Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT.


Sebagai gambaran, di luar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama
dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan
ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1
Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan,
dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.2
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa
hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu: rokok,
alkohol dan sinar radioaktif.1
Untuk menegakkan diagnosa karsinoma laring masih belum memuaskan,
hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga
dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan
yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan.
Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.1
Secara umum penatalaksanaan karsinoma laring adalah dengan
pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung
stadium penyakit dan keadaan umum penderita.1
Pasien dengan karsinoma laring sering kali datang ke dokter dalam
keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang
memuaskan. Hal ini sering kali disebabkan karena kurangnya perhatian akan
deteksi dan diagnosis dini pada penyakit ini. Berdasarkan itu, penulis tertarik
untuk membahas karsinoma laring dikarenakan pentingnya untuk dapat
mendiagnosa secara dini sehingga kedepanya tatalaksana pada pasien dengan
karsinoma laring dapat menjadi lebih efektif. Referat ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan penulis serta pembaca mengenai Karsinoma Laring.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang
rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan
ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa.3

Gambar1: Gambar saluran pernafasan1

Laring terletak di bagian anterior leher setinggi korpus vertebra servikalis


III-VI.Laring menghubungkan bagian inferior faring dengan trakea.4 Kerangka
laring terdiri dari sembilan tulang rawan yang berhubungan melalui ligamentum
dan membrana. Dari Sembilan tulang rawan terdapat tiga yang tunggal (Kartilago
tiroid, Kartilago Krikoid, Kartilago epiglotika).4

Tulang dan tulang rawan laring yaitu :


a. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf U, mudah diraba
pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus
longus dibagian belakang dan prosesus brevis bagian depan.

2
Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah,
mandibula dan tengkorak.
b. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar,
terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan
mengembang ke arah belakang.
c. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan
merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi
tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot
krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot
krikoaritenoid posterior.5

Gambar 2: Anatomi laring2

3
Gambar 3: Posisi Laring3

2.1.1 Otot-otot Laring


Otot-otot laring terdiri dari 2 kelompok yaitu otot ekstrinsik dan
otot intrinsik. Otot ekstrinsik yang utama bekerja pada laring secara
keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan antara
berbagai struktur-struktur laring sendiri.6
a. Otot-otot ekstrinsik :
1) Otot elevator :
- M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid
meluas dari Os Hioid ke mandibula, lidah dan prosesus
stiloideus pada cranium.
2) Otot depressor :
- M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid
b. Otot-otot Intrinsik :
1) Otot Adduktor dan Abduktor :
- M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum
Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis :

4
- M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid
2) Otot yang mengatur pintu masuk laring :
- M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.7

Gambar 4: muskulus di laring2


2.1.2 Rongga Laring
Batas atas rongga laring ialah aditus laring,
Batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago
krikoid.
Batas depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum
epiglotis, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina
kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid
Batas belakangnya ialah M. Aritenoid transversus dan lamina
kartilago krikoid.7
Pada laring terdapat pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara
palsu (plika ventrikularis).Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan
disebut rima glotis, dan bidang antara plika ventrikularis kiri dan kanan
disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi
rongga laring dalam 3 bagian, yaitu: vestibulum laring/supraglotik (di
atas plika ventrikularis), glotik, dan subglotik (di bawah plika vokalis).4

5
Gambar 5: Rongga Laring5

2.1.3 Persarafan Laring


Saraf-saraf laring berasal dari Nervus Vagus (Nervus Kranialis
X) melalui ramus eksternus nervus laringeus superior dan nervus
laringeus rekurens. Nervus laringeus superior berakhir menjadi dua
cabang di dalam sarung karotis yaitu nervus laringeus internus (sensoris
dan otonom) dan nervus laringeus eksternus (motoris).4
Nervus laringeus rekurens mempersarafi semua otot laring
intrinsik, kecuali M. Krikotiroid yang dipersarafi oleh nervus laringeus
eksternus. 4
2.1.4 Perdarahan Laring
Arteri-arteri laring berasal dari cabang-cabang arteri tiroid
superior dan arteri tiroid inferior memasuk darah kepada laring.Arteri
laring superior mengiringi ramus internus nervus laringealis superior
melalui membran tiroid dan kemudian bercabang-cabang untuk
mengantar darah ke permukan dalam laring. Arteri laring inferior
mengiringi nervus laringeus inferior dan memasok darah kepada
membran mukosa dan otot-otot di aspek inferior laring.4
Perdarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu :
a. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid
superior. Berjalan melewati bagian belakang membran
tirohioid dan menembus membran ini untuk berjalan

