PENDAHULUAN
Al-Quran adalah kitab suci bagi semua umat Islam, yang diturunkan Allah
Subhanahu wa ta aala dengan jalan mutawattir kepada Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam sebagai mukjizat kerasulannya, yang berisi Wahyu Allah untuk
memberi petunjuk kepada manusia kearah yang terang dan jalan yang lurus, agar
manusia beriman kepada Allah Subhanahu wa ta aala sebagai pencipta Alam semesta
sehingga mustahil untuk meyakini tuhan selain-Nya, juga meyakini bahwa Allah
Subhanahu wa ta aala mengutus seorang rasul untuk menjelaskan pesan yang
terkandung dalam wahyu-Nya tersebut.
Akan tetapi walau demikian, al-Quran bukanlah kitab ilmiah seperti kitab ilmiah
yang dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan. Misi al-Quran adalah dakwah untuk
mengajak manusia menuju jalan yang terbaik. Dan al-Quran pun enggan memilah-
milah pesan-pesannya, agar timbul kesan bahwa satu pesan lebih penting dari pesan
yang lain. Allah Subhanahu wa ta aala yang menurunkan al-Quran menghendaki agar
pesan-pesan-Nya diterima secara utuh dan menyeluruh.1
1
M. Qraish Shihab, Mukjizat al-Quran, cet.XIV, (Bandung : Mizan, 2004), h. 242
1
yang terangkai indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan
pangkalnya.2
Terlepas dari segala macam pro dan kontra mengenai munasabah dalam Al
Quran yang akan kita dapati dalam pemaparan makalah ini, yang jelas usaha untuk
mencari dan menggali lebih dalam tentang apapun yang terkandung di dalam Al-
Quran adalah merupakan upaya besar, dengan maksud kaum muslimin memberikan
perhatian penuh terhadap kitab sucinya, sehingga dapat mengambil petunjuk darinya.
2
Ibid, h. 243.
3
Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, cet. II, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima
Yasa,2003), h, 51.
4
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran, h. 244
2
BAB II
PEMBAHASAN
Aku tengah duduk di samping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu
kembali seperti semula. Kemudian katanya, Jibril telah datang kepadaku dan
memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini di tempat dari surah ini : Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada
kerabat, (an-Nahl : 90) dan seterusnya5
Usman berhenti ketika mengumpulkan Quran pada tempat setiap ayat dari sebuah
surah dalam al-Quran, dan sekalipun ayat tersebut telah mansukh hukumnya, tanpa
mengubahnya. Ini menunjukkan bahwa penulisan ayat dengan tertibnya
adalah taufiqi.6
5
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir AS., (Bogor : Pustaka Litera Antar
Nusa, 2001), h. 205-206
6
Ibid, h. 206
3
Dengan demikian, tertib ayat-ayat Quran seperti yang ada dalam mushaf yang
beredar saat ini adala taufiqi, tanpa diragukan lagi. As-Suyuthi menyebutkan hadits-
hadits berkenaan dengan surat tertentu mengemukakan : Pembacaan surat-surat yang
dilakukan nabi di hadapan para sahabat itu menunjukkan bahwa tertib atau susunan
ayat-ayatnya adalah taufiqi. Sebab, para sahabat tidak akan menyusunnya dengan tertib
yang berbeda dengan yang mereka dengar dari bacaan Nabi. Maka sampailah tertib
ayat seperti demikian kepada tingkat mutawatir.7
Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-
yunasibu-munasabahan yang berarti musyakalah (keserupaan)8, menurut Manna
Khalil Al-Qattan ialah Al-Muqabarah artinya kedekatan9. Dalam pengertian ini As-
Suyuthi menambahkan al-Musyakalah dan Al-Muqabarah artinya kedekatan dan
keserupaan10. Az-Zarkasyi memberi contoh sebagai berikut : Fulan Yunasib
Fulan, berarti si Fulan mempunyai hubungan dekat dengan si fulan itu dan
menyerupainya. Dan dari kata itu lahir pula kata an-Nasib, berarti kerabat yang
mempunyai hubungan dekat seperti dua orang bersaudara.
