Anda di halaman 1dari 13

STRUKTUR GERAK DALAM WACANA INTERAKSI KELAS

DI KELAS X BAHASA SMA NEGERI 5 MALANG

MOVES STRUCTURE IN CLASS INTERACTION DISCOURSE


IN THE TENTH GRADERS OF LANGUAGE SMA NEGERI 5 MALANG

Kiftian Hady Prasetya


Universitas Negeri Malang
E-mail: kiftian_um@yahoo.com
ABSTRAK:. Fokus penelitian yang dikaji dalam penelitian ini yaitu struktur gerak
(gerak pembukaan, gerak penjawaban, dan gerak tindak lanjut) dan fungsi tuturan
(fungsi menyatakan, menanyakan, memerintah, dan mengungkapkan) yang
dilakukan oleh guru dan siswa dalam interaksi kelas. Penelitian ini memiliki
kepentingan untuk mengetahui bagaimana penggunaan bahasa dan penataan
informasi dalam tuturan guru dan siswa yang terimplikasi pada pola-pola struktur
gerak dan fungsinya dalam wacana interaksi kelas yang layak dikaji dan menarik
untuk dikaji karena memiliki karakteristik yang khas dan berbeda pada tiap
interaksi di kelas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan ancangan analisis wacana. Dari analisis struktur gerak dan fungsi
tuturan tersebut, dibahas mengenai relevansi struktur gerak, dominasi struktur
gerak pembukaan, dan hilangnya tindak tuturan yang terjadi dalam wacana
interaksi kelas di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang. Relevansi struktur gerak
dibahas untuk mengetahui penggunaan struktur gerak sebagai penjalin
keterhubungan suatu interaksi. Dominasi struktur gerak pembukaan dibahas untuk
mengetahui upaya guru dalam mengontrol jalannya suatu interaksi yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang. Hilangnya tindak tuturan
dibahas untuk mengetahui penggunaan tindak tuturan seperti tindak ucapan terima
kasih pada gerak penjawaban dan tindak penghargaan pada gerak tindak lanjut
yang tidak digunakan oleh guru maupun siswa dalam penelitian ini.

Kata Kunci: wacana, interaksi kelas, struktur gerak, fungsi tuturan

ABSTRACT: Focus of this study reviewed in this study is movement structure


(opening moves, answering moves, and follow up moves) and statement function
(stating, asking, commanding, and expressing functions) conducted by teachers
and students in class interaction. This study has importance to know how to use
language and information structuring in teachers and students statement
implicated on moves structure patterns and its function in class interaction
discourse which is proper to be discussed and interesting to be discussed because it
has specific characteristics and different in every interaction in class. It is
qualitative study by using discourse analysis approach. Of moves structure
analysis and speech function, it is discussed on moves structure relevancy, moves
opening structure domination, and the loss of speech act occurs in interaction
discourse in the tenth graders of language SMA Negeri 5 Malang. Moves structure
relevancy discussed to know the use of move opening as the bridge of interaction.
Moves opening structure domination discussed to know teachers efforts in
controlling the process of appropriate interaction by purpose of designed learning.
The lack of speech action discussed to know the use of speech act like grateful
expression on answering movement and appreciation action on follow up
movement that is not used by teachers or students in this study.

Keyword: discourse, class interaction, moves structure, speech function

*) Kiftian Hady Prasetya Program Pascasarjana, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas
Negeri Malang 2015
Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang berusaha mengkaji
penggunaan bahasa yang nyata dalam tindak komunikasi. Analisis wacana
mengkaji penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi dengan
mempertimbangkan konteks yang melatari peristiwa komunikasi tersebut. Stubbs
(1983:1) menyatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang
meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam
bentuk tulis maupun bentuk lisan.
Penggunaan bahasa dalam berbagai konteks komunikasi menyebabkan
munculnya berbagai bentuk wacana. Masing-masing bentuk wacana memiliki
corak yang khas sesuai dengan konteks yang melatarinya. Salah satu bentuk
wacana yang tersebut adalah wacana interaksi kelas. Wacana interaksi kelas
merupakan suatu peristiwa komunikasi dengan corak yang khas. Keistimewaan
tersebut didasari oleh konteks yang melatarinya. Konteks interaksi kelas dapat
menyebabkan munculnya wacana lisan dengan ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan wacana lain. Ciri-ciri tersebut terlihat pada dimensi-
dimensi wacana yang khas yang terdapat dalam lingkup latar pendidikan (Green
dan Harker, 1988:1).
Ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana interaksi kelas ditentukan oleh
partisipan, yaitu guru dan siswa, topik pembicaraan, tujuan pembicaraan baik
dilihat dari segi guru maupun siswa, serta latar peristiwa komunikasi. Sinclair dan
Coulthard (1978:17) menemukan kenyataan bahwa wacana interaksi kelas
dibentuk oleh rangkaian struktur yang berjenjang. Jenjang atau peringkat struktur
tersebut adalah pelajaran (lesson), transaksi (transaction), pertukaran (exchange),
gerak (move), dan tindak (act). Pelajaran merupakan peringkat struktur tertinggi
dalam interaksi kelas. Pada tingkat pelajaran terdiri dari rangkaian transaksi.
Transaksi tersebut meliputi pembukaan, inti, dan penutup dalam pembelajaran di
kelas. Pada transaksi tersebut terdapat beberapa pertukaran. Pertukaran dalam hal
ini adalah satuan komunikasi, yang ditandai dengan adanya gerak
pembukaan/inisiasi, gerak penjawaban/respons, dan gerak tindak lanjut/feedback).
Pada tiap gerak yang dimaksudkan, terdiri atas beberapa tindak yang terefleksikan
dalam bentuk-bentuk ujaran.
