Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seseorang tidak dapat hidup tanpa menghirup oksigen. Begitu
esensialnya unsur ini bagi kehidupan sehingga apabila 10 detik saja otak
manusia tidak mendapatkan oksigen, maka yang akan terjadi kemudian
adalah penurunan kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami
kerusakan yang lebih berat dan irreversible. Tak hanya untuk bernafas dan
mempertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk
metabolisme tubuh.

Dengan penemuan yang sangat penting mengenai molekul oksigen


oleh Joseph Priestley pada tahun 1775 dan bukti adanya pertukaran gas pada
proses pernafasan oleh Lavoisier, oksigen menjadi suatu cara pengobatan
dalam perawatan pasien. Sebelum tahun 1920 suplementasi oksigen
dievaluasi oleh Baruch dkk dan akhirnya pada tahun 1920 ditetapkan suatu
konsep bahwa oksigen dapat dipergunakan sebagai terapi. Sejak itu efek
hipoksia lebih dimengerti dan pemberian oksigen pada pasien penyakit paru
membawa dampak meningkatnya jumlah perawatan pasien.
Dua penelitian dasar di awal 1960an memperlihatkan adanya bukti
membaiknya kualitas hidup pada pasien penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) yang mendapat suplemen oksigen. Pada studi The Nocturnal Oxygen
Therapy Trial (NOTT), pemberian oksigen 12 jam atau 24 jam sehari selama
6 bulan dapat memperbaiki keadaan umum, kecepatan motorik, dan kekuatan

1
genggaman, namun tidak memperbaiki emosional mereka atau kualitas hidup
mereka. Namun penelitian lain memperlihatkan bahwa pemberian oksigen
pada pasien-pasien hipoksemia, dapat memperbaiki harapan hidup,
hemodinamik paru, dan kapasitas latihan. Keuntungan lain pemberian
oksigen pada beberapa penelitian diantaranya dapat memperbaiki kor
pulmonal, meningkatkan fungsi jantung, memperbaiki fungsi neuropsikiatrik
dan pencapaian latihan, mengurangi hipertensi pulmonal, dan memperbaiki
metabolisme otot.
Komposisi udara kering ialah 20,98% O2, 0,04% CO2, 78,6% N2 dan
0,92% unsur inert lainnya, seperti argon dan helium. Tekanan barometer (PB)
di permukaan laut ialah 760 mmHg (satu atmosfer). Dengan demikian,
tekanan parsial (dinyatakan dengan lambang P). O2 udara kering di
permukaan laut adalah 0,21 x 760, atau 160 mmHg. Tekanan parsial N2 dan
gas inert lainnya 0,79 x 760, atau 600 mmHg; dan PCO2 ialah 0,0004 x 760
atau 0,3 mmHg. Terdapatnya uap air dalam udara pada berbagai iklim
umumnya akan menurunkan persen volume masing masing gas, sehingga
juga sedikit mengurangi tekanan parsial gas gas-tersebut. Udara yang
seimbang dengan air jenuh dengan uap air, dan udara inspirasi akan jenuh
dengan uap air saat udara tersebut mencapai paru-paru.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rongga thoraks


Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak
dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru
mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan
bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian
hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan
dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua
lobus.

2.2 Anatomi paru - paru normal


Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi 10 segmen sedangkan paru
kiri dibagi menjadi 9. Proses patologis seperti atelektasis dan pneumonia
seringkali hanya terbatas pada satu lobus dan segmen saja. Suatu lapisan tipis
kontinu dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada
(pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura viseralis).
Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu lapisan
tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu
bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan kedua pleura tersebut