Istilah munasabah digunakan dalam iIlat hukum dalam bab Qiyas yang berarti Al-
Wasf Al-Muqarib Li Al-Hukm (gambaran/sifat yang berdekatan atau berhubungan
dengan hukum.
7
Ibid, h. 207
8
Badr al-Din al-Zarkasyi, al Burhany fii ulum Al-Quran, (beirut:Dar al-Marifah li al-Tibaah wa
al_Nasyir, 1972), h. 35-36
9
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (terj. Mabahis Fi Ulumil Quran oleh Mudzakir AS,
Bogor : Litera Antar Nusa, 2009), Cet. 12, h. 137.
10
Dr. Rosihan Anwar, Op Cit, hal. 82. mengutip dari jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan Fi Ulumil
Quran, (Daar Al-Fikr, Beirut, t.t, Jilid I) h. 108.
4
Secara terminologi, pengertian Munasabah dapat diartikan sebagai berikut menurut
berbagai tokoh, yaitu:
Artinya :
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal,
akal itu pasti menerimanya.
Artinya :
Artinya :
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau
antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Quran.
5
4. Menurut Al-Biqai, yaitu :
11
Ibid. h. 83
12
Manna Khalil Al-Qattan, Op Cit, h. 138.
13
Dr. Rosihan Anwar, Op Cit, h. 81.
6
Ilmu Munasabah ini dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul, apabila
seseorang tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tapi seseorang dapat
mengetahui relevansi / hubungan ayat itu dengan ayat lainnya. Ada beberapa
pendapat di kalangan ulama tentang ilmu Tanasubul Ayat Was-Suwar ini.
Diantaranya ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada
relevansinya atau hubungannya dengan ayat atau surat lain. Sementara ulama yang lain
berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Hanya memang sebagian besar
ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Selain itu adapula yang
berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tapi
sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain.14 Hal
yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufassir harus mencari kesesuaian
bagi setiap ayat, karena Al-Quranul Karim turun secar bertahap sesuai dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, terkadang seorang mufassir
menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika
tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan memaksakan diri, sebab jika
memaksakannya juga akan menghasilkan kesesuaian yang dibuat-buat dan hal ini tidak
disukai, pernyataan ini senada dengan pendapat Syaikh Izz Ibn Abdus-Salam.
Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi kedalam dua golongan yang
pertama: golongan yang tertarik dengan munasabah, dan yang kedua, Golongan yang
tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu di kaji. Golongan pertama
diwakili oleh Abu Bakar al-Naysabury, Fakhrudin al-Razi, Fakhrudin al-Razi seorang
ulama yang sangat peduli terhadap munasabah, baik munasabah antar ayat atau antar
surat.
14
Drs. H. A. Chaerudji Abd. Chalik, Ulum Al-Quran, (Jakarta : Diadit Media, 2007), hal. 110
7
Ia pernah memberikan apresiasi terhadap surat al-Baqarah dengan mengatakan bahwa
barangsiapa yang menghayati dan merenungkan bagian-bagian dari susunan dan
keindahan urutan surat ini, maka pasti ia akan mengetahui bahwa al-Quran itu
merupakan mukjizat lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-
maknanya.
Golongan ulama yang menolak adanya munasabah dalam al-Quran diwakili oleh
Maruf Dualibi. Ia paling keras menentang menggunakan munasabah untuk
menafsirkan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Quran. Ia mengatakan, maka termasuk
usaha yang tidak perlu dilakukan adalah mencari-cari hubungan di antara ayat-ayat dan
surat-surat al-Quran. Karena menurutnya, al-Quran dalam berbagai ayat yang
ditampilkannya hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip (mabda) dan
norma umum (kaidah) saja. Dengan demikian tidaklah pada tempatnya bila orang
bersikeras dan memaksakan diri mencari korelasi (tanasub) antara ayat-ayat dan surat-
surat yang bersifat tafshil lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-
maknanya. Mahmud Syaltut seorang ulama kontemporer, kurang setuju dengan analisis
munasabah dan menolak menjadikan munasabah sebagai bagian dari ilmu-ilmu al-
Quran. Ia tidak setuju dengan mufasir yang menggunakan munasabah untuk
menafsirkan al-Quran.