Gerak dalam hal ini berupa rangkaian ujaran. Sebagai contoh, saat guru
menanyakan sesuatu yang menyangkut materi ajar, dan kemudian dilanjutkan
dengan perintah langsung kepada salah satu siswa dengan mengujarkan beberapa
kalimat, inilah yang dinamakan gerak pembukaan. Selanjutnya, saat siswa yang
bersangkutan menjawab pertanyaan guru mengenai materi ajar yang ditanyakan
dengan mengujarkan hanya beberapa kata hingga kalimat yang berisi jawaban,
inilah yang dinamakan gerak penjawaban. Setelah mendapatkan jawaban dari
siswa, biasanya guru memberikan simpulan ataupun penjelasan tambahan lainnya
dari materi yang ditanyakan dengan tujuan memberikan pemahaman terhadap
siswa ataupun siswa lainnya, inilah yang dinamakan gerak tindak lanjut. Gerak
yang dimaksudkan terdiri atas beberapa tindak yang terefleksikan dalam bentuk-
bentuk ujaran.
Tindak memiliki arti sebagai ujaran atau tuturan yang berbentuk kalimat
atau beberapa klausa yang dituturkan oleh partisipan dalam berinteraksi. Sebagai
contoh pada gerak pembukaan, saat guru menanyakan sesuatu yang menyangkut
materi ajar dengan mengujarkan beberapa kata, inilah yang disebut tindak yang
secara khusus adalah tindak pertanyaan semu. Kemudian, guru memberikan
perintah langsung kepada salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan dengan
mengujarkan beberapa kata, ini juga disebut tindak secara khusus adalah tindak
permintaan manajemen langsung. Begitu juga pada gerak penjawaban dan gerak
tindak lanjut, masing-masing gerak terdiri atas beberapa tindak tuturan yang
memiliki fungsi-fungsi tuturan. Ramirez (dalam Green dan Harker, 1988:135)
mendeskripsikan tindak tutur yang terdapat pada masing-masing gerak. Dari
deskripsi tindak tutur yang terdapat pada masing-masing gerak, dapat
dikelompokkan sebagai berikut ini. (1) Struktur gerak pembukaan memuat
beberapa tindak yang berupa pertanyaan sebenarnya, pertanyaan semu,
permintaan manajemen langsung dan tak langsung, permintaan disiplin langsung,
dan tak langsung, informatif partisipan dan nonpartisipan, metastatemen, dan
ekspresif. (2) Struktur gerak penjawaban memuat beberapa tindak yang berupa
jawaban partisipan, jawaban nonpartisipan, reaksi verbal, reaksi nonverbal,
ucapan terima kasih, pengulangan ujaran pembuka, dan pemicu ulang. (3) Struktur
gerak tindak lanjut memuat beberapa tindak yang berupa penerimaan,
penghargaan, pembetulan, komentar, pengulangan, dan parafrase.
Pada kenyataanya, setiap gerak yang dilakukan oleh guru maupun siswa
dalam suatu pertukaran pada pembelajaran di kelas memiliki beberapa fungsi
tuturan. Berkaitan dengan fungsi tuturan yang terdapat dalam wacana interaksi
kelas, Sinclair dan Coulthard (1978:11-14) membagi fungsi tersebut menjadi
fungsi menyatakan, menanyakan, memerintah, dan mengungkapkan. Untuk
menganalisis wacana interaksi kelas, dalam penelitian ini analisis wacana dirasa
tepat digunakan sebagai alat untuk menganalisis detail-detail struktur gerak dan
fungsi tuturan dalam interaksi kelas.
Fokus penelitian yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu struktur gerak dan
fungsi tuturan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Analisis struktur gerak
dilakukan untuk mengetahui pola-pola struktur gerak yang terjadi dalam kegiatan
pembelajaran. Pola-pola struktur gerak dalam wacana interaksi kelas dirasa layak
dikaji untuk mengetahui seperti apa penggunaan bahasa dan penataan informasi
dalam tuturan guru dan siswa pada pembelajaran di kelas.
Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas SMA Negeri 5 Malang tentu
tidak lepas dari kegiatan interaksi kelas. Pemilihan SMA Negeri 5 Malang sebagai
tempat penelitian, dikarenakan SMA Negeri 5 Malang adalah sekolah menengah
atas negeri favorit dengan akreditasi A dan juga sebagai sekolah Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) di kota Malang. Selain pertimbangan tersebut, kelas
X Bahasa SMA Negeri 5 Malang memiliki jam pelajaran Bahasa Indonesia yang
lebih banyak daripada kelas X lainnya dengan alokasi pertemuan dua kali setiap
minggu yang terbagi khusus menjadi kesastraan dan kebahasaan serta siswa kelas
X Bahasa SMA Negeri 5 Malang memiliki kemampuan berbahasa yang relatif
sama dan menarik untuk diteliti karena siswa pada kelas X berada pada tahap awal
pembelajaran di sekolah menengah atas, sehingga bahasa yang digunakan
memiliki ciri khas tersendiri. Bahasa yang digunakan guru dan siswa pun dalam
pembelajaran di kelas memiliki karakteristik tersendiri. Ini akan tergambarkan
dari sisi interaksi yang terjadi dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena itu,
struktur gerak dan fungsi tuturan dalam wacana interaksi kelas menjadi sangat
perlu untuk diteliti.
Ruang lingkup yang difokuskan pada penelitian ini adalah struktur gerak
(gerak pembukaan, gerak penjawaban, dan gerak tindak lanjut) dalam wacana
interaksi kelas yang memuat tindak-tindak tuturan serta fungsi tuturan pada
struktur gerak yang terjadi di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang. Penelitian
ini memiliki keterbatasan secara teoretis maupun keterbatasan metodologis.
Keterbatasan teoretis dalam penelitian ini dapat diamati pada batasan aspek
wacana interaksi kelas yang dikaji. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk
menjelaskan secara keseluruhan mengenai aspek wacana interaksi kelas,
melainkan hanya terbatas pada struktur gerak dan fungsi tuturan dalam wacana
interaksi kelas yang terjadi di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang.
Keterbatasan metodologis dapat diamati dari keterbatasan interaksi yang
dilakukan dalam penelitian. Penelitian ini hanya difokuskan pada interaksi antara
guru dengan siswa. Kemudian, interaksi yang terjadi antarsiswa tidak menjadi
fokus utama kajian pada penelitian ini dan disebabkan karena terdapat kesulitan
saat merekam interaksi antarsiswa yang terjadi dalam kelompok-kelompok kecil.
Penelitian ini memiliki kepentingan untuk mengetahui bagaimana penggunaan
bahasa dan penataan informasi dalam tuturan guru dan siswa yang berimplikasi
pada pola-pola struktur gerak dan fungsinya dalam wacana interaksi kelas.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan struktur gerak dan fungsi tuturan dalam wacana interaksi kelas
yang terjadi antara guru dan siswa pada proses pembelajaran di kelas X Bahasa
SMA Negeri 5 Malang. Pada penelitian ini, struktur gerak yang berupa gerak
gerak pembukaan, gerak penjawaban, dan gerak tindak lanjut serta fungsi tuturan
yang berupa fungsi menyatakan, fungsi menanyakan, fungsi memerintah dan
fungsi mengungkapkan pada struktur gerak dalam wacana interaksi kelas akan
dideskripsikan dan dianalisis menggunakan perspektif analisis wacana atau
disingkat AW. Penerapan AW digunakan sebagai alat untuk menganalisis detail-
detail struktur gerak dan fungsi tuturan pada struktur gerak dalam interaksi kelas
sebagaimana yang telah dikemukakan.
Penerapan AW sebagai alat untuk menganalisis dianggap tepat karena
pendekatan analisis wacana menekankan analisisnya pada wacana-wacana yang
terjadi dalam interaksi kelas dengan acuan bentuk linguistik struktural-fungsional.
Adapun fenomena interaksi yang dianalisis adalah struktur wacana, usaha dalam
perilaku interaksi, respon, dan reaksi (Chaudron, 1990:31). Nunan (1992:161)
menyatakan bahwa metode pengumpulan data dari analisis wacana diperoleh
secara penemuan, pancingan, dan natural. Adapun bentuk analisis dan unit analisis
dalam analisis wacana berupa kategorial secara bentuk analisis, dan unit
analisisnya berupa tataran linguistik.
Pada penelitian ini, data yang diperoleh sesuai dengan metode
pengumpulan data dari analisis wacana yang diperoleh secara natural ataupun
alamiah. Bentuk analisis penelitian ini berupa kategorial dari pola-pola struktur
gerak dan fungsi tururan yang terjadi dalam pembelajaran kelas. Selain itu, unit
analisis dalam penelitian ini berupa tataran linguistik yang terefleksikan pada
penggunaan bahasa dalam wacana interaksi kelas. Selanjutnya, data yang
dianalisis pada penelitian ini adalah data yang berupa hasil transkrip atau salinan
hasil perekaman yang delengkapi dengan hasil catatan lapangan. Transkrip
tersebut meliputi data teks dalam konteks yang terjadi langsung di dalam kelas.
Hal ini berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif, yaitu (1) berlatar alamiah
dan peneliti sebagai instrumen utama, (2) bersifat deskriptif, yaitu data yang
dikumpulkan lebih banyak berbentuk kata-kata dan gambar daripada angka-angka,
(3) lebih menekankan proses daripada hasil akhir, (4) analisis data dilakukan
secara induktif, dan (5) mengutamakan pemahaman makna (Bogdan dan Biklen,
1982: 29-32).
Peneliti hadir secara langsung di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang
sebagai pengamat penuh dan tidak terlibat dalam proses interaksi di kelas.
Kehadiran peneliti di kelas diketahui siswa sebagai perekam yang mengamati
pembelajaran. Peneliti melakukan penelitian di kelas X Bahasa SMA Negeri 5
Malang sesuai dengan perizinan yang sebelumnya telah dilakukan. Penelitian
yang dilakukan di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang terhitung sejak tanggal
28 Februari 2015 sampai dengan tanggal 4 April 2015. Sebagai instrumen kunci,
aktivitas yang dilakukan peneliti diawali dengan mengumpulkan data, melakukan
pengecekan data, menyeleksi, menentukan apakah data memenuhi persyaratan
untuk dianalisis, mengelompokkan, mendeskripsikan, menilai, serta
menyimpulkan hasil penelitian. Sebagai pengumpul data, peneliti melakukan
perekaman yang difokuskan pada partisipan yang melakukan interaksi, dalam
penelitian ini guru dan siswa. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menghindari
bias dalam perekaman interaksi yang terjadi dan untuk mendapatkan kesesuaian
data dengan latar yang melingkupi data tersebut.
Data penelitian ini adalah teks dalam konteks. Teks yang dimaksud adalah
ujaran atau tuturan guru dan siswa (berupa kata, klausa, dan kalimat yang
digunakan dalam berinterkasi) yang terjadi dalam konteks situasi (dalam hal ini
pembelajaran di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang) dengan berlatar konteks
budaya masyarakat Jawa. Selanjutnya, data tersebut secara seksama
ditranskripsikan dan kemudian dianalisis sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat bantu rekam yang berupa
handycam dan audio recorder serta catatan lapangan. Data rekaman yang
diperoleh selanjutnya ditranskrip dan dikelompokkan sesuai dengan fokus
penelitian, kemudian dimasukkan dalam instrumen pengumpulan data. Setelah
data terkumpul, kemudian data rekaman ditranskripsikan dan dianalisis sementara
untuk memperoleh gambaran tentang struktur gerak yang berupa gerak
pembukaan, gerak penjawaban, dan gerak tindak lanjut, serta fungsi tuturan yang
berupa fungsi menyatakan, fungsi menanyakan, fungsi memerintah, dan fungsi
mengungkapkan. Sumber data penelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia yakni Titik Wulandari, S.Pd dan 38 orang siswa kelas X Bahasa SMA
Negeri 5 Malang tahun akademik 2014/2015. Selain guru dan siswa, peristiwa
dalam kegiatan pembelajaran, yaitu suasana atau keadaan, aktivitas yang terjadi
juga digunakan sebagai sumber data yang dicatat secara langsung menggunakan
catatan lapangan.
Instrumen digunakan untuk mengumpulkan data ataupun informasi yang
bermanfaat untuk membantu menjawab permasalahan yang diajukan. Pada
instrumen pengumpulan data, peneliti menggunakan panduan yang berisi tentang
(1) indikator wacana interaksi kelas sesuai dengan fokus penelitian, (2) format
agenda perekaman, (3) format catatan lapangan, (4) format wawancara untuk
guru. Selain melakukan perekaman data dengan alat bantu perekam handycam dan
audio recorder, peneliti juga melakukan pencatatan lapangan dalam memeroleh
data. Setelah data terkumpul, dikelompokkan, diseleksi, diberi kode, dan dianggap
memenuhi syarat, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis tentang (1)
struktur gerak interaksi kelas, dan (2) fungsi tuturan interaksi kelas. Struktur gerak
terdiri dari (1) gerak pembukaan pada wacana interaksi kelas, (2) gerak
penjawaban pada wacana interaksi kelas, (3) gerak tindak lanjut pada wacana
interaksi kelas. Instrumen panduan analisis data dibuat untuk memudahkan
peneliti dalam memilah data yang terkait dengan struktur gerak dan fungsi tuturan
dalam wacana interaksi kelas di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang. Data
yang telah ada kemudian dipilah-pilah dan diberi kode sesuai dengan pemanfaatan
dalam analisis. Kode-kode tersebut adalah /Pek/, /Pej/, dan /Til/ untuk struktur
gerak, dan /fung/ untuk fungsi tuturan.
Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu teknik perekaman,
teknik catatan lapangan, dan teknik wawancara. Analisis data dilakukan melalui
tiga tahapan. Tahapan pertama, mendeskripsikan data hasil rekaman dan diberi
kode. Tahapan kedua, melakukan pemilahan data sesuai dengan fokus penelitian
yang telah ditentukan. Tahapan ketiga, melakukan kegiatan analisis data dan
menyimpulkan hasil analisis yang bersifat sementara. Analisis data terhadap hasil
wawancara juga dilakukan pada saat yang bersamaan.
Untuk memantapkan temuan data penelitian dan memperoleh kebenaran
terhadap analisis data penelitian, dilakukan triangulasi data, teori, dan hasil
penelitian. Pada penelitian ini, triangulasi data dilakukan dengan tiga tahapan
yang berupa tahap triangulasi sumber, triangulasi metode dan triangulasi peneliti.
Triangulasi sumber dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis dari sumber
yang berbeda. Triangulasi metode dilakukan melalui pengecekan ulang terhadap
tuturan data yang telah direkam. Triangulasi peneliti dilakukan dengan melakukan
wawancara terhadap partisipan.
Triangulasi teori dilakukan peneliti dengan menyajikan temuan penelitian
yang selanjutnya melakukan pengecekan data sesuai dengan fokus penelitian yang
berupa struktur gerak beserta fungsi tuturan. Triangulasi struktur gerak dan fungsi
tuturan dilakukan dengan mengecek beberapa pola interaksi yang terjadi dalam
setiap perekaman data penelitian yang kemudian diidentifikasi dan dianalisis
dengan perspektif yang sesuai dengan konteks penelitian ini. Triangulasi hasil
penelitian dilakukan peneliti dengan berkonsultasi dan melakukan konfirmasi data
penelitian kepada dosen pembimbing beserta rekan sejawat peneliti dengan latar
belakang budaya yang sesuai dengan konteks penelitian ini. Untuk menghindari
bias makna dalam interpretasi data pada proses analisis, peneliti menggunakan
perspektif emik dan etik dalam melakukan interpretasi agar dalam tahapan
analisis data, peneliti benar-benar memahami dan menginterpretasi data sesuai
dengan sudut pandang budaya setempat sebagaimana yang dinyatakan Harris,
(1991:20) bahwa cara pertama memahami budaya itu disebut emik dan cara kedua
disebut etik. Dijelaskan bahwa emik adalah konsep dan pandangan yang nyata dan
asli dari sebuah data, dan etik merupakan konsep dan pemaknaan dari peneliti.

TEMUAN HASIL PENELITIAN


Hasil penelitian ini dideskripsikan sesuai dengan fokus penelitian struktur
gerak dan fungsi tuturan dalam wacana interaksi kelas di kelas X Bahasa SMA
Negeri 5 Malang. Pada struktur gerak, dideskripsikan berupa (1) Gerak
pembukaan yang memuat beberapa tindak yang berupa pertanyaan sesungguhnya,
pertanyaan semu, permintaan manajemen langsung dan tak langsung, permintaan
disiplin langsung, dan tak langsung, informatif partisipan dan non partisipan,
metastatemen, dan ekspresif. (2) Gerak penjawaban memuat beberapa tindak yang
berupa jawaban partisipan, jawaban nonpartisipan, reaksi verbal, reaksi nonverbal,
ucapan terima kasih, pengulangan ujaran pembuka, dan pemicu ulang. (3) Gerak
tindak lanjut memuat beberapa tindak yang berupa penerimaan, penghargaan,
pembetulan, komentar, pengulangan, dan parafrase.
Kemudian, pada fungsi tuturan dideskripsikan berupa (1) fungsi
menyatakan yang meliputi fungsi menyatakan informasi dan fungsi menyatakan
penjelasan, (2) fungsi menanyakan yang meliputi fungsi pertanyaan untuk inisiasi/
pemicu, fungsi pertanyaan untuk negosiasi/ penawaran, dan fungsi pertanyaan
untuk elisitasi/ konfirmasi, (3) fungsi memerintah yang meliputi fungsi menyuruh,
fungsi menuntut, fungsi menganjurkan, fungsi melarang, dan fungsi memberi
nasihat, serta (4) fungsi mengungkapkan yang meliputi fungsi mengungkapkan
rasa senang, mengungkapkan rasa tidak senang, mengungkapkan permintaan
maaf, dan mengungkapkan terima kasih.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, ditemukan bahwa terdapat
tiga diskusi yang berupa (1) relevansi struktur gerak dalam wacana interaksi kelas
di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang , (2) dominasi gerak pembukaan dalam
wacana interaksi kelas di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang, dan (3)
Hilangnya tindak tuturan dalam wacana interaksi kelas di kelas X Bahasa SMA
Negeri 5 Malang.
(1) Relevansi struktur gerak dalam wacana interaksi kelas di kelas X
Bahasa SMA Negeri 5 Malang dibahas untuk mengetahui penggunaan struktur
gerak sebagai penjalin keterhubungan suatu interaksi. Suatu interaksi kelas yang
terjalin secara baik tampak pada penggunaan gerak pembukaan, gerak
penjawaban, dan gerak tindak lanjut yang utuh dan relevan sebagai upaya
pencapaian tujuan pembelajaran yang dinginkan. Menurut Wahab (1991:15),
sesuai dengan sifatnya, prinsip urutan logis dalam wacana interaksi kelas tidak
boleh menyimpang dari pola pembukaan, inti, dan penutupan. Definisi tersebut
memberikan pemahaman bahwa tercapainya tujuan pembelajaran selalu berkaitan
dengan pola pembukaan, inti, dan penutup yang baik dan saling terhubung antara
satu dengan yang lain. Oleh karena itu, suatu interaksi yang menyusun pola-pola
tersebut hendaknya memiliki rangkaian struktur gerak yang berkesinambungan
dan relevan dalam menjalin keterhubungan interaksi. Dari interaksi dengan
berlatar konteks pemberian penjelasan materi pelajaran teks negosiasi dari guru,
pada gerak pembukaan guru memberikan pertanyaan mengenai materi pelajaran
sebagai upaya memancing reaksi siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran
yang berfungsi sebagai pemicu tindak penjawaban dari siswa. Upaya tersebut
dilakukan guru dengan tujuan agar siswa dapat mengingat serta untuk melatih
keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan sekaligus meningkatkan
kemampuan berbicara siswa.
Pada gerak penjawaban tindak yang dilakukan oleh siswa adalah jawaban
yang berisi pendapat pribadi dari siswa mengenai unsur dari struktur teks
negosiasi. Gerak penjawaban yang dilakukan siswa memuat nilai kognitif pada
jenjang pemahaman siswa seperti yang diungkapkan Bloom (1974:89), bahwa
pemahaman adalah kemampuan untuk mengerti dan memberikan tanggapan yang
mewakili pemahaman tentang pesan yang terkandung dalam komunikasi
(pertanyaan yang diajukan). Serta memuat nilai afektif pada jenjang tanggapan
siswa seperti yang dinyatakan oleh Krathwohl, dkk (1980:122) bahwa
tanggapan/partisipasi yang diberikan siswa merupakan kemampuan untuk ikut
serta secara aktif dalam pembelajaran dan membuat reaksi.
Gerak penjawaban yang dilakukan oleh siswa koheren untuk menjalin
keterhubungan suatu percakapan. Dari tindak jawaban partisipan yang dilakukan
oleh siswa tersebut, jawaban yang diberikan telah memenuhi syarat yang relevan
(sebagai maksim hubungan) untuk menjalin hubungan interaksi yang baik. Siswa
telah memberikan jawaban yang sesuai dengan pengetahuannya terhadap
pertanyaan yang diberikan oleh guru. Seperti yang diungkapkan Grice dalam
(Cummings, 1999:15), buatlah kontribusi percakapan anda sesuai dengan yang
diperlukan pada tahap terjadinya kontribusi itu.
Gerak tindak lanjut yang diberikan oleh guru merupakan sebuah
pembetulan atau perbaikan untuk melakukan koreksi dari kesalahan siswa.
Perbaikan yang dilakukan oleh guru secara benar dengan memperhatikan aspek
kesantunan berbahasa, karena guru memberikan pembetulan tersebut dengan
kooperatif tanpa memberikan kalimat yang menyinggung dan menyindir siswa.
Seperti yang dinyatakan oleh Schegloff dan Sacks dalam (Oktavianus, 2006:209)
bahwa perbaikan merupakan suatu usaha baik oleh penutur atau lawan tutur dalam
suatu percakapan untuk mengoreksi kesalahan dalam suatu percakapan. Sehingga
gerak tindak lanjut yang dilakukan oleh guru sangat koheren sebagai penjalin
keterhubungan interaksi yang utuh.
Dari temuan penelitian yang dijelaskan, dapat dicermati bahwa
keterhubungan antara struktur gerak dalam suatu interaksi sejatinya sangat
diperlukan sebagai penjalin yang koheren untuk menentukan interaksi-interaksi
yang akan dilakukan selanjutnya sebagai dasar tercapainya tujuan pembelajaran.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Stubbs (1989:129) bahwa struktur pertukaran
dapat digunakan untuk melihat koherensi wacana interaksi. Melalui struktur
pertukaran yang teratur, hubungan koherensi dalam wacana lebih mudah
dipahami. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Mutiah
(1997:210), bahwa koherensi antar gerak ditunjukkan oleh hubungan tindak.
Koherensi antar tindak dalam gerak umumnya ditunjukkan oleh hubungan tahapan
atau proses. Dalam konteks hubungan tersebut efektivitas suatu tindak didukung
oleh tindak lain.
(2) Dominasi gerak pembukaan dalam wacana interaksi kelas di kelas X
Bahasa SMA Negeri 5 Malang dibahas untuk mengetahui upaya guru dalam
mengontrol jalannya suatu interaksi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
telah dirancang. Gerak pembukaan dapat didefinisikan sebagai rangkaian ujaran
awal yang menjadi pemicu munculnya rangkaian ujaran lainnya. Sinclair dan
Coulthard (1978:45) menyatakan bahwa fungsi dari gerak pembukaan adalah
untuk menyebabkan gerak lainnya untuk muncul dalam suatu pertukaran. Dari
penjelasan tersebut, maka gerak pembukaan selalu menjadi dasar dalam
terciptanya suatu interaksi. Karena gerak pembukaan berfungsi untuk memicu
gerak lainnya (gerak penjawaban), sudah semestinya gerak pembukaan yang
dilakukan dapat menentukan arah dan tujuan interaksi yang akan terjadi.
Dari hasil temuan penelitian yang dilakukan, rupanya terdapat sesuatu hal
yang berbeda dari definisi yang telah diberikan. Pada penelitian ini, gerak-gerak
pembukaan selalu mendominasi gerak lainnya dalam setiap interaksi yang terjadi.
Dominasi gerak pembukaan yang dimaksud tercermin dari banyaknya
penggunaan tindak tuturan dalam satuan gerak pembukaan. Dominasi gerak
pembukaan yang dilakukan oleh guru dalam suatu interaksi setidaknya dapat
menyebabkan perkembangan nilai afektif siswa yang berkaitan dengan kognitif
akan mengalami keterhambatan dalam pengaplikasiannya. Bila dicermati dari
hasil penelitian, dominasi gerak pembukaan dilakukan guru dengan begitu
lengkap dan kompleks yang secara praktis tidak merusak pola interaksi yang
koheren dan relevan. Namun, secara mendalam adanya dominasi gerak
pembukaan yang dilakukan guru perlahan-lahan dapat menggerus inisiatif dan
kepekaan siswa dalam menanggapi dan menjawab suatu hal yang berkaitan dan
tidak berkaitan dengan pelajaran.
Dominasi-dominsai gerak pembukaan dirasa tidak terlalu penting
dilakukan dalam menentukan arah suatu interaksi. Seperti contoh pada saat guru
ingin mendapatkan partisipasi siswa yang memuat pengetahuan siswa terhadap
materi ajar, hendaknya guru melakukan gerak pembukaan cukup dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengertian dari materi pelajaran
yang akan dijelaskan. Misalnya, negosiasi itu berarti apa ya?,
mengidentifikasi itu adalah?, apa saja tujuh struktur teks negosiasi itu?
ataupun jenis pertanyaan lainnya yang dapat memicu gerak penjawaban dari
siswa. Dominasi gerak pembukaan terjadi pada saat pemberian pertanyaan untuk
memicu gerak penjawaban dilakukan guru dengan dilengkapi perintah secara
langsung maupun tidak langsung seperti ayo dijawab!, coba jelaskan!
ataupun jenis perintah lainnya kepada satu siswa maupun seluruh siswa untuk
dapat segera mungkin memberikan tanggapan seperti yang diinginkan oleh guru.
Dominasi gerak pembukaan pada perian interaksi dngan konteks
pemberian penjelasan dari guru mengenai materi pelajaran teks negosiasi dapat
dicermati melalui penggunaan tiga tindak tuturan yang diberikan oleh guru pada
gerak pembukaan. Guru memberikan sebuah informasi kepada siswa berupa
tahapan identifikasi lebih dahulu dilakukan sebelum tahapan analisis. Selanjutnya,
bila guru menginginkan siswa untuk memberikan tanggapan yang memuat
pengetahuan siswa, guru hanya cukup melakukan tindak pertanyaan semu yang
berupa apa mengidentifikasi itu?. Kenyataan yang terjadi, guru tidak
menginginkan adanya jeda yang cukup lama untuk menunggu salah satu siswa
yang secara inisiatif memberikan jawaban atas pertanyaan guru, sehingga guru
mendominasi gerak pembukaan dengan memberikan perintah langsung kepada
seorang siswa untuk dapat langsung memberikan jawaban.
Gerak-gerak pembukaan yang dilakukan oleh guru dalam setiap interaksi
pada penelitian ini umumnya bervariasi. Terkadang guru memberikan pernyataan
yang memuat informasi dan penjelasan secara panjang dan lengkap mengenai
materi pelajaran, memerintahkan siswa secara langsung untuk melakukan kegiatan
yang dikehendaki, serta memberikan pertanyaan sebagai pemicu, konfirmasi, dan
penawaran terhadap suatu hal yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan
materi pelajaran. Perintah-perintah dari guru secara langsung maupun tak
langsung yang diberikan kepada siswa untuk dapat menjawab soal pada buku teks,
memperhatikan penjelasan guru, serta menghimbau dan mempersuasi siswa untuk
melakukan kegiatan sesuai yang diperintahkan merupakan wujud dari kedudukan
guru sebagai pengontrol interaksi di kelas.
Sesuai dengan pernyataan Ellis (1990:76-77), bahwa guru dalam interaksi
kelas di kelas mempunyai kedudukan sebagai (1) peserta dalam seluruh
pertukaran, (2) pemicu dalam pertukaran, (3) penutup pertukaran, (4) penentu
ikut-tidaknya peserta lain dalam sebuah pertukaran, (5) penerima untuk beberapa
pemicu, (6) penentu pembicara selanjutnya, dan (7) penentu jumlah ujaran setiap
pembicara. Berangkat dari penjelasan tersebut, maka dapat dicermati bahwa guru
memegang kuasa secara menyeluruh dalam interaksi yang terjadi di kelas. Oleh
karena itu, guru memberikan dominasi pada gerak pembukaan untuk mengontrol
terjadinya interaksi agar tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dirancang dan
dikehendaki dapat segera mungkin tercapai dan terpenuhi.
Berkaitan dengan temuan dan hasil analisis data pada penelitian ini,
penyampaian tindak-tindak tuturan secara berlebih pada gerak pembukaan yang
memuat penyampaian informasi, penjelasan, dan pertanyaan yang diberikan oleh
guru secara tidak langsung membuat siswa dengan sadar hanya menunggu
perintah dari guru untuk memberikan pendapat dan menanggapi segala sesuatu
yang telah diberikan. Selain itu, penyampaian tindak tuturan pada gerak
penjawaban yang dilakukan oleh siswa saat menanggapi pertanyaan maupun
perintah untuk menjawab soal dari guru terkadang hanya sekedar mengulang
pernyataan yang sebelumnya sudah dijelaskan dan diinformasikan oleh guru. Oleh
karena hal tersebut, pembelajaran yang dilakukan di kelas X Bahasa SMA Negeri
5 Malang dalam penelitian ini cenderung hanya berpusat kepada guru (teacher
centered).
Proses pembelajaran (teacher centered) yang lebih berpusat pada guru
hanya akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa hanya akan memiliki
pengalaman mendengar paparan dan penjelasan saja. Bahkan bila guru bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran, hal
tersebut masih sulit untuk tercapai dengan proses pembelajaran seperti
ini. Kasinyo dan Abdurrahmansyah (2009:151-152) menyatakan bahwa out
put yang dihasilkan oleh pendekatan belajar yang berpusat pada guru (teacher
centered) seperti ini tidak lebih hanya menghasilkan siswa yang kurang mampu
mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut berpendapat, tidak berani mencoba yang
akhirnya cenderung menjadi pelajaran yang pasif dan minim kreativitas. Adapun
sisi positif dan kelebihan dari dominasi gerak pembukaan yang terjadi dalam
interaksi kelas di kelas X Bahasa SMA Negeri 5 Malang adalah untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada siswa secara jelas mengenai
hal-hal yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan materi pelajaran.
(3) Hilangnya tindak tuturan dalam wacana interaksi kelas di kelas X
Bahasa SMA Negeri 5 Malang dibahas untuk mengetahui penggunaan tindak
tuturan seperti tindak ucapan terima kasih pada gerak penjawaban dan tindak
penghargaan pada gerak tindak lanjut yang tidak digunakan oleh guru maupun
siswa dalam penelitian ini.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua tindak tuturan yang
tidak dilakukan oleh guru maupun siswa dalam interaksi di kelas X Bahasa SMA
Negeri 5 Malang. Hilangnya tindak tuturan pada gerak penjawaban yang berupa
tindak ucapan terima kasih dan tindak penghargaan pada gerak tindak lanjut pada
interaksi di kelas memiliki keterkaitan dengan perkembangan-perkembangan yang
terjadi dengan siswa dan guru pada proses pembelajaran. Perkembangan proses
pembelajaran yang menyebabkan hilangnya tindak tuturan ucapan terima kasih
dan penghargaan pada penilitian ini berkaitan erat dengan perilaku siswa maupun
perilaku guru yang terbentuk atas adanya serapan dan masukan dari pola interaksi-
interaksi yang terjadi di lingkungan guru dan siswa.
Penggunaan tindak tuturan pada interaksi di lingkungan tempat tinggal
yang berbeda, secara perlahan akan memengaruhi penggunaan tindak-tindak
tuturan yang diterapkan pada interaksi di kelas selama proses pembelajaran.
Seperti yang dinyatakan Bandura (1977) bahwa perilaku individu dalam kelas
tidak semata-mata karena refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Perkembangan proses pembelajaran yang terjadi pada
guru dan siswa sebagaimana yang dijelaskan menyebabkan adanya eliminasi pada
tindak tuturan seperti tindak ucapan terima kasih dan tindak penghargaan yang
dirasa bukan menjadi sesuatu pilihan tuturan yang wajib dan teramat penting
untuk diberikan dalam suatu interaksi. Kenyataan yang terjadi, dalam setiap
interaksi yang terdapat pada penelitian ini tidak ada satupun tindak ucapan terima
kasih seperti terima kasih atas penjelasannya Bu, ataupun terima kasih atas
informasinya Bu yang diberikan siswa untuk menanggapi informasi maupun
penjelasan materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Hal tersebut tidak sejalan
dengan indikator pada tindak ucapan terima kasih, yaitu tanggapan yang
umumnya terjadi setelah partisipan dalam pembelajaran memberikan sebuah
tindak metastatement, ekspresif.
Serupa dengan tindak ucapan terima kasih yang tidak diberikan siswa pada
gerak penjawaban, dalam setiap interaksi pada penelitian ini juga tidak ada
satupun tindak penghargaan seperti tepat sekali, kamu memang cerdas, ataupun
benar sekali, kamu memang hebat yang diberikan guru untuk menanggapi dan
memberikan apresiasi kepada siswa setelah guru mendaptkan jawaban yang tepat
dari siswa mengenai hal-hal yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan materi
pelajaran. Hal ini juga tidak sejalan dengan indikator pada tindak penghargaan,
yaitu ujaran yang berisi penghargaan (biasanya berupa pujian) terhadap siswa atas
kualitas jawabannya yang diungkapkan guru sebagai bentuk apresiasi lebih
lengkap.
Hilangnya tindak ucapan terima kasih yang dilakukan siswa dan hilangnya
tindak penghargaan yang dilakukan oleh guru pada penelitian ini dikarenakan
pembelajaran yang terjadi saat ini tidak mementingkan wujud tuturan sebagai
bentuk apresiasi. Selain itu, pemberian ungkapan rasa puas dengan wujud tuturan
sebagaimana yang telah dijelaskan bukanlah menjadi sebuah prioritas utama untuk
menjalin komunikasi. Karena bila pemberian apresiasi tersebut dilakukan pada
proses pembelajaran saat ini, maka memungkinkan pembelajaran yang terjadi
akan terasa kaku dan berjalan tidak alamiah.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan akhir, dengan ada dan tidaknya tindak tuturan pada masing-
masing struktur gerak yang memiliki fungsi tuturan, hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan tindak tuturan pada struktur gerak didasarkan pada (1)
perkembangan proses pembelajaran, (2) perkembangan kogintif siswa, dan (3)
perilaku dan kebiasaan guru dan siswa. Kesimpulan lain yang dapat diberikan dari
penelitian ini yaitu adanya perbedaan iklim pembelajaran di Indonesia yang
berbeda dengan pembelajaran di luar negeri sehingga beberapa landasan teoretis
yang diadaptasi dan digunakan tidak dapat diterapkan secara menyeluruh dalam
penelitian ini. Selanjutnya, ada beberapa perilaku berbeda dari guru pada
penelitian ini dalam memusatkan dan mengontrol proses pembelajaran dengan
mengalihkan fokus pembelajaran saat pembahasan materi pelajaran sebagai upaya
untuk memberikan refleksi kepada siswa agar pembelajaran yang berlangsung
tidak terasa kaku dan membosankan.
Selain itu, simpulan lain yang juga diberikan dari hasil analisis pada
penelitian ini adalah adanya gejala-gejala berupa penggunaan ragam variasi
struktur gerak yang dilakukan dalam pembelajaran di kelas X SMA Negeri 5
Malang oleh guru. Ragam variasi yang dimaksudkan adalah adanya variasi yang
dilakukan guru pada pola struktur gerak dalam suatu interaksi. Misalnya, saat guru
memberikan gerak pembukaan yang berisi pernyataan, contoh, dan soal, serta
kemudian diberikan gerak penjawaban dari siswa, guru kembali memberikan
keterangan bahkan pertanyaan ulang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam
pelajaran sebelum guru menanggapi pada gerak tindak lanjut. Sehingga pola yang
terjadi bukanlah pola gerak pembukaan (P)-penjawaban (J)-tindak lanjut (TL),
melainkan ada variasi pada bagian tengah dengan lebih panjang dengan
mengulang pertanyaan dan perintah langsung sebelum guru memberikan gerak
tindak lanjut.
Berkaitan dengan relevansi suatu struktur gerak yang memuat pola gerak
pembukaan-gerak penjawaban-gerak tindak lanjut. Pola tersebut bukanlah suatu
pola wajib yang harus dilakukan oleh guru dan siswa, melainkan pola bersifat
individual dari seorang guru. Bila seandainya dilakukan perbandingan antara satu
guru dengan guru lain, maka akan dapat terlihat perbedaan pola struktur gerak
yang dilakukan antar guru dalam suatu interaksi dengan adanya perbedaan durasi
pada gerak-gerak yang dilakukan oleh guru. Sehingga bila didiskusikan mengenai
pola seperti apa yang paling efektif untuk digunakan dalam pembelajaran, maka
pada penelitian ini tidak memiliki tujuan pada ranah tersebut karena penelitian ini
hanya terbatas pada deskripsi struktur gerak dengan tujuan untuk melihat
penggunaan struktur gerak dalam wacana interaksi kelas dalam mencapai tujuan-
tujuan pembelajaran.
Saran yang dapat diberikan, bagi guru disarankan untuk dapat
memperhatikan penerapan struktur gerak dalam mengelola kegiatan pembelajaran
agar tujuan-tujuan pembelajaran dapat terlaksana dan tercapai dengan baik.
Penggunaan tindak tuturan dalam gerak pembukaan dalam mengelola disiplin
kelas, menyampaikan informasi, maupun memicu reaksi siswa dengan pertanyaan
dan pernyataan dianggap sesuai dan relevan dengan perkembangan proses
pembelajaran saat ini bila dilakukan secara baik dan benar untuk tercapainya
tujuan dan kepentingan pembelajaran.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dan sumbangsih terhadap peneliti lain yang ingin melakukan penilitian
tentang topik yang sama dengan subjek yang berbeda. Dari kesimpulan yang
diberikan, ada baiknya peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang topik
yang sama dapat melakukan dan memberikan perbandingan pada subjek yang
berbeda seperti pelakuan pada dua guru atau lebih dalam kelas yang sama. Hasil
penelitian juga dapat dijadikan sebagai studi awal untuk melakukan perbandingan
penelitian struktur gerak selanjutnya.
DAFTAR RUJUKAN
Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. New Jersey: Prentice-Hall,
Englewood Cliff.
Bloom, B. S. 1956. Taxonomy of Educational Objectives Handbook I Cognitive
Domain. London: Longman Group Ltd.
Bogdan, R. C. dan Biklen, S. K. 1982. Qualitative Research For Education: An
Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Baccon.
Chaudron, C. 1990. Second Language Classroom: Research on Teaching
Learning. New York: Cambridge University Press.
Ellis, R. 1990. Instructed Second Language Acquisition. Oxford: Basil Blackwell.
Green, J. L. dan Harker, J. O. 1988. Multiple Perspective Analysis of Classroom
Discourse. Neew Jersey: Ablex Publ.
Kasinyo H. dan Abdurrahmansyah, 2009, Metodologi Pembelajaran Berbasis
Active Learning. Palembang : CV. Grafika Telindo
Krathwohl, D. R., Bloom, B. S., dan Masia, B. B. 1980. Taxonomy of Educational
Objectives Handbook II Affective Domain. New York & London:
Longman Inc.
Mutiah, A. 1997. Analisis Wacana Interaksi Kelas di Kelas I SDN Karangrejo 1
Jember. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri
Malang.
Nunan, D. 1992. Research Methods in Language Learning. Cambridge:
Cambridge University Press.
Oktavianus. 2006. Analisis Wacana Lintas Bahasa. Padang: Andalas University
Press.
Ramirez, A. 1988. Analyzing Speech Acts. Dalam Green, Judith L dan Harker,
Judith O. Multiple Perspective Analysis of Classroom Discourse. New
Jersey: Ablex Publ.
Sinclair, J. M. dan Coulthard, M. 1978. Towards An Analysis of Discourse, The
English Used by Teacher and Pupils. London: Oxford University Press.
Stubbs, M. 1983. Discourse Analysis: The Sociolinguistics Analysis of Natural
Language. Chicago: The University of Chicago Press.

Anda mungkin juga menyukai