilai.
2. Prestasi( achicvement): gelar sarjana, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olah raga.
3. Tanggung jawab: mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan punya asrat
untuk unggul.
4. Partisipasi: aktif, memiliki soaiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif atau suka
bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor.
5. Status: meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar.
Menurut Henry Pratt Fairchild[4] menyatakan pemimpin dalam pengertian luas, dimana
seorang yang memimpin dengan jalan yang memprakasai tingkah laku sosial dengan mengatur,
mengarahkan, mengorganisir atau mngontrol usaha atau upaya orang lain, atau melalui prestise,
kekuasaan atau posisi. Konsepsi kepemimpinan itu harus dikaitkan dengan kekuasaan,
kewibawaan dan kemampuan, dalam melaksanakan kepemimpinan dalam suatu organisasi.
Petuah, pandangan dan pemikiran KH. Maimoen Zubur Konsep kepemimpinan dalam Islam yang
dikutip dari internet, sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh. Ia dibangun
tidak saja oleh nilai-nilai transendental, namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu
oleh nabi Muhammad SAW, para Shahabat dan Al-Khulafa Al-Rosyidin. Pijakan kuat yang
bersumber dari Al-quran dan Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan
konsep kepemimpinan Islam sebagai salah satu model kepemimpinan yang diakui dan dikagumi
oleh dunia internasional.
Secara etimologi kepemimpinan berarti Khilafah, Imamah, Imaroh, yang mempunyai makna
daya memimpin atau kualitas seorang pemimpin atau tindakan dalam memimpin. sedangkan
secara terminologinya adalah suatu kemampuan untuk mengajak orang lain agar mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah upaya
untuk mentransformasikan semua potensi yang terpendam menjadi kenyataan. Tugas dan
tanggungjawab seorang pemimpin adalah menggerakkan dan mengarahkan, menuntun, memberi
mutivasi serta mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan.
Tugas Utama Pemimpin
Kepemimpinan sebagai bagian dari politik- adalah bagian dari ajaran agama Islam. Tidak benar
pernyataan yang mengatakan bahwa agama tidak boleh dibawa kedalam politik. Karena politik
itu artinya adalah mengatur, sementara fungsi utama agama adalah mengatur kehidupan manusia.
Jadi politik harus bersendikan agama. Agama harus dijadikan pedoman berpolitik dan
memberikan pencerahan beragama harus jadi tujuan dalam agenda politik.
Dengan bersendikan agama dan agama sebagai tujuan berpolitik maka akan terwujud politik
yang bersih, bermoral, saling menghormati dan saling membangun. Tapi sekarang ada
kecenderungan agama hanya dijadikan jualan politik, tujuannya untuk meraih suara dan
menampilkan kesan baik calon. Yang seperti ini tidak seiring dengan pernyataan kita bahwa
agama harus jadi panduan dan tujuan politik.
Karena politik dan kepemimpinan adalah satu bagian dari agama islam, maka sangat banyak
dijumpai dalam al-Quran, hadis ataupun petuah Sahabat yang membincangkan tentang tugas
seorang pemimpin.
Tentang tugas kepemimpinan ini, diantaranya, Allah isyaratkan dalam Al-Quran surat Al-Hajj
ayat 41. Allah swt berfirman yang artinya,( yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat maruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.
Ayat ini menjelaskan bahwa ada 4 tugas orang-orang yang memperoleh kekuasaan, menjadi
pemimpin.[6]
Pertama; mendirikan shalat. Maksudnya adalah seorang pemimpin mestilah senantiasa baik dari
sisi spritualitas. Jiwa yang baik, yang terlahir dari hubunganya yang baik dengan Allah, akan
mendorong seorang pemimpin agar tidak lalai dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan
dirinya atau orang-orang yang satu golongan dengannya saja. Mendirikan shalat juga bisa
dimaknai bahwa tugas pemimpin adalah membimbing masyarakat supaya mempunyai kesadaran
beragama, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan. Tidak hanya di dunia tetapi juga di
akhirat. Maka, pemimpin atau kepala daerah harus memberikan perhatian yang lebih kepada
program yang mengarah kepada peningkatan kesadaran pengamalan ajaran agama di masyarakat.
Kedua; melaksanakan zakat. Zakat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Dalam
hampir semua ayat yang memerintahkan shalat, selalu diiringi dengan perintah kewajiban zakat.
