PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang
rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan
ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa.3
2
Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah,
mandibula dan tengkorak.
b. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar,
terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan
mengembang ke arah belakang.
c. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan
merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi
tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot
krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot
krikoaritenoid posterior.5
3
Gambar 3: Posisi Laring3
4
- M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid
2) Otot yang mengatur pintu masuk laring :
- M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.7
5
Gambar 5: Rongga Laring5
6
disubmukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis
untuk mendarahi mukosa dari otot-otot laring.
b. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid
inferior. Berjalan ke belakang sendi krikotiroid, lalu masuk
laring melalui daerah pinggir bawah M. konstriktor faring
inferior dan memperdarahi mukosa dan otot laring.4
Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring
superior biasanya bersatu dengan vena tiroid superior, lalu bermuara ke
vena jugularis interna. Vena laring inferior bersatu dengan vena tiroid
inferior atau pleksus vena-vena tiroid yang beranastomosis pada aspek
anterior trachea.4
7
Gambar 7: Persarafan, perdarahan dan pembuluh limfe laring2
2.2 Fisiologi
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun
ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
a. proteksi jalan nafas
b. respirasi dan
c. fonasi.6
a. Proteksi jalan nafas
Perlindungan jalan nafas selama aksi menelan terjadi melalui
berbagai mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja
sfingter dari otot tiroaritenoid dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis
palsu, disamping aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang
ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya.6
8
b. Respirasi
Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai
derajat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu
sistem jantung seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan
jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati
memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan bila menutup,
memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk
tindakan-tindakan mengejan.6
c. Fonasi
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen
yang bergetar adalah pita suara, yang umumnya disebut tali suara. Pita
suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis.9
Fungsi laring sebagai fonasi yaitu dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka M.
krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,
menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan M. krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang.
Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya
kontraksi M. krikoaritenoid akan mendorong kartilago krikoaritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta
mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.8
Fungsi laring lainnya yaitu:
a. Refleks batuk
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret
yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
b. Sirkulasi
Dengan terjadi perubahan tekanan udara di dalam traktus
trakeobronkial akan mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,
sehingga mempengaruhi sirkulasi dalam tubuh.
9
c. Menelan
Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu
gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan
mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak masuk
lagi ke dalam laring.
d. Emosi
Laring berfungsi mengekspresikan emosi seperti berteriak,
mengeluh, menangis, dan lain-lain.8
2.3 Definisi
Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau
daerah lainnya di tenggorokan. Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan
laring yang paling sering terjadi (94%).6 Karsinoma sel skuamosa adalah
karsinoma awal setempat yang berasal dari epitel skuamosa serta tampak sebagai
sel-sel kuboid dan keratinisasi.10
10
Gambar 8: Karsinoma Laring 7
2.4 Epidemiologi
Sebagai gambaran perbandingan, di luar negeri karsinoma laring
menempati tempat pertama dalam urutan keganansan di bidang THT, sedangkan
di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga
setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1
Menurut data statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti
dikutip oleh Batsakis (1979), rata-rata 1,2 orang per 100.000 penduduk meninggal
oleh karsinoma laring.1
Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi
karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata
25 pertahun.1 Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97%, menduduki
peringkat ketiga keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar
71,77%, diikuti oleh keganasan hidung dan paranasal 10,11%, telinga 2,11%,
orofaring/tonsil 1,69%, esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan
parotis 0,28%.1
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97
kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia
penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 Februari 2000,
28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.11
Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia
56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%.2
2.5 Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui secara pasti. Dikatakan oleh
para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok-kelompok
orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah:
a. Rokok
b. Alkohol
11
c. Terpajan oleh sinar radioaktif. 1
Pengumpulan data yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo
menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak
merokok, sedangkan resiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai
dengan kenaikkan jumlah rokok yang dihisap.1
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis
dini dan pengobatan atau tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih
terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan
bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi
serta fungsi sfingter laring.1
2.6 Histopatologi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor
ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkatan diferensiasi :
a. berdiferensiasi baik (grade 1)
b. berdiferensiasi sedang (grade 2)
c. berdiferensiasi buruk (grade 3).
Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi
yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang
berdiferensiasi baik.1
Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah:
a. karsinoma anaplastik
b. karsinoma pseudosarkoma
c. adenokarsinoma
d. sarkoma. 12
Karsinoma Verukosa
Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak,
12
menimbulkan kerusakan lokal yang luas.Tidak terjadi metastase
regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak
Kondrosarkoma
13
Gambar 9: tumor ganas supraglotis6
Glotis
Yang termasuk glotis adalah: mengenai pita suara asli,
komisura anterior dan komisura posterior. Batas inferior glotis
adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan
batas inferior otototot intrinsik pita suara.Batas superior adalah
ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glotis dapat mengenai satu
atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan
dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus
vokalis kartilago aritenoid.
14
Subglotis
Yang termasuk subglotis adalah dinding subglotis. Tumbuh
lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas
inferior krikoid.8
15
T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra
glotis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara
normal atau terganggu.
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke
dua pita suara
T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
Subglotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada subglotis
T 1a : tumor terbatas pada satu sisi
T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau
kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau
terganggu
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua
pita suara
T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas
keluar laring.
b. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
Nx: kelenjar tidak dapat dinilai
N0: secara klinis tidak ada kelenjar.
N1: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3cm
N2: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm
atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter
6 cm
N2a: klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3
cm - 6 cm.
16
N2b: klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan
diameter 6 cm
N3: kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra
lateral
N3a: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
N3b :klinis terdapat kelenjar bilateral
N3c: klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
c. Metastase jauh (M)
M0: tidak ada metastase jauh
M1: terdapat metastase jauh
d. Stadium :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1, T2, T3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0, M0
Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1.1
17
penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan
ligamentum krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf.
Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran
kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi
kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari
biasanya. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan
nafas atau paralisis komplit.1
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada
letak tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak
merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah
ventrikel laring, dibagian baeah plika ventrikularis, atau di batas
inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor
supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau
tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak
khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara
bergumam (hot potato voice).3
Nyeri
Keluhan nyeri tenggorok dapat bervariasi dari rasa goresan
sampai rasa nyeri yang tajam.1
Dispnea dan stridor
Adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh
gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau
sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada umumnya dispnea dan
stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.1
Disfagia
Adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring
dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling
sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri saat menelan
18
(odinofagia) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring.1
19
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala :
a. Stadium 1: cekungan tampak pada waktu inspirasi di
suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih
tenang.
b. Stadium 2 : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal
makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di
daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar
pada waktu inspirasi.
c. Stadium 3 : cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium
juga terdapat di infra klavikula dan sela-sela iga, pasien sangat
gelisah dan dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan
ekspirasi.
d. Stadium 4 : cekungan- cekungan di atas bertambah jelas, pasien
sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika
keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan
tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien
lemah dan tertidur,akhirnya meninggal karena asfiksia.8
2.9 Patofisiologi
Kanker dimulai dari sel yang bergabung dan membentuk jaringan.
Jaringan-jaringan ini nantinya membentuk laring dan organ tubuh lainya. Sel-
sel normal tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh
membutuhkan mereka. Ketikasel-sel normal menjadi tua atau rusak, mereka
mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka.Terkadang, proses ini
berjalan tidak semestinya, sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak
membutuhkannya, dan sel yang tua atau rusak tidak mati seperti seharusnya.
