Anda di halaman 1dari 46

.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengue Haemorragic fever merupakan penyakit edemis yang

disebabkan oleh virus yang disebabkan di daerah tropis dan subtropis yang

kadang-kadang menjadi epidemik. Penyakit ini muncul pada saat musim

penghujan yang menyebabkan air tergenang dimana-mana. Virus akan

menetap pada nyamuk yang hidup digenangan air bersih (Chandra, 2007).

Menurut Dr Rita (2011) dalam Pramudiarja (2011) menyatakan bahwa

demam berdarah di Indonesia sulit untuk diberantas karena laju

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menularkan penyakit itu

cukup cepat. Upaya pemberantasan jentik nyamuk selalu kalah cepat dari

perkembangbiakan nyamuk tersebut. Pada lingkungan yang banyak

genangan air, 1 ekor nyamuk rata-rata dapat bertelur sebanyak 50-400

butir dan hanya butuh 1 minggu untuk menjadi nyamuk baru. Jika diambil

angka terkecil, dalam seminggu selalu ada 50 ekor nyamuk baru yang pada

minggu berikutnya menghasilkan 250 nyamuk lain lagi.

Pernyataan di atas didukung dengan hasil penelitian yang

dilakukan Demaria dkk. (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan

sanitasi lingkungan rumah tangga dengan keberadaan jentik vektor dengue

di daerah rawan DBD. Adanya sanitasi lingkungan yang baik maka hal ini

dapat menyebabkan tempat untuk perkembangbiakan nyamuk menjadi


tidak optimal. Nyamuk pembawa penyakit demam berdarah sendiri dapat

berkembang secara baik pada tempat yang banyak ditemukan

penampungan air, terutama yang jarang dibersihkan atau terkontrol, seperti

ban-ban bekas, kaleng-kaleng bekas dll. Dengan menjaga sanitasi

lingkungan supaya baik akan meminimkan peluang perkembangbiakan

nyamuk pembawa penyakit DBD.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) akhir-akhir ini masih

menjadi topik masalah kesehatan global yang belum terselesaikan dengan

menigkatnya kejadian kasus DBD di dunia. World Health Organization

(WHO) yang merupakan salah satu organisasi kesehatan dunia melaporkan

bahwa ada lebih dari 2,5 miliar orang dari dua perlima populasi manusia

didunia saat ini berisiko terinfeksi virus dengue. Pada tahun 2007 WHO

mencatat bahwa ada 68 negara yang melaporkan kasus demam berdarah.

Jumlah tersebut meningkat dari tahun 1999, dimana hanya ada 29 negara

yang melaporkan. Untuk Saat ini ada lebih dari 100 negara yang tercatat

menagalami kasus demam berdarah, salah satunya yaitu Afrika, Amerika,

Mediterania Timur, Asia Tenggara, serta pasifik Barat merupakan wilayah

dengan dampak DBD yang paling serius (Anonim, 2013).

Pada tahun 2010 Indonesia menduduki peringkat tertinggi di

ASEAN dengan jumlah kematian mencapai 1.317 dan tiap tahunya

kejadian demam berdarah terus meningkat. Disamping itu ada 10

peringkat pertama yang memiliki banyak kejadian demam berdarah di

Indonesia yaitu, Bali, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,


Jambi NAD, Riau, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Bengkulu. Hal ini

membuktikan bahwa kejadian demam berdarah harus menjadi perhatian

penuh oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Menurut Hernawan (2013) di jawa tengah sejumlah

kabupaten/kota marak dengan wabah demam berdarah, misalnya

dikabupaten Semarang. Di Kabupaten Semarang hingga bulan Februari

2013 ini tercatat ada 17 Kasus DB dengan 10 korban yang meninggal

dunia. Seperti diberitakan sebelumnya, data dari Dinas Kesehatan Kota

Semarang, kurun Januari-Februari 2013, ada 411 Kasus demam berdarah

dengan 2 orang meninggal dunia. Catatan ini dianggap cukup tinggi dan

bisa dikatakan Kejadian Luar Biasa di awal tahun ini.

Pada tahun 2009 di Kabupaten Banyumas tercatat jumlah kasus

demam berdarah dengue (DBD) dari 29 desa menjadi 41 desa sebanyak

379 kasus/20,25/100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR)

sebesar 2,38%. Kejadian kasus DBD yang tertinggi terjadi di Purwokerto

Timur dengan jumlah 52 kasus, sedangkan kasus terendah terdapat di 3

kecamatan yaitu Kecamatan Lumbir sejumlah 1 kasus, Kecamatan

Kebasen 1 kasus dan Kecamatan Sumpiuh sejumlah 1 kasus. Berdasarkan

studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Januari 2013 di

Puskesmas II Purwokerto Timur didapatkan sebuah data pada tahun 2012

yang menunjukkan jumlah kasus DBD di Kecamatan Timur sebanyak 28

orang yang didiagnosa positif terkena DBD. Kejadian kasus DBD tertinggi

terjadi di desa Sokanegara sejumlah 22 kasus sedangkan kasus terendah


terdapat di 2 wilayah yaitu desa Palem sejumlah 1 kasus, Kecamatan

Purwokerto Lor sejumlah 5 kasus.

Penyakit demam berdarah tidak bisa dianggap sepele karena dapat

menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan serius. Masyarakat

harus lebih waspada dengan gejala yang ditimbulkan seperti demam tinggi,

sakit kepala parah, nyeri pada sendi dan tulang, serta munculnya ruam

pada kulit. Ketika salah satu anggota keluarga ada yang mengalami gejala

tersebut sesegera mungkin langsung dibawa ke pusat pelayanan kesehatan

terdekat seperti rumah sakit/puskesmas supaya mendapatkan pertolongan

pertama.

