Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

1. ETIKA POLITIK
Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat
manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam
kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia
sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan untuk
mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian
ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan, asumsi-asumsi,
dan postulat-postulat tentang masyarakat dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik
terdalam dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan
kebijakan politik. Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi
kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus nilai objektif
juga) hasil kesepakatan awal. Jadi, tugas utama etika politik sebagai metode kritis adalah
memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam menjalankan
wewenangnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan
sebagai alat kritik. Etika politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik harus
terbuka terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan.

Etika politik bukanlah sebuah norma. Etika politik juga bukan sebuah aliran filsafat atau
ideologi, sehingga tidak dapat dijadikan sebuah pedoman siap pakai dalam pengambilan
kebijakan atau tindakan politis. Etika politik tidak dapat mengontrol seorang politikus dalam
bertindak atau mengambil keputusan, baik keputusan individu, organisasi, atau kelompok.
Namun, etika politik dapat dijadikan rambu-rambu yang membantu politikus dalam
mengambil keputusan.

Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk
mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan
argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik
membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum
sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga
penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk
individu dan sosial). Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan.
Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggung
jawaban. Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma
moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik legislatif
maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Moralitas kekuasaan
lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.

Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang erdasarkan
Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur
dalam aturan secara legal formal. Karena itu, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa
aturan-aturan moral. Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa filsafat dibagai menjadi beberapa
cabang,terutama dalam hubungan dengan bidang yang di bahas. Pengelompokan etika
sebagaimana dibahas di muka, dibedakan atas etika umum dan etilka khusus. Etika umum
membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap tindakan manuisa, sedangkan etika khusus
membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai
lingkup hidupnya. Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagi pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang
pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian `moral' senantiasa
menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus
senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sbagai manusia.
2. POKOK-POKOK ETIKA POLITIK
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa sebagaimana yang tertuang dalam tap
MPR Nomor VI/MPR/2001 : Rumusan yang bersumber dari ajaran agama,khususnya
yang bersifat universal,dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
pancasila sebagai acuan dasar berfikir,bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan
berbangsa
Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:

a. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara (John Locke)


b. Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
c. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
d. Kedaulatan rakyat (Rousseau)
e. Negara hokum demokratis/republican (Kant)
f. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
g. Keadilan sosial

http://emma-etikadalamorganisasipemerintah.blogspot.co.id/2011/09/pokok-pokok-etika-
dalam-kehidupan.html

3. PENGERTIAN POLITIK

Pengertian Politik
Telah dijelaskan di muka bahwa etika politik termasuk lingkup etika sosial, yang secara
harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik. Oleh karena itu dan hubungan ini perlu
dijelaskan terlebih dahulu lingkup pengertian politik sebagai subjek material kajian bidang ini,
agar dapat diketahui lingkup pembahasannya secara jelas.
Pengertian 'politik' berasal dari kosa kata 'politics', yang memiliki makna bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau `negara' yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan di ikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. pengambilan
keputusan atau 'clecisionmaking' mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu
menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan
yang telah dipilih itu.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan
bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai
kelompok termasuk portal politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.
Pengertian politik berasal dari kosakata politics, yang memiliki makna bermacam
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan
tujuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu . Pengertian politik
secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan
negara, lembaga lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta
birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara.

4. DIMENSI POLITIK MANUSIA


1. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia
sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama
senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat
manusia sebagai individu. Sebaliknya, kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal
sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja.
Individu menurut paham kolektivisme dipandang sekedar sebagai sarana bagi masyarakat. Oleh
karena itu segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham
kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja.
Berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak mungkin memenuhi segala
kebutuhannya sendiri, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa siafat kodrat manusia
hanya bersifat individu atau sosial saja.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam Pancasila yang niainya terdapat dalam budaya
bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat monodualis, yaitu
sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan
dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualistis ataupun totalis sosialistis melainkan
monodualis. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara,
sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negar Indonesia
harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
2. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk
bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan
manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Manusia
mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakannya,
akan teapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap
orang lain. Akan tetapi sering dijumpai karena keterbatasan pengertian dan kesadaran akan
tanggung jawab, maka tindakan pelanggaran moral akan dilakukan sehingga berakibat kepada
kerugian manusia lain. Oleh karena itu baik hukum maupun negara, keduanya memerlukan suatu
legitimasi. Maka etika politik berkaitan dengan objek forma etika, yaitu tinjauan berdasarkan
prinsip-prinsip dasar etika, terhadap objek materia politik yang meliputi legitimasi negara,
hukum, kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legtimasi-legtimasi tersebut.
http://diansrimulyani.blogspot.co.id/2010/11/pancasila-sebagai-etika-politik.html

5. ETIKA POLITIK MANUSIA

Etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan .Legitimasi kekuasaan meliputi:legitimasi etis,
sesuai prinsip-prinsip moral. Legitmimasi legalitas, yaitu keabsahan kekuasaan Moralitas
kekuasaan : Sesuai nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.

Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan menekankan pada segi-segi
kemanusiaan yang luhur.

Nilai politik berpusat kepada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat maupun politik

Inti permasalahan etika politik adalah masalah Legitimasi etis kekuasaan yang dapat di
rumuskan dalam pertanyaan: atas hak moral apa seseorang atau sekelompok orang memegang
dan mempergunakan kekuasaan yang mereka miliki ? betapapun besarnya kekuasaan, selalu
dituntut pertanggung jawaban. Karena itu, etika politik menuntut agar kekuasaan dilaksanakan
sesuai dengan hukum yang berlaku (Legalitas), disahkan secara demokratis (Legitimasi
Demokratis) dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar moral (Legitimasi Moral).
Ketiga tuntutan itu dapat disebut Legitimasi normatif atau etis (Magnis-suseno:1987).
Selanjutnya dijelaskan kriteria-kriteria legitimasi yaitu legitimasi sosiologis, legalitas, dan
legitimasi etis sebagai berikut

1. Legitimasi Sosiologis
Paham sosiologis tentang legitimasi. Mempertanyakan motivasi-motivasi apakah yang nyata-
nyata membuat masyarakat mau menerima kekuasaan atau wewenag seseorang, sekelompok
orang atau penguasa.

2. Legalitas
Suatu tindakan adalah legal apabila dilakukan sesuai dengan hukum atau peraturan yang berlaku.
Jadi legalitas adalah kesesuaian dengan hukum yang berlaku. Legalitas menuntut agar kekuasaan
ataupun wewenang dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku. Jadi suatu tindakan adalah sah
apabila sesuai, tidak sah apabila tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena itu legalitas
merupakan salah satu kriteria keabsahan suatu kekuasaan atau wewenang.

3. Legitimasi Etis
Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan wewenang ataupun kekuasaan politik dari segi norma-
norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan pemerintah apakah
Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Pertanyaan
yang timbul merupakan unsur penting untuk mengarahkan kekuasaan dalam menggunakan
kebijakan-kebijakan yang semakin sesuai tuntutan kemanusian yang adil dan beradab.

Anda mungkin juga menyukai