Penumpukan sel ekstra sering membentuk suatu massa dari jaringan yang
disebut tumor. Tumor di laring bisa berupa jinak atau ganas.11
20
2.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesa
c. Laringoskopi
21
Anamnesa
Didapatkan keluhan berupa suara serak, nafas berbunyi, sulit
bernafas, nyeri tenggorokkan, batuk berdarah, sulit menelan dan
kadangkadang ditemukan bau mulut, penurunan berat badan.8
Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung
menggunakan kaca laring atau langsung dengan menggunakan
laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran
tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi
anatomi.1
Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan
laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologi. Foto torak diperlukan
untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis di paru.6 Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi
survei yang baik. Udara digunakan sebagai agen kontras alami untuk
memvisualisasikan lumen laring dan trachea. Ketebalan jaringan
retrofaringeal dapat dinilai. Epiglotis dan lipatan ariepiglotik dapat
divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki perandalam
manajemen kanker laring saat ini.13
CT Scan laring
Dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih
seksama, misalnya perjalanan tumor pada tulang rawan tiroid dan
daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.3
Penentuan stadium awal pada diagnosa klinis berdasarkan pada
keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita
suara. Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan
submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3
adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor
yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor
yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan
stadium T4a.Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks bagian
22
luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi
kriteria pencitraan lesi T4.13
Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya
dengan pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak
dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara Cross-
sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang
terlibat untuk menentukan stadium tumor.10
Untuk mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan
tidak boleh lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam
beberapa detik, dan dengan artefak minimal akibat gerakan.10
23
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dari
bahan biopsi laring dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening
di leher. Dari hasil patologi anatomi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.1
2.12 Penatalaksanaan
2.12.1 Penatalaksanaan Karsinoma Laring
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu
pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya.Menurut
NCCN Guidelines versi 2. 201312 terdapat tatalaksana pada tumor larynx
sesuai dengan clinical staging yaitu sebagai berikut:
24
II. Pada Tumor laring bagian glotis
25
26
III. Pada tumor laring bagian supraglotis
27
28
a. Pembedahan
1) Laringektomi
a) Laringektomi parsial
b) Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring
mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas
bawah cincin trakea.
29
stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar
limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi
leher.Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat
metastase jauh.
b. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan
90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga
30
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu
suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah
submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus
melalui proses belajar. 14
Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi
suara ini. Tetapi faktor fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor
utama. Mungkin dengan adanya wadah perkumpulan guna
menghimpun pasien-pasien tuna laring guna menyokong aspek psikis
dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah
operasi.14
a. Intubasi endotrakea
31
b. Trakeostomi
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan/
anterior trakea untuk bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini
adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi trakeostomi yaitu :
1) Mengatasi obstruksi laring
2) Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus
3) Untuk memasang respirator
4) Untuk mengambil benda asing dari subglotis
c. Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam
keadaan gawat nafas dengan cara membelah membran krikotiroid.
Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.
Kontraindikasi krikotirotomi pada anak dibawah 12 tahun,
tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.8
2.13 Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli.Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma
laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium
IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5
year survival rate sebesar 50%.11
32
BAB III
PENUTUP
33
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma
laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium
IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5
year survival rate sebesar 50%.
34
DAFTAR PUSTAKA
1 . H e r m a n i B . Tu m o r L a r i n g . D a l a m S o e p a r d i E A , d k k ,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta : FKUI; 2009; h
194-98.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
keenam. Jakarta: EGC. 2012. Hal 369-77.
3. Keith L. Moore. Anatomi Klinik Dasar. Hipocrates. Jakarta. 2002. h.433-
438
4. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and
Neck Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h.
1313-1360.
5. Lawrence R. Boies, Jr. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC. Jakarta.
1997. h. 446-447
6. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN,
Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-
560.
7. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. EGC. Jakarta.
2007.
8. Dorland, W.A. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28.
Jakarta: EGC. 2011.
9. Sasaki, CT and Kim YH. Anatomy and Physiology of the Larynx.
InLaryngology. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
6th Ed. BC Decker Inc. 2003. P 1091
10. Charous Steven J.Early. Stage Head & Neck Cancer Surgery. Head and
Neck Cancer.United States of America.K luwer Academic Publishers. 2004. h.
85-114
35
11. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
TenggorokKepalaLeher: Kelainan Laring, Edisi keenam. Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Hal 238-41.
12. NCCN. 2013. Clinical Practice Guidelines In Oncology Head and Neck
Cancer. National Comprehensive Cancer Network, Inc.
13. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. EGC. Jakarta.
2007.
14. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran: Anatomi
Laring, Edisi keenam. Jakarta: EGC. 2006. Hal 805-13.
36