6
disubmukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis
untuk mendarahi mukosa dari otot-otot laring.
b. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid
inferior. Berjalan ke belakang sendi krikotiroid, lalu masuk
laring melalui daerah pinggir bawah M. konstriktor faring
inferior dan memperdarahi mukosa dan otot laring.4
Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring
superior biasanya bersatu dengan vena tiroid superior, lalu bermuara ke
vena jugularis interna. Vena laring inferior bersatu dengan vena tiroid
inferior atau pleksus vena-vena tiroid yang beranastomosis pada aspek
anterior trachea.4

Gambar 6: Persarafan dan perdarahan Laring4

2.1.5 Pembuluh Limfa Laring


Pembuluh limfa eferen dari golongan superior bergabung dengan
kelenjar bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
golongan inferior bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan
beberapa menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikula.8

7
Gambar 7: Persarafan, perdarahan dan pembuluh limfe laring2

2.2 Fisiologi
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun
ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
a. proteksi jalan nafas
b. respirasi dan
c. fonasi.6
a. Proteksi jalan nafas
Perlindungan jalan nafas selama aksi menelan terjadi melalui
berbagai mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja
sfingter dari otot tiroaritenoid dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis
palsu, disamping aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang
ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya.6

8
b. Respirasi
Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai
derajat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu
sistem jantung seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan
jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati
memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan bila menutup,
memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk
tindakan-tindakan mengejan.6
c. Fonasi
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen
yang bergetar adalah pita suara, yang umumnya disebut tali suara. Pita
suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis.9
Fungsi laring sebagai fonasi yaitu dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka M.
krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,
menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan M. krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang.
Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya
kontraksi M. krikoaritenoid akan mendorong kartilago krikoaritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta
mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.8
Fungsi laring lainnya yaitu:
a. Refleks batuk
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret
yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
b. Sirkulasi
Dengan terjadi perubahan tekanan udara di dalam traktus
trakeobronkial akan mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,
sehingga mempengaruhi sirkulasi dalam tubuh.

9
c. Menelan
Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu
gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan
mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak masuk
lagi ke dalam laring.

d. Emosi
Laring berfungsi mengekspresikan emosi seperti berteriak,
mengeluh, menangis, dan lain-lain.8

2.3 Definisi
Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau
daerah lainnya di tenggorokan. Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan
laring yang paling sering terjadi (94%).6 Karsinoma sel skuamosa adalah
karsinoma awal setempat yang berasal dari epitel skuamosa serta tampak sebagai
sel-sel kuboid dan keratinisasi.10

10
Gambar 8: Karsinoma Laring 7
2.4 Epidemiologi
Sebagai gambaran perbandingan, di luar negeri karsinoma laring
menempati tempat pertama dalam urutan keganansan di bidang THT, sedangkan
di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga
setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1
Menurut data statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti
dikutip oleh Batsakis (1979), rata-rata 1,2 orang per 100.000 penduduk meninggal
oleh karsinoma laring.1
Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi
karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata
25 pertahun.1 Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97%, menduduki
peringkat ketiga keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar
71,77%, diikuti oleh keganasan hidung dan paranasal 10,11%, telinga 2,11%,
orofaring/tonsil 1,69%, esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan
parotis 0,28%.1
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97
kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia
penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 Februari 2000,
28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.11
Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia
56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%.2

2.5 Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui secara pasti. Dikatakan oleh
para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok-kelompok
orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah:
a. Rokok
b. Alkohol

11
c. Terpajan oleh sinar radioaktif. 1
Pengumpulan data yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo
menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak
merokok, sedangkan resiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai
dengan kenaikkan jumlah rokok yang dihisap.1
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis
dini dan pengobatan atau tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih
terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan
bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi
serta fungsi sfingter laring.1

2.6 Histopatologi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor
ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkatan diferensiasi :
a. berdiferensiasi baik (grade 1)
b. berdiferensiasi sedang (grade 2)
c. berdiferensiasi buruk (grade 3).
Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi
yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang
berdiferensiasi baik.1
Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah:
a. karsinoma anaplastik
b. karsinoma pseudosarkoma
c. adenokarsinoma
d. sarkoma. 12

Karsinoma Verukosa
Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak,

akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas


laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan
3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat

12
menimbulkan kerusakan lokal yang luas.Tidak terjadi metastase
regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak

efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.12


Adenokarsinoma
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.Sering
dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari
glotis.Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar, two years survival
rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal

dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi paska operasi.11

Kondrosarkoma

Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid

70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 60

tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.4

2.7 Klasifikasi dan Stadium


Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982,
klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :
a. Supraglotis (30-35%)
b. Glotis (60-65%)
c. Subglotis (1%)
Supraglotis
Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior
epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik,
aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu,
ventrikel. Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai
batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.