Ini menunjukkan pentingnya zakat dalam Islam. Tujuan diwajibkannya zakat adalah
menanamkan pemahaman bahwa pada harta setiap orang yang berkemampuan lebih terdapat hak
orang lain, yaitu orang-orang miskin. Zakat juga mengajarkan tentang nilai solidaritas,
kepedulian kepada golongan yang tidak mampu. Zakat juga dipandang bisa menjadi salah satu
jalan pengentasan kemiskinan. Potensi zakat sangat besar. Tetapi karena kesadaran masyarakat
masih rendah, terutama dari kalangan pengusaha, konglomerat, pegawai negeri, maka zakat
belum bisa terlalu diharapkan sebagai solusi atas masalah kemiskinan. Maka, tugas pemimpin,
ulama dan orang yang mempunyai kemampuan memberikan kesadaran di masyarakat, adalah
menerangkan kewajiban zakat dan tujuan-tujuan agung di baliknya. Sehingga, masyarakat
kurang mampu bisa merasakan bahwa mereka diperhatikan dan orang-orang yang kaya bisa
hidup dengan bahagia karena harta mereka telah disucikan melalui membayar zakat harta.
Ketiga dan keempat; mengajak kepada kebaikan; dan mencegah kemungkaran. Dua prinsip ini
sifatnya sangat umum. Karena umum, kita memerlukan kepada acuan budaya dan pedoman
agama dalam memahami apa saja perkara yang merupakan kebaikan dan kemungkaran. Secara
umumnya budaya di masyarakat Lahat hanya sedikit yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
agama Islam. Sebagian besar sejalan-seiring dengan ajaran Islam. Oleh karena agama adalah
sumber hukum utama umat islam, maka budaya-budaya yang ada di masyarakat saat ini harus
mengalami penyesesuain. Budaya yang tidak sejalan dengan budaya harus secara bijak dan
berproses dipahamkan kepada masyarakat bahwa ia adalah salah dalam pandangan agama.
Sementara budaya-budaya baik lainnya, yang sudah sesuai dengan Islam dipahamkan bahwa
Islam secara prinsip menggalakkannya dan jika budaya tadi diterapkan dengan niatan
mengamalkan agama maka ia akan bernilai pahala.
Mengajak kepada kebaikan artinya pemimpin sebagai orang yang teratas bertanggung jawab
atas terwujudnya program-program yang mencerdaskan masyarakat dan membentuk masyarakat
yang berilmu dan mencintai ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Kenapa ilmu dipandang
penting? Karena hanya dengan ilmu saja, sebuah masyarakat yang baik, yang akan sejahtera di
dunia dan di akhirat bisa terwujud. Tidak ada suatu masyarakat yang maju sementara sebagian
besar mereka tidak terdidik.
Adapun mencegah kepada kemungkaran artinya pemerintah daerah/pemimpin bertanggung
jawab mengeluarkan peraturan, mengambil tindakan-tindakan yang bisa memberikan rasa aman
kepada masyarakat dari berbagai bentuk kejahatan ataupun perilaku dan budaya yang tidak
sesuai dengan ajaran agama. Sebenarnya, orang-orang yang menyimpang, dengan melakukan
kejahatan dan perbuatan menggangu jumlahnya sangat sedikit berbanding masyarakat biasa yang
baik-baik. Karena jumlahnya sedikit, maka ketegasan, atau mungkin keras, harus dijatuhkan
kepada orang-orang seperti ini yang berpotensi membuat gejolak dalam masyarakat.
Untuk perilaku/budaya baru menyimpang masyarakat kita, terutama kalangan remaja seperti
pergaulan bebas, maka solusinya adalah memberikan pemahaman dan kesadaran kepada mereka
akan ajaran agama kita. Satu jam pelajaran agama dalam seminggu untuk pelajar yang sekolah di
sekolah negeri sangatlah tidak cukup. Pemerintah harus memikirkan program-program lain atas
permasalahan ini. Diantara program yang patut dilirik adalah mentoring atau kaderisasi.
Gambaran sederhana program ini, pelajar-pelajar dibagikan kepada kelompok-kelompok dan
setiap kelompok mempunyai satu mentor/pembimbing. Pembimbing bisa diambil dari kakak-
kakak kelas yang telah menjalani pembekalan atau pelatihan. Tidak hanya materi agama yang
bisa dimasukkan, tetapi materi lain yang bisa membangun karakter atau kepribadian juga bisa
ditambahkan. Program mentoring ini bisa dijadikan program ko-kurikulum dan diterapkan di
semua sekolah negeri.