3
sehingga apa yang disebut dengan rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah
suatu ruangan potensial.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer,
sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin
mengalami peradangan, atau udara ataupun cairan dapat masuk ke dalam
rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal
ini. Pertama, jaringan elastic paru memberikan kekuatan kontinu yang
cenderung menarik paru jauh dari rangka toraks. Setelah lahir, paru cenderung
mengerut ke ukuran aslinya yang lebih kecil daripada bentuknya sebelum
mengembang. Tetapi, permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling menempel itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan
kontinu yang cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai
tekanan negatif dari ruang pleura. Tekanan intrapleura secara terus-menerus
bervariasi sepanjang siklus pernafasan, tetapi selalu negatif.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif
intrapleura adalah kekuatan osmotik yang terdapat di seluruh membrane
pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling
tentang pertukaran transkapiler; yaitu, pergerakan cairan bergantung pada
selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura
melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan
normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah
kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis; terkumpulnya protein di dalam ruang intrapleura akan mengacaukan

4
keseimbangan osmotik normal tanpa pengeluaran limfatik. Ketiga faktor ini
kemudian, mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intrapleura normal.

2.3 Kontrol pernafasan


Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke
dalam paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis
pergerakan udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi dan mekanisme
ini dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi.
Komponen yang berperan penting adalah pompa yang bergerak maju mundur,
disebut pompa pernafasan. Pompa ini mempunyai dua komponen volume-
elastis: paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru. Dinding terdiri
dari rangka dan dan jaringan rangka toraks, serta diafragma, isi abdomen dan
dinding abdomen. Otot-otot pernafasan yang merupakan bagian dinding toraks
merupakan sumber kekuatan untuk menghembus pompa.
Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat tulang iga
dan sternum) merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan
volume paru dan rangka toraks selama inspirasi; ekspirasi merupakan suatu
proses pasif pada pernafasan tenang.
Otot-otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari
neuron dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Pusat pernafasan
merupakan bagian sistem saraf yang mengatur semua aspek pernafasan.
Faktor utama pada pengaturan pernafasan adalah respon dari pusat
kemoreseptor dalam pusat pernafasan terhadap tekanan parsial (tegangan)
karbon diokasida (PaCO2) dan pH darah arteri. Peningkatan PaCO2 atau
penururnan pH merangsang pernafasan.
Penurunan tekanan parsial O2 dalam darah arteri PaO2 dapat juga
merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan karotis
pada bifurkasio arteria komunis dan dalam badan aorta pada arkus aorta, peka
terhadap penurunan PaO2 dan pH, dan peningkatan PaCO2. Akan tetapi PaO2
harus turun dari nilai normal kira-kira sebesar 90-100 mmHg hingga mencapai
sekitar 60 mmHg sebelum ventilasi mendapat rangsangan yang cukup berarti.

5
Mekanisme lain mengontrol jumlah udara yang masuk ke dalam paru.
Pada waktu paru mengembang, reseptor-reseptor ini mengirim sinyal pada
pusat pernafasan agar menghentikan pengembangan lebih lanjut. Sinyal dari
reseptor regang tersebut akan berhenti pada akhir ekspirasi ketika paru dalam
keadaan mengempis dan pusat pernafasan bebas untuk memulai inspirasi lagi.
Mekanisme ini yang dikenal dengan nama reflex Hering-Breuer, refleks ini
tidak aktif pada orang dewasa, kecuali bila volume tidal melebihi 1 liter
seperti pada waktu berolah raga. Refleks ini menjadi lebih penting pada bayi
baru lahir. Pergerakan sendi dan otot (misalnya, sewaktu berolah raga) juga
merangsang peningkatan ventilasi. Pola dan irama pengaturan pernafasan
dijalankan melalui interaksi pusat-pusat pernafasan yang terletak dalam pons
dan medulla oblongata.
Keluaran motorik akhir disalurkan melalui medulla spinalis dan saraf
frenikus yang mempersarafi diafragma, yaitu otot utama ventilasi. Saraf utama
lain yang ikut ambil bagian adalah saraf asesorius dan interkostalis torasika
yang mempersarafi otot bantu pernafasan dan otot interkostalis.