Memusnahkan dan mencegah penyakit demam berdarah

diusahakan dimulai sedini mungkin dengan cara menanamkan sikap dan

kesadaran dalam diri mayarakat akan pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan sekitar secara berkala. Menurut Wahyuni dkk. (2005) dalam

penelitianya mengungkapkan bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan

kontainer air , baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi

tempat perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam

Berdarah Dengue, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap

penularan ataupun terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit Demam

Berdarah Dengue di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Hal ini

menunjukan bahwa lingkungan sangat penting untuk dijaga dan dirawat

kebersihanya guna mencapai kesehatan seseorang dan kenyamanan dalam

menempatinya.
Menurut Keman dan Respati (2007) dalam penelitianya

menyimpulkan bahwa Perilaku 3M berhubungan dengan keberadaan jentik

nyamuk Aedes aegypti dan Perilaku 3M yang baik dan abatisasi

berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti yang

rendah. Upaya untuk mencegah terjadinya DBD yaitu dengan cara

memberantas keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Ketika semua

masayarakat sudah merasa sadar akan pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan dan tiap-tiap keluarga mau melakukan kegiatan 3 M

(Menguras, Menutup dan Mengubur) yang dijadikan sebagai rutinitas

sehari-hari, maka penyebaran penyakit demam berdarah tidak sampe

meluas. Kesadaran pada diri masayarakat tentang pentingnya menjaga

kebersihan lingkungan dapat dipengaruhi oleh faktor persepsi dan sikap

masyarakat yang positip tentang penyakit demam berdarah. Menurut

Potter & Perry (2005) mengartikan persepsi adalah suatu pandangan

pribadi atas apa yang terjadi. Ketika masyarakat sudah benar-benar

memiliki persepsi yang positif tentang penyakit demam berdarah yang

sedang terjadi, maka tidak disengaja dengan sendirinya masyarakat akan

lebih berhati-hati dan lebih serius dalam menanggapinya.

Pada kenyataanya masyarakat masih belum benar-benar

mempedulikan tentang pencegahan sedini mungkin untuk menghindari

terjadinya wabah demam berdarah. Hal ini dibuktikannya dengan sebagian

masyarakat ada yang belum melakukan dan tidak mengetahui gerakan 3 M

(menguras, menutup dan mengubur). Pernyataan ini didukung dengan


hasil wawancara dari beberapa masyarakat yang ada di desa Sokanegara

yang menyatakan bahwa penyakit demam berdarah merupakan penyakit

yang meresahkan yang dapat mematikan seseorang jika tidak ditangani

dengan tepat dan benar, namun hal tersebut tidak dapat menyadarkan

masyarakat betapa pentingya dalam pencegahan demam berdarah.

Dari uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti

penelitian ini supaya dapat memperoleh hasil yang akurat dan nyata

tentang Hubungan Persepsi Masyarakat Tentang Menguras, Mengubur,

dan Menutup (3 M). Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di

Purwokerto Timur.

B. Rumusan Masalah

Pencegahan demam berdarah dengue (DBD) di suatu wilayah

dengan endemis DBD sangat diperlukan guna mengurangi resiko

penyebaran infeksi nyamuk yang lebih meluas. Cara yang paling efektif

dalam mencegah penyakit demam berdarah dengue adalah dengan cara

melakukan gerakan 3 M, yaitu menutup, menguras dan mengubur.

Berhasil atau tidaknya gerakan 3 M dipengaruhi oleh persepsi dari diri

seseorang. Hal ini dikarenakan persepsi merupakan sebuah pandangan

dimana seseorang bagaimana menganggap sebuah penyakit yang sedang

terjadi dan seperti apa tindakan yang pantas dilakukan.

Mengingat pentingnya permaslahan tersebut maka peneliti

ingin melakukan penelitian dan merumuskan masalah Bagaimanakah

Hubungan Persepsi Masyarakat Tentang Menguras, Mengubur, dan


Menutup (3 M). Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di

Purwokerto Timur?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Bagaimanakah hubungan antara persepsi masyarakat tentang

menguras, mengubur, dan menutup (3 M) dengan kejadian demam

berdarah dengue (DBD).

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui persepsi masyarakt tentang menguras, menutup,

dan mengubur (3 M) di wilayah Sokanegara Kecamatan

Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas.

b. Untuk mengetahui kejadian demam berdarah dengue (DBD) di

wilayah Sokanegara Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten

Banyumas.

c. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi masyarakat tentang

menguras, mengubur, dan menutup (3 M) dengan kejadian demam

berdarah dengue (DBD) di wilayah Sokanegara Kecamatan

Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan mengetahui

tentang persepsi masyarakat tentang menguras, mengubur, dan

menutup (3 M) guna mencegah terjadinya demam berdarah dengue

(DBD)

2. Bagi responden

Peneliti berharap penelitian ini dapat dapat bermanfaat bagi responden

sebagai informasi akan pentingya menguras, mengubur, dan menutup

terkait dengan kejadian demam berdarah.

3. Bagi instansi kesehatan

Sebagai bahan informasi dan acuan untuk instansi kesehatan yang ada

disekitar tempat penelitian ketika melakukan sosialisasi atau

penyuluhan tentang penanganan dan pencegahan penyakit demam

berdarah.

4. Bagi ilmu Keperawatan

Diharapkan dapat berguna sebagai refrensi dan ilmu tambahan di mata

kuliah ilmu keperawatan mengenai hubungan persepsi masyarakat

tentang menguras, mengubur, dan menutup dengan kejadian demam

berdarah dengue.

E. Penelitian Terkait

1. Vidiyani dan Yudhastuti (2005)

Dengan Judul Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer Air,

dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes

Aegypti DI Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya.


Dengan Tujuan yaitu untuk mengetahui apakah adanya

hubungan kondisi lingkungan, kontainer air, dan perilaku masyarakat

dengan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti di daerah endemis

demam berdarah dengue surabaya.

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Wonokusumo,

Kecamatan Semampir, Kota Surabaya terhadap 100 rumah yang dihuni

sebagai tempat tinggal dan memiliki kontainer. Penelitian ini

merupakan penelitian observasional (survei) dan menurut waktu

penelitiannya merupakan penelitian cross sectional. Berdasarkan jenis

desain penelitian merupakan penelitian analitik karena bermaksud

menghubungkan keadaan obyek yang diamati dan sekaligus mencoba

menganalisis permasalahan yang ada.

Hasil analisi menunjukan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara kondisi lingkungan, kontainer air, dan perilaku

masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti di daerah

endemis demam berdarah dengue surabaya.

