Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Artritis gout atau artritis pirai adalah suatu perdangan sendi sebagai

manifestasi dari akumulasi endapan Kristal monosodium urat, yang terkumpul

didalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat didalam darah atau

hiperurisemia (Noor, 2016). Gout (pirai) merupakan kelompok keadaan

hetererogeneus yang berhungan dengan defek genetik pada metabolisme purin

(hiperurisemia). Pada keadaan ini bias terjadi ovesekresi asam urat atau defek

renal yang mengakibatkan penurunan ekskresi asam urat, atau kombinasi

keduanya (Brunner & Suddart, 2008). Gout atau pirai adalah peradangan akibat

adanya endapan kristal asam urat pada sendi dan jari (Risnanto dan Uswatun

Insani, 2014).

Menurut Riskerdas 2013, sebanyak 11 provinsi mempunyai pravelensi

penyakit sendi diatas persentase Nasional yaitu Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu,

Jawa Barat, Jawa Tengah , Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan

Selatan, dan Papua Barat. Pravelensi penyakit sendi berdasarkan diagnose tenaga

kesehatan di Indonesia 11,9% dan berdasarkan diagnose atau gejala 24,7%. Jika

dilihat dari karakteristik umur, pravelensi tertinggi pada umur 75 tahun(54,8%).

Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan dengan pria (21,8%).

Pravelensi penderita gout yang paling tinggi yaitu di Bali yang mencapai 19,3%.

1
Di Jawa Tengah juga merupakan salah satu pravelensi tertinggi penderita gout

yaitu mencapai 11,2% (Riskerdas 2013)

Survei epidemiologik yang di lakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas

kerjasama WHO-COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15 45 tahun

di dapatkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3% pada laki-laki dan

11,7% pada wanita (Nengsi dkk, 2014).

Dari Puskesmas Sumowono Kabupaten Semarang, didapatkan data selama

periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015 terdapat penderita

Artritis Gout umur 15 19 tahun sebanyak 26 penderita, umur 20 44 tahun

sebanyak 52 penderita. Total jumlah keseluruhan adalah 78 penderita Artritis

Gout (Laporan Tahunan Puskesmas Sumowono, 2015).

Kadar asam urat yang normal menurut WHO pada laki laki dewasa

adalah sekitar 2 - 7,7 mg/dl, sementara itu pada wanita yang sudah dewasa adalah

2 - 6,5 mg/dl. Pada laki-laki dengan usia diatas 40 tahun yaitu 2 - 8,5 mg/dl,

pada wanita 2 - 8mg/dl. Anak-anak yang berusia 10 - 18 tahun kadar asam

uratnya 3,6 - 5,5mg/dl, sementra itu pada anak wanita 3,6 - 4 mg/dl.

Nyeri adalah salah satu tanda yang dialami olah penderita gout. Dampak

nyeri sendi adalah penurunan kualitas harapan hidup seperti kelelahan yang

demikian hebatnya, menurunkan rentan gerak tubuh dan nyeri pada gerakan.

Kekakuan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur, nyeri yang hebat

pada awal gerakan akan tetapi kekuan tidak berlangsung lama yaitu kurang dari

seperempat jam. Kekuaan di pagi hari menyebabkan berkurangnya kemampuan

2
gerak dalam melakukan 4 gerak ektensi, keterbatasan morbilitas fisik dan efek

sistemik yang ditimbulkan adalah kegagaglan organ dan kematian (Price,2006).

Sasaran terapi gout artritis yaitu mempertahankan kadar asam urat dalam

serum dibawah 6 mg/dL dan nyeri yang diakibatkan oleh penumpukan asam urat.

Tujuan terapi yang ingin dicapai yaitu mengurangi peradangan dan nyeri sendi

yang ditimbulkan oleh penumpukan kristal monosodium urat monohidrat. Kristal

tersebut ditemukan pada jaringan kartilago, subkutan dan jaringan particular,

tendon, tulang, ginjal, serta beberapa tempat lainnya. Selain itu, terapi gout juga

bertujuan untuk mencegah tingkat keperahan penyakit lebih lanjut karena

penumpukan Kristal dalam medulla ginjal akan menyebabkan chronic urate

nephropathy serta meningkatkan resiko terjadinya gagal ginjal. Terapi obat

dilakukan dengan mengobati nyeri yang timbul terlebih dahulu, kemudian

dilanjutkan dengan pengontrolan dan penurunan kadar asam urat dalam serum

darah (Noor, 2016).

Selain terapi menggunakan farmakologi atau dengan menggunakan obat

obatan untuk mengatasi nyeri artritis gout, ada terapi non farmakologi. Terapi

komplementer juga termasuk penanganan secara non farmakologis, tetapi

komplemteter ini bersifat terapi pengobatan alamiah menurut Perry & Potter

(2010) terapi komplementer meliputi pengobatan herbal, pijat refleksi, terapi

medan magnet, terapi akupuntur, serta terapi teknik relaksasi (progresif, meditasi,

yoga, hipnoterapi).

3
Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari

manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan dan perilaku.

Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran dan

penyembuhan yang menggunakan metode hipnotis untuk memberi sugesti atau

perintah positif kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu gangguan

psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku menjadi lebih

baik. Orang yang ahli dalam menggunakan hipnotis untuk terapi disebut

"hypnotherapist". Hipnoterapi menggunakan pengaruh kata - kata yang

disampaikan dengan teknik - teknik tertentu. Satu - satunya kekuatan dalam

hipnoterapi adalah komunikasi (Gunawan, 2006).

Saat dilakukan hipnoterapi pasien dibimbing untuk melakukan relaksasi.

Respon relaksasi ini terjadi melalui penurunan bermakna dari kebutuhan zat

oksigen oleh tubuh, selanjutnya otot-otot tubuh yang relaks menimbulkan

perasaan tenang dan nyaman. Aliran darah akan lancar, neurotransmiter penenang

akan dilepaskan dan sistem saraf akan bekerja secara baik, dan setelah kondisi

relaksasi tercapai maka secara alamia gerbang pikiran bawah sadar akan terbuka,

Sehingga akan lebih mudah menerima sugesti penyembuhan yang diberikan,

dalam kondisi tersebut gerbang nyeri yang disebut subtansia gelatinosa

(kornudorsalis medullaspinalis) akan tertutup dan impuls yang ditransmisikan ke

otak berkurang atau sedikit sehingga persepsi nyeri pada pasien gout hilang atau

berkurang ( Potter&Pery, 2010).

4
Menurut teori adaptasi Roy pada saat seseorang diberi stimulus akan

terjadi proses adaptasi kognator dan regulator. Perantara sistem regulator

dinamakan kimiawi, saraf, atau endokrin dan perantara system kognator

dinamakan persepsi atau proses informasi, pengambilan keputusan, dan emosi.

Dalam mempertahankan integritas seseorang, regulator dan kognator bekerja

secara bersamaan. Hipnoterapi yang dilakukan pada pasien gout akan

mempengaruhi kerja cerebral cortex dalam aspek kognitif maupun emosi,

sehingga menghasilkan persepsi posotif dan relaksasi, sehingga secara tidak

langsung akan membantu dalam menjaga keseimbangan homeostasis tubuh.

melalui jalan HPA Axis, untuk menghasilkan Coticitropin Releasing Factor

(CRF). Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk menurunkan

produksi ACTH sehingga produksi endorprin meningkat yang kemudian

menurunkan produksi cortisol dan hormon hormon stres lainnya sehingga nyeri

menurun.

Menurut APA (American Psychological Association) Dictionary of

Psychologi, edisi 2007, hipnoterapi dapat bermanfaat mengatasi hipertensi, asma,

insomnia, bruxism, manajemen rasa nyeri akut maupun kronis, anorexia nervosa,

makan berlebih, merokok dan gangguan-gangguan kepribaian. Terapi perilaku

kognitif seperti hypnosis merupakan jenis terapi yang efektif untuk mengatasi

nyeri dengan sedikit atau hampir tidak ada efek samping sama sekali.

Berdasarkan hasil penelitian Nur Wahida dan Zulfa Khusniyah (2009)

dengan judul pengaruh hipnoterapi terhadap nyeri arthritis rheumatoid pada lansia

5
terdapat pengaruh yang signifikan pemberian hipnoterapi terhadap penurunan

nyeri arthritis rheumatoid pada lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto.

Arthritis rheumatoid terjadi karena reaksi autoimun terutama pada jaringan

sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim

tersebut akan memecah kolagen sehinga terjadi edema, poliferasi membrane

sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang

rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya

permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena

karena serabut otot akan mengalami perubahan deeneratif dengan menghilangnya

elastisitas otot dan kekeuatan kontraksi otot. Disamping nyeri dan pembengkakan

sendi, tanda klasik arthritis rheumatoid adalah kekakuan sendi khususnya pada

pagi hari yang berlansung lebih dari 30 menit (Brunner & Suddart, 2008).

Penelitian lainnya oleh Nanik Prayogi Hastuti (2011) dengan judul

pengaruh hipnoterapi terhadap perubahan skala nyeri pasien fraktur ekstremitas

diruang bedah RSU Muntilan, didapatkan hasil ada perbedaan sebelum dan

sesudah pelaksanaan hipnoterapi pada pasien fraktur RSU Muntilan.

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan

penelitian guna mengetahui tentang pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat nyeri

pada pasien gout.

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: Adakah pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat nyeri

pada pasien gout?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Menganalisa pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat nyeri pada pasien

gout.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat nyeri pasien gout sebelum diberi

hipnoterapi pada kelompok intervensi dan kontrol.


b. Mengetahui gambaran tingkat nyeri pasien gout sesudah diberi hipnoterapi

pada kelompok intervensi dan kontrol.


c. Mengetahui perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberi

hipnoterapi pada kelompok intervensi.


d. Mengetahui perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberi

hipnoterapi pada kelompok kontrol.


e. Mengetahui pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat nyeri pada pasien gout.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat
Masyarakat khususnya pada pasien asam urat mendapatkan informasi

tentang pemberian hipnoterapi dan manfaatnya dan diharapkan pasien dapat

menggunakan hipnoterapi sebagai pengobatan alternatif untuk menurunkan

nyeri gout selain obat medis.