13
Gambar 9: tumor ganas supraglotis6

Glotis
Yang termasuk glotis adalah: mengenai pita suara asli,
komisura anterior dan komisura posterior. Batas inferior glotis
adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan
batas inferior otototot intrinsik pita suara.Batas superior adalah
ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glotis dapat mengenai satu
atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan
dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus
vokalis kartilago aritenoid.

Gambar 10: Tumor ganas glotis6

14
Subglotis
Yang termasuk subglotis adalah dinding subglotis. Tumbuh
lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas
inferior krikoid.8

Gambar 11: Tumor ganas subglotis6


Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC :
a. Tumor primer (T)
Supraglottis :
T is : tumor insitu
T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l
T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika
ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.
T 1b: tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga
ventrikel atau pita suara palsu
T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya
infiltrasi ke dalam.
T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.
Glotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior
dan posterior) dengan pergerakan normal

15
T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra
glotis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara
normal atau terganggu.
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke
dua pita suara
T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
Subglotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada subglotis
T 1a : tumor terbatas pada satu sisi
T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau
kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau
terganggu
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua
pita suara
T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas
keluar laring.
b. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
Nx: kelenjar tidak dapat dinilai
N0: secara klinis tidak ada kelenjar.
N1: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3cm
N2: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm
atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter
6 cm
N2a: klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3
cm - 6 cm.

16
N2b: klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan
diameter 6 cm
N3: kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra
lateral
N3a: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
N3b :klinis terdapat kelenjar bilateral
N3c: klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
c. Metastase jauh (M)
M0: tidak ada metastase jauh
M1: terdapat metastase jauh
d. Stadium :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1, T2, T3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0, M0
Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1.1

2.8 Gejala Klinis

2.8.1 Gejala-gejala Dini


Gejala-gejala dini dari karsinoma laring ialah :
a. suara parau (serak) dan sesuai dengan keterlibatan timbul
b. nyeri
c. dispnea dan akhirnya
d. disfagia.6
Serak
Disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.Kualitas
nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita
suara.Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau

17
penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan
ligamentum krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf.
Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran
kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi
kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari
biasanya. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan
nafas atau paralisis komplit.1
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada
letak tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak
merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah
ventrikel laring, dibagian baeah plika ventrikularis, atau di batas
inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor
supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau
tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak
khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara
bergumam (hot potato voice).3
Nyeri
Keluhan nyeri tenggorok dapat bervariasi dari rasa goresan
sampai rasa nyeri yang tajam.1
Dispnea dan stridor
Adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh
gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau
sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada umumnya dispnea dan
stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.1
Disfagia
Adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring
dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling
sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri saat menelan

18
(odinofagia) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring.1

2.8.2 Gejala-gejala Lain


a. Batuk dan hemoptisis.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya
timbul dengan tertekannya hipofaring disertai secret yang mengalir
ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan
tumor supraglotik.1
b. Nyeri alih ke telinga ipsilateral
c. Halitosis
d. penurunan berat badan
Menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis
jauh.1
e. Perbesaran kelanjar getah bening leher
Dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang
menunjukkan tumor pada stadium lanjut.1
f. Nyeri tekan laring
Adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.1
2.8.3 Gejala dan tanda sumbatan laring
Gejala dan tanda sumbatan laring yang tampak adalah :8
a. Sesak napas (dispnea).
b. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
c. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,
epigastrium, supraklavikula, interkostal. Cekungan itu terjadi
sebagai upaya dari otot-otot pernafasan untuk mendapatkan
oksigen yang adekuat.
d. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger).
e. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

19
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala :
a. Stadium 1: cekungan tampak pada waktu inspirasi di
suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih
tenang.
b. Stadium 2 : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal
makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di
daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar
pada waktu inspirasi.
c. Stadium 3 : cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium
juga terdapat di infra klavikula dan sela-sela iga, pasien sangat
gelisah dan dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan
ekspirasi.
d. Stadium 4 : cekungan- cekungan di atas bertambah jelas, pasien
sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika
keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan
tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien
lemah dan tertidur,akhirnya meninggal karena asfiksia.8

2.9 Patofisiologi
Kanker dimulai dari sel yang bergabung dan membentuk jaringan.
Jaringan-jaringan ini nantinya membentuk laring dan organ tubuh lainya. Sel-
sel normal tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh
membutuhkan mereka. Ketikasel-sel normal menjadi tua atau rusak, mereka
mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka.Terkadang, proses ini
berjalan tidak semestinya, sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak
membutuhkannya, dan sel yang tua atau rusak tidak mati seperti seharusnya.
Penumpukan sel ekstra sering membentuk suatu massa dari jaringan yang
disebut tumor. Tumor di laring bisa berupa jinak atau ganas.11

20
2.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesa

b. Pemeriksaan THT rutin

c. Laringoskopi

d. Radiologi foto polos leher dan dada

e. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI

f. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti.13


Berikut ini adalah algoritma diagnosa karsinoma laring:13

21
Anamnesa
Didapatkan keluhan berupa suara serak, nafas berbunyi, sulit
bernafas, nyeri tenggorokkan, batuk berdarah, sulit menelan dan
kadangkadang ditemukan bau mulut, penurunan berat badan.8
Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung
menggunakan kaca laring atau langsung dengan menggunakan
laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran
tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi
anatomi.1
Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan
laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologi. Foto torak diperlukan
untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis di paru.6 Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi
survei yang baik. Udara digunakan sebagai agen kontras alami untuk
memvisualisasikan lumen laring dan trachea. Ketebalan jaringan
retrofaringeal dapat dinilai. Epiglotis dan lipatan ariepiglotik dapat
divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki perandalam
manajemen kanker laring saat ini.13
CT Scan laring
Dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih
seksama, misalnya perjalanan tumor pada tulang rawan tiroid dan
daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.3
Penentuan stadium awal pada diagnosa klinis berdasarkan pada
keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita
suara. Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan
submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3
adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor
yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor
yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan
stadium T4a.Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks bagian

22
luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi
kriteria pencitraan lesi T4.13
Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya
dengan pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak
dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara Cross-
sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang
terlibat untuk menentukan stadium tumor.10
Untuk mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan
tidak boleh lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam
beberapa detik, dan dengan artefak minimal akibat gerakan.10

Gambar 12: Normal laring pada CT-Scan potongan Axial6

Gambar 13: Karsinoma laring pada CT-Scan potongan Axial6

23
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dari
bahan biopsi laring dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening
di leher. Dari hasil patologi anatomi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.1

2.11 Diagnosis Banding


a. TBC laring
b. Sifilis laring
c. Tumor jinak laring
d. Penyakit kronis laring

2.12 Penatalaksanaan
2.12.1 Penatalaksanaan Karsinoma Laring
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu
pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya.Menurut
NCCN Guidelines versi 2. 201312 terdapat tatalaksana pada tumor larynx
sesuai dengan clinical staging yaitu sebagai berikut:

I. Pada tumor laring bagian Hipofaring-Laring

24
II. Pada Tumor laring bagian glotis

25
26
III. Pada tumor laring bagian supraglotis

27
28
a. Pembedahan

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :

1) Laringektomi

a) Laringektomi parsial

Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma


laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi,
dan tumor stadium II.

b) Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring
mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas
bawah cincin trakea.

2) Diseksi Leher Radikal


Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2)
karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat
rendah.Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis

29
stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar
limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi
leher.Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat
metastase jauh.
b. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan

supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya

90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga

suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200


rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad.
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh
Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya
adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa
kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang
melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 45005000 rad selama 4
6 minggu diikuti dengan laringektomi total.
c. Sitostatika
Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal
pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum
memburuk, di samping harga obat ini yang relatif mahal, sehingga
tidak terjangkau oleh pasien.1
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui
bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki
prognosis yang baik. Rehabilitasi mencakup : Vocal Rehabilitation,
Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation.1
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan
laring beserta pita suara yang berada di dalamnya, maka pasien
menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher. 14

30
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu
suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah
submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus
melalui proses belajar. 14
Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi
suara ini. Tetapi faktor fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor
utama. Mungkin dengan adanya wadah perkumpulan guna
menghimpun pasien-pasien tuna laring guna menyokong aspek psikis
dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah
operasi.14

2.12.2 Penatalaksanaan Sumbatan Laring


Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya
jalan nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa
dilakukan pada sumbatan laring stadium 1. Tindakan operatif atau resusitasi
yang dilakukan pada stadium 2 dan 3 yaitu intubasi endotrakea dan trakeostomi
sedangkan krikotirotomi dilakukan pada stadium 4.8

a. Intubasi endotrakea

Indikasi intubasi endotrakea yaitu:


1) Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas
2) Membantu ventilasi
3) Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4) Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal
dari lambung. Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan
ukuran trakea pasien dan umumnya untuk dewasa dipakai
yang diameter dalamnya 78,5 mm. Pipa endotrakea tidak
boleh lebih dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan trakeostomi.

31
b. Trakeostomi
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan/
anterior trakea untuk bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini
adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi trakeostomi yaitu :
1) Mengatasi obstruksi laring
2) Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus
3) Untuk memasang respirator
4) Untuk mengambil benda asing dari subglotis
c. Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam
keadaan gawat nafas dengan cara membelah membran krikotiroid.
Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.
Kontraindikasi krikotirotomi pada anak dibawah 12 tahun,
tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.8

2.13 Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli.Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma
laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium
IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5
year survival rate sebesar 50%.11

32
BAB III
PENUTUP

Tumor laring merupakan tumor yang cukup sering ditemui di THT.


Tumor pada laring terbagi menjadi 2, yaitu tumor laring jinak dan tumor laring
ganas. Tumor laring jinak jarang ditemukan, hanya kurang dari 5% dari seluruh
tumor laring.
Etiologi dari karsinoma laring belum diketahui secara pasti. Dikatakan
oleh beberapa ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok
orang yang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Terpajan dengan sinar
radioaktif pun dikatakan dapat menyebabkan penyakit ini.
Suara serak merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala
paling dini tumor pita suara. Dispnue dan stidor cukup sering ditemukan juga,
gejala ini disebabkan oleh sumbatan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan
kotoran atau sekret dan fiksasi oleh pita suara. Nyeri tenggorok, disfagia, batuk,
hemoptisis, nyeri alih telinga ipsilateral, halitosis, penurunan berat badan dapat
juga terjadi pada pasien. Pembesaran kelenjar getah bening pada leher
dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukan tumor pada
stadium lanjut. Nyeri tekan laring positif bila sudah terjadi komplikasi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anmnesis, pemeriksaan laring secara
langsung maupun tidak langsung. Pemeriksaan penunjang juga dilakukan, seperti
pemeriksaan laboratorium, foto thorak dan CT Scan laring. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dan biopsi jarum halus pada
pembesaran kelenjar getah bening di leheran dan hasil dari patologi anatomi yang
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
Stadium awal tumor kepala dan leher merupakan penyakit yang dapat
disembuhkan bila mendapatkan pengobatan yang tepat. Keputusan untuk
pengobatan, radiasi maupun operasi tergantung dari ukuran dan lokasi dari tumor
itu sendiri, keadaan pasien dan tentu saja pengetahuan dan pengalaman dokter
yang menanganinya.

33
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma
laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium
IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5
year survival rate sebesar 50%.

34
DAFTAR PUSTAKA

1 . H e r m a n i B . Tu m o r L a r i n g . D a l a m S o e p a r d i E A , d k k ,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta : FKUI; 2009; h
194-98.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
keenam. Jakarta: EGC. 2012. Hal 369-77.
3. Keith L. Moore. Anatomi Klinik Dasar. Hipocrates. Jakarta. 2002. h.433-
438
4. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and
Neck Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h.
1313-1360.
5. Lawrence R. Boies, Jr. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC. Jakarta.
1997. h. 446-447
6. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN,
Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-
560.
7. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. EGC. Jakarta.
2007.
8. Dorland, W.A. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28.
Jakarta: EGC. 2011.
9. Sasaki, CT and Kim YH. Anatomy and Physiology of the Larynx.
InLaryngology. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
6th Ed. BC Decker Inc. 2003. P 1091
10. Charous Steven J.Early. Stage Head & Neck Cancer Surgery. Head and
Neck Cancer.United States of America.K luwer Academic Publishers. 2004. h.
85-114

35
11. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
TenggorokKepalaLeher: Kelainan Laring, Edisi keenam. Jakarta: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Hal 238-41.
12. NCCN. 2013. Clinical Practice Guidelines In Oncology Head and Neck
Cancer. National Comprehensive Cancer Network, Inc.
13. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. EGC. Jakarta.
2007.
14. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran: Anatomi
Laring, Edisi keenam. Jakarta: EGC. 2006. Hal 805-13.

36

Anda mungkin juga menyukai