Penelitian ini memiliki sebuah perbedaan dengan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti. Pada penelitian ini menitik beratkan pada

kondisi lingkungan, kontainer air dan perilaku masyarakat yang ada di

kelurahan Wonokusumo dan mencari sebuah hubunganya dengan

keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti, sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti menitik beratkan pada persepsi masyarakat

tentang 3 M (menguras, megubur dan menutup) serta mencari sebuah


hubunganya dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD). Untuk

analisanya juga tidak sama dengan peneliti yaitu peneliti melakukan

penelitian dengan jenis penelitian mengguanakan exsplanatory

research dan menggunakan pendekatan case control. Penelitian ini

juga mempunyai persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti yaitu sama-sama mencari sebuh permaslahan tentang nyamuk

demam berdarah dengue (DBD)

2. Keman dan Respati (2007)

Dengan judul Perilaku 3M, Abatisasi dan Keberadaan Jentik

Nyamuk Aedes Aegypti Hubungannya Dengan Kejadian Demam

Berdarah Dengue.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perilaku

3 M, abatasi dan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti memiliki

hubungan dengan kejadian demam berdarah dengue.

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yang

dilakukan secara cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh

rumah di Kelurahan Pacarkeling Kecamatan Tambaksari Kota

Surabaya, yaitu sebanyak 4874 rumah. Besar sampel dihitung dengan

rumus simple random sampling (Notoatmodjo, 2005a) sebesar 98

rumah diambil secara systematic random sampling dengan

respondennya adalah kepala keluarga. Lokasi penelitian di Kelurahan

Pacarkeling Kecamatan Tambaksari Kota Surabaya. Pengambilan data

dilakukan pada bulan April 2005 sampai dengan bulan Agustus 2006.
Hasil penilitian ini menunjukan bahwa perilaku 3 M, abatasi

dan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian demam berdarah dengue.

Penelitian ini memiliki sebuah perbedaan dengan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti. Pada penelitian ini menitik beratkan pada

perilaku 3 M, abatisasi dan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti

dan mencari hubungannya dengan kejadian demam berdarah dengue.,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menitik beratkan

pada persepsi masyarakat tentang 3 M (menguras, megubur dan

menutup) serta mencari sebuah hubunganya dengan kejadian demam

berdarah dengue (DBD). Untuk analisanya juga tidak sama dengan

peneliti yaitu peneliti melakukan penelitian dengan jenis penelitian

mengguanakan exsplanatory research dan menggunakan pendekatan

case control. Dalam penelitian ini juga memiliki persamaan untuk

mengetahui faktor apa yang mempengaruhi suatu kejadian demam

berdarah dengue di suatu daerah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Persepsi

a. Pengertian

Menurut Arisandi (2011) persepsi adalah suatu pengenalan ataupun

identifikasi dengan menggunakan pancaindra. Kesan yang diterima oleh

individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh

melalui proses berfikir dan belajar serta dipengaruhi oleh faktor yang

berasal dari dalam individu, persepsi juga diartikan sebagai sutau proses

dimana individu mencoba mengorganisasikan serta mengartikan stimulus

yang diterima melalui inderanya menjadi suatu makna.

Persepsi adalah suatu proses yang menyangkut masuknya pesan

atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan

integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada

dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu

akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi (Jeny, 2012).

Dalam kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses

mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan

indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu

kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari

pengalaman di masa lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur

tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan

diantara perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai


kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu

(Chaplin, 2006).

Sunaryo (2004) mengartikan persepsi adalah proses diterimanya

rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga

individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal

yang diamati baik yang ada diluar maupun dalam diri individu. Persepsi

masyarakat tentang permasalahan yang ditimbulkan oleh demam berdarah

dengue (DBD) pastinya tidak semuanya sama, bahkan persepsi mereka

berbeda satu dengan yang lainya. Dengan adanya perbedaan tesebut maka

dapat menyebabkan mengapa seseorang melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu. Dalam hal ini tergantung bagaimana seseorang

merespon suatu permasalahan tersebut dengan persepsinya. Dari persepsi

atau pandangan yang mereka ketahui inilah yang akan mempengaruhi pola

prilaku dan bagaimana langkah yang harus dilakukan ketika menghadapi

permasalahan seperti DBB tersebut.

Persepsi masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

suatu anggapan masyarakat khususnya masyarakat Purwokerto Timur desa

Sokanegara tentang penilaian dan melakukan kegiatan menguras,

mengubur, dan menutup (3 M) dengan kejadian demam berdarah dengue.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi

Satu obyek yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh dua (atau

lebih) orang yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan

persepsi tersebut bergantung dari bagaimana masing-masing individu


mempersepsikan obyek yang mereka lihat dan rasakan. Menurut Wirawan

(1998) ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktor yang pertama

yaitu perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsang yang ada

disekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu

atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang

lainnya menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka. Faktor yang

kedua yaitu kebutuhan, baik kebutuhan yang sesaat maupun yang menetap

pada diri seseorang dan faktor yang ketiga adalah sistem nilai, sebagai

contoh anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu akan

mempersepsikan mata uang logam lebih besar daripada ukuran yang

sebenarnya.

Widayatun (1999) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi dalam dua bentuk yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Bentuk intrinsik

meliputi cara hidup/cara berpikir, kesiapan mental, kebutuhan, wawasan,

faktor usia, kematangan, faktor pembawaan, faktor fisik, dan kesehatan.

Sedangkan bentuk ekstrinsik terdiri dari faktor politik, ekonomi, sosial

budaya, pertahanan, dan kemanan serta faktor lingkungan sekitar.

Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa suatu

benda dapat dipersepsikan berbeda oleh dua atau lebih seseorang. Hal

tersebut tergantung dari faktor tiap individu berdasarkan kebutuhan serta

kebiasaan individu dalam kesehariannya. Selanjutnya seseorang akan

memberikan kesan, penilaian, pendapat dari sumber yang dipersepsi.


Dengan adanya persepsi tersebut maka akan terbentuk sikap untuk berlaku

atau bertindak secara tertentu didalam situasi yang tertentu pula.

c. Macam-macam persepsi

Menurut Sunaryo (2004) Ada dua macam persepsi,yaitu

1) Ecternal perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya

rangsang yang datang dari luar diri individu.

2) Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang

yang berasal dari dalam individu. Dalam hal ini yang menjadi objek

adalah dirinya sendiri.

2. Masyarakat

a. Pengertian

Menurut Chayatin dan Mubarak (2009) mendefinisikan tentang

masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

istilah lain saling berinteraksi.

Menurut Linton dalam Entjang (2000) masyarakat adalah setiap

kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama,

sehingga ,mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang

dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Menurut WHO dalam Jomima dkk. (2009) mengartikan

masyarakat adalah 1) kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

adat yang berkesinambungan, terikat rasa identitas diri, 2) sekelompok

orang yang memiliki ikatan tertentu, saling berinteraksi dan mempunyai

masalah-masalah umum, 3) kelompok sosial yang ditentukan oleh batasan


geografi, nilai, dan interest umum, setiap anggota saling mengenal dan

berinteraksi satu sama lain.

Menurut Paul B. Horton & C. Hunt (dalam anonim, 2008)

masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup

bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah

tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar

kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

b. Ciri-ciri Masyarakat

Menurut Effendi (1998) masyarakat mempunyai ciri-ciri yaitu sebagai

berikut:

1) Interaksi diantara sesama anggota masyarakat

Didalam masyarakat terjadi interaksi sosial yang merupakan hubungan

sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara perseorangan,

antara kelompok-kelompok maupun perseorangan dengan kelompok.

Untuk terjadinya interaksi sosial harus memiliki dua syarat, yaitu

kontak sosial dan komunikasi.

2) Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu

Suau kelompok menepati suau wilayah tertentu menurut suatu keadaan

geografis sebagi tempat tinggal komunitasnya, baik dalam ruang

lingkup yang kecil RT/RW, desa kelurahan, kecamatan, kabupaten,

profinsi dan bahkan negara.

3) Saling tergantung satu dengan yang lain


Anggota masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling

tergantung satu dengan yang lainya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai ketrampilan

sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing. Mereka hidup

saling melengkapi dan saling memenuhi, agar tetap berhasil dalam

hidupnya.

4) Memiliki adat-istiadat tertentu

Adat-istiadat diciptakan untuk mengatur tantanan kehidupan

bermasyarakat, yang mencakup banyak bidang yang sangat luas

diantara tata cara berinteraksi antara kelompok-kelompok yang ada

dimasyarakat, apakah itu dalam perkawinan, kesenian, mata

pencaharian, sistem kekerabatan dan sebagainya.

5) Memiliki identitas bersama

Suatu masyarakat memiliki yang dapat dikenali oleh anggota

masyarakat lainya. Hal ini penting untuk menopang kehidupan dalam

bermasyarakat yang lebih luas. Identitas kelompok dapat berupa

lambang-lambang, bahasa, pakean, simbol-simbol tertentu dari

perumahan, benda-benda tertentu seperti alat pertanian, mata uang,

senjata tajam dan lian sebagainya.

c. Ciri-ciri masyarakat Indonesia

Menurut Effendi (1998) Dilihat dari struktur sosial dan kebudayan

masyarakat Indonesia dibagi menjadi 3 kategori dengan ciri-ciri sebagai

berikut:
1) Masyarakat desa

a) Hubungan keluarga dan masyarakat kuat

b) Hubungan didasarkan atas adat istiadat yang kuat sebagai

organisasi sosial

c) Percaya kepada kekuatan-kekuatan gaib

d) Tingkat buta relatif tinggi

e) Berlaku hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan di pahami

oleh setiap orang

f) Tidak ada lembaga khusus dibidang teknologi dan ketrampilan

diwariskan oleh orangtua langsung kepada keturunanya.

g) Sistem ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi

keluarga dan sebagian kecil dijual dipasaran untuk memenuhi

kebutuhan lainya. Dan uang berperan sangat terbatas.

h) Semangat gotong royong dibidang sosial dan ekonomi sangat kuat.

2) Masyarakat madani

a) Hubungan keluarga masih tetap kuat dan hubungan

kemasyarakatan mengendor

b) Adat istiadat masih dihormati dan sikap masyarakat mulai terbuka

dari pengaruh luar.

c) Timbul rasionalias pada cara berpikir, sehingga kepercayaan

kekuatan-kekuatan gaib mulai berkurang dan akan kembali apabila

telah kehabisan akal.


d) Timbul pendidikan formal dalam masyarakat terutama pendidikan

dasar dan menengah

e) Tingkat buta huruf sudah mulai menurun

f) Ekonomi masyarakt lebih banyak mengarah kepada produksi

pasaran, sehingga menimbulkan deferensiasi dalam struktur

masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunanya.

g) Gotong royong tradisional tinggal untuk keperluan sosial

dikalangan keluarga dan tetangga. Dan kegiatan-kegiatan lainya

didasarkan upah.

3) Masyarakat modern

a) Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan-kepentingan

pribadi.

b) Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam

suasana saling pengaruh mempengaruhi.

c) Kepercayaan masyarakat yang kuat tehadap manfaat ilmu

pengetahuan dan teknologi sebagai sarana meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

d) Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian yang

dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga

ketrampilan dan kejuruan.

e) Tingkat pendidikan tinggi dan merata.

f) Hukum yang berlaku adalah hukum yang tertulis yang kompleks


g) Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan atas

penggunaan uang dan alat pembayaran lainya.

d. Upaya mengatasi masalah kesehatan dalam masyarakat

Menurut Sardjono (2002) ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk

mengatasi masalah kesehatan dalam masyarakat yaitu:

1) Pemberian kesadaran dan pemberdayaan kepada masyarakat.

2) Pendidikan kesehatan kepada wakil rakyat, wakil masyarakat, dan

lembaga swadaya masyarakat setempat.

3) Pendidikan kesehatan berupa memberikan contoh langsung.

4) Sosial marketing mengenai hakekat kesehatan kepada sektor diluar

kesehatan.

5) Tindakan atau pemberian sanksi dan hukuman terhadap pelanggaran

hukum.

e. Faktor-faktor penyebab terjadinya masalah-masalah kesehatan

masyarakat diindonesia

Menurut Chayatin dan Mubarak (2009) menjelaskan bahwa ada

beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya permaslahan kesehatan di

masyarakat Indonesia, diantaranya yaitu:

1. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang sering menjadi penyebab masalah dalam

masyarakat adalah kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi

kesehatan dan kurangnya rasa tanggung jawab masyarakat dalam

bidang kesehatan.
2. Faktor perilaku dan gaya hidup masyarakat

Masih banyaknya insiden kebiasaan masyarakat yang dapat merugikan

kesehatan dan adat istiadat yang kurang bahkan tidak menunjang

kesehatan

3. Faktor sosial ekonomi

- Tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia sebagian besar masih

rendah

- Kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan kesehatan

- Penghasilan masyarakat sebagian masih rendah dan angka

penganngguran tinggi

- Kemiskinan

4. Faktor sistem pelayanan kesehatan

Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh, upaya pelayanan

kesehatan sebagian masih berorientasi pada upaya kuratif serta sarana

dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan

f. Ciri-ciri masyarakt sehat

Effendi (1998) menjabarkan ciri-ciri masyarakat yang sehat sebagai

berikut:

1) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat

2) Mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui peningkatan,

pencegahan, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan

terutama untuk ibu dan anak.


3) Peningkatan upaya kesehatan lingkungan terutama penyedian sanitasi

dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

meningkatkan mutu lingkungan hidup.

4) Peningkatan gizi masyarakat berkaitan dengan penigkatan status sosial

ekonomi masyarakat.

5) Penuruan angka kesakitan dan kematian dari bebrapa sebab dan

penyakit.

3. Demam Berdarah Dengue

a. Pengertian

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering

menimbulkan suatu letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian

yang besar. Di Indonesia nyamuk penular (vektor ) penyakit DBD yang

penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris,

tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD

adalah Aedes aegypti. Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun

1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal

dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu penyakit DBD

menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah

terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit

penyakit DBD , kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000

meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer


buatan ataupun alami di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun

di tempat sampah lainnya (Wahyuni, Keman dan Fatin, 2005).

Menurut Lestari (2007) mendefiniskan Penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh

virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam

tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi

menimbulkan shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus.

Chandra (2007) menjelaskan bahwa dengue Haemorragic fever

adalah penyakit edemis yang disebabkan oleh virus yang disebabkan

didaerah tropis dan subtropis yang kadang- kadang menjadi epidemik.

Penyakit ini muncul pada saat musim penghujan yang menyebabkan air

tergenang dimana-mana. Virus akan menetap pada nyamuk yang hidup

digenangan air bersih.

b. Penyebab

Menurut Lestari (2007) Penyebab penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4

serotype virus yaitu ;

1. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.

2. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather

4. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.


Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses

(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai

daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3.

Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype

virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat.

c. Karakteristik nyamuk aedes aegypti

Rahmah (2008) menjelaskan mengenai tempat hidup, ciri-ciri, dan

sifat nyamuk Aedes aegypti yang menjadi penyebab penyakit Demam

berdarah dengue (DBD). Tempat hidup, ciri-ciri, dan sifat nyamuk Aedes

aegypti akan dijelaskan seperti dibawah ini:

1) Tempat hidup nyamuk Aedes aegypti adalah didalam air bersih dan

tempat-tempat gelap yang lembab, bejana-bejana atau tempat genangan

air. Air harus selalu diganti atau lakukan pengurasan agar air dalam

bejana tersebut tidak menjadi sarang perkembangbiakan nyamuk.

2) Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti

a) Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar

hitam mempunyai bercak-bercak putih keperakan pada tubuhnya

b) Dibagian punggung dari dada terdapat bentuk bercak yang khas

berupa dua garis sejajar dibagian tengah dan dua garis lengkung di

tepinya

c) Sayap bersisik dengan ukuran 2,5-3,0 mm

3) Sifat nyamuk Aedes aegypti


a) Menghisap darah manusia dan hanya nyamuk betina yang

menghisap darah.

b) Nyamuk betina menggigit dalam rumah pada siang hari, kadang-

kadang di luar rumah pada tempat yang agak gelap.

4) Istirahat pada malam hari di dalam rumah pada benda-benda yang

digantung.

5) Mempunyai kebiasaan menggigit ulang.

6) Setiap kali bertelur, nyamuk betina mengeluarkan 100 butir telur. Telur

ini dapat bertahan hidup sampai 6 bulan ditempat yang kering (tanpa

air).

7) Nyamuk betina dapat terbang sejauh 2 km, tetapi kemampuan

normalnya 100 m.

d. Tanda dan gejala

Menurut Satari dkk. (2010) pada penderita DBD terdapat

perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan perdarahan pada

tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota

gerak, muka, aksila, seringkali ditemukan pada masa dini demam. Setelah

demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba

memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun,

yaitu diantara hari sakit ke 3-7. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda

kegagalan peredarahan darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis

sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembat. Anak tampak lesu, gelisah

dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri
didaerah perut sesaat sebelum syok. Pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit

<100.00/ul ditemukan antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar

hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau dapat terjadi

pula pada kasus derajat ringan meskipun tidak sehebat dalam keadaan

syok.

Tabel 1. Gejala Klinis demam berdarah

Gejala Klinis Demam berdarah dengue


(DBD)
Nyeri kepala +
Muntah ++
Mual +
Nyeri otot +
Ruam Kulit +
Diare +
Batuk +
Pilek +
Limfadenopati +
Kejang +
Kesadaran menurun ++
Obstipasi +
Uji tourniquet positif ++
Petekie +++
Perdarahan saluran cerna +
Hepatomegali +++
Nyeri perut +++
Trombositopenia ++++
Syok +++

Keterangan : (+): 25%, (++): 50%, (+++): 75%, (++++): 100%

Sumber: (satari dkk., 2010)

Sedangkan menurut Mansjoer (2001) adapun tanda dan gejala dari

penyakit Demam berdarah dengue (DBD) adalah:


1) Demam akut yang tinggi selama 2-7 hari. Demam disertai gejala tidak

jelas, seperti tidak nafsu makan, lemas, nyeri pada punggung, tulang,

persendian, dan kepala.

2) Perdarahan seperti uji turnikuet positif, munculnya bintik-bintik merah

pada kulit, memar, keluar darah dari hidung, perdarahan gusi, muntah

darah, dan keluar darah pada saat buang air besar.

3) Pembesaran hati.

4) Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi pada saat demam

biasanya mempunyai prognosis yang buruk.

5) Kenaikan nilai konsentrasi darah yaitu sedikitnya 20%.

e. Tahap keparahan demam berdarah dengue

WHO (1999) menyebutkan ada empat derajat terjadinya Demam

berdarah dengue:

1) Derajat I yaitu demam disertai dengan gejala konstitusional non

spesifik, satu-satunya manifestasi p erdarahan adalah tes tournikuet

positif dan atau mudah memar.

2) Derajat II yaitu perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada

derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.

3) Derajat III yaitu gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan

lemah serta penyempitan tekanan nadi atau penurunan tekanan darah,

dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.

4) Derajat IV yaitu syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak

terdeteksi.
f. Fase-fase demam berdarah dengue

Satari dan Meilasari (2004) membagi fase-fase munculnya penyakit

Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut:

1) Fase Demam (2-7 hari) dapat ditangani dengan memberikan obat

penurun panas dengan jenis parasetamol setiap 4-6 jam. Pemeriksaan

jasmani meliputi tekanan darah, nadi, dan pernafasan.

2) Fase Kritis (24-48 jam) memiliki ciri khas seperti muntah, tidak nafsu

makan, perdarahan, trombosit kurang dari 50.000/mm, penurunan

glukosa, penurunan natrium, penurunan kalsium, asidosis, hematokrit

menurun.

3) Fase Penyembuhan (24-48 jam setelah syok) memiliki ciri khas seperti

nafsu makan meningkat, tanda-tanda vital normal, hematokrit stabil

menurun sampai 30%, frekuensi denyut jantung lebih rendah dari

normal.

g. Proses terjadinya penyakit

Secara kronologis prosesnya dimulai dari nyamuk aedes yang tidak

bervirus menggigit dan mengisap darah seseorang yang telah terkena

demam berdarah dengue. Nyamuk yang sudah terinfeksi virus kemudian

menggigit orang sehat dan memindahkan virusnya bersama air ludah ke

dalam tubuh. Pada saat tersebut, virus memperbanyak diri dan menginfeksi

sel-sel darah putih serta kelenjar getah bening untuk kemudian masuk ke

sistem sirkulasi darah. Virus ini sebenarnya hanya ada di dalam darah

selama 3 hari sejak ditularkan oleh nyamuk.


Pada hari-hari itulah terjadi pertempuran antara antibodi dan virus

dengue yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Badan biasanya

mengalami gejala demam dengan suhu tinggi antara 39 sampai 40 derajat

celcius. Akibat pertempuran tersebut terjadi penurunan kadar trombosit

dan bocornya pembuluh darah sehingga membuat plasma darah mengalir

ke luar. Penurunan trombosit ini mulai bisa dideteksi pada hari ketiga.

Masa kritis penderita demam berdarah berlangsung sesudahnya, yakni

pada hari keempat dan kelima. Pada fase ini, suhu badan turun dan

biasanya diikuti oleh sindrom shock dengue karena perubahan yang tiba-

tiba. Muka penderita pun menjadi memerah atau facial flush. Biasanya,

penderita juga mengalami sakit pada kepala, tubuh bagian belakang, otot,

tulang dan perut (antara pusar dan ulu hati). Tidak jarang diikuti dengan

muntah yang berlanjut dan suhu dingin dan lembab pada ujung jari serta

kaki (Lestari, 2007).

h. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah

dengue (DBD)

Menurut Lestari (2007) Pencegahan penyakit DBD sangat

tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.

Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat, yaitu:

1) Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut

antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan


sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil

samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Dilakukan

yaitu Sebagai berikut:

a) Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur.

Tempat penampungan air seperti bak mandi sebaiknya dikuras

minimal satu minggu sekali agar jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti

tidak mampu hidup dan berkembangbiak didalamya. Pemberian bubuk

abate (bubuk pembasmi nyamuk perlu diberikan setiap 3 bulan sekali

guna mencegah munculnya jentik-jentik nyamuk).

b) Mengubur barang-barang bekas

Mengubur merupakan salah satu kegiatan 3 M yang dapat

dilakukan untuk mengurangi jumlah genangan air yang dapat

digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Pemilihan barang-barang yang akan dikubur salah satunya adalah

barang-barang yang tidak dapat dibakar seperti kaca atau pecahan kaca,

botol, dan kaleng bekas yang dapat menampung air hujan. Umumnya

barang-barang tersebut dikubur pada kedalaman 2,5 meter. Proses

penguburan dilakukan secara tepat agar tidak timbul genangan air pada

gundukan tanah. Selain itu perlu diperhatikan jarak antara tempat

mengubur sampah dengan sumber air, agar air tidak tercemar oleh

sampah tersebut yaitu dengan jarak 10 meter.

c) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air


Tempat-tempat yang dapat menampung air perlu ditutup dengan

rapat agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat bertelur di tempat itu.

Adapun tempat-tempat yang perlu ditutup yaitu tempayan, bak

penampungan air seperti ember maupun bak mandi.

2) Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan

jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

3) Kimia

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

a) Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),

berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas

waktu tertentu.

b) Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-

lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah

dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M

Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan

beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,

menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot

dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,

memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.


Pemberantasan Demam berdarah dengue akan berhasil dengan baik

jika upaya pemberantasan sarang nyamuk dengan 3 M dilakukan secara

sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak sehingga dapat

mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya kearah perilaku dan

lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup nyamuk

Aedes aegypti. Chayatin dan Mubarak (2009) menambahkan salah satu

usaha yang dinilai cukup efektif dalam menanggulangi penyakit DHF

adalah memutuskan mata rantai permulaan melalui vektor kontrol. Berikut

ini adalah langkah-langkah yang dapat dilaksanakan dalam pengendalian

vektor.

1) Survilance vektor

Tujuan dari survilance vektor adalah untuk memperole informasi

tentang kepadatan dan distribusi vektor DHF, tempat bersarangnya

yang berpotensi, jarak terbang, arah infiltrasi vektor ke dalam

masyarakat dan pengaruh perubahan cuaca atau mutasi terhadap vektor.

a) Pemberantasan vektor (fogging dengan racun serangga)

Tujuan pemberantasan vektor adalah membunuh sebagian besar

vektor yang infective dengan cepat (knock down effect), agar rantai

penularan segera dapat diputuskan dengan menekankan kepadatan

vektor selama waktu yang cukup sampai dimana pembawa virus

tumbuh sendiri (tidak menjadi reservoir yang aktif lagi).

a) P3M mempunyai dua alat semprot, yaitu portable thermal for

machine, yaitu alat dipergunakan untuk keperluan operasi fogging


dari rumah ke rumah dan ULV (ulta Low Volume) Groung spayer

mounted.

b) Racun serangga

Program pemberantasa DHF dengan racun serangga dengan

penyemprotan/fogging dipergunakan dipergunakan racun

serangga dengan golongan organo phosporester insectisida (OEI)

seperti malathion, sumithion, perslin dan sebagainya.

c) Aplikasi larvasida

Suatu kegiatan pokok dalam program pemberantasan DHF adalah

larvae control dengan mempergunakan larvasidae abate. Tujuanya

adalah untuk menekan populasi vektor DHF serendah-rendahnya

dalam kurun waktu yang terbatas dan pada suatu daerah tertentu

d) Tindakan pemberantasan pada lokasi/daerah

- Daerah bebas DHF

- Daerah sporadis DHF

- Daerah endemis
4. Kerangka Teori

Upaya membasmi jentik nyamuk


penularnya ditempat perindukannya dengan
melakukan beberapa metode, yaitu:
1. Lingkungan (3 M)
a. Menguras tempat-tempat
penampungan air secara teratur.
b. Mengubur barang-barang bekas.
c. Menutup rapat-rapat tempat
penampungan air.
2. Biologi
3. KImia

Faktor-faktor yang mempengaruhi


persepsi:
a. Intrinsik
- Cara hidup/cara berpikir Tanda dan Gejala DBD yaitu:
- Wawasan 1. Demam akut yang tinggi
- Kematangan, selama 2-7 hari.
- Kesehatan. 2. Perdarahan seperti uji
b. ekstrinsik turnikuet positif,
- Ekonomi, munculnya bintik-bintik
- Sosial budaya merah pada kulit
- Lingkungan sekitar. 3. Pembesaran hati.
4. Dengan atau tanpa renjatan
5. Kenaikan nilai konsentrasi
darah yaitu sedikitnya
20%.

Kejadian Demam
Berdarah Dengue

Sumber : Mansjoer (2001), Widayatun (1999), dan Pustekkom (2005)


5. Kerangka Konsep

Persepsi masyarakat Kejadian demam berdarah


tentang 3M dengue (DBD)

6. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal

yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut yang sering dituntut untuk

melakukan pengecekannya (Riwidikdo, 2007). Hipotesis penelitian ini

adalah:

Ada hubungan antara persepsi masyarakat tentang menguras,

mengubur, dan menutup (3 M) dengan kejadian demam berdarah dengue

(DBD).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan eksplanatory research yaitu

penelitian yang bertujuan menggambarkan hubungan variabel bebas dan

variabel terikat dengan pengujian hipotesa. Rancangan penelitian ini

menggunakan metode survey wawancara dengan kuesioner dengan

pendekatan case control yang bersifat observasi dimana dilakukan

perbandingan antara sekelompok orang yang penyakit demam berdarah

dengue (kasus) dengan sekelompok lainnya yang tidak menderita penyakit

demam berdarah dengue (kontrol), kemudian dicari faktor risiko yang

menyebabkan timbulnya penyakit tersebut.

+
Faktor lingkungan Masyarakat yang
dan Perilaku terkena DBD

Dibandingka -
n
+
Faktor lingkungan Masyarakat yang tidak
dan Perilaku terkena DBD
-

Gambar. 3.1 Desain Penelitian


B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di desa

Sokanegara Kecamatan Purwokerto Timur Kabuaten Banyumas yang

terkenana DBD ada 22 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti

(Arikunto, 2002). Pengambilan sampel harus sedemikian rupa sehingga

dapat mewakili populasi (representatif). Untuk pengambilan sampelnya

menggunakan teknik total sampling yang berarti semua jumlah populasi

dijadikan sebagai sempel penelitian, yaitu ada 22 orang. Peneliti telah

melakukan studi pendahuluan pada bulan Janurari 2013 di desa

Sokanegara dengan memperoleh data bahwa ada 22 orang yang terkena

demam berdarah. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak

22 responden dan jumlah sampel kontrolnya sebanyak 22 responden.

Adapun teknik pengambilan sampel ini mengacu pada kriteria sampel

kasus dan sampel kontrol, sehingga peneliti menggunakan teknik total

sampling

a. Kriteria sampel kasus

1) Sampel kasus dalam penelitian ini adalah seluruh penderita DBD

yang positif didiagnosis terkena demam berdarah dengue (DBD).


2) Tercatat di Puskesmas 2 Purwokerto Timur antara bulan Januari-

2012 sampai dengan bulan Desember 2012.

3) Bertempat tinggal di Wilayah Sokanegara, Kecamatan Timur

kabupaten Banyumas.

4) Bisa diajak komunikasi

5) Mau menjadi responden.

b. Kriteria sempel kontrol

Sampel kontrol diambil dengan menggunakan teknik Purposive

sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu

dengan kriteria :

1) Tidak ada anggota keluarga responden yang menderita DBD.

2) Umur responden kontrol sama dengan umur responden kasus 1

tahun.

3) Tinggal dalam wilayah radius 100 m dengan responden kasus,

antara bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.

4) Sedang menjalani perawatan penyakit DBD atau yang lainya.

5) Mau menjadi responden

6) Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi : Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto

Timur desa Sokanegara

Waktu : Bulan April-Mei 2013

7) Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :


Variabel bebas : Persepsi masyarakat tentang menguras, mengubur, dan

menutup (3 M)

Variebel terikat : Kejadian DBD

8) Metode pengumpulan data

1. Pengumpulan data primer

Data yang diperoleh secara langsung dari jawaban responden melalui

penyebaran kuesioner pada masyarakat yang ada di desa Sokanegara

Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas.

a) Wawancara

Wawancara adalah suatu pengumpulan data dengan cara bercakap-cakap

dengan responden secara langsung atau komunikasi dengan responden

secara lisan yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keadaan

dan gambaran masyarakat yang ada di desa Sokanegara Kecamatan

Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas.

b) Observasi

Observasi adalah pengambilan data dengan cara pengamatan dan

meninjau langsung kegiatan-kegiatan masyarakat yang ada di desa

Sokanegara Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas

c) Kuesioner

Kuesioner yaitu pengambilan data dengan memberikan formulir yang

berisi beberapa pertanyaan yang diajukan untuk mendapat informasi dari

laporan tentang diri sendiri atau informasi lain yang diteliti.

2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan Data yang diperoleh tidak secara langsung

melainkan diperoleh dari arsip atau dokumen dan catatan-catatan yang ada

di Puskesmas II Purwokerto Timur dan buku-buku kepustakaan yang ada

hubungannya dengan permasalahan dalam penelitian ini.

