Anda di halaman 1dari 2

BIOGRAFI SITI KHADIJAH

05FEB
Siti Khadijah adalah putri Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-
Asadiyah. Siti Khadijah dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat, pada tahun 68 sebelum hijrah.
Khadijah tumbuh dalam lingkungan yang keluarga yang mulia, sehingga akhirnya setelah dewasa ia
menjadi wanita yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari
kaumnya yang menaruh simpati padanya. Syaikh Muhammad Husain Salamah menjelaskan bahwa
Siti Khadijah, nasab dari jalur ayahnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya yang
bernama Qushay. Dia menempati urutan kakek keempat bagi dirinya.

Pada tahun 575 Masehi, Siti Khadijah ditinggalkan ibunya. Sepuluh tahun kemudian ayahnya,
Khuwailid, menyusul. Sepeninggal kedua orang tuanya, Khadijah dan saudara-saudaranya mewarisi
kekayaannya. Kekayaan warisan menyimpan bahaya. Ia bisa menjadikan seseorang lebih senang
tinggal di rumah dan hidup berfoya-foya. Bahaya ini sangat disadari Khadijah. Ia pun memutuskan
untuk tidak menjadikan dirinya pengangguran. Kecerdasan dan kekuatan sikap yang dimiliki Khadijah
mampu mengatasi godaan harta. Karenanya, Khadijah mengambil alih bisnis keluarga.

Pada mulanya, Siti Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi. Pernikahan itu
membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun. Tak lama kemudian suamianya
meninggal dunia, dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas
dan berkembang. Lalu Siti Khadijah menikah lagi untuk yang kedua dengan Atiq bin Aid bin Abdullah
al-Makhzumi. Setelah pernikahan itu berjalan beberapa waktu, akhirnya suami keduanya pun
meninggal dunia, yang juga meninggalkan harta dan perniagaan.

Dengan demikian, saat itu Siti Khadijah menjadi wanita terkaya di kalangan bangsa Quraisy.
Karenanya, banyak pemuka dan bangsawan bangsa Quraisy yang melamarnya, mereka ingin
menjadikan dirinya sebagai istri. Namun, Siti Khadijah menolak lamaran mereka dengan alas an
bahwa perhatian Khadijah saat itu sedang tertuju hanya untuk mendidik anak-anaknya. Juga
dimungkinkan karena, Khadijah merupakan saudagar kaya raya dan disegani sehingga ia sangat
sibuk mengurus perniagaan.

Siti Khadijah mempunyai saudara sepupu yang bernama Waraqah bin Naufal. Beliau termasuk salah
satu dari hanif di Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab
yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang mereka
(nabi Ibrahim dan Ismail).

Para sejawatnya mengakui keberhasilan Siti Khadijah, ketika itu mereka memanggilnya Ratu
Quraisy dan Ratu Mekkah. Ia juga disebut sebagai at-Thahirah, yaitu yang bersih dan suci.
Nama at-Thahirah itu diberikan oleh sesama bangsa Arab yang juga terkenal dengan kesombongan,
keangkuhan, dan kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya perilaku Khadijah benar-benar patut
diteladani hingga ia menjadi terkenal di kalangan mereka.
Pertama kali dalam sejarah bangsa Arab, seorang wanita diberi panggilan Ratu Mekkah dan juga
dijuluki at-Thahirah. Orang-orang memanggil Khadijah dengan Ratu Mekkah karena kekayaannya
dan menyebut Khadijah dengan at-Thahirah karena reputasinya yang tanpa cacat.
Suatu ketika, Muhammad berkerja mengelola barang dagangan milik Siti Khadijah untuk dijual ke
Syam bersama Maisyarah. Setibanya dari berdagang Maysarah menceritakan mengenai
perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan juga mengenai watak dan kepribadian
Muhammad. Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran, dan
kemampuan yang dimiliki Muhammad, kian hari Khadijah semakin mengagumi sosok Muhammad.
Selain kekaguman, muncul juga perasaan-perasaan cinta Khadijah kepada Muhammad.

Tibalah hari suci itu. Maka dengan maskawin 20 ekor unta muda, Muhammad menikah dengan Siti
Khadijah pada tahun 595 Masehi. Pernikahan itu berlangsung diwakili oleh paman Khadijah, Amr bin
Asad. Sedangkan dari pihak keluarga Muhammad diwakili oleh Abu Thalib dan Hamzah. Ketika
Menikah, Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Siti Khadijah berusia 40 tahun. Bagi keduanya,
perbedaan usia yang terpaut cukup jauh dan harta kekayaan yang tidak sepadan di antara mereka,
tidaklah menjadi masalah, karena mereka menikah dilandasi oleh cinta yang tulus, serta pengabdian
kepada Allah. Dan, melalui pernikahan itu pula Allah telah memberikan keberkahan dan kemuliaan
kepada mereka.

Dari pernikahan itu, Allah menganugerahi mereka dengan beberapa orang anak, maka dari rahim Siti
Khadijah lahirlah enam orang anak keturunan Muhammad. Anak-anak itu terdiri dari dua orang laki-
laki dan empat orang perempuan. Anak laki-laki mereka, al-Qasim dan dan Abdullah at-Tahir at-
Tayyib meninggal saat bayi. Kemudian, empat anak perempuannya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummi
Kulsum, dan Fatimah az-Zahra. Siti Khadijah mengasuh dan membimbing anak-anaknya dengan
bijaksana, lembut, dan penuh kasih sayang, sehingga mereka pun setia dan hormat sekali kepada
ibunya.

Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy terhadap kaum muslim, Siti Khadijah sakit keras
akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi kesehatan
badannya semakin memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 60 tahun, wafatlah
seorang mujahidah suci yang sabar dan teguh imannya, Sayyidah Siti Khadijah al-Kubra binti
Khuwailid.

Siti Khadijah wafat dalam usia 65 tahun pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga
tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi. Ketia itu, usia Rasulullah sekitar 50 tahun. Beliau
dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.
Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan
pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu. Karena dua orang yang dicintainya (Khadijah dan Abu
Thalib) telah wafat, maka tahun itu disebut sebagai Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan
Rasulullah.

Anda mungkin juga menyukai