2.4 Kontrol pernafasan pada jalan nafas


Otot polos terdapat pada trakea hingga bronkiolus terminalis dan
dikontrol oleh sistem saaraf otonom. Tonus bronkomotorik bergantung pada
keseimbangan antara kekuatan konstriksi dan relaksasi otot polos pernafasan.
Persarafan parasimpatis (kolinergik melalui nervus vagus) memberikan
tonus bronkokonstriktor pada jalan nafas.
Rangsangan parasimpatis menyebabkan bronkokonstriksi dan
peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. Rangsangan simpatis
terutama ditimbulkan oleh epinefrin melalui reseptor-reseptor adrenergic-
beta2, dan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, bronkodilasi, dan
berkurangnya sekresi bronkus. Simpatis mempersarafi jalan nafas, namun
hanya sedikit.
Sekarang ini, komponen ketiga pengontrolan saraf yan telah
digambarkan disebut nonkolinergik, sistem penghambat nonadrenergik.
Stimulasi serat saraf ini terletak pada nerfus vagus dan menyebabkan

6
bronkodilasi, dan neurotransmitter yang digunakan adalah nitrogen oksida.
Reseptor-reseptor jalan nafas bereaksi terhadap iritan-iritan mekanik ataupun
kimia yang akan menimbulkan masukan sensoris jaras vagus aferen, dan dapat
menyebabkan bronkokonstriksi, peningkatan sekresi mucus, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.

2.5 Fisiologi
Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya
campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru. Stadium
kedua, transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek5
Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan
Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus-alveolus
Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2dengan darah. Respirasi sel atau
respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat
dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah
proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.
2.5.1 Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot.
Rangka toraks berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot. Otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum keatas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Toraks membesar ke tiga arah: anteroposterior, lateral, dan vertical.
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari
sekitar 4 mmHg (relative terhadap terkanan atmosfer) menjadi sekitar 8
mmHg bila paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama
tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan nafas menurun sampai sekitar 2

7
mmHg dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara
jalan nafas dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru
sampai tekanan jalan nafas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan
atmosfer.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru. Pada waktu otot interkostalis
internus relaksasi, rangka iga turun dan lengkung diafragma naik ke atas
ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Otot
interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam pada
waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu,
otot-otot abdomen dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdomen
membesar dan menekan diafragma ke atas.
Peningkatan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang
meningkat dan mencapai 1 sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer.
Selisih tekanan antara jalan nafas dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru sampai tekanan jalan nafas dan atmosfer
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Tekanan intrapleura selalu
berada dibawah tekanan atmosfer selama siklus pernafasan.
Definisi-definisi berikut ini akan berguna dalam pembahasan
ventilasi yang efektif :
Volume semenit atau ventilasi semenit (VE) adalah volume udara yang
terkumpul selama ekspirasi dalam periode satu menit. VE dapat dihitung
dengan mengalikan nilai VT dengan kecepatan pernafasan. Dalam keadaan
istirahat, VE orang dewasa sekitar 6 atau 7 liter/ menit.
Frekuensi pernafasan (f) atau kecepatan; adalah jumlah nafas yang
dilakukan per menit. Pada keadaan istirahat, pernafasan orang dewasa
sekitar 10-20 kali per menit.
Volume tidal (VT) adalah banyaknya udara yang diinspirasi atau
diekspirasi pada setiap pernafasan. VT sekitar 8-12 cc/kgBB dan jauh
meningkat pada waktu melakukan kegiatan fisik yaitu bila bernafas dalam.