2. Bagi Pendidikan Keperawatan

7
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi,

menambah wawasan dan pengetahuan tentang intervensi untuk menurukan

nyeri pada pasien gout dan dapat diterapkan sebagai intervensi baik dalam

perkuliahan maupun praktek di lapangan.


3. Bagi Peneliti
Dasar pengembangan bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh

hipnoterapi terhadap nyeri gout dalam keperawatan dan peneliti mendapatkan

sebuah pengalaman dalam menerapkan terapi secara non farmakologi sebagai

salah satu mengatasi nyeri pada pasien gout. Selain itu peneliti mendapatkan

pengetahuan tentang pengaruh hipnoterapi terhadap nyeri pada pasien gout.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep teori
1. Pengertian Gout
Gout (asam urat) adalah senyawa sukar larut dalam air yang

merupakan hasil akhir metabolisme purin (Damayanti, 2012).


Gout adalah sekelompok kondisi inflamasi kronis yang berhubungan

dengan defek metabolisme purin secara genetik dan menyebabkan

hiperuresemia (Brunner&Suddart, 2013).

8
Gout adalah zat hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat

ini biasanya akan dikeluarkan dalam kondisi tertentu, ginjal tidak mampu

mengeluarkan zat asam urat secara seimbang sehingga terjadi kelebihan

dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk dan

tertimbun pada persendian-persendian di tempat lainnya termasuk diginjal

itu sendiri dalam bentuk kristal-kristal (Sandjaya,2014).


2. Etiologi Gout
Berdasarkan penyebabnya, gout dibagi menjadi dua jenis yaitu
a. Penyakit gout primer
Penyebab penyakit gout primer belum diketahui (idiopatik)secara

signifikan. Ada dugaan penyebab penyakit ini berkaitan dengan kombinasi

factor genetic dan factor hormonal yang menyebabkan gangguan

metabolisme yang dapat mengakibatkan gangguan metabolisme yang

dapat mengakibatakan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga

diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari dalam tubuh.


b. Penyakit gout sekunder
Gout jenis sekunder ini kebanyakan disebabkan oleh meningkatnya

produksi asam urat dan berkurangnya pengeluaran asam urat dalam urin.

Meningkatnya produksi asam urat, terjadi karena pengaruh makanan

dengan kadar purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organic

yang menyusun asam laknat atau asam inti dari sel dan termasuk dalam

kelompok asam amino,unsur pembentuk protein (Damayanti,2012).


3. Patofisiologi Gout
Pada penyakit gout, terjadi sekresi asam urat yang berlebihan atau defek rnal

yang menyebabkan penurunan ekresi asam urat, atau kombinasi keduanya.

Hiperuresemia primer mungkin disebabkan oleh diet hebat atau kelaparan,

9
asupan makanan tinggi purin(kerang, dagung organ) secara berlebihan. Pada

kasus hiperuresemia sekunder, gout merupakan manefestasi klinis sekunder

dari berbagai proses genetikatau proses dapatan, termasuk kondisi yang

disertai dengan peningkatan peremajaan sel(leukemia, mieloma multipel,

psoriasis, beberapa anemia) dan peningkatan penghancuran sel

(Brunner&Suddart, 2013).

4. Menurut Sandjaya (2014), perjalanan penyakit gout(asam urat) mempunyai 3

tahap yaitu
a. Tahap pertama (tahap arthritis gout akut)
Tahap pertama disebut tahap arthritis gout akut atau radanag asam

urat akut. Pada gejala asam urat tahap ini penderita akan mengalami

serangan arthritis yang khas. Serangan tersebut akan menghilang tanpa

pengobatan dalam waktu 5-7 hari. Karena cepat menghilang, maka sering

penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi sehingga tidak

menduga terkena gejala penyakit asam urat dan tidak melakukan

pemeriksaan lanjutan.
Setelah seranga pertama, penderita akan masuk pada gout

interkritikal. Pada keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama

jangka waktu tertentu. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya

berbeda. Ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun,

tetapi rata-rata berkisar seseorang lupa bahwa pernah menderita serangan

arthitis gout atau menyangka serangan pertama kali dahulu , tidak ada

hubungannya dengan gejala penyakit asam urat.


b. Tahap kedua(tahap artitis gout akut intermiten)

10
Tahap ini disebut sebagai tahap artitis gout akut intermiten. Setelah

melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala asam

urat, penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan

arthitis atau peradangan yang khas.


Selanjutnya penderita akan sering mendapatkan serangan(kambuh)

yang jarak antara serangan yang satu dan serangan berikutnya makin lama

rapat dan lama, serangan makin lama makin panjang, serta jumlah sendi

yang terserang makin banyak. Pada tahap ini penderita baru menyadari

kalau sudah terkena serangan gejala asam urat.


c. Tahap ketiga(tahap artitis gout kronik bertofus)
Tahap ini disebut sebagai tahap arthitis gout kronik bertofus. Tahap

ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih.

Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering

meradang yang disebut sebagai tofus.


