Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pembimbing:
Oleh Kelompok 1
Kelas A1
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
KATA PENGANTAR
(Penulis)
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
1.3 Manfaat......................................................................................................2
2.2 MENINGITIS............................................................................................7
2.3 ENSEPHALITIS.....................................................................................19
BAB III TUMBUH KEMBANG DAN PERAN ORANG TUA DENGAN ANAK
MENINGITIS, ENSEPHALITIS, DAN ABSES OTAK.......................................46
BAB IV PENUTUP...............................................................................................47
4.1 Kesimpulan..............................................................................................47
4.2 Saran........................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................48
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a) Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan infeksi meningitis,
ensephalitis, dan abses otak.
b) Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
1) Menjelaskan definisi dari meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
2) Menyebutkan etiologi terjadinya meningitis, ensephalitis, dan abses
otak.
3) Menyebutkan manifestasi klinis dari meningitis, ensephalitis, dan
abses otak.
4) Menjelaskan patofisiologi dari meningitis, ensephalitis, dan abses
otak.
5) Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari meningitis, ensephalitis,
dan abses otak.
6) Menjelaskan penatalaksanaan dari meningitis, ensephalitis, dan abses
otak.
1
7) Menjelaskan prognosis dari meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
8) Menjelaskan WOC meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
9) Memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan infeksi
meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
10) Menjelaskan tumbuh kembang anak dengan infeksi meningitis,
encephalitis, dan abses otak.
11) Menjelaskan peran orang tua dalam merawat anak dengan infeksi
meningitis, encephalitis, dan abses otak.
1.3 Manfaat
Makalah ini hendaknya dapat menjadi bahan sebagai pengembangan
pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya memahami penyakit infeksi pada
anak yaitu meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Duramater
Lapisan luar, yang disebut duramater, merupakan membran fibrosa kuat
yang mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar yang melapisi permukaan
dalam tengkorak dan membentuk periosteum. Pada foramen magnum,
lapisan ini berlanjut sebagai periosteum pada permukaan luar tengkorak.
Lapisan dalam dura menonjol ke dalam di titik-titik tertentu untuk
membentuk suatu lapisan ganda yang memisahkan bagian-bagian otak dan
membantu mempertahankan bagian-bagian tersebut di tempat. Falk serebri
merupakan salah satu lapisan di antara dua hemifere cerebral. Lipatan yang
lain ialah tentorium serebelum, yang terletak di antara serebrum dan
serebelum. Dua lapisan ini saling berhubungan, tetapi terpisah ketika ada
penutupan venosa sinus. Lapisan bagian dalam duramater juga menutupi
medula spinalis sampai sakrum.
Ruang sub-dural adalah ruang yang potensial, bukan aktual, yang
terdapat di antara bagian-bagian otak.
2) Araknoid-mater
Lapisan tengah, araknoid-mater adalah membran halus langsung di
bawah dura dan masuk di antara bagian-bagian otak.
Ruang sub-dural terletak di antara araknoid dan piamater dan di sini
terdapat cairan serebrospinal. Antara serebelum dan medula oblongata,
terdapat rongga yang cukup besar, yang disebut sisterna magna. Tempat ini
3
digunakan untuk mengambil contoh cairan serebrospinal pada anak kecil.
Araknoid bersama dura berfungsi sebagai pembungkus sampai ke medula
spinalis dan membentang sampai sakrum.
Cairan serebrospinal bersih, tidak bau, dan terdapat di ruang sub-
araknoid dan ventrikel otak. Cairan ini disekresi oleh koroid pleksus di
dalam ventrikel dan melewati dua ventrikel lateral, yang kemudian manyatu
dengan yang lain dengan ventrikel ketiga melalui foramen interventrikel,
kemudian ke ventrikel ketiga dan kemudian melalui sebuah saluran sempit,
yang disebut aqueduk, ke dalam ventrikel ke empat. Ada tiga lubang di atap
ventrikel keempat yang dilalui cairan serebrospinalis yang masuk ke dalam
ruang subaraknoid. Di sini cairan tersebut bersirkulasi mengelilingi bagian
luar otak dan medula spinalis. Akhirnya, cairan diabsorpsi melalui
granulasi araknoid, yang merupakan penonjolan kecil araknoid meter, ke
dalam sinus venosa.
Komposisi cairan serebrospinal sama dengan plasma darah, walaupun
cairan serebrospinal hanya mengandung sedikit protein. Jumlah totalnya
kira-kira 120 ml, dengan tekanan 60-150 mmH 2O, mengandung 200-300
mg protein/l dan sekitar 2,8-4,4 mmol glukosa/l. jumlah ini dapat berubah
jika terjadi penyakit.
Fungsi utama cairan serebrospinal ialah melindungi otak dan medula
spinalis dengan membentuk bantalan air di antara jaringan saraf yang halus
dan dinding kavum tulang yang ditempati jaringan dan dinding tersebut.
Cairan serebrospinal juga mempertahankan tekanan di dalam tengkorak
konstan dan membuang sampah dan substansi baracun.
3) Piamater
Lapisan dalam, piamater adalah membran vaskuler dan berhubungan
dengan permukaan luar otak dan medula spinalis.
2.1.2 Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer semua alat tubuh, bagian dari semua saraf sentral yang terletak
di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat. Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
4
disebut dengan nama cerebral cortex, forebrain atau otak depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian
ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing
adalah :
a) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol
perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
b) Lobus parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c) Lobus temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.
Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya.
Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan
otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan
berpikir rasional.
5
2) Cerebellum (Otak Kecil)
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan
pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak
terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri
dari empat bagian, yaitu:
a) Diensepalon adalah bagian batang otak paling atas, terdapat diantara
serebellum dengan mesensepalon.
b) Mesensepalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan
otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran.
c) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
d) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur.
4) Limbic System (Sistem Limbik)
6
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang
otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan
perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus,
rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga
memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari sistem limbik adalah hipotalamus yang salah
satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat
perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak
informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut
sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran.
Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau
ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti
menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan
sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat
bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.
2.2 MENINGITIS
2.2.1 Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan
oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok,
Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis virus dapat mengikuti infeksi virus lainnya, seperti gondok,
herpes simplex atau zoster, enterovirus, dan campak. Viral meningitis sering
penyakit self-limiting. (DiGiulio, 2007)
2.2.2 ETIOLOGI
1) Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran
pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial
adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang
sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien
yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle
7
sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur
tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis .
Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt:
AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan
berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di
ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat
menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan
ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan
jaringan otak akan mengalami infark.
2) Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan
bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian
menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak,
mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga
mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan
disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3) Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi
sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi
tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya
sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan
menurunnya status mental.
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1) Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis,
pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri
atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
a) Otitis media
b) Pneumonia
c) Sinusitis
d) Sickle cell anemia
e) Fraktur cranial, trauma otak
f) Operasi spinal
g) Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan
system kekebalan tubuh seperti AIDS.
8
2) Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui
othorrhea dan rhinorrhea.
3) Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran
telinga tengah, operasi cranium
A) Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah
sebagai berikut :
a) Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi
meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari
intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial
edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe
TIK
b) Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi
sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila
ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.
B) Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai
berikut :Inflamasi local scar tissue di daerah arahnoid (vili)
gangguan absorbsi CSF akumulasi CSF di dalam otak
hodrosefalus
C) Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami
Meningo-ensefalitis.
9
7) Integumen
Adanya ruam merupakan ciri mencolok pada meningitis
meningokokal
8) Neurosensori
Sakit kepala hebat, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang,
gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi
penciuman, kehilangan memori, afasia, hemiparase, hemiplegia,
tanda Brudzinski positif, refleks Babinski positif, kaku kuduk, nyeri
gerakan okuler, fotosentitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, refleks
abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki.
Adanya perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi letargi, tidak
beresponsif, dan koma.
9) Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikemia, yaitu: demam
tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, shock, dan
tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
10) Pernapasan
Gangguan pernafasan bagian atas seperti infeksi sinus, nafas
meningkat.
2.2.4 Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara
hematogen/langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia,
bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di
peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis
media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman
(meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan
sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-
sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu ke 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan
terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit,
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga
terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan
intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma
penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek
patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak,
eksudasi.
10
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai
ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang
fibrino purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (N. III, IV, VI, VII, &
VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran
dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara medis pada meningitis dapat dilakukan dengan
cara diberikan:
11
a) Koreksi gangguan asam basa elektrolit, apabilla terdapat
ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit dapat diberikan cairan
intravena MARTOS-10. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam. Mengandung 400
kcal/L.
b) Atasi kejang dapat diatasi dengan, Kortikosteroid golongan
deksametason 0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari, 15-20 menit sebelum
pemberian antibiotik.
c) Antibiotik. Terdiri 2 fase yaitu empirik dan setelah hasil biakan dan uji
resistensi. Pengobatan empirik pada neonates adalah kombinasi
ampisilin dan aminoglikosida atau ampisilin dan sefotaksin. Pada umur
3 bulan 10 tahun kombinsasi ampisilin dan kloramfenikol atau
sefuroksim/sefotaksim/sefriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun
digunakan penislin. Pada neonatus pengobatan selama 21 hari, pada
bayi dan anak 10 14 hari.
d) Streptomisin, PAS dan INH. Dapat diberikan diberikan dengan dosis
30-50 mg/kg BB/ hari selama 3 bulan atau jika perlu diteruskan 2 kali
seminggu selama 2-3 bulan lagi, sampai likuor serebrospinalis menjadi
normal. PAS dan INH diteruskan paling sedikit samapi 2 tahun. Umtuk
mengatasi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau
muntah.
2.2.7 Prognosis
Usia anak, kecepatan diagnosa setelah timbulnya terapi yang adekuat
penting dalam prognosis meningitis bakteri. Mortalitas meningitis neonates
kira-kira 50 % meskipun gejala yang timbulterlambat, sedangkan meningitis
streptococcus B hemolitikus menimbulkan 15-20% kasus fatal. Bila
penyebabnya hemofilus influensya dan meningitis meningkokus, angka
mortalitas 5-10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anak-
anak kira-kira 20%.
Gejala sisa meningitis bakteri paling sering terjadi padaanak usia 2 tahun
pertama dan sangat sedikit pada anak-anak dengan meningitis meningkokus.
Gejala sisa pada bayi terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan
efek-efek yang lebih besar berupa cerebritis pada otak yang belum matang.
Pada anak-anak yang lebih besar gejala sisa dihubungkan dengan proses
peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis (radang pembuluh darah)
yang menyertai penyakit ini.
Selain itu penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
mental atau meninggal tergantung pada :
a) Umur penderita.
b) Jenis kuman penyebab
c) Berat ringan infeksi
d) Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
12
e) Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
f) Adanya dan penanganan penyakit.
2.2.8 WOC
Faktor-faktor predisposisi: infeksi jalan napas - Meningitis
bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia bakteri/purulenta
sel sabit, dan hemoglobinopatis, prosedur - Meningitis serosa/
bedah saraf baru, trauma kepala, dan pengaruh tuberculosa
Gangguan perfusi
Infeksi/septicimia jaringan otak
jaringan serebral
Iritasi meningen
Hipertermi
Edema serebral dan PTIK Peningkatan permeabilitas
(>10 mmHg) darah
13
Penurunan
kapasitas
adaptif
intrakranial
Kejang
2.3 ENSEPHALITIS
2.3.1 Definisi
Ensephalitis adalah peradangan pada jaringan otak, paling sering
disebabkan oleh virus, meskipun juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur,
atau protozoa. Dalam kasus ensephalitis virus, pasien biasanya akan memiliki
gejala virus sebelum penyakit saat ini. Virus memasuki sistem saraf pusat
melalui aliran darah dan mulai berkembang biak. Peradangan di daerah
berikut, menyebabkan kerusakan pada neuron. Demielinasi dari serabut saraf
di daerah yang terkena dan perdarahan, edema, dan nekrosis terjadi, yang
membuat rongga kecil di dalam jaringan otak. Herpes simplex virus 1,
cytomegalovirus, echovirus, virus Coxsackie, dan herpes zoster semua dapat
14
menyebabkan ensephalitis. Beberapa bentuk ensephalitis dapat ditularkan oleh
serangga (seperti nyamuk atau kutu) bagi manusia, seperti virus West Nile, St.
Louis ensephalitis, atau ensephalitis kuda. (DiGiulio, 2007)
2.3.2 Etiologi
Etiologi dari ensefalitis menurut Markam.S (2008) sebagai berikut :
a) Ensefalitis bacterial
Streptokok, stafilokok, meningikok, salmonella typhi, Escherichia coli,
proteus, basillus pyocyaneus di dalam jaringan otak dapat menyebabkan
radang yang membentuk abces. Mycobacterium tuberculosa membentuk
tuberculoma.
b) Sistiserkosis (cacing)
Larva taenia solium dapat menyangkut di dalam otak dan tumbuh
sementara waktu, kemudian mati dan kistanya mengalami klasifikasi.
c) Ensefalitis yang disebabkan protozoa :
1) Malaria.
Plasmodium falciparum menyebabkan eritrosit yang terinfeksi
lengket. Sel-sel darah merah yang lengket satu dengan yang lain
dapat menyumbat kapiler-kapiler di dalam otak, akibatnya timbul
daerah mikroinfak .
2) Toksoplasmosis.
Pada toksoplasmosis konganital pada bayi, radang terjadi pada
piaarachnoid yang menyebab di dalam jaringan otak.
3) Entamoeba histolytica.
Yang dapat menyebabkan ensefalitis akut adalah naegleria dan
achanthamoeba.
4) Ensefalitis yang disebabkan kapang
Cryptococcus neofarmans menimbulkan radang dalam korteks dan
meningens.
d) Ricketsiosis
Ricketsiosis dapat menyebabkan radang dinding pembuluh darah diikuti
trobosis.
e) Ensefalitis virus
Virus dapat menyebabkan meningitis aseptic atau ensefalitis. Virus yang
dapat menimbulkan ensefalitis akut adalah dengue, rabies, poliomyelitis,
herpes simpleks, herpes zoster, parotitis, morbili, influenza, hepatitis.
Sedangkan virus yang menimbulkan radang kronis disebut virus lambat.
Penyakit yang ditimbulkannya kuru, penyakit Jacob-creutzfeld,
panensefalitis sklerosa subakuta.
15
umum gejala berupa ensephalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun.
Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu
yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar,
menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor,
letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan
kadang-kadang kelumpuhan.
Manifestasi klinik ensephalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala
yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu
makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan
kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon
meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan
perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang
biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi
aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Pada ensephalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam,
gejala infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari
kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig
positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul
bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun
sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan
koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan
mental.
Temuan-temuan klinis pada ensephalitis ditentukan oleh:
a) Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat.
b) Patogenesitas agen yang menyerang.
c) Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.
2.3.4 Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang
biak menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan
white matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan juga mengakibatkan
perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan
tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan
peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007)
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara :
a) Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan
atau organ tertentu.
16
b) Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c) Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan
selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis.
Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu
badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang
disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak
gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah,
rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang
disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia,
ataksia, dan paralisis saraf otak.
17
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak
begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan
dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan
glukosa masih dalam batas normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat
bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran
EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan.
Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus
temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
2.3.5 Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensephalitis harus dirawat inap
sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan
adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap
terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata
laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
1) Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensephalitis
biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam
bentuk infus selama 3 menit.
2) Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
3) Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh
anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi
dalam 3 dosis.
4) Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol
diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit.
Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol,
18
melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian
sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk
waktu lama.
2.3.6 Prognosis
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan, juga
perlu dipertimbangkan pula kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama
perawatan. Pada ensefalitis HSV yang diterapi dengan asiclovir, 81% pasien
bertahan hidup. Gejala sisa neurologic berlangsung ringan atau tidak terjadi
sama sekali pada 46%. Gejala sisa neurologic berlangsung sedang pada 12%
dan berat 42%. (Harrison, 2013)
2.3.7 WOC
19
2.3.8 Asuhan Keperawatan
A) Pengkajian
Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kejang disertai penurunan tingkat kesadaran
20
Riwayat Penyakit Dahulu
Pemeriksaan Fisik
B) Diagnosa Keperawatan
1) Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan
dengan akumulasi cairan serebrospinal.
2) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus
oksipitalis karena meningkatnya TIK
21
3) Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di
derita oleh anaknya
4) Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk
5) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran
kepala
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
7) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan
iritabilitas.
C) Intervensi Keperawatan
Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan
dengan akumulasi cairan serebrospinal.
a) Tujuan : Tidak terjadi peningkatan TIK
b) Kriteria Hasil:
1) Kesadaran Komposmetis
2) Tidak terjadi nyeri kepala
3) TTV norma
4) Tampak rileks, tidak meringis kesakitan
c) Intervensi :
1) Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri kepala,
muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas,
ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur
10 tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
strabismus, Perubahan pupil).
2) Pantau terus tingkat kesadaran anak
3) Pantau terus adanya perubahan TTV
4) Berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan,
untuk mengurangi peningkatan
5) Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area
yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri
0-5 (0=tidak nyeri, 5=nyeri sekali)
Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian
kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri
telah ditangani dengan baik.
d) Rasional :
1) Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
2) Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
3) Untuk mengetahui kondisi aliran darah dan aliran oksigen ke
otak
22
4) Dengan dilakukan pembedahan, diharapkan cairan cerebrospinal
berkurang, sehingga TIK menurun, tidak terjadi penekanan pada
lobus oksipitalis dan tidak terjadi pembesaran pada kepala
5) Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
6) Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak
untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha
menangani nyerinya dengan baik.
23
b) Beri kesempatan orang tua untuk bertanya mengenai kondisi
anaknya
c) Jelaskan tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan
prognosanya.
d) Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila
keluarga belum mengerti
Rasional :
a) Keluarga dapat mengemukakan perasaannya sehinnga perasaan
orang tua dapat lebih lega
b) Pengetahuan orang tua bertambah mengenai penyakit yang di
derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat
berkurang
c) Pengetahuan kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan
keluarga dalam merawat klien post operasi
d) Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak
menimbulkan salah persepsi
24
Kriteria hasil : Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak
mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi :
a) Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan (asuh)
b) Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan
kepada anak (asah)
c) Memberikan kasih sayang (asih)
Rasional :
a) Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
b) Agar perkembangan klien tetap optimal
c) Memenuhi kebutuhan psikologis
25
c) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang
disajikan pada saat individu ingin makan
d) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah
berkemih pertama.
e) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori
harian yang realistis dan adekuat.
Rasional :
a) Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
meninbulkan mual
b) Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban
saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami
gangguan akibat hidrocefalus
c) Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat
d) Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih
untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan
nutrient
e) Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai
indikasi dan kebutuhan kalorinya.
````
26
2.4.2 Etiologi
Etiologi dari ensefalitis adalah streptokokus, stafilokokus,
anaerob, atau infeksi organisme campuran. Pasien
immunocompromised mungkin terdapat jamur atau ragi di dalam abses.
Sampai dengan 20 persen dari pasien mungkin memiliki lebih dari satu
abses.
c. Dystonia
d. Kaku kuduk positif
e. Nyeri kepala pada suboccipital
f. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.
27
2.4.4 Patofisiologi
28
makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi
menjadi sangat besar
29
menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media,
mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan
serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.
2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kasus abses otak, yaitu:
2.4.6 Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:
1. Penatalaksaan Umum
a) Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b) Terapi peningktan TIK
c) Support fungsi tanda vital
d) Fisioterapi
2. Pembedahan
3. Pengobatan
a) Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin,
Matronidazole.
b) Glococorticosteroid: Dexamethasone
c) Antikonvulsan: Oilantin.
2.4.7 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara
signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau
MRI dan antibiotic yang tepat, serta manajemen pembedahan
merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian,
dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan
30
minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak
50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus,
abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran
lainnya.
2.4.8 WOC
31
2.4.9 Asuhan Keperawatan
A) Pengkajian
Anamnesis
32
pada dinamika intrakranial (edema, pergeseran otal), infeksi, atau
lokasi abses.
Keluhan Utama
Pemeriksaan Fisik
33
B1 (breathing): Inspeksi kemampuan batuk klien, produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi
napas.
B2 (blood): Dilakukan pada klien abses otak pada tahap lanjut seperti
apabila klien sudah mengalami renjatan (syok).
B) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
peradangan dan edema otak dan selaput otak.
3. Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
5. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan
penerima rangsang sensorik, transmisi sensorik, dan intregasi
sensorik.
6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan actual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan.
34
C) Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan janlan napas yang berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunsn tingkst kesadaran.
Tujuan : Jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil : Secara subjektif sesak napas berkurang, frekuensi napas 16-20
x/menit, tidak menggunakan alat bantu napas, retraksi ICS berkurang, ronchi
berkurang, mengi berkurang, dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji funsi paru, adanya bunyi napas Memantau dan mengatasi komplikasi
tambahan, perubahan irama dan potensial. Pengkajian fungsi pernapasan
kedalaman, penggunaan otot-otot dengan interval yang teratur adalah
aksesori, warna dan kekentalan sputum. penting karena pernapasan yang tidak
efektif dan adanya kegagalan, akibat
adanya kelemahan atau paralisis pada
otot-otot interkostal dan diafragma
berkembang dengan cepat.
Ajarkan cara betuk efektif. Klien berada pada resiko tinggi bila
tidak dapat batuk dengan efektif untuk
membersihakn jalan napas dan
mengalami kesulitan dalam menelan,
sehingga menyebabkan aspirasi saliva
dan mencetuskan gagal napas akut.
Penuhi hidrasi cairan via oral seperti Pemenuhan cairan dapat mengencerkan
minum air putih dan pertahanan asupan mucus yang kental dan dapat membantu
cairan 2500ml/hari. pemenuhan cairan yang banyak keluar
dari tubuh.
35
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan
dan edema pada otak dan selaput otak.
Tujuan : Perfusi jaringan otak meningkat.
Intervensi
Monitor klien dengan ketat terutama Untuk mencegah nyeri kepala yang
setelah lumbal fungsi. Anjurkan klien menyertai perubahan tekanan
berbaring minimal 4-6 jam setelah intracranial.
lumbal fungsi.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan- Untuk mencegah keregangan otot yang
gerakan klien. Beri petujunjukuntuk dapat menimbulkan peningkatan
BAB (jangan enema). Anjurkan klien tekanan intracranial.
untuk menghembuskan napas dalam
bila miring dan bergerak di tempat
tidur. Cegah posisi pada lutut.
36
lingkungan yang tidak perlu. dapat menimbulkan kejang.
3. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
Tujuan : Keluahn nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Kriteria hasil : Klien dapat tidur dengan tenang. Wajah rileks, dan klien
menverbalisasikan penurunan rasa sakit.
Intervensi Rasionalisasi
Lakukan latian gerak aktif atau pasif Dapat bmembantu relaksasi otot-otot
sesuai kondisi dengan lembut dan hati- yang tegang dan dapat menurunkan
hati. nyeri/rasa tidak nyaman.
Kriteria hasil : Klien tidak mengalami cidera apabila ada kejang berulang.
Intervensi Rasionalisasi
Monitor kejang pada tangan, kaki, Gambaran iritabilitas system saraf pusat
mulut dan otot-otot muka lainnya. memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan
Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kemampuan menelan, sonde di lepas, berat badan meningkat, Hb dan albumin
dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
38
Tentukan kemampuan klien dalam Untuk menetapkan jenis makanan yang
mengunyah, menelan, dan reflex batuk diberikan pada klien.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi Untuk klien lebih mudah menelan
pada waktu, selama dan sesudah karena gaya gravitasi.
makan.
39
dalam program latihan/kegiatan. endorphin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan.
Intervensi Rasionalisasi
Identifikasi arti dari kehilangan atau Beberapa klien dapat menerima dan
disfungsi pada klien. mengatur perubahan fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian dir,
sementara klien yang lain mempunyai
kesulitan mengenal dan mengatur
kekurangan.
Ingatkan kembali fakta kejadian tentang Membantu klien untuk melihat bahwa
40
realita bahwa masih dapat perawat menerima kedua bagian
menggunakan sisi yang sakit dan sebagai bagian dari seluruh tubuh.
belajar mengontrol sisi yang sehat. Membiarkan klien untuk merasakan
adanya harapan dan mulai menerima
situasi baru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus :
An B umur 6 tahun dibawa ibunya ke UGD dalam keadaan somnolen.
An B mengeluh kepalanya sakit dan badannya panas sekali. Setelah diperiksa,
suhu 39C, tekanan darahnya 90/60 mmHg, nadi 101x/menit, pernapasan
27x/menit, kaku kuduk. Ibu mengatakan bahwa An. B batuk sejak dua
minggu yang lalu, sering muntah dan napsu makannya menurun. Ayah An B
penderita TBC. Dari hasil CT scan dan pemeriksaan lumbal pungsi, dokter
menyatakan An B mengalami infeksi pada meningen (meningitis).
Hasil lab:
Hb =9
PaO2 = 58 (rendah dan butuh pemberian oksigen)
41
PaCO2 = 40 (normal tapi batas atas)
A. Pengkajian
a. Identitas
Nama : An. B
Usia : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal pemeriksaan : 3 Maret 2015
Alamat: Kenjeran Surabaya
b. Keluhan utama
Pasien mengeluh sakit kepala dan demam tinggi.
c. Riwayat penyakit sekarang.
An B umur 6 tahun dibawa ibunya ke UGD dalam keadaan somnolen.
Anak mengeluh kepalanya sakit dan badannya panas sekali. Dari hasil
pemeriksaan, dokter menyatakan An B mengalami infeksi pada
meningen (meningitis).
d. Riwayat penyakit dahulu
An B batuk sejak dua minggu yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga
Ayah penderita TBC.
e. Pemeriksaan fisik
TTV:
Suhu : 39C
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 101x/menit
Pernapasan : 27x/menit,
B1 (Breathing) : frekuensi RR meningkat, batuk.
B2 (Blood) : takikardi.
B3 (Brain) : somnolen. kaku kuduk.
B4 (Bladder) : haluaran urin sedikit dengan warna kuning pekat.
B5 (Bowel) : muntah 3x.
B6 (Bone) : lemah.
f. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan lumbal pungsi : cairan keruh, jumlah sel darah
putih meningkat, kultur positif terhadap beberapa bakteri.
2. CT scan : terdapat penumpukan cairan pada selaput meningen.
B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah keperawatan
42
DS : klien mengatakan Bakteri tubercolusis
kepalanya sakit.
DO : Masuk aliran darah
1) Hasil CT scan
terlihat adanya Darah sampai di selaput
cairan di selaput otak
otak.
2) Pasien mengalami Proses infeksi
penurunan
kesadaran. Inflamasi pada piameter
3) PaO2 = 58 dan arachnoid
(Rendah dan
butuh pemberian Peradangan meningen
oksigen)
4) PaCO2 = 42 Penurunan kapasitas
Terbentuk jaringan
(normal tapi batas adaptif intracranial.
parut atau pus
atas)
5) Kelemahan
Aliran CSS terganggu
Penumpukan cairan di
otak
Menekan arteri dan
kapiler darah otak
Suplai darah ke otak
turun
Penurunan kesadaran
DS : klien mengatakan Bakteri tubercolusis
badannya panas.
DO : Masuk aliran darah
1) Suhu : 39C
2) Badan terasa panas Darah sampai di selaput
3) Takipnea otak Hipertermi
4) Takikardi
Proses infeksi
Peningkatan
metabolism
DS : Ibu An B Bakteri tubercolusis Resiko
43
mengatakan selama 2
minggu sakit anaknya Masuk aliran darah
sering muntah dan
napsu makannya Darah sampai di selaput
menurun. otak
DO :
1) kurus dan pucat Proses infeksi
2) membrane mukosa
pucat Inflamasi pada piameter
3) menolak untuk dan arachnoid
makan.
Peradangan meningen
ketidakseimbangan nutrisi
Terbentuk jaringan : kurang dari kebutuhan.
parut atau pus
Aliran CSS terganggu
Penumpukan cairan di
otak
Menekan otak
Gangguan neurologi
Muntah
44
C. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah dan penurunan nafsu makan.
D. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
Penurunan Neurologic status Cerebral Oedema Management
kapasitas adaptif
intracranial Setelah dilakukan 1) Memposisikan pasien head
berhubungan tindakan asuhan up 30 derajat atau lebih
dengan keperawatan selama 7 x 2) Memberikan lingkungan
peningkatan 24 jam peningkatan yang nyaman dan
tekanan intracranial tekanan intra kranial menurunkan stimulus
dapat teratasi dengn lingkungan
kriteria hasil: 3) Menyarankan klien untuk
1) Fungsi kesadaran meningkatkan istirahat dan
neurologi: compos monitor pemenuhan
mentis istirahatnya
2) Tekanan intracranial 4) Menyarankan pada
dan tanda keluarga untuk tetap
peningkatan tekanan mengorientasikan dan
berkurang berkomunikasi dengan
3) Pola napas dalam klien
batas normal 5) Memberikan diuretic
4) Tanda vital dalam osmotic
batas normal 6) Monitor peningkatan PTIK
5) Nyeri kepala 7) Menyarankan managemen
berkurang pencegahan aspirasi bila
6) Klien anak dapat klien mutah
tidur dengan nyaman
Neurologi Monitoring
1) Monitor ukuran pupil,
kesimetrisan dan reaksi
terhadap cahaya
2) Monitor level kesadaran
3) Monitor level orientasi
klien
4) Monitor vital sign
5) Meminimalkan aktivitas
intervensi yang
meningkatkan peningkatan
PTIK
6) Monitor status respirasi
Hipertermi Setelah dilakukan 1) Pantau suhu minimal setiap
45
berhubungan tindakan asuhan 2 jam
dengan proses keperawatan selama 2 x 2) Pantau warna kulit
infeksi 24 hipertemi dapat 3) Lepaskan pakaian yang
teratasi dengan kriteria berlebihan dan tutupi
hasil: pasien dengan slimut saja
1) Suhu tubuh dalam 4) Gunakan waslap dingin di
rentang normal aksila, kening, tengkuk, dan
2) Badan terasa hangat lipat paha.
3) Melaporkan nyeri 5) Anjurkan asupan cairan
berkurang oral
4) Melaporkan selera 6) Kolaborasi untuk
makan yang pemberian antipiretik
membaik
Resiko Setelah dilakukan 1) Berikan nutrisi klien
ketidakseimbangan tindakan asuhan dengan secara enteral.
nutrisi: kurang dari keperawatan selama 7 x 2) Pantau kandungan nutrisi
kebutuhan 24 jam kebutuhan nutrisi dan kalori makanan
berhubungan tetap adekuat dengan 3) Monitor pucat, kemerahan,
dengan mual kriteria hasil: dan kekeringan jaringan
muntah dan 1) Mempertahankan konjungtiva
penurunan nafsu berat badan ideal 4) Kolaborasi dengan dokter
makan 2) Melaporkan selera tentang kebutuhan
makan yang suplemen makanan seperti
membaik NGT/ TPN sehingga intake
3) Melaporkan tingkat cairan yang adekuat dapat
energy yang dipertahankan
adekuat. 5) Kolaborasi dengan ahli gizi
4) Nilai laboratorium untuk menentukan jumlah
(Hb, albumin, kalori dan nutrisi yang
elektrolit dll) dalam dibutuhkan pasien
batas normal.
47
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah peradangan pada meningeal otak dan sumsum
tulang belakang, paling sering disebabkan oleh bakteri atau virus, dapat
juga disebabkan oleh jamur, protozoa, atau paparan racun.
Ensephalitis adalah peradangan pada jaringan otak, paling sering
disebabkan oleh virus, meskipun juga dapat disebabkan oleh bakteri,
jamur, atau protozoa.
Abses otak adalah kumpulan nanah yang menempati ruang-dalam
otak. Infeksi dapat menjadi situs utama dalam otak atau mungkin telah
masuk dari situs terdekat seperti telinga atau sinus melalui erosi tulang.
Hal ini juga dapat masuk ke otak melalui sirkulasi sistemik dari situs
manapun yang terinfeksi di dalam tubuh, seperti paru-paru di brochiectasis
4.2 Saran
Hendaknya para tenaga kesehatan khususnya perawat dapat mengerti
dan memahami tentang penyakit infeksi yaitu meningitis, ensephalitis, dan
abses otak sehingga selain mampu untuk melakukan tindakan keperawatan
kepada pasien, juga mampu mengerti mengenai asuhan keperawatan pada
anak dengan infeksi meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
48
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 178-183.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. EGC: Jakarta
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC:
Jakarta.
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius. 437-43
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Naga, S. Sholeh. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Diva Press
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan . Jakarta: Sagung Seto.
49