8
Ruang mati fisiologis (VD) adalah volume udara inspirasi yang tidak
tertukar dengan udara paru; udara ini dapat dianggap sebagai ventilasi
yang terbuang sia-sia. Ruang mati fisiologis terdiri dari ruang mati
anatomis (volume udara dalam saluran nafas penghantar, yaitu sekitar 1 ml
per pon berat badan), ruang mati alveolar (alveolus mengalami ventilasi
tapi tidak mengalami perfusi), dan ventilasi melampaui perfusi.
Perbandingan antara VD dengan VT (VD / VT) menggambarkan bagian dati
VT yang tidak mengadakan pertukaran dengan darah paru. Nilai rasio
tersebut tidak melebihi 30% sampai 40% pada orang yang sehat.
Perbandingan ini seringkali digunakan untuk mengikuti keadaan pasien
yang mendapatkan ventilasi mekanik.
Ventilasi alveolar (VA) adalah volume udara segar yang masuk ke dalam
alveolus setiap menit, yang mengadakan pertukaran dengan darah paru. Ini
merupakan ventilasi efektif. Ventilasi alveolar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
VA= (VT-VD) x f, atau VA= VE-VD.
VA merupakan petunjuk yang lebih baik tentang ventilasi dibandingkan
VE atau VTkarena pada pengukuran ini diperhitungkan volume udara yang
terbuang dalam ventilasi VD.
Komplians (C=daya kembang) adalah ukuran sifat elastik (distensibilitas)
yang dimilii oleh paru dan toraks. Didefinisikan sebagai perubahan volume
per unit perubahan dalam tekanan dalam keadaan statis. Komplians total
(daya kembang paru dan toraks) atau komplians paru saja dapat
ditentukan. Komplians paru normal dan komplians rangka toraks per
VT masing-masing sekitar 0,2 liter/ cm H2O sedangkan komplians total
besarnya sekitar 0,1 liter/ cm H2O.

2.5.2 Transportasi Difusi


Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0.5 m). kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih
tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 (PO2)

9
dalam atmosfer pada permukaan laut sekitar 159 mmHg (21% dari 760
mmHg). Namun, pada waktu O2 sampai di trakea, tekanan parsial ini
akan mengalami penurunan sampai sekitar 149 mmHg karena
dihangatkan dan dilembabkan oleh jalan nafas (760-47 x 0,21 = 149).
Tekanan parsial uap air pada suhu tubuh adalah 47 mmHg.
Tekanan parsial O2 yang diinspirasi akan menurun kira-kira 103 mmHg
pada saat mencapai alveoli karena tercampur dengan udara dalam ruang
mati anatomik pada saluran jalan nafas. Ruang mati anatomik ini dalam
keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat
badan ideal. Hanya udara bersih yang mencapai alveolus yang
merupakan ventilasi efektif. Tekanan parsial O2 dalam darah vena
campuran (PVO2) di kapiler paru kira-kira sebesar 40 mmHg.
PO2 kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus
(PAO2 = 103 mmHg) sehingga O2 nudah berdifusi ke dalam aliran darah.
Perbedaan tekanan antara darah (46 mmHg) dan PaCO2 (40 mmHg) yang
lebih rendah 6 mmHg menyebabkan CO2 berdifusi ke dalam alveolus.
CO2 ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, yang konsentrasinya
mendekati nol. Kendati selisih CO2 antara darah dan alveolus amat kecil
namun tetap memadai, karena dapat berdifusi melintasi membran
alveolus kapiler kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan O2 karena
daya larutnya yang lebih besar.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan
antara O2 di kapiler darah paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25
detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan
kesan bahwa paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada
beberapa penyakit (misalnya, fibrosis paru), sawar darah dan udara dapat
menebal dan difusi dapat melambat sehingga keseimbangan mungkin
tidak lengkap, terutama sewaktu berolah raga ketika waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia,
tetapi tidak dianggap sebagai faktor utama. Pengeluaran CO2 dianggap
tidak dipengaruhi oleh kelainan difusi.

10
2.6 Terapi Oksigen
Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen sebagai suatu
intervensi medis, dengan konsentrasi yang lebih tinggi disbanding yang
terdapat dalam udara untuk terapi dan pencegahan terhadap gejala dan
menifestasi dari hipoksia. Oksigen sangat penting untuk metabolisme sel, dan
lebih dari itu, oksigenasi jaringan sangat penting untuk semua fungsi
fisiologis normal.
Oksigen dapat diberikan secara temporer selama tidur maupun selama
beraktivitas pada penderita dengan hipoksemia. Selanjutnya pemberian
oksigen dikembangkan terus ke arah ventilasi mekanik, pemakaian oksigen di
rumah. Untuk pemberian oksigen dengan aman dan efektif perlu pemahaman
mengenai mekanisme hipoksia, indikasi, efek terapi, dan jenis pemberian
oksigen serta evaluasi penggunaan oksigen tersebut.
2.7 Indikasi
a. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada
daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai
penyakit sistim pernafasan lainnya.
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis
respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada
atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada
suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan
lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air
panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700
m. Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m,
umumnya seseorang hilang kesadaran.

11
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak
nafas, serta mual dan muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena
alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia.
Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan pH
LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.
Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik
Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan
kegagalan organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung
kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena
kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan.
Kegagalan paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal
menyebabkan blok alveoli kapiler atau terjadi ketidak seimbangan
ventilasi perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan
otot-otot pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja
pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti
pneumothoraks atau obstruksi bronkhialyang membatasi ventilasi.
Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme
persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron
respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
Hipoksia Anemik
Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena
terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali
apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian,
penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu
melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan
meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan aktif.
Hipoksia Stagnan
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti
ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak

12
mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung
kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar,
dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan
kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps
sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih
tinggi dari jantung.
Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan
paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat
sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen
atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat
tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin,
suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan
menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah
methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi
oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia
ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi
hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO.
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
- Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan

13
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara dibawah ini.
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan
apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor
pulmonale, polisitemia (hematokrit >56%).
2. Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai
komplikasi seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen
perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu
tidaknya terapi oksigen jangka panjang.

2.8 Kontraindikasi
Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada:
Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama
dispneu, tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak
mempunyai hipoksia kronik.
Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang
buruk dan dapat meningkatkan resiko kebakaran.
Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.
2.9 Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari
volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena
oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang

14
diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi
tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat
oksigen aliran rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi
dan volume ventilasi normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml
dengan kecepatan pernafasan 16 20 kali permenit.

2.9.1. Low flow low concentration


a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
secara kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24%
- 44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter
oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang
mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi
pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.
Keuntungan: Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan
dan berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama.
Kerugian: Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih
dari 44%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula
nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan
mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril,
maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril
lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir
nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah
tersumbat dan tertekuk.
Tahap kerja:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan
tindakan
b. Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan
pasien).

15
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan
melancarkan pelaksanaan tindakan).
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama
pemasangan nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk
memudahkan memasukkan kateter).
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka ,
pasien lebih nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai
keujung telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga
ujung kateter tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan
kedalaman kateter).
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
kebutuhan (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan
membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis
dan mencegah terjadinya efek samping).
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan
mencegah iritasi dalam pemasangan kateter).
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang
hidung (mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi
kateter).
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis,
dan kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan
mukosa nasal mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini
mengurangi risiko efek samping).
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain
jika mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan
kateter).

16
b. Kanul Nasal/ Kanul Binasal/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan
oksigen kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2
pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen
dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien
dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah,
disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah
ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan
pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut, menyebabkan
udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada
bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan
melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena
kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien
dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang
digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan
menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan

17
mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan
kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang
terlalu ketat. Cara pemasangan :
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul
yang elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan
nyaman bagi klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam
saluran nafas bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada
tempatnya apabila kanul tersebut pas kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai
yang diprogramkan (16 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran
mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian
pasien (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul
tercabut dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi
aqua steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran
oksigen, mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis
dan permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya
kerusakan kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering,
nyeri sinus dan epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau
selang elastis menyebabkan iritasi kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan
hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah
berkurangnya hipoksia).
2.9.2. Low flow high concentration
A. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang.
Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang
seling. Aliran 5 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%.
Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida
karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5

18
liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau
kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%,
dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap,
tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila
pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan
kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang
dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat
terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas
menjamin aliran oksigen lancar).
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan
pemasangan).
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa
nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin
ketepatan dosis, dan mencegah penumpukan CO2 ).
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu
dengan kain kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran
sungkup, mencegah iritasi kulit akibat tekanan).
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

19
B. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu
60 80% dengan aliran 8 12 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai
PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi,
sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir
menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam
kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup
minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada
daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi
kulit.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 35 %
8 : 40 50 %
10 15 : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana,
tidak mengeringkan selaput lendir.
Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan
aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah
besar karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan minum atau
batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu
segel pengikat.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.

20
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan
aliran O2 kantong akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup
waktu inspirasi (mencegah kantong terlipat, menjaga kepatenan
sungkup, mencegah penumpukan CO2 yang terlalu banyak).
g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga.(menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)
h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
i. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).
j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat,
mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).

C. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing


Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi
mencapai 99 % dengan aliran 8 12 liter/mnt. Pada prinsipnya udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi
dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum
dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan
pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar semua
diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 55 60
8 : 60 80
10 : 80 90
12 15 : 90

21
Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan
tidak memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi
bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak.
Cara memasang :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p).
b. Atur posisi pasien
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
dengan kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi
mukosa jalan nafas dan mulut).
d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan
sungkup non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit
dengan konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga kepatenan sungkup,
menjamin ketepatan dosis).
e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah
kantong terlipat, terputar).
f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati
bagian atas telinga. (mencegah kebocoran sungkup).
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
h.Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).
i. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat,
mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).

22
2.10 Sistem Aliran Tinggi
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2
atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola
nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena
ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan
tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat
menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.
Contoh sistem aliran tinggi :
A. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk
konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian
rupa sehingga memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran
oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip
entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan aliran
udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar
masker melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama
karbondioksida yang dihembuskan. Metode ini memungkinkan konsentrasi
oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman
dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2
yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia
untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat.
FiO2 estimation

Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )


Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35
Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60

23
Keuntungan
- Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk
pada alat.
- FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2
analiser.
- Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
- Tidak terjadi penumpukan CO2.
Kerugian
- Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam
mata.
- Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila
pasien makan, minum, atau minum obat.
- Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c. Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
dengan kebutuhan.
d. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan
masker venturi mempunyai efektifitas aliran 2-15 liter/menit dengan
konsentrasi O2 24- 60 % (Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen
yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan
kecepatan pernafasan).
e. Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan mulut.
f. Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga.
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

24
B. Bag and Mask / resuscitator manual
Digunakan pada pasien :
Cardiac arrest
Respiratory failure
Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 15 liter, selama
resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan reservoir
harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %.
Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai reservoir untuk
kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah
ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95
% - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan
jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen
tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan
adalah vital :
Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal hal yang harus diperhatikan :
Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan
apakah terjadi distensi abdomen.
Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau
spasme bronkus yang memburuk.
Syarat syarat Resusitator manual :
Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut.
Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi
terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.
Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.
Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.
Large Volume Aerosol Sistem.

25
2.11 Resiko Terapi Oksigen
Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus
selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya
metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim
proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko
yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun
juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-
100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan
akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri
tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan
kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada
bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu
pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan
kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih
tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot,
bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan
terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan
peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar
tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan
terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik
dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.

26
BAB III
KESIMPULAN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru


melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan
terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri
sehingga masuk ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob,
mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi terapi oksigen ini
adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru normal,
oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah. Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul
nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter
nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar
PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Apabila O2 80-
100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
2. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo,
R. 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan
Anak FKUI - RSCMk FKUI RSCM. Jakarta.
3. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi
Dan Respiratori FK UI. Jakarta.
4. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia,
vol. 8. EGC. Jakarta.
5. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
6. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.
7. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif. Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai