Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi

atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu

penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.1 Akibat adanya carian yang cukup

banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga

menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini

mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada

jantung dan sirkulasi darah.2

Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung

kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang

sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi

pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita

keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura

merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita

keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan

pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara

akhirnya akan mengalami efusi pleura. Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam

menanggulangi efusi pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan

terhadap penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura

yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan. 1 Efusi pleura

adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau merupakan suatu keadaan terdapatnya

cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam konteks ini

perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga selalu ada cairannya yang

berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga

dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus.

Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura

komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar

protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.1,2

Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain

darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Adapun

jenis-jenis cairan yang terdapat pada rongga pleura antara lain :

a. Hidrotoraks

Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini

penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain yang

mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebgai salah satu

tias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).3

b. Hemotoraks

2
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi karena

trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat penderita, atau trauma tajam

maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb

dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal

ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh

permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut

berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya hemotoraks adalah:

Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke

dalam rongga pleura.

Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang

kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.

Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak

membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui

sebuah jarum atau selang.

c. Empiema

Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis iniakan

berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada setiap kasus

pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah satu

komplikasinya. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:

Pneumonia

Infeksi pada cedera di dada

Pembedahan dada

d. Chylotoraks

3
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening

pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain4 :

Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat

fistula antara duktus torasikus rongga pleura.

Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau pukulan

pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi daerah

torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher, operasi

kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.

Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke mediastinum,

granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis). Penyakit-penyakit ini

memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus torasikus secara

kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena subklavia dan

nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks.1,2

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,

dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan

atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan

external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen

masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah

didalam kapiler pulmunaris. 3,4

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah

oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan

dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah

meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya

4
95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme

menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa

bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut. 3,4

Gambar 1. Anatomi Paru

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan

parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat,

dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa

yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang

melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga

pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang

tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu

pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,

diantaranya 1,2,3

a. Pleura Visceralis

5
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat

endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa

jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial

subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.

Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada jaringan paru Fungsinya. untuk

mengabsorbsi cairan pleura.

b. Pleura parietalis

Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis).

Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a.

Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap

rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan

alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di

atasnya Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura.

Gambar 2. Tampilan depan paru dan pleuranya

6
Fisiologi

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis

dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks

dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat

jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi

keduanya sulit dipisahkan.

Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura

parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Masing-

masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori,

dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk

masuk kedalam ruang pleura.

Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar

daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan

pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal

hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1

7
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa

mililiter yaitu 1-5 ml. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan

kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang

membuka secara langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior

dari diafragma, dan permukaan lateral pleural parietalis 3. Oleh karena itu, ruang pleura

(ruang antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang

ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3

2.3 Epidemiologi

Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-

negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang

mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis

kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari

efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan

dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus

eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.2

2.4 Etiologi dan Klasifikasi

Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan

tekanan onkotik.2 Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non

pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat

luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia,

keganasan, atau emboli paru.

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan

cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari

ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat

8
adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa

kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.1,2,3

Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:

a. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.

Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan

koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya

oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:

1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura

4. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

a. Gagal jantung kiri (terbanyak)

b. Sindrom nefrotik

c. Obstruksi vena cava superior

d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk

melalui saluran getah bening)

b. Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang

permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein

transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah

pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi

pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudatif yang paling

9
sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudatif

tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran

getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis

tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga

menimbulkan eksudat.

Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)

b. Tumor pada pleura

c. Iinfark paru,

d. Karsinoma bronkogenik

e. Radiasi,

f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis)

2.5 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura

melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran

limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi. Kemampuan untuk

reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya

tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul

efusi pleura. 1,2,3,4

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan

dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena

perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian

melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat

10
melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura

visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid

osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang

diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada

pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. Bila

penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang

oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila

proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4

penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah

3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura

4. Hipoproteinemia

5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis

2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

1. Anamnesis dan gejala klinis

Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi

pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit.

Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk

dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan

efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

2. Pemeriksaan fisik

11
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain

melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup sampai

pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum

terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh

keganasan

Manifestasi klinis pada efusi pleura cenderung disebabkan oleh penyakit yang

mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,

sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan

menentukan keparahan gejala. Pada beberapa kasus penderita umumnya asimptomatis atau

memberikan gejala demam ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang

lain. 1,2,3,4,5

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi (Rontgen thorak)

Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak

mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang

kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras 300 ml. Foto toraks

dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada

sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi

yang sehat.

12
Gambar 3. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena efusi
pleura

Gambar 4. Efusi pleura dextra

Gambar 5. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong


kontralateral

Gambar 6. Efusi pleura bilateral

13
Gambar 7. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral

Computed Tomography Scan

CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan

sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah berbentuk bulan

sabit di bagian yang tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura

memiliki gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru.

Gambar 8. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)

Ultrasonografi

14
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura

visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan posisi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura. Nodularity dan/

atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura melingkar, keterlibatan pleura

mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan / atau diafragma sugestif penyebab ganas

kedua pada CT scan dan MRI.

b. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun

terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada

bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau

16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.

Analisa cairan pleura

a. Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan. Bila agak kemerah-

merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran

aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya

empiema.

b. Biokimia

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

15
Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga pada

cairan pleura :

- kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artitis

reumatoid dan neoplasma

- kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis

adenokarsinoma.

c. Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit

pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.

d. Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang

purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman

yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella,

Pseudomonas, Entero-bacter. Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman

tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.

16
e. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang

terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus

alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain

f. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)

Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau tuberculosis

pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada (dengan resiko kecil

terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan udara

dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan

pengosongan cairan (torasentesis).Penatalaksanaan efusi pleura harus segera dilakukan

terapi paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan.Tujuan utama penatalaksanaan segera ini

adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan yang meningkat dan meningkatkan

kulitas hidup penderita. Pemasangan water sealed drainage (WSD) adalah tindakan yang

dilakukan untuk mengurangi keluhan sesak.

Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah

a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga

pleura.

b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.

c. Bila terjadi reakumulasi cairan.

Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan

cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak dapat menimbulkan sembab

paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.

17
Kerugian:

a. Tindakan torasentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada di dalam

cairan pleura.

b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura (empiema)

c. Dapat terjadi pneumotoraks

Penatalaksanaan efusi pleura transudat

Cairan biasanya tidak begitu banyak.Terapinya :

a. Bila disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang meningkat, pemberian diuretika

dapat menolong.

b. Bila disebabkan oleh tekanan koloid osmotik yang menurun sebaiknya diberi

protein.

c. Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairan berulang

dengan tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis.

Penatalaksanaan pleura eksudat

Efusi parapneumonik

Efusi pleura yang terjadi setelah peradangan paru (pneumonia).

a. Paling sering disebabkan oleh pneumonia

b. Umumnya cairan dapat diresorbsi setelah pemberian terapi yang adekuat untuk

penyakit dasarnya.

c. Bila terjadi empiema, perlu pemasangan kateter toraks dengan WSD

d. Bila terjadi fibrosis, tindakan yang paling mungkin hanya dekortikasi (yaitu

jaringan fibrotik yang menempel pada pleura diambil/ dikupas)

18
Penatalaksanaan efusi pleura maligna

a. Pengobatan ditujukan pada penyebab utama atau pada penyakit primer dengan cara

radiasi atau kemoterapi.

b. Bila efusi terus berulang, dilakukan pemasangan kateter toraks dengan WSD.

Pleurodesis

a. Dilakukan pada efusi pleura maligna yang tidak dapat dikontrol atau pada efusi

yang terus menerus terjadi setelah dilakukan torasintesis berulang.

b. Obat-obatan yang dipakai untuk pleurodesis antara lain tetrasiklin HCl (derivat-

derivatnya yang bereaksi dengan asam misalnya : teramisin HCl doksisiklin HCl),

bleomisin, fluoro-urasil dan talk, larutan glukosa 40%. Bleomisin dan fluoro urasil

dapat dipakai pada efusi pleura maligna.

Kilotoraks

Cairan pleura berupa kilus yang terjadi karena kebocoran akibat penyumbatan

saluran limfe duktus torasikus di rongga dada.

Tindakan yang dilakukan bersifat konservatif:

a. Torasintesis 2-3x. Bila tidak berhasil, dipasang kateter toraks dengan WSD.

b. Tindakan yang paling baik ialah melakukan operasi reparasi terhadap duktus

torasikus yang robek.

2.8 Komplikasi

1. Infeksi.

Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan infeksi (empiema

primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah tindakan torasentesis {empiema

sekunader). Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan

19
antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik.

Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui. 2

2. Fibrosis

Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi

pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis,

menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin

diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi

paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena

selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik)

sehingga pengangkatannya lebih mudah. 1,3,5

2.9 Prognosis

Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari

kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan

lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan

dini.

Efusi ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup

rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker

yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih

mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan

dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi parapneumonic, ketika

diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan.

Namun, efusi parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya

dapat menyebabkan fibrosis konstriktif. 4,5

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar

Lampung.

2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid

III, edisi ke-5. 2009. Jakarta: Interna Publishing.

4. Thabrani Rab, Prof. Dr. H. Penyakit Pleura. Edisi Pertama. Trans Info Media :

Jakarta. 2010

5. Rofiq ahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-

overview diakses tanggal 8 Mei 2013

6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI

7. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. V. Jakarta: Interna

Publishing.

8. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

9. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm.

diakses tanggal 13 Maret 2008 jam 13.20 WIB

21

Anda mungkin juga menyukai