Tofus ini berupa benjolan keras yang berisi bersuk seperti kapur yag

merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan

mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Tofus pada

kaki bila ukurannya besar dan banyak akan mengakibatkan penderita

tidak dapat menggunakan sepatu lagi.


5. Menurut Damayanti (2012), faktor penyebab gout (asam urat) dapat dibagi

menjadi tiga yaitu


a. Faktor umum
Penyakit ini beragam penyebabnya, diantaranya adalah kurang tidur

yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam laknat. Selain itu

penggundaan sendi yag berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

11
peradangan. Perandangan sendi juga bisa terjadi karena terlalu banyak

berjalan, naik turun tangga, sering jongkok berdiri juga bisa

menyebabkan kelebihan asam urat pada jaringan atau persendian.


b. Faktor khusus
1) Faktor dari dalam
Faktor dari dalam lebih banyak terjadinya akibat proses

penyimpangan metabolisme yang umumnya berkaitan dengan factor

usia, dimana usia dia atas 40 tahun beresiko besar terkena asam urat.
2) Faktor dari luar
Faktor dari luar dapat berupa konsumsi makanan dan minuman

yang dapat merangsang pembentukan asam urat seperti makanan yang

mempunyai kadar karbohidrat dan protein tinggi. Makanan dan

minuman yang memiliki kadar karbohidrat dan protein tinggi

diantaranya adalah kacang-kacangan, emping, melinjo, daging

( terurama jero-jeroan) ikan, coklat, kopi, teh, dan minuman cola.


3) Faktor lainnya
Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan) penyakit

kulit(psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes

yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda

keton(hasil buangan metabolism lemak)yang meninggi.


6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain

sebagi berikut:
a. Kesemutan dan linu
b. Nyeri hebat terutama malam hari, sehingga penderita sering terbangun

saat tidur
c. Serangan akut dapat dipicu oleh trauma,konsumsi alkohol, diet, stress,

pembedahan.

12
d. Serangan dini cenderung reda secara spontan dalam 3 sampai 10 hari

tanpa terapi.
e. Serangan selanjutya mungkin tidak terjadi selama berbulan-bulanatau

bertahun-tahun,pada waktunya serangan cenderung terjadi

sering,mengenai lebih banyak sendi dan berlangsung lebih lama

(Brunner&Suddarth,2013).
7. Menurut Damayanti (2012), stadium asam urat berdasarkan tigkat

keparahanya terdiri dari empat tahap/stadium yaitu


a. Stadium 1 (tahap asimtomatik)
Tanda penyakit asam urat pada stadium ini biasanya ditandai

dengan peningkatan kadar asam urat tetapi tidak dirasakan oleh penderita

karena tidak merasakan sakit sama sekali dan tidak disertai gejala nyeri ,

arthitis, tofi/tofus maupun batu ginjal atau batu urat di saluran kemih.
b. Stadium II (tahapa akut)
Asam urat stadium II biasanya terjadi serangan radang sendi disertai

dengan rasa nyeri yang hebat, bengkak, merah dan terasa panas pada

pangkal ibu jari kaki. Biasanya serangan muncul pada tengah malam

dan menjelang pagi hari.


c. Stadium III ( tahap interkritikal)
Asam urat stadium ini adalah tahapan interval diantara dua serangan

akut. Biasanya terjadi setelah satu sampai dua tahun kemudian.


d. Stadium IV (tahap kronik)
Tahap kronik ini ditandai dengan terbentuknya tofi dan deformasi

atau perubahan bentuk pada sendi sendi yang tidak dapat berubah ke

bentuk seperti semula, gejala ini disebut gejala irreversible atau arthritis

gout kronis.

B. Konsep Dasar Nyeri

13
1. Pengertian Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri,2007).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial(Fauziah

dkk, 2012).
Nyeri menurut Association For The Study Of Pain Internasional

adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyebangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau

yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan (Potter &

Perry 2010).
2. Fisiologi nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik , emosi, dan perilaku. Cara

yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk

menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut yakni resepsi, persepsi dan

reaski. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut syaraf

perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari

beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di

medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan selsel saraf

inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau

ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri

mencapai korteks serebral, maka otak menginterprestasikan kualitas nyeri

mencapai korteks serebal, maka otak menginterprestasikan kualitas nyeri dan

14
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri(McNair,1990 dalam

Potter & Perry,2010).


3. Komponen fisiologi nyeri
Menurut Potter & perry (2010) ada tiga komponen fisiologi nyeri pada

penderita gout yaitu:


a. Resepsi
Semua kerusakan perifer yang disebabkan oleh stimulus ternal,

mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan subtansi

yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin,

tekanan, dan zat-zat kimia menyebabkan peleapsan subtansi seperti

hisamin,bradukidin dan kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di

nosireseptor(resptor yang berespon terhadap stimulus yang

membahayakan).
b. Persepsi
Merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri

ditrasmisikan ke medula spinalis, ke talamus dan otak tengah, dari

talamus serabut mentramsisikan pesan nyeri ke berbagai area otak,

termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi(di kedua alobus pariental).

Lobus frontalis dan sistim limbik adalah sel-sel didalam sistem limbik

yang diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas, dengan

demikian sistim limik berperan aktif dalam memproses reaksi emosi

terhadap nyeri.
Setelah trasmisi saraf berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi,

maka individu akan mempresepsikan sensasi nyeri. Pada saat individu

15
akan memprespsikan sensasi nyeri. Pada saat itu individu menjadi sadar

akan nyeri makan akan terjadi reaksi yang komplek.


Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor

neurofisiologis dalam memprespsikan nyeri. Meinhart dan Mc.

Perry(2010) dalam Potter & Perry, menjelaskan tiga sisitem interaksi

persepsi nyeri sebagi sensori diskriminatif, motifasi efektif dan kognitif

evaluatif, dengan demikian persepsi menyadarkan individu dan

mengartikan nyeri itu, sehingga individu dapat bereaksi.


4. Jenis-jenis nyeri
Price & Wilson (2006), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi

atau sumber yang meliputi :


a. Nyeri somatic superfisial (kulit)
Nyeri kulit berasala dari stuktur struktur yang siperfisial kulit dan

jaringan subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di

kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik.


b. Nyeri somatic dalam
Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot,

tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini

memiliki lebig sedikit reseptor nyeri sehingga lokasisasi nyeri kulit dan

cenderung menyebar ke daerah sekitarnya.


c. Nyeri visera
Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ

tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor

nyeri somatic dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga.

d. Nyeri alih

16
Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu

daerah tubuh dirasakan terletak di daerah lain.


e. Nyeri neuropati
Sistem saraf secara normal menyelurkan rangsangan yang

merugikan dari sistem saraf tepi (SST)ke sistem saraf pusat (SSP) yang

menimbulkan perasaan nyeri. Dengan semikian lesi di SST atau SSP

dapat menyebabkan gangguan atau hialnganya sensasi nyeri( fauziah,

dkk,2012).
5. Faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri
Faktor yang mempengaruhi presepsi nyeri menurut Perry & Potter

(2010), antara lain :


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana

anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.


b. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam

respon terhadap nyeri. Masih diragukan bial ada faktor gender yang

mempengaruhi respon nyeri. Namun dalam suatu penelitian yang

dilakukan oleh Buns et al (1989) pada pasien post operasi abdomen

menuntukan bahwa pasien laki-laki membutuhkan morpin yang lebih

banyak dibandingkan pada pasien perempuan dengan tingkat yang sama.


c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

17
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana

bereaksi terhadap nyeri.


d. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptai terhadap nyeri. Hal ini

juga berkaitan secara dekat dengan latar belakang budaya individu

tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda

beda , apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,

hukuman, dan tantangan.


e. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang

meningkat, sedangkan upaya pengalihan(distraksi) dihubungkan dengan

respon nyeri yang menurun. Dengan menfokuskan perhatian dan

konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan

nyeri pada kesadaran yang perifer.

f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Snietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas.


g. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap

individu yang menderita penyakit dalam jangka lama.


h. Pengalaman sebelumnya

18
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahw individu

akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datanf.

Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri

tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas atau

bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami

nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri

tersebut degan berhasil dihilangkan, akan lebih mudag bagi individu

tersebut untuk menginterprestasikan sensari nyeri.


i. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat

merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi kemmpuan individu

tersebut untuk mengatasi nyeri.


j. Dukungan keluarga dan sosial
Meskipun nyeri masih dirasakan, namun kehadiran orang yang

dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak

ada keluarga atau teman, sering kali pengalaman nyeri membuat klien

semakin tertekan. Faktor yang lain berpengaruh cukup signifikan dalam

merespon nyeri adalah kehadiran dan dorongan dari oarang lain.

Seseorang dengan kelompok sosial budaya yang berharap dapat

menyampaikan keluhan nyerinya sesuai keinginannya. Orang yang

mengalami keluahan nyerinya sesuai dengan keinginannya. Orang yang

mengalami nyeri seringkali memiliki ketergantungan terhadap anggota

keluarganya unruk memberikan dukugan, bantuan atau pencegahan

19
terhadap nyeri yang dirasakan. Ketidakhadiran keluarga dan teman dekat

sering kali akan membuat nyeri yang dialami semakin meningkat.


6. Cara mengukur skala nyeri
Nyeri mempunyai tiga respon fisik, behabioural atau tingkah laku,

efektif dan perasaan indiviu. Respon nyeri dari segi afektif dengan mengkaji

dari segi perasaan sangat sulit untuk dinilai karena bersifat subyektif. Bila

saja seseorang mengatakan tidak nyeri terhadap suatu prosedur karena ia ingin

sekitarnya sembuh. Sedangkan pada respon nyeri secara behavioural adalah

sikap atau tingkah laku untuk menjauhkan tubuhnya dari sumber nyeri,

bahkan dilakukan prosedur terhadaonya. Respon nyeri mudah untuk diukur,

dinilai, dan dilihat adalah respon fisik(Potter&Perrty ,2010).


Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut :
1. Skala intensitas nyeri deskriptif

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Berat


nyeri Ringan Terkontrol Tidak
Terkontrol

2. Skala intensitas nyeri numerik


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Sedang Nyeri Berat


nyeri

3. Skala analog

Tidak Nyeri sangat


nyeri Berat

20
4. Skala nyeri menurut bourbanis
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Berat


nyeri Ringan Terkontrol Tidak
Terkontrol

21
Keterangan :

0 : Tidak Nyeri

1-3 : Nyeri Ringan: secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik

4-6 : Nyeri Sedang : secara obyektif pasien mendesis, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan

baik.

7-9 : Nyeri Berat : secara obyektif terkadang pasien tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunujkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi.

10 : Nyeri Sangat Berat: pasien sudah tidak mampu berkomunikasi , memukul.

Skala deskriptif merupaka alat pengkuran tongkat keparahan nyeri yang

lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale,VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata

pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.

Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang

tidak tertahankan. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan memina

klien untuk memilih intensutas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat

juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan

seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini

memungkinkan klien meilih senuat kategori untuk mendiskripsikan nyeri.

Skala penilaian numerik (numerical ratting scales,NRS) lebih digunakan

22
sebagai pengganti alat mendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai

nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunkan

saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan

patokan 10cm (Tamsuri,2007)

7. Tanda dan gejala nyeri

Nyeri dapat dikenali melalui tanda adan gejala yang timbul. Tanda dan

gejala menurut fauziah,dkk(2012) dalam chasanahwati(2015), antara lain :

a. Suara
Respon psikologis yang muncul pada seseorang yang mengalami

dapat diektahui memlaui suaranya yang meliputi menangis, merintih,

menarik/ mmenghembuskan dada.


b. Ekpresi wajah
Respon psiekologis yang muncul pada seseorang yang mengalami

nyeri dapat diketahui melalui ekspresi wajah yang meliputi meringis ,

menggit lidah mengtupkan gigi, dahi berkerut, menutup rapat/ membuka

dan mulut, menggit bibir.


c. Pergerakan tubuh
Respon psikologis yang muncul pada seseorang yang mengalami

nyeri dapat diketahui melalui pergerakan tubuh yang meliputi kegelisahan,

mondar-mandir, gerakan menggosok atau berirama, bergerak melindungi

bagian tubuh, immobilisasi, otot tegang.


d. Interaksi sosial
Respon psikologis yang muncul pada seseorang yang mengalami

nyeri dapat diketahui melalui interaksi sosial yang meliputi menghindari

23
percakapan dan kontak sosial,berfokus pada aktivitasuntuk mengurangi

nyeri, disorientasi waktu.

C. Penatalaksanaan Nyeri Pada Gout


Penatalaksaan nyeri merupakan maslah yang kompleks. Sebelum dilakukan

penanganan terhadap nyeri terlebih dahulu mengkaji sumber, letak dan faktor

yang mempengaruhi nyeri seperti kegelisahan dan keletihan (Brunner & Suddart,

2008). Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara :


1. Pendekatan secara farmakologis
Menangani nyeri yang dialami pasien melalui intervensi farmakologis

dilakukan dalam kolaborasi dokter dan pasien. Analgesik merupakan obat

yang paling umum untuk menghilangkan nyeri. Metode yang paling umum

digunakan untuk mengatasi nyeri (Brunner & Suddart, 2008). Obat- obatnya

antara lain : obat anti inflamasi (OAINS), yang berfungsi untuk mengatas

nyeri sendi akibat proses peradangan, obat kartikosteroid yang berfungsi

sebagai obat anti radang dan menekan reaksi imun. Obat ini dapat berfungsi

dalam bentuk tablet atau suntikan dibagian sendi yang sakit. Obat golongan

analgesik akan merubah persepsi dan interprestasi nyeri dengan cara

mendepresi sistem saraf pusat pada talamus dan korteks cerebal. Analgesik

akan lebih efektif diberikan sebelum klien merasakan nyeri yang lebih berat

dibandingkan setelah mengeluh nyeri (Imam,2007). Pada nyeri kronik, klien

cenderung mengaratasi depresi, antidepresan juga mengandung efek

analgesik(Branner& feist,2007).
2. Pendekatan secra nonfarmakologis
a. Distraksi

24
Distraksi adalah teknik mengalihkan perhatian ke hal lain terutama

hal yang mneyenangkan dengan tujuan unutk menuurnkan kewaspadaan

terhdap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Salah satu

teknik distraksi adalah dengan mendengarkan musik (Potter&Perry,2010).


b. Relaksasi
Relaksisai otot skelektal dipercaya dapat meurunkan nyeri dengan

merilekskan keteganagan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi

yang sederhana terdiri atas nafas abdomen denga frekuensi lambat dan

berirama. Pasien dapat memenjamkann matanya dan bernafas dengan

berlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan

menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi

(Brunner & Suddart, 2008).


c. Terapi es dan panas
Terapi es dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeriyang efektif

pada beberapa keadaan. Diduga bahwa es dan panas bekerja dengan

menstimulasi reseptor tidak nyeri (non reseptor) dalam bidang reseptor

yang sama seperti cidera. Tetapi es dapat meurunkan prostaglandia, yang

mmperkuat sensitivitas resptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cidera

dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es diletakkan segera

setelah terjadi cidera (Brunner & Suddart, 2008).


d. Terapi komplementer

Terapi komplementer juga termasuk penanganan secara non

farmakologis, tetapi komplemteter ini bersifat terapi pengobatan alamiah

menurut Perry & Potter (2010) terapi komplementer meliputi pengobatan

25
herbal, pijat refleksi, terapi medan magnet, terapi akupuntur, serta terapi

teknik relaksasi (progresif, meditasi, yoga, hipnoterapi).

D. Hipnoterapi
1. Pengertian
Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari

manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan dan perilaku.

Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran dan

penyembuhan yang menggunakan metode hipnotis untuk memberi sugesti

atau perintah positif kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu

gangguan psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku

menjadi lebih baik. Orang yang ahli dalam menggunakan hipnotis untuk terapi

disebut "hypnotherapist". Hipnoterapi menggunakan pengaruh kata - kata

yang disampaikan dengan teknik - teknik tertentu. Satu - satunya kekuatan

dalam hipnoterapi adalah komunikasi (Gunawan, 2006).

2. Manfaat Hipnoterapi dalam Kesehatan

Hakim (2010) menyatakan bahwa manfaat hipnoterapi untuk

kesehatan sebagai berikut :

a. Mengatasi penurunan kualitas diri (self quality)


Perbaikan diri merupakan hal yang sangat diinginkan hampir

olehsetiap manusia karena setiap manusia menginginkan perubahan.

Hipnoterapi mengatasi permasalahan-permasalahan dengan mencarikan

sebuah solusi inti yang paling efektif. Dengan dipandu memasuki kondisi

26
hipnosis atau ketenangan yang sangat dalam, seseorang bisa menemukan

pilihan baru, yaitu pilihan yang terbaik untuk melakukan sebuah langkah

perbaikan dan peningkatan kualitas diri. Semua hal itu akan dimulai

dengan sebuah sesi penyembuhan pribadi yang benar-benar membuat

seseorang memiliki pandangan dan cara pandang baru.

b. Meningkatkan kualitas kesehatan

Hipnoterapi dapat membantu agar pasien menemukan your own way

atau cara anda sendiri guna memotivasi diri untuk segera memulai

sebuah aktivitas seperti olah raga, berhenti merokok, mengatur pola

makan dan meningkatkan perilaku sehat. Hipnoterapi merupakan cara

yang sudah terbukti memasuki jalur komunikasi pikiran, tubuh, dan jiwa

guna mempengaruhi berbagai fungsi tubuh, misalnya tekanan darah,

respon kekebalan, dan system pencernaan.

c. Manajemen Rasa Sakit

Hipnoterapi telah digunakan untuk menghilangkan rasa sakit selama

berabad-abad, bahkan saat ini hipnosis dapat diaplikasikan dalam prosedur

pembedahan (hypno-anestesi). Bagi penderita penyakit yang sangat

membutuhkan teknik menurunkan rasa nyeri, hipnoterapi telah terbukti

bekerja dengan menurunkan respons otak terhadap sinyal rasa sakit. Hal

ini memungkinkan individu penderita bisa mempelajari bagaimana

mengelola rasa sakit tersebut secara cepat.

d. Mengatasi Fobia atau Trauma

27
Hipnoterapi memberikan teknik penyembuhan yang sangat efektif

untuk masalah-masalah fobia karena hipnoterapi menawarkan sebuah

teknik relasasi sebagai lawan atau kebalikan dari ketakutan berlebihan

tersebut.

3. Cara Melakukan Hipnoterapi

Gunawan (2006) menyatakan bahwa ada lima cara untuk menjangkau

pikiran bawah sadar yaitu :

a. Pengulangan/ repetisi

Segala sesuatu yang dilakukan secara konsisten atau berulang-

ulangakan masuk ke bawah sadar dan menjadi kebiasaan.

b. Identifikasi kelompok/ keluarga

Kita hidup dalam keluarga yang mempunyai latar belakang budaya

tertentu. Kita akan mengikuti kebiasaan yang ada di dalam keluarga.

c. Ide yang disampaikan oleh figur yang dipandang memiliki otoritas

Apa yang disampaikan oeh seseorang yang memiliki otoritas, seorang

pakar, seseorang yang dihormati dan dikagumi akan dapat diterima oleh

pikiran bawah sadar dengan mudah.

d. Emosi yang intens

Setiap kejadian yang dialami bila disertai dengan intensitas emosi

yang tinggi, baik positif maupun negatif akan sangat membekas di pikiran

bawah sadar.

28
e. Hipnosis kendala

Hipnosis menjangkau pikiran bawah sadar dengan teknik komunikasi

yang mampu melewati pikiran sadar.

4. Tahap-tahap Hipnoterapi

Adiyanto (2010) menyatakan bahwa tahap-tahap hipnoterapi sebagai

berikut :

a. Tahap pre induction

Tahap ini adalah periode persiapan hipnosis. Penting untuk diketahui

tentang klien seperti data pribadi, kesukaan, hal yang tidak disukai,

pengalaman yang menyenangkan maupun sebaliknya, dan juga harapan-

harapannya. Semakin banyak hal diketahui dari klien semakin bermanfaat

untuk modal proses hypnosis selanjutnya.

b. Tahap induction deepening

Tahap ini adalah proses membawa klien menuju kondisi trance atau

hypnosis state. Kondisi hypnosis state adalah kondisi di mana pikiran

bawah sadar seseorang terbuka siap menerima informasi atau ide atau

sugesti. Dalam ukuran brain wave, klien dipandu untuk memasuki kondisi

alfa atau tetha dengan tingkat kedalaman sesuai kebutuhan terapi.

c. Tahap suggestion

Proses sugesti artinya memberikan atau menanamkan informasi/ ide

pada pikiran bawah sadar seseorang dengan mempergunakan kata-kata

29
atau situasi tertentu. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci utama.

Dalam hypnotherapy sugesti yang diberikan:

1. Permisif, sugesti bersifat ajakan bukan perintah.

2. Repetition, pengulangan dimaksud untuk memperkuat penanaman

sugesti ke dalam pikiran bawah sadar.

3. Client Language Preference, mempergunakan bahasa yang mudah

dimengerti atau bahasa kebiasaan klien.

4. Progresif, sugestikan perubahan yang bertahap sehingga lebih mudah

diterima oleh pikiran sadar maupun bawah sadar

d. Tahap termination

Setelah dirasakan tahap sugesti cukup, klien kembali dipandu untuk

menuju kesadaran semula. Yang perlu diperhatikan dalam memandu

terminasi adalah: lakukan secara perlahan, jangan tergesa-gesa dan

berikan afirmasi positif. Pemberian terminasi yang terlalu cepat atau

tergesa-gesa seringkali menyebabkan klien merasakan pusing setelah

bangun dari kondisi relaksasi.

5. Mekanisme fisiologi hipnoterapi terhadap nyeri gout

Saat dilakukan hipnoterapi pasien dibimbing untuk melakukan

relaksasi. Respon relaksasi ini terjadi melalui penurunan bermakna dari

kebutuhan zat oksigen oleh tubuh, selanjutnya otot-otot tubuh yang relaks

menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. Aliran darah akan lancar,

30
neurotransmiter penenang akan dilepaskan dan sistem saraf akan bekerja

secara baik, dan setelah kondisi relaksasi tercapai maka secara alamia gerbang

pikiran bawah sadar akan terbuka, Sehingga akan lebih mudah menerima

sugesti penyembuhan yang diberikan, dalam kondisi tersebut gerbang nyeri

yang disebut subtansia gelatinosa (kornudorsalis medullaspinalis) akan

tertutup dan impuls yang ditransmisikan ke otak berkurang atau sedikit

sehingga persepsi nyeri pada pasien gout hilang atau berkurang ( Potter&Pery,

2010).

Menurut teori adaptasi Roy pada saat seseorang diberi stimulus akan

terjadi proses adaptasi kognator dan regulator. Perantara sistem regulator

dinamakan kimiawi, saraf, atau endokrin dan perantara system kognator

dinamakan persepsi atau proses informasi, pengambilan keputusan, dan

emosi. Dalam mempertahankan integritas seseorang, regulator dan kognator

bekerja secara bersamaan. Hipnoterapi yang dilakukan pada pasien gout akan

mempengaruhi kerja cerebral cortex dalam aspek kognitif maupun emosi,

sehingga menghasilkan persepsi posotif dan relaksasi, sehingga secara tidak

langsung akan membantu dalam menjaga keseimbangan homeostasis tubuh.

melalui jalan HPA Axis, untuk menghasilkan Coticitropin Releasing Factor

(CRF). Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk menurunkan

produksi ACTH sehingga produksi endorprin meningkat yang kemudian

menurunkan produksi cortisol dan hormon hormon stres lainnya sehingga

nyeri menurun.

31
Meningkatnya Mengkonsumsi Terlalu banyak
produksi asam urat makanan tinggi purin mengkomsumsi
E. Kerangka Teori
alkhohol dan obat-
obatan kimia

Faktor yang
memepengaruhi nyeri
Penatalaksanaan
menurut Perry
&Potter(2001)yaitu Farmakologis
Usia Gout Obat analgesik
Gender Obat anti inflamasi
Kebudayaan Non farmakologi
Makna nyeri Distraksi
Manifestasi klinis
Keterangan:
Perhatian
Kesemutan dan linu Relaksasi
= Yang diteliti
Ansietas Terapi es dan panas
Sendi kemerahan
Pengalaman sebelumnya 32
Bengkak Terapi komplementer
Keletihan Herbal
Terasa panas
Gaya koping hipnoterapi
Nyeri
Dukungan keluarga & Meditasi
sosial
Nutrisi

Akupunture

=Yang tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : (Brunner & Suddart, 2008), Damayanti (2012), Potter & Perry (2010)

F. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Hipnoterapi Nyeri pada gout

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitan
1. Variabel bebas (Variabel independen)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah hipnoterapi
2. Variabel terikat (Variabel dependen)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nyeri pada gout

H. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh hipnoterapi terhadap

tingkat nyeri pada pasien gout.

33

Anda mungkin juga menyukai