Anggota kelompok 4 :
UNIVERSITAS JEMBER
2017
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul ANALISIS KUALITAS
LINGKUNGAN BIOTA DARAT. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Analisis Kualitas Lingkungan dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.
Makalah ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya kerja sama dan dukungan dari
semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, kami sebagaii penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Dr. Isa Marufi, S.KM., M.Kes. selaku dosen mata kuliah analisis kualitas lingkungan
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun
makalah ini.
2. Rekan-rekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember yang telah
memberikan saran dan kritik dan masukan yang konstruktif, serta semua pihak yang
terlibat dalam proses penyempurnaan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penyajian data dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat, terutama bagi seluruh aktivitas akademik di
lingkungan Universitas Jember,dan semoga makalah hasil analisis ini dapat menjadi media
untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang keilmuan khususnya pada ilmu
kesehatan masyarakat.
penulis
ii
Daftar Isi
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 1
iii
4.3 Profil Tumbuhan ....................................................................................................... 12
5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 13
iv
Bab 1
Pendahuluan
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang vegetasi dan biota darat di kawasan FKM UNEJ.
1
Bab 2
Kajian Pustaka
2
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau
beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
2.4 Komponen Penyusun Vegetasi
1. Belukar (Shrub): Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki
tangkai yang terbagi menjadi banyak sub tangkai.
2. Epifit (Epiphyte): Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon
dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit. Tumbuhan epifit
adalah tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya.
Namanya dibentuk dari bahasa Yunani: epi-, permukaan atau tutup, dan phyton,
tumbuhan atau pohon. Berbeda dengan parasit, epifit dapat sepenuhnya mandiri, lepas
dari tanah sebagai penyangga dan penyedia hara bagi kehidupannya, maupun dari hara
yang disediakan tumbuhan lain. Air diperoleh dari hujan, embun, atau uap air. Hara
mineral diperoleh dari debu atau hasil dekomposisi batang serta sisa-sisa bagian
tumbuhan lain yang terurai. Meskipun tidak mencuri hara dari tumbuhan yang
ditumpanginya, epifit dapat menjadi pesaing terhadap ketersediaan cahaya. Akar epifit
kadang-kadang juga menutupi dan menembus batang pohon yang ditumpangi sehingga
merusak keseimbangan fisiologi tumbuhan inangnya. Contoh epifit yang populer adalah
berbagai macam anggrek, dan nanas-nanasan (bromeliad).
3. Paku-pakuan (Fern): Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma
seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm): Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi,
tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya
terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber): Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri
namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
Tumbuhan pemanjat ini disebut juga dengan Liana. Suatu tumbuhan dikatakan liana
apabila dalam pertumbuhannya memerlukan kaitan atau objek lain agar ia dapat bersaing
mendapatkan cahaya matahari. Liana dapat pula dikatakan tumbuhan yang merambat,
memanjat, atau menggantung. Berbeda dengan epifit yang mampu sepenuhnya tumbuh
lepas dari tanah, akar liana berada di tanah atau paling tidak memerlukan tanah sebagai
sumber haranya. Tumbuhan memanjat ini paling banyak ditemukan di hutan-hutan
tropika. Contohnya adalah jenis-jenis rotan, anggur, serta beberapa Cucurbitaceae (suku
3
labu-labuan). Liana biasanya bukan parasit namun ia dapat melemahkan tumbuhan lain
yang menjadi penyangganya dan berkompetisi terhadap cahaya.
6. Terna (Herb): Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput.
Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya
tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras. Terna
adalah tumbuhan yang batangnya lunak karena tidak membentuk kayu. Tumbuhan
semacam ini dapat merupakan tumbuhan semusim, tumbuhan dwimusim, ataupun
tumbuhan tahunan. Yang dapat disebut terna umumnya adalah semua tumbuhan
berpembuluh (tracheophyta). Biasanya sebutan ini hanya dikenakan bagi tumbuhan yang
berukuran kecil (kurang dari dua meter) dan tidak dikenakan pada tumbuhan non-kayu
yang merambat (digolongkan tumbuhan merambat). Di daerah tropika banyak dijumpai
terna yang tahunan, sementara di daerah beriklim sedang terna biasanya sangat bersifat
musiman: bagian aerial (yang tumbuh di atas permukaan tanah) luruh dan mati pada
musim yang kurang sesuai (biasanya musim dingin) dan tumbuh kembali pada musim
yang sesuai.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang
atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Untuk tingkat pohon dapat
dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a. Semai (Seedling): Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling): Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang
dari 10 cm.
c. Tiang (Poles): Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
2.5 Metode-Metode Analisis Vegetasi
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan
berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
a. Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat
dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variable yang dipakai bisa diproduktivitas
primer, maupun biomasa. Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan
penuain atau berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut. Metode ini umumnya
4
dilakukan untuk bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan
antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada
berat segar materi hidup atau berat keringnya. Metode ini sangat membantu dalam
menentukan kualitas suatu padang rumput denan usaha pencairan lahan penggembalaan dan
sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini
adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
b. Metode nondestruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan
organism hidup atau tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya, sehingga dikenal
dengan pendekatan non floristika. Pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan
organism tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
c. Metode non-floristica
Telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer
(1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresiakan oleh Eiten (1968) dan
Unesco (1973). Danserau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk
hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk
setiap karakteristika di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang pengungkapannya
dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar. Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi,
biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skalakecil sampai sedang,
dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan
juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990). Untuk memahami metode non
floristika sebaiknya kita kaji dasar-dasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada
prinsipnya mereka berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi
pembagian dunia tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat
klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.
d. Metode floristic
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi. Metode ini
dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi.
Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan
tersebut, sehingga pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat
dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristic ini sangat ditunjang dengan variable-variabel yang
diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya
adalah:
- Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis.
5
- Kerimbunan, variable yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi di suatu
kawasan, dan bias juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi
tertentu atau dominasinya.
- Frekuensi, variable yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.
Variabel-variabel merupakan salah satu dari beberapa macam variable yang diperlukan
untuk menjelaskan suatu bersifat kuantitatif, seperti statifikasi, periodisitas, dan vitalitas.
Berbagai metodelogi telah dikembangkan oleh para pakar untuk sampai pada hasil seakurat
mungkin, yang tentu disesuaikan dengan tujuannya.
2.6 Penentuan Luas Minimum Area
Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk
menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum
digunakan untuk emperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif
dengan suatu tipe vegetasu pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak
contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal
tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas
petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat
persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang
mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi dengan
metode kuadrat.
Metode luas minimum dilakukan dengan cara menentukan luas daerah contoh vegetasi
yang akan diambil didalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi tumbuhan. Syarat untuk
pengambilan contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini
dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetas yaitu vegetasi berupa komunitas
tumbuhan yang dibentuk oleh beragam jenis populasi. Dengan kata lain peranan individu suatu
jenis tumbuhan sangat penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan-keadaan
individu dalam populasi.
2.7 Pengertian Keanekeragaman
Kata keanekaragaman merupakan ungkapan untuk menggambarkan keadaan
bermacam-macam suatu benda, yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal
ukuran, bentuk, tekstur ataupun jumlah dan sifat yang nampak pada berbagai tingkatan
organisasi kehidupan seperti ekosistem, jenis, dan genetik. Nilai keanekaragaman ditentukan
dengan menggunakan angka indeks. Dapat dikatakan bahwa keanekaragaman merupakan suatu
gejala yang dapat diamati dan bersifat universal (umum).
6
Keanekaragaman merupakan ungkapan terdapatnya beranekaragam bentuk, penampilan,
densitas dan sifat yang nampak pada berbagai tingkatan organisasi kehidupan seperti
ekosistem, jenis, dan genetik. Nilai keanekaragaman ditentukan dengan menggunakan angka
indeks.
7
Bab 3
Metode Penelitian
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Tempat : Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
Waktu : Hari Sabtu pukul 16.00 dan Minggu pukul 14.00
3.2 Alat dan Bahan Percobaan
Alat : Gunting, meteran, kertas, dan ballpoint
Bahan: Tali rafia berukuran 10 meter 4 buah
3.3 Desain Percobaan
Luas Tanah : 13.058,44 m2
Plot 7 Plot 3
Plot 6
Plot 5
Melakukan plotting secara acak dengan menempatkan suatu plot dari tali
rafia berukuran 10x10 m sebanyak tujuh kali.
8
Melakukan pengamatan jenis vegetasi, dan frekuensi vegetasi.
Bab 4
9
10
11
4.3 Profil Tumbuhan
PROFIL < 20% 21- 40 % 41- 60 % 61- 80 % >80%
TUMBUHAN
Dapat diketahui bahwa jenis rerumputan sangat mendominasi skala kualitas lingkungan
presentase penutupan lahan yaitu sekitar >80% dan berada pada tingkat KL-3 yang berarti
menunjukkan status cukup baik. Semak-rerumputan dengan presentase sekitar >80% berada
pada tingkat KL-4 yang menunjukkan status baik. Lalu ada semak-pepohonan dan pepohonan-
semak dengan presentase berkisar antara 21-40% berada pada tingkat KL-3 menunjukkan
status cukup baik. Kemudian yang terakhir ada pepohonan dengan presentase sekitar 41-60%
berada pada tingkat KL-4 yang berarti menunjukkan status baik.
12
Bab 5
5.1 Kesimpulan
Pengukuran vegetasi biota darat di lakukan di lingkungan fakultas kesehatan Masyarakat
Universitas Jember menggunakan sampel luas fakultas kesehatan Masyarakat Universitas
Jember. Luas fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Jember 13.058,44 m2. Dengan Untuk
plotnya dibuat 10x10 meter. Hasil nya 6,529 dibulatkan menjadi 7.
Plot yang diambil sebagai sampel terdapat 34 jenis tumbuhan yang tersebar dari 7 plot.
Keanekaragaman tumbuhan di lingkungan fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
masih dikatakan dalam kategori semak rerumputan. Pohon yang ada lebih dominan dengan
jenis pohon trembesi yang berada di area timur gedung fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember. Sedangkan untuk jenis rumput liar sangat banyak dan tersebar hampir di
sudut kanan kiri belakang depan lingkungan fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember.
Jenis rerumputan sangat mendominasi skala kualitas lingkungan presentase penutupan
lahan yaitu sekitar >80% dan berada pada tingkat KL-3 yang berarti menunjukkan status cukup
baik. Semak-rerumputan dengan presentase sekitar >80% berada pada tingkat KL-4 yang
menunjukkan status baik. Semak-pepohonan dan pepohonan-semak dengan presentase
berkisar antara 21-40% berada pada tingkat KL-3 menunjukkan status cukup baik. Dan terdapat
pepohonan dengan presentase sekitar 41-60% berada pada tingkat KL-4 yang berarti
menunjukkan status baik.
5.2 Saran
Kualitas lingkungan menjadi baik dengan dilakukan penanaman pohon, tumbuhan, dan
rerumputan sesering mungkin minimal 1 tahun sekali. Dan juga mengurangi pembasmian
hewan-hewan di lingkungan sekitar yang tidak menggangu habitat tanaman yang lain.
13
Daftar Pustaka
iv