Di sisi lain terdapat pendapat-pendapat tentang munasabah, tertib surah dan ayat.
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam al-quran adalah taufiqi, artinya
penetapan dari Rasul, Sementara tertib surah dalam Al-Quran masih terjadi perbedaan
pendapat.
a. Tertib surat berdasarkan ijtihad para sahabat. Pendapat ini diikuti oleh jumhur
ulama seperti Imam Malik, Al-Qhadi Abu Bakr At-Thibb. Beberapa alasan mereka
adalah :
8
1. Tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah tentang tertib surah dalam Al-Quran.
3. Mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda ini menunjukkan bahwa
susunan surah tidak ada petunjuk resmi dari Rasul.
Di antara ulama yang yang berpendapat demikian adalah Al-Qadhi Abu Bakr Al-
Anbari, Ibn Hajar, Al-Zarkasyi dan As-Sayuthi. Alasan yang dikemukakan sebagai
berikut :
1. Ijma sahabat terhadap mushaf Utsman. Ijma ini tak akan mungkin terjadi
kecuali kalau tertib itu tauqifiy, seandainya bersifat ijtihadiy, niscaya pemilik mushaf
lainnya akan berpegang teguh pada mushafnya.
2. Hadist tentang hijzb Al-Quran yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Dawud
dari Huzaifah As-Syaqafi.
c. Tertib surat sebagian taukifi dan sebagian ijtihadiy. Di antara yang berpendapat
demikian adalah Al-Baihaqi. Menurutnya: seluruh surat susunannya berdasarkan
tauqif Rasul kecuali surat Baraah dan Al-Anfal.
Al-Qhadi Abu Muhammad Ibn Athiyah termasuk golongan ini, Dan alasan
Lainnya:
9
Ternyata tidak semua nama-nama surah itu diberikan oleh Allah, tapi sebagiannya
diberikan oleh Nabi dan bahkan ada yang diberikan oleh para sahabat. Adapun yang
diberikan oleh Allah adalah misalnya surat Al-Baqarah, At-Taubah, Ali Imran dll.
Nama surah yang diberikan oleh Nabi adalah yang Nabi sendiri menyebutkan surah
tersebut, seperti surah Thaha dan Yasin. Oleh para sahabat seperti Al-Baroah, yaitu
surat yang di awali tanpa lafal basmalah.
Tindakan An Naisaburu merupakan kejutan dan langkah baru dalam dunia tafsir
waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap persesuian, baik
antarayat ataupun antarsurat, terlepas dari segi tepat atau tidaknya, segi pro dan kontra
terhadap apa yang dicetuskan beliau. Satu hal yang jelas, beliau di pandang sebagai
Bapak Ilmu Munasabah.
Tokoh yang mula-mula membicarakan tentang ilmu ini ialah al-Imam Abu Bakr
an-Naisaburi (meninggal 323H). Selain beliau terdapat banyak lagi ulama yang
membahas. Antara lain:
10
3. Al-Imam al-Farahi al-Hindi Dalail an-Nizam
11
8. Munasabah antara ayat tentang satu tema.
Dalam upaya memahami lebih jauh tentang aspek-aspek munasabah yang telah
diterangkan di atas akan diajukan beberapa contoh di bawah ini.
6( )
Lalu dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti
petunjuk al-Quran, sebagaimana disebutkan :
2 ()
Artinya : Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka
yang bertakwa (Q. S al-Baqarah / 2 : 2)
Nama satu surat pada dasarnya bersifat taufiqi (tergantung pada petunjuk Allah
dan Nabi-Nya). Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat terkadang
12
memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik
nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Suyuthi melihat
adanya keterkaitan antara nama-nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat dalam
suatu surat. Kaitan antara nama surat dengan isi ini dapat di identifikasikan sebagai
berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah
disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena
kedudukannya.
b. Nama diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau peran yang menonjol,
yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan,
peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surat
: al-Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang
tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan spesifik tema haji), an-Nisa (dengan
spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa yang berarti kaum
wanita adalah tentang keharmonisan rumah tangga.
3. Munasabah Antara Satu Kalimat dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat
dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit
yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi
13
munasabah dalam tipe ini memperlihatkan ciri-ciri takid / tasydid (penguat /
penegasan) dan tafsir / itiradh (interfretasi /penjelasan dan cirri-cirinya). Contoh
sederhana takid :
Contoh tafsir:
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung
secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf athaf dan terkadang tidak ada.
Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :
25 ) ___ ___ (
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun pada
hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga
14
membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah
contoh, ayat-ayat di awal Q. S al-Baqarah : 1 20 memberikan sistematika informasi
tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga
tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin
(mengukuhkan isi ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya),
al-Tawsyih (mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal (tambahan penjelasan).
Sebagai contoh :
Salah satu rahasia keajaiban al-Quran adalah adanya keserasian serta hubungan yang
erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh,
dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani bahwa Q. S al-Muminun
15
di awali dengan (respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan di akhiri dengan
(sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir). Dalam Q. S al-
Qasash, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan
Nabi Musa menghadapi Firaun seperti tergambar pada awal surat dengan Nabi
Muhammad SAW yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi
yang dihadapi oleh Musa AS dan Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa akan
memperoleh kemenangan.
Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan
kebesaran Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi,
pertama-tama dirintis oleh al-Kisai dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani
menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Quran dengan
karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Quran. Karya yang dinilainya
paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Tawil oleh Abu Abdullah al-
Razi dan Malak al-Tawil oleh Abu Jafar Ibn al-Zubair.
16
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya
suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni
Q. S al-Nisa / 4 : 34 :
Dan Q. S al-Mujadalah / 58 : 11 :
Tegaknya qiwamah (konteks parsialnya qiwamat al-rijal ala al-nisa) erat sekali
kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q. S an-
Nisa menunjuk kata kunci bimaa fadhdhala dan al-ilm. Antara bimaa fadhdhala
dengan yarfa terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang
muncul karena faktor ilm.
15
Dr. Rosihan Anwar, Op Cit, hal. 96. mengutip dari Abdullah Ad-Darraz, An-Naba Al-Adzim, (Mesir :
Dar Al-Urubah, 1974), h. 159.
17
Maka, dalam mempelajari Munasabah ini banyak sekali terkandung Faedah dan
kegunaannya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :
4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat
balaghah Al-Quran )-peny-. serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna
Al-Quran itu sendiri.19
16
Ibid.
17
Drs. H. A. Chaerudji Abd. Chalik, Op Cit, hal. 122
18
Ibid
19
Op Cit, hal. 123
20
Ibid.
21
Ibid.
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
Al Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir AS., Bogor :
Pustaka Litera Antar Nusa, 2001
Al Zarkasyi, Badr al-Din al-Zarkasyi, al Burhany fii ulum Al-Quran, beirut:Dar al-
Marifah li al-Tibaah wa al_Nasyir, 1972
Anwar, Rosihan, Op Cit, hal. 82. mengutip dari jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan Fi
Ulumil Quran, Daar Al-Fikr, Beirut, t.t, Jilid I
Chirzin, Muhammad, Al-Quran dan Ulumul Quran, cet. II, Yogyakarta : PT. Dana
Bhakti Prima Yasa,2003
Shihab, M. Qraish, Mukjizat al-Quran, cet.XIV, Bandung : Mizan, 2004
20