9) Definisi Operasional

Tabel 4.1
Definisi Operasional variabel Penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala


Ukur
1 Kejadian DBD Kejadian kasus Rekam 1. DBD Nominal
demam berdarah Medis 2. Tidak
yang diderita oleh RS/Data DBD
penduduk Puskesmas
Purwokerto Timur
dengan didagnosa
klinis positif.

2 Persepsi Gambaran dari Kuisioner a. Baik: Ordinal


masyarakat masyarakat dan > 50%
tentang mengenai kegiatan Wawancara b. Tidak
menguras, yang dilakukan baik: <
mengubur, dan untuk mencegah 50%
Menutup (3M) terjadinya masalah
kesehatan yang
terdiri dari kegiatan
menguras,
mengubur, dan
menutup barang
yang tidak
digunakan
.

10) Instrumen Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), instrumen adalah alat ukur atau alat

pengumpul data (instrumen). Dalam proses pengumpulan data untuk penelitian

peneliti memberikan kuesioner untuk memperoleh informasi dari responden.


Kuesioner yang diberikan kepada responden menggunakan skala likert berupa

pernyatan setuju atau tidak setuju.

Menurut Sugiyono (2011), skala likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial. Jawaban dari setiap instrumen yang menggunakan skala

likert mempunyai gradiasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang

dapat berupa kata-kata seperti:

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

11) Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip

keandalan instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2003). Untuk

memperkecil terjadinya bias dalam skala pengukuran, maka dilakukan uji

validitas. Uji validitas ini akan dilakukan di wilayah Kerja Puskesmas I

Mersi. Pengujian validitas butir-butir kuesioner dilakukan menggunakan

rumus korelasi Product Moment (Riwidikdo, 2007).

NXY X Y
rxy
NX 2

X NY 2 Y
2 2

Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi tiap item

N = Jumlah subyek

X = Nilai pada item

Y = Nilai total semua item

Keputusan Uji:

Jika R hitung > dari R tabel maka Ho ditolak, artinya instrument penelitian

valid.

Jika R hitung < dari R tabel maka Ho gagal ditolak, artinya instrument

penelitian tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dalam waktu

pengukuran yang berlainan (Nursalam, 2003). Untuk menguji reliabilitas

instrumen dalam penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cornbach

(Riwidikdo, 2007):

k si
2

ri 1
k 1
s1

Keterangan :

ri = Reliabilitas yang dicari

k = Banyaknya butir pertanyaan

s 2
i = Jumlah varians butir
si = Varians total

Menurut Riwidikdo (2007) kuesioner atau angket dikatakan

reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7.

12) Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam

penelitian oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan benar. Setelah

selesai melakukan penelitian, data yang diperoleh dikumpulkan untuk

selanjutnya diolah. Kegiatan dalam proses pengolahan data yang

dilakukan peneliti meliputi:

a. Pemeriksaan Data (Editing)

Yang dimaksud dengan proses editing adalah memeriksa data yang

telah dikumpulkan (Budiarto, 2002). Pada tahap ini, peneliti

mengumpulkan semua kesioner yang telah disebar dan dihitung

jumlahnya apakah sesuai dengan jumlah yang disebar. Kemudian

kuesioner tersebut diteliti apakah semua pertanyaan telah diisi dan

dijawab sesuai dengan petunjuk.

b. Setelah selesai meneliti jawaban, peneliti memberikan nomer pada tiap

kuesioner agar tidak tertukar dengan kuesioner yang belum diteliti.

Selain itu apabila terjadi kesalahan penulisan pada proses tabulasi,

peneliti tidak mengalami kesulitan untuk mencari kuesioner tersebut

karena sudah diberi nomor sebelumnya.


c. Memisahkan kuesioner yang tidak dijawab sesuai dengan petunjuk

karena tidak sesuai dengan kriteria inklusi sampel.

d. Pemberian Kode (Coding)

Memberikan kode pada setiap jawaban sesuai dengan kode yang sudah

ditetapkan.

e. Entry Data

Memasukkan data yang telah diberi kode dengan menggunakan

fasilitas komputer.

f. Penyusunan Data (Tabulasi)

Menyusun data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah,

disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisa.

g. Cleaning Data

Koreksi data bila ditemukan penomoran yang salah atau huruf-huruf

yang kurang jelas.

2. Analisa Data

Analisa data dilakukan menggunakan bantuan program komputer

yang meliputi analisis univariat (analisis deskriptif) dan analisis bivariat

(analisis hipotesis).

a. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)

Analisis Univariat (Deskriptif) digunakan untuk menjelaskan

atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang

diteliti, khususnya berupa distribusi frekuensi dan presentase dari


variabel Persepsi Masyarakat tentang Menguras, Mengubur, dan

Menutup (3 M) dan kejadian DBD.

b. Analisis Bivariat (Analisis Hipotesis)

Tujuan analisis bivariat adalah untuk menguji hipotesis kerja yang

diajukan mengenai Hubungan antara Persepsi Masyarakat tentang

Menguras, Mengubur, dan Menutup (3 M) dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sokanegara purwokerto timur. Uji

yang digunakan adalah uji Chi Square (Hastono, 2007):

(O - E)
X =
E
O : nilai Observasi (pengamatan)

E : nilai Expected (harapan)

Df = (b-1) (k-1)

b : jumlah baris

k : jumlah kolom

Pengujian uji hipotesis ini dilakukan pada taraf signifikasi 5% dengan

kriteria sebagai berikut:

1) Ho ditolak dan Ha diterima jika p < 0,05 yang berarti terdapat

hubungan antara Persepsi Masyarakat tentang Menguras, Mengubur,

dan Menutup (3M) dengan Pencegahan Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Desa Sokanegara Purwokerto Timur.

2) Ho diterima dan Ha ditolak jika p > 0,05 berarti tidak terdapat

hubungan antara Persepsi Masyarakat tentang Menguras, Mengubur,


dan Menutup (3M) dengan Pencegahan Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Desa Sokanegara Purwokerto Timur.

G. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting, karena berhubungan dengan manusia secara langsung. Etika yang

perlu dan harus diterapkan adalah:

1. Lembar persetujuan (Informed Consent)

Setelah menemukan responden, peneliti menerangkan tujuan dan

maksud penelitian dan menanyakan secara lisan kesediaannya untuk

menjadi responden penelitian. Setelah responden bersedia, peneliti

memberikan lembar persetujuan yang harus ditandatangani oleh responden

tersebut.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara

tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menandakan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidientiality)

Menjaga kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai