Anda di halaman 1dari 2

Antibakteri

Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuannya menginfeksi, menimbulkan penyakit, dan merusak
bahan pangan. Mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat, atau dibunuh dengan cara fisik maupun kimia. Antibakteri
merupakan salah satu penghambat mikroorganisme secara kimia yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikrob
serta dapat digunakan untuk kepetingan pengobatan infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Antimikrob meliputi
antibakteri, antifungi, antiprotozoa, dan antivirus (Schunack et al. 1990).Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu
pertumbuhan bahkan dapat mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolismenya (Pelczar & Chan 1988).
Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi
bakterisidal dan bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan
bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi
rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi (Chomnawang et al 2005). Mekanisme kerja antibakteri dapat
terjadi melalui beberapa cara, yaitu kerusakan pada dinding sel, perubahan permeabilitas sel, dan menghambat sintesis
protein dan asam nukleat (Fardiaz 1987). Banyak faktor dan keadaan yang dapat mempengaruhi kerja antibakteri, antara
lain konsentrasi antibakteri, jumlah bakteri, spesies bakteri, bahan organik, suhu, dan pH lingkungan (Pelczar & Chan
1988). Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji
difusi dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak (Hermawan dkk 2007). Metode difusi
merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder,
metode lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang
telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian ke dalam
lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk
melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang berwarna bening (Kusmiyati dan Agustini 2007). Prinsip
metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian
masing-masing konsentrasi ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair. Perlakuan tersebut akan diinkubasi dan
diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa
antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar
Hambat Minimum (KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut
selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi
selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai Kadar Bunuh Minimum
(KBM) atau Minimum Bactericidal Concentration (MBC) (Pratiwi 2008). Sifat antibakteri dapat berbeda antara satu
dengan lainnya. Ada yang berspektrum luas (broad spectrum) bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan
Gram negatif, berspektrum sempit (narrow spectrum) bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram
negatif saja, dan berspektrum terbatas (limited spectrum) bila efektif terhadap spesies bakteri tertentu (Djiwoseputro 1990;
Disc diffusion test atau uji difusi dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk
adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak (Hermawan dkk 2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu
metode silinder, metode lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada
agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian
ke dalam lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati
untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang berwarna bening (Kusmiyati dan Agustini 2007). Prinsip
metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian
masing-masing konsentrasi ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair. Perlakuan tersebut akan diinkubasi dan
diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa
antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar
Hambat Minimum (KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut
selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi
selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai Kadar Bunuh Minimum
(KBM) atau Minimum Bactericidal Concentration (MBC) (Pratiwi 2008). Sifat antibakteri dapat berbeda antara satu
dengan lainnya. Ada yang berspektrum luas (broad spectrum) bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan
Gram negatif, berspektrum sempit (narrow spectrum) bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram
negatif saja, dan berspektrum terbatas (limited spectrum) bila efektif terhadap spesies bakteri tertentu (Djiwoseputro 1990;

Bakteri Uji
Bakteri merupakan mikroba bersel tunggal (uniseluler) yang sangat beragam dan terdapat dimana-mana. Bakteri
berukuran sangat kecil (mikroskopis) dalam satuan mikrometer. Selsel individu bakteri berbentuk elips atau bola (kokus),
batang atau silinder (basilus), dan spiral (spirilium). Pola penataan sel berbentuk tunggal, berpasangan, gerombol, rantai,
atau filamen (Pelczar & Chan 1988). Bakteri dapat memperbanyak diri dengan beberapa cara, yakni pembelahan biner,
melintang spora reproduktif, dan fragmentasi. Waktu yang dibutuhkan sel untuk membelah diri menjadi dua kali lipat
disebut waktu generasi. Waktu generasi masing-masing spesies bakteri tidak sama bergantung kondisi dan nutrisi (Pelczar
& Chan 1988). Schunack et al (1990) membedakan bakteri berdasarkan morfologi dan pemanfaatan kemoterapi menjadi
dua, yaitu
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Dinding sel merupakan komponen utama sel yang memberikan bentuk
serta kekuatan pada sel prokariot. Bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal, sedangkan
peptidoglikan pada bakteri Gram negatif lebih tipis, tetapi memiliki membran luar yang tebal sehingga bersama-sama
dengan peptidoglikan membentuk mantel pelindung yang kuat untuk sel (Mckanne & Kandel 1996). Kedua bakteri dapat
dibedakan berdasarkan pewarnaan Gram. Warna ungu menandakan bakteri Gram positif dan warna merah menandakan
Gram negatif (Pelczar & Chan 1988). Perbedaan antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif diperlihatkan pada
Tabel 1. Bakteri yang sering menyebabkan kerusakan bahan pangan di antaranya Staphylococcus aureus yang tergolong
bakteri Gram positif dan Eschericia coli tergolong bakteri Gram negatif (Pelczar & Chan 1988).

Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan golongan bakteri gram positif, famili Miroccoceae, berbentuk bulat dengan diameter
0.5-1.5 m. S.aureus dapat hidup aerobik maupun anaerobik fakultatif, bersifat non motil dan tidak membentuk spora.
Koloni bakteri ini memiliki pigmen yang relatif bervariasi mulai dari abu-abu, putih sampai kuning keemasan berbentuk
bundar, halus, menonjol dan berkilau. Tumbuh optimum pada suhu 30-37C dengan pH optimum pertumbuhan 7.0-7.5
dan tumbuh baik pada larutan NaCl 15%. Bakteri ini dapat ditemukan pada luka bernanah terutama dalam selaput hidung,
folikel rambut, kulit, dan perineum (Jawetz et al. 1996).
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan menggunakan pelarut yang tidak saling campur.
Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat cair. Pemindahan
komponen dari padatan ke pelarut pada ekstraksi padat-cair melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan
atau ke dinding sel, di dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir adalah pemindahan
larutan dari pori-pori menjadi larutan ekstrak. Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu yang digunakan,
pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne 1987). Pelarut harus mempunyai kelarutan yang tinggi,
tidak berbahaya dan tidak bersifat racun. Tingkat ekstraksi bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan
yang diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dan pelarut sehingga ekstraksi
berlangsung dengan baik (Sudarmadji & Suhardi 1996). Menurut Harborne (1987), metode maserasi digunakan untuk
mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan
panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu (1) pelarut
polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar, (2)
pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Hasil ekstrak yang diperoleh tergantung pada beberapa faktor, yaitu
kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel contoh uji, kondisi dan waktu
penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah contoh uji (Shahidi & Naczk
1991).

Anda mungkin juga menyukai