Akhir sekali, kenapa empat tugas ini penting dan harus dijadikan agenda utama seorang
pemimpin? Karena inilah petunjuk Al-Quran. Dan kita sebagai Muslim sudah sepatutnya
menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup kita. Dan karena empat tugas di atas, pada
kesimpulannya, bertujuan membentuk masyarakat yang sejahtera dan bertakwa/mendapat
keridhaan dari Allah.
Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah[7] :
1. Pemimpin bekerja dengan orang lain. Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan
lain dalam organisasi sebaik orang di luar organisasi.
2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan
(akuntabilitas). Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas,
menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik.
Pemimpin bertanggungjawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.
3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas. Proses kepemimpinan
dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan
prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,
dan menyelesaikan masalah secara efektif.
4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual. Seorang pemimpin harus
menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat
mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh
pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
5. Manajer adalah seorang mediator. Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi.
Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).
6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat. Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan
melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat
mewakili tim atau organisasinya.
7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit. Seorang pemimpin harus dapat memecahkan
masalah.
Karakteristik Pemimpin Dalam Islam
Pemimpin ideal menurut Islam erat kaitannya dengan figur Rasulullah SAW. Beliau adalah
pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah merupakan suri tauladan bagi setiap
orang, termasuk para pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada kebaikan, kebaikan dan
kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Quran:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah. (QS Al-Ahzab:21)
Sebagai pemimpin teladan yang menjadi model ideal pemimpin, Rasulullah dikaruniai empat
sifat utama, yaitu: Sidiq, Amanah, Tablig dan Fathonah. Sidiq berarti jujur dalam perkataan dan
perbuatan, amanah berarti dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab, Tablig berarti
menyampaikan segala macam kebaikan kepada rakyatnya dan fathonah berarti cerdas dalam
mengelola masyarakat.[8]
Sidiq/Jujur
Kejujuran adalah lawan dari dusta dan iamemiliki arti kecocokan sesuatusebagaimana dengan
fakta. Di antaranya yaitu kata rajulun shaduq (sangatjujur), yang lebih mendalammaknanya
daripada shadiq (jujur).Al-mushaddiqyakni orang yang membenarkan setiapucapanmu, sedang
ash-shiddiq ialah orangyang terus menerus membenar-kan ucapan orang, danbisa juga orang
yang selalumembuktikan ucapannya dengan perbuatan.Di dalam al-Quran disebutkan
(tentangibu Nabi Isa), Dan ibunya adalah seorangshiddiqah. (Al-Maidah: 75).Maksudnya
ialah orang yang selalu berbuat jujur.
Kejujuran merupakan syarat utama bagi seorang pemimpin. Masyarakat akan menaruh respek
kepada pemimpin apabila dia diketahui dan juga terbukti memiliki kwalitas kejujuran yang
tinggi. Pemimpin yang memiliki prinsip kejujuran akan menjadi tumpuan harapan para
pengikutnya. Mereka sangat sadar bahwa kualitas kepemimpinannya ditentukan seberapa jauh
dirinya memperoleh kepercayaan dari pengikutnya.[9] Seorang pemimpin yang sidiq atau bahasa
lainnya honest akan mudah diterima di hati masyarakat, sebaliknya pemimpin yang tidak jujur
atau khianat akan dibenci oleh rakyatnya. Kejujuran seorang pemimpin dinilai dari perkaataan
dan sikapnya. Sikap pemimpin yang jujur adalah manifestasi dari perkaatannya, dan perkatannya
merupakan cerminan dari hatinya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam disifati dengan ash-shadiqul amin (jujur dan terpercaya) , dan
sifat ini telah diketahui oleh orang Quraisy sebelum beliau diutus menjadi rasul. Demikian pula
Nabi Yusuf alaihis salam juga disifati dengannya, sebagaimana firman Allah subhanahu
wataala(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru), Yusuf, hai orang yang amat
dipercaya. (QS.Yusuf: 46)
Khalifah Abu Bakar radhiyallahu anhu juga mendapatkan julukan ini (ash-shiddiq). Ini semua
menunjukkan hawa kejujuran merupakan salah satuperilaku kehidupan terpenting para rasul dan
pengikut mereka.Dan kedudukantertinggi sifat jujur adalah ash-shiddiqiyah Yakni tunduk
terhadap rasulsecara utuh (lahir batin) dan diiringi keikhlasan secara sempurna kepadaPengutus
Allah.
Imam Ibnu Katsir berkata, Jujur merupakan karakter yang sangat terpuji, oleh karena itu
sebagian besar sahabat tidak pernah coba-coba melakukan kedustaan baik pada masa jahiliyah
maupun setelah masuk Islam. Kejujuran merupakan cirrikeimanan, sebagaimana pula dusta
adalah ciri kemunafikan, maka barang siapajujur dia akan beruntung. (Tafsir Ibnu Katsir 3/643)
Dalam Al-Quran surat At-taubah ayat 119, Allah SWT mengisyaratkan kepada muslimin untuk
senantiasa bersama orang-orang yang jujur.
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-
orang yang benar.( QS. At-Taubah:119)
Rasulullah SAW bersabda mengenai pentingnya kejujuran.
Jauhilah dusta karena dusta akan membawa kepada dosa dan dosa membawamu ke neraka.
Biasakanlah berkata jujur karena jujur akan membawamu kepada kebajikan dan kebajikan
membawamu ke surga (HR Bukhari dan Muslim)
Amanah/Terpercaya
Muhammad SAW bahkan sebelum diangkat menjadi rasul telah menunjukkan kualitas
pribadinya yang diakui oleh masyarakat Quraish. Beliau dikenal dengan gelar Al-Amien, yang
terpercaya. Oleh karena itu ketika terjadi peristiwa sengketa antara para pemuka Quraish
mengenai siapa yang akan meletakkan kembali hajar aswad setelah renovasi Kabah, meraka
dengan senang hati menerima Muhammad sebagai arbitrer, padahal waktu itu Muhammad
belum termasuk pembesar.
Amanah merupakan kwalitas wajib yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dengan memiliki
sifat amanah, pemimpin akan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat yang telah diserahkan
di atas pundaknya. Kepercayaan maskarakat berupa penyerahan segala macam urusan kepada
pemimpin agar dikelola dengan baik dan untuk kemaslahatan bersama.
Terjadinya banyak kasus korupsi di negara kita, merupakan bukti nyata bahwa bangsa Indonesia
miskin pemimpin yang amanah. Para pemimpin dari mulai tingkat desa sampai negara telah
terbiasa mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan cara memanfaatkan jabatan sebagai jalan
pintas untuk memperkaya diri. Pemimpin semacam ini sebenarnya tidak layak disebut sebagai
pemimpin, mereka merupakan para perampok yang berkedok.
Mengenai nilai amanah, Daniel Goleman mencatat beberapa ciri orang yang memiliki sifat
tersebut.
Dia bertindak berdasarkan etika dan tidak pernah mempermalukan orang
Membangun kepercayaan diri lewat keandalan diri dan autentisitas (kemurnia/kejujuran)
Berani mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidka etis ornag lain
Berpegang kepada prinsip secara teguh, walaupun resikonya tidak disukai serta memiliki
komitmen dan menepati janji
Bertangung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan serta terorganisir dan cermat
dalam bekerja. [10]
Amanah erat kaitanya dengan janggung jawab. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang
bertangggung jawab. Dalam perspektif Islam pemimpin bukanlah raja yang harus selalu dilayani
dan diikuti segala macam keinginannya, akan tetapi pemimpin adalah khadim. Sebagaimana
pepatah Arab mengatakan sayyidulqaumi khodimuhum, pemimpin sebuah masyarakat adalah
pelayan mereka.
Sebagai seorang pembantu, pemimpin harus merelakan waktu. Tenaga dan pikiran untuk
melayani rakyatnya. Pemimpin dituntut untuk melepaskan sifat individualis yang hanya
mementingkan diri sendiri. Ketika menjadi pemimpin maka dia adalah kaki-tangan rakyat yang
senantiasa harus melakukan segala macam pekerjaan untuk kemakmuran dan keamanan
rakyatnya.
Dalam buku The 21 Indispensable Quality of Leader, John C. Maxwell menekankan bahwa
tanggung jawab bukan sekedar melaksanakan tugas, namun pemimpin yang bertanggung jawab
harus melaksanakan tugas dengan lebih, berorienatsi kepada ketuntasan dan
kesempurnaan. Kualitas tertinggi dari seseorang yang bertangging jawab adalah
kemampuannya untuk menyelesaikan[11].
Tablig/Komunikatif
Kemampuan berkomunikasi merupakan kualitas ketiga yang harus dimiliki oleh pemimpi sejati.
Pemimpin bukan berhadapan dengan benda mati yang bisa digerakkan dan dipindah-pindah
sesuai dengan kemauannya sendiri, tetapi pemimpin berhadapan dengan rakyat manusia yang
memiliki beragam kecenderungan. Oleh karena itu komunikasi merupakan kunci terjainnya
hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyat.
Pemimpin dituntut untuk membuka diri kepada rakyatnya, sehingga mendapat simpati dan juga
rasa cinta. Keterbukaan pemimpin kepada rakyatnya bukan berarti pemimpin harus sering curhat
mengenai segala kendala yang sedang dihadapinya, akan tetapi pemimpin harus mampu
membangun kepercayaan rakyatnya untuk melakukan komunikasi dengannya. Sebagai contoh,
Rasulullah SAW pernah didatangi oleh seorang perempuan hamil yang mengaku telah berbuat
zina. Si perempuan menyampaikan penyesalannya kepada Rasul dan berharap diberikan sanksi
berupa hukum rajam. Hal ini terjadi karena sebagai seorang pemimpin Rasulullah membuka diri
terhadap umatnya.
Salah satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya menyatakan
kebenaran meskipun konsekwensinya berat. Dalam istilah Arab dikenal ungkapan, kul al-haq
walau kaana murran, katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meskipun pahit rasanya.
Tablig juga dapat diartikan sebagai akuntabel, atau terbuka untuk dinilai. Akuntabilitas berkaitan
dengan sikap keterbukaan (transparansi) dala kaitannya dengan cara kita
mempertanggungkawabkan sesuatu di hadapan orang lain. Sehingga, akuntabilitas merupakan
bagian melekat dari kredibilitas. Bertambah baik dan benar akuntabilitas yang kita miliki,
bertambah besar tabungan kredibilitas sebagai hasil dari setoran kepercayaan orang-orang
kepada kita[12].
Fathonah/Cerdas
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata masyarakatnya sehinga memiliki
kepercayaan diri. Kecerdasan pemimpin akan membantu dia dalam memecahkan segala macam
persoalan yang terjadi di masyarakat. Pemimpin yang cerdas tidak mudah frustasi menghadapai
problema, karena dengan kecerdasannya dia akan mampu mencari solusi. Pemimpin yang cerdas
tidak akan membiarkan masalah berlangsung lama, karena dia selalu tertantang untuk
menyelesaikan masalah tepat waktu.
Contoh kecerdasan luar biasa yang dimiliki oleh khalifah kedua Sayyidina Umar ibn Khattab
adalah ketika beliau menerima kabar bahwa pasukan Islam yang dipimpin oleh Abu Ubaidah
ibnu Jarrah yang sednag bertugas di Syria terkena wabah mematikan. Sebagai pemimpin yang
bertanggung jawab, Umar ibn Khattab segera berangkat dari Madinah menuju Syria untuk
melihat keadaan pasukan muslim yang sedang ditimpa musibah tersebut. Ketika beliau sampai di
perbatasan, ada kabar yang menyatakan bahwa keadaan di tempat pasukan mulimin sangat
gawat. Semua orang yang masuk ke wilayah tersebut akan tertular virus yang mematikan.
Mendengar hal tersebut, Umar ibn Khattab segera mengambil tindakan untuk mengalihkan
perjalanan. Ketika ditanya tentang sikapnya yang tidak konsisten dan dianggap telah lari dari
takdir Allah, Umar bin Khattab menjawab, Saya berplaing dari satu takdir Allah menuju takdir
Allah yang lain.
Kecerdasan pemimpin tentunya ditopang dengan keilmuan yang mumpuni. Ilmu bagi pemimpin
yang cerdas merupakan bahan bakar untuk terus melaju di atas roda kepemimpinannya.
Pemimpin yang cerdas selalu haus akan ilmu, karena baginya hanya dengan keimanan dan
keilmuan dia akan memiliki derajat tinggi di mata manusia dan juga pencipta. Sebagaimana
firman Allah dalam Al-Quran.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam
majlis, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: Berdirilah kamu, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al Mujadalah:11)
Kepemimpinan menurut Rivai juga memiliki beberapa ciri penting yang menggambarkan
kepemimpinan Islam adalah sebagai berikut: .[13]
a. Setia; Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
b. Tujuan; Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok
tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
c. Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam; Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh
menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat. Waktu mengendalikan urusannya
ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi
atau orang-orang yang tak sepaham.
d. Pengemban Amanah; menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai oleh
tanggung jawab yang besar. Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk
Allah dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya.[14]
Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka mendirikan
shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang maruf dan mencegah perbuatan yang
mungkar.
e. Tidak sombong; Menyadari bahwa diri kita ini adalah kecil, karena yang besar hanya Allah
SWT, sehingga allahlah yang boleh sombong. Sehingga kerendahan hati dalam memimpin
merupakan salah satu ciri kepemimpinan yang patut dikembangkan.
f. Disiplin, konsisten dan konsekwen; Sebagai perwujudan seorang pemimpin yang profesional
yang akan memegang teguh janji, ucapan dan perbuatan yang dilakukan, karena ia menyadari
bahwa Allah SWT mengetahui semua yang ia lakukan bagaimanapun ia berusaha
menyemunyikannya.
Ciri-ciri kepemimpinan diatas dapat diaplikasikan pada kepemimpinan sekarang. Tugas seorang
pemimpin ini adalah mengawasi, memimpin, dan memperhatikan ummat Islam.
Pemilihan Pemimpin
Sebutan pemimpin dalam Islam muncul ketika seseorang memiliki kemampuan dan
mengarahkan perilaku orang lain, kepribadian yang khas, memiliki kecakapan dan sifat-sifat
yang khusus yang tidak dimiliki orang lain. Apabila cirri-ciri tersebut dikaitkan pada mobilisasi
massa, maka lahirlah istilah pemimpin massa, jika dikaitkan dengan organisasi kedinasan
pemerintah maka dinamakan jabatan pimpinan. Jika dikaitkan dengan administrasi maka
dinamakan administrator. Begitu juga muncul istilah mursyid untuk organisasi tarekat, kyai
untuk pengasuh pesantren dan imam bagi pimpinan shalat. Dan dibidang pemerintahan dan
negara, pemimpin banyak menggunakan istilah yang bermacam-macam,
diantaranya: imamah (untuk kalangan shi`i), khalifah ( untuk kalangan sunni), juga raja didalam
suatu kerajaan dan istilah presiden didalam negara republik.
Ada banyak dimensi tentang kepemimpinan. Tetapi bagi kita, secara mendasar kepemimpinan
berarti mempengaruhi orang lain. Ini merupakan defenisi yang luas dan termasuk didalamnya
bermacam-macam perilaku yang diperlukan untuk mempengaruhi orang lain. Sebagian besar
perspektif kepemimpinan memandang pemimpin sebagai sumber pengaruh. Pemimpin dalam
memimpin pada dasarnya mempengaruhi dan para pengikut mengikuti sebagai pihak yang
dipengaruhi.[15]
Pada dasarnya kepemimpinan mengaju pada suatu proses untuk menggerakkan sekelompok
orang untuk menuju kesuatu tujuan yang telah ditetapkan atau disepakati bersama dengan
mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa. Dengan
kemampuannya seorang pemimpin yang baik mampu menggerakkan orang-orang menuju tujuan
jangka panjang dan betul-betul merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang terbaik.
Tujuan tersebut bias bersifat umum, seperti penyebaran ilmu yang bermanfaat keseluruh dunia,
atau khusus seperti mengadakan konferensi mengenai isu tertentu. Apapun cara yang dilakukan
pemimpin hasilnya haruslah memenuhi kepentingan terbaik orang-orang yang terlibat dalam
tujuan.
Dengan demikian kepemimpinan dapat dikatakan sebagai peranan dan juga suatu proses untuk
mempengaruhi orang lain. Pemimpin adalah anggota dari suatu perkumpulan yang diharapkan
dapat menggunakan pengaruhnya untuk mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok. Sehingga
dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin yang jujur ialah seorang yang memimpin dan bukan
seorang yang menggunakan kedudukan untuk memimpin.
Sasaran kepimpinan dalam Islam adalah menerrapkan Syariah dan menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk membangkitkan syarat bagi tegaknya tatanan Islam. Tujuan yang suci ini harus
menjadi sasaran setiap pemimpin islam, apabila ia memang menghendaki dukungan, kepatuhan,
dan ketundukan dari umat. Guna lebih menjelaskan betapa pentingnya arti kepemimpinan, rasul
pernah bersabda yang artinya:
Tidaklah diperkenankan bagi tiga orang yang ada didaerah terbuka(dalam perjalanan),
bersama-sama tanpa ada seorang pemimpin diantara mereka[16].
Dapat dianggap bahwa dengan adanya seorang pemimpin di dalam kelompok cendrung akan
mereduksi kemungkinan terjadinya ketidak setujuan atau ketegangan di dalam kelompok. Lebih
jauh lagi, pemimpin tersebut dapat menjaga hukum dan ketertiban dalam kelompok, dan
menjamin bahwa tidak ada anggota kelompok yang melanggar norma kelompok.
Ditinjau dari perspektif Islam, maka kepemimpinan dipandang sebagai kewajiban kelompok.
Oleh sebab itu Islam memandang masalah kepemimpinan sebagai upaya untuk menjaga
eksistensi kelompok, sebagaimana sebuah organisasi juga harus memiliki tujuan dan sasaran.
Lebih jauh lagi, posisi kepemimpinan didalam kelompok bukan saja akan memperkuat kegiatan
kegiatan para anggota, tetapi juga akan memenuhi dan menjamin keperluan pribadi dan
kelompok yang ada di dalam organisasi.
Dalam praktek, kepemimpinan sudah ada semenjak manusia hidup berkelompok. Namun
demikian, sebagai ilmu kepemimpinan baru mendapat perhatian sejak timbulnya manajemen
ilmiah (scientific management) yang dipelopori oleh frederich Winslow Taylor.[17]
Kepemimpinan merupakan aktivitas atau kegiatan, suatu hal yang bersifat dinamis, yang
dilakukan oleh seorang pemimpin atau leader. Apabila kepemimpinan menyangkut aktivitasnya,
maka pemimpin berhubungan dengan person atau orangnya, orang yang memimpin atau orang
yang menjalankan kepemimpinan. Pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang
lain dalam suatu usaha bersama guna mencapai tujuan tertentu.
Beberapa defenisi kepemimpinan yang dihimpun Dachel Kamars diantaranya adalah:
1. Menurut Koontz, dkk(1984) leadership as influence the art a of process of influencing
people so that they will strive willingly and enthusiastically to ward the achievement of
group. Kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi morang-orang
sehingga mereka mau bekerja keras secara sukarela dan bersemangat kearah pencapaian
tujuan-tujuan kelompok.
2. Selanjutnya Mondy dan Premeaux (1995) mengemukakan defenisi leadership or a
leading involves influencing others to do what leader them to Maksudnya kepemimpinan
atau pemimpin melibatkan, mempengaruhi orang-orang lain untuk melakukan apa yang
dimaukan pemimpin.
3. Pemimpin adalah proses dari mana pengaruh kegiatan-kegiatan kelompok melebihi atas
harapan-harapan.
4. Kepemimpinan adalah mempengaruhi, membimbing, dan mengarahkan kegiatan dan
pendapat.
5. Kepemimpinan adalah pengaruh yang efektif.
6. Kepemimpinan adalah meyakinkan orang lain untuk memperbaiki minat-minat mereka
sendiri dan dia mau menerima tujuan-tujuan dari satu kelompok seperti miliknya
sendiri.[18]
Berdasarkan defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seorang yang
ditunjuk, dipilih, diangkat dan diberi tugas dan tanggung jawab untuk merencanakan,
mengkoordinasikan, memotivasi, mengevaluasi seluruh potensi agar aktif melakukan aktivitas-
aktivitas dalam rangka mencapai sasaran tujuan organisasi.
Selanjutnya sebagai pemimpin yang akan bergerak dalam kepemimpinan tentu harus memiliki
beberapa persyaratan, Kartini Kartono mengemukakan bahwa syarat-syarat pemimpin itu selalu
terkait dengan tiga hal yaitu:
1. Kekuasaan yaitu kekuatan atau kekuasaan,[19] otoritas dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk
berbuat sesuatu.
2. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu mengatur
orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin dan berusaha melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan ialah segala daya kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan atau
keterampilanteknis maupun social yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota
biasa.[20]
Dari ketiga syarat kepemimpinan diatas, tentu setiap model kepemimpinan seseorang
dalam sebuah organisasi harus memenuhi kritria tersebut.
Kesimpulan
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana
seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin., kepemimpinan dalam pandangan Al-
Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi
merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt. Kepemimpinan adalah amanah, titipan
Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan
melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam
menjalankan tanggung jawab melayani rakyat.
Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat
kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya
terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya,
yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di
dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang
menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik
dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. (3)
Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan
menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu
penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya
(akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi
(kesalahan).
Dalam proses pengangkatan seseorang sebagai pemimpin terdapat keterlibatan pihak lain selain
Allah, yaitu masyarakat. Karena yang memilih pemimpin adalah masyarakat. Konsekwensinya
masyarakat harus mentaati pemimpin mereka, mencintai, menyenangi, atau sekurangnya tidak
membenci. Di lain pihak pemimpin dituntut untuk memahami kehendak dan memperhatikan
penderitaan rakyat. Sebab dalam sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang mampu
memahami bahasa (kehendak) kaumnya serta mengerti (kesusahan) mereka
Catatan Kaki:
[1] Muhammad Ahmad, Al-Buraey, Islam Landasan Alternative Administrasi Pembangunan,
Jakarta, CV Rajawali, 1985, Hlm 375.
[2] H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, Yokyakarta,Gajah Mada Unuversiuty
Press,2001, Hlm, 17
[3] www.al-amien.ac.id, atau di qalam.or.id
[4] Shalih Bin Ghanim As-Sadlan, Aplikasi Syariat Islam, Jakarta, Darul Fallah, 2002, Hlm 21
[5] Henry Pratt Fairchild, Dictionary of Sociology and Related Sciences, Littefield Adam & Co,
Peterson, New Jersey, 1960, Hlm 174
[6] Renoismanto.Tugas Pemimpin http://renoismanto.wordpress.com/2013/08/25/tugas-
pemimpin/. Diakses 29 Januari 2014
[7] Siska cahaya. Kepemimpinan Pendidikan. http://www.kmpk.ugm.ac.id/data//5a-
KEPEMIMPINAN(revDes02).doc. Diakses 29 jan 2014
[8] Bambumoeda. karakteristik-pemimpin-ideal-menurut-
islam. http://bambumoeda.wordpress.com/2012/05/29/karakteristik-pemimpin-ideal-menurut-
islam/.diakses 30 jan 2014
[9] Toto Tasmara. Spiritual Centered Leadership, hal. 163
[10] Goleman 1998 Ibid, hal. 124.
[11] John C. Maxwell, The 21 Indispensable Quality of Leader, hal. 124-125.
[12] Toto Tasmara, Spiritual, hal. 19.
[13] Veithzal Rivai, Kiat Kepemimpinan dalam Abat-21, Jakarta, Murai Kencana, 2004, Hlm 72
[14] QS.Al-Hajj (22 : 41)
[15] Dachnel Kamars. Administrasi pendidikan. Padang. Universitas putra Indonesia Press.
2005. hal
[16] Al-Ghazali, Vol VI. Hlm 1091
[17] Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi, Yogyakarta, 2003, hal.169
[18] Dachnel Kamars, Administrasi Pendidikan, tiori dan praktek, Suryani Indah, Padang,2004,
hal.164
[19] Disuatu sisi, penggunaan power (kekuasaan) memang perlu, karena dengan power tersebut
seseorang akan dapat mempengaruhi dan meminpin orang lain demi mencapai tujuan yang ia
inginkan, tapi disisi lain dengan kekuasaan(power) yang menjurus kepada otoriter, justru akan
memperkeruh suasana kelangsungan organisasi, lihat James L. Gibson, Organizations,
terjemahan Djoerban Wahid, Erlangga, Jakarta, 1994, hal 260
[20] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Raja Gravindo Persada, Jakarta, 2004, hal
36
Daftar Pustaka
Muhammad Ahmad. 1985 Al-Buraey, Islam Landasan Alternative Administrasi Pembangunan,
(Jakarta, CV Rajawali)
Henry Pratt Fairchild.1960. Dictionary of Sociology and Related Sciences, (Littefield Adam &
Co, Peterson, New Jersey, )
Dachnel Kamars. Administrasi pendidikan. 2005(Padang. Universitas putra Indonesia Press.)
Al-Quran al-Karim dan terjemahannya. T.th. Departemen Agama RI Semarang. PT. Toha
Putera
H.M Arifin.2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi aksara)
Hadari Nawawi.2001. Kepemimpinan Menurut Islam, (Yokyakarta,Gajah Mada Unuversiuty
Press)
Kartini Kartono.1982. Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta, Grafindo Persada)
M.Chabib Thoha.1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar. Yokyakarta)
Muhammad Ahmad Al-Buraey.1985. Islam Landasan Alternative Administrasi Pembangunan,
(Jakarta, CV Rajawali)
Shahih Al-Bukhari dari Ibnu Umar r.a. no. 893, 2409, 2558, 2751, 5188, 5200 dan Shahih
Muslim dari Ibnu Umar no. 4724, HR. Tirmidzi; bab al-jihad, HR. Abu Dawud; bab al-
Imarat dan HR. Ahmad; bab al-Iman.
Shalih Bin Ghanim As-Sadlan. 2002 Aplikasi Syariat Islam, (Jakarta, Darul Fallah)
Veithzal Rivai,2004. Kiat Kepemimpinan dalam Abat-21( Jakarta, Murai Kencana)

Anda mungkin juga menyukai