Anda di halaman 1dari 18

Nama : Biaggi Prawira Nugraha

NIM : 04011281621156

CAMPAK

Pengertian Campak

Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles
Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap sebagai suatu hal yang harus
dialami oleh setiap anak, mereka beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh
sendiri bila ruam sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati. Ada
anggapan bahwa semakin banyak ruam keluar semakin baik. Bahkan ada upaya dari
masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula kepercayaan bahwa penyakit
Campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan muncul dirongga
tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal ini diyakini akan
menyebabkan sesak napas atau diare yang dapat menyebabkan kematian.

Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit
ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka
yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan Campak yang
mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan jumlah kasus
Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity).

Penyebab Penyakit Campak

Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan


paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140 mm,
dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya terdapat
nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat
(RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari myxovirus. Selubung luar
sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada di selubung luar muncul
sebagai hemaglutinin.
Sifat Virus

Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat, apabila
berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur kamar virus Campak
kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 5 hari. Tanpa media protein virus Campak
hanya dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultraviolet. Virus Campak
termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena selubungnya terdiri dari lemak,
pada suhu kamar dapat mati dalam 20% ether selama 10 menit, dan 50% aseton dalam 30
menit. Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif
stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8C; 35,6-46,4F) secara
aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus dibuang dan jangan dipakai
ulang.

Cara Penularan Penyakit Campak

Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satu-satunya


reservoir penyakit Campak. Virus Campak berada disekret nasoparing dan di dalam darah
minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah timbulnya ruam. Penularan
terjadi melalui udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau tenggorokan dan jarang
terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan sekresi hidung dan
tenggorokan.
Penularan dapat terjadi antara 1 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4
hari setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus yang
sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.

Masa Inkubasi Penyakit Campak

Masa inkubasi berkisar antara 8 13 hari atau rata-rata 10 hari.

Epidemiologi Penyakit Campak

Epidemiologi penyakit Campak mempelajari tentang frekuensi, penyebaran dan


faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Distribusi Frekuensi Penyakit Campak


a. Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia
dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak berdasarkan
umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari kepadatan penduduknya,
terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban yang berpenduduk padat transmisi
virus Campak sangat tinggi.16
b. Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana daerah perkotaan
siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di daerah pedesaan
penyakit Campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak maka
serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok umur yang rentan.12 Berdasarkan
profil kesehatan tahun 2008 terdapat jumlah kasus Campak yaitu 3424 kasus di Jawa barat, di
Banten 1552 kasus, di Jawa tengah 1001 kasus.17

c. Waktu
Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr. Sutomo
Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia sepanjang tahun, dimana
peningkatan kasus terjadi pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus,
September dan oktober.

Determinan Penyakit Campak

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah adalah
:
a. Faktor Host
a.1. Status Imunisasi
Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak
sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia tentang KLB penyakit Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan
Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang
tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena campak
di banding balita yang mendapat Imunisasi.18
a.2. Status Gizi
Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit Campak dari pada balita dengan gizi baik.11
Menurut penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6 tahun
yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak disbanding
dengan anak yang status gizinya baik.19
c. Faktor Environment
1. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan
kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan
penyakit Campak.

Gejala Klinis Penyakit Campak

Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium 20

Stadium Kataral atau Prodromal


Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata
merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada
mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini
berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah
kemerahan. Koplik spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak.

Stadium Erupsi

Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi, kadan-
kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang spesifik), timbul
setelah 3 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul di daerah belakang
telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul
rasa gatal dan muka bengkak.

Stadium Konvalensi atau penyembuhan

Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut


hiperpigmentation, tetapi lama-lama akan hilang sendiri. panas badan menurun sampai
normal bila tidak terjadi komplikasi.

Komplikasi Penyakit Campak

Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh
secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan adalah
terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada balita, keadaan inilah yang
menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media akut, Ensefalitis,
Bronchopneumonia, dan Enteritis.

1. Bronchopneumonia

Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang epitel saluran pernafasan
sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru atau Pneumonia. Bronchopneumonia
dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan
Staphylococcus yang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini
dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori protein.

2. Otitis Media Akut

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga tengah.
Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi
invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media
purulenta.

3. Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya terjadi pada
hari ke 4 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus
Campak, dengan CFR berkisar antara 30 40%. Terjadinya Ensefalitis dapat melalui
mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus Campak ke dalam otak.
4. Enteritis

Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami
muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa
usus.

Pencegahan dan Penanggulangan Campak 13, 22

1. Pencegahan Campak

a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak. Sasaran dari pencegahan primordial adalah
anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki
faktor resiko yang tinggi untuk penyakit Campak. Edukasi kepada orang tua anak sangat
penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan
seperti penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan rumah
yang baik.
b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok
beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit
Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
b.1. Penyuluhan
Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai
Campak. Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota
keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan
kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien Campak adalah definisi
penyakit Campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya Campak dan upaya-upaya
menekan Campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan pengenalan
komplikasi Campak.

b.2. Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan
vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 15 bulan. Vaksin yang
digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah.
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia.
Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin
measles-mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan,
sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.
Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada temperature antara 2C
- 8C atau 4C, vaksin tersebut harus dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat
pengawet atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya
komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk
pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-
kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang
telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah
penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan Campak memegang peran
penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.

c.1. Diagnosa Penyakit Campak


Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium.23,24
c.1.1. Kasus Campak Klinis
Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk
macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 38C atau lebih (terasa panas)
dan disertai salah satu gejala bentuk pilek atau mata merah (WHO).
c.1.2. Kasus Campak Konfirmasi
Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah satu kriteria yaitu :
a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer antiantibodi 4 kali)
dan atau isolasi virus Campak positif.
b. Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus konfirmasi, dalam periode
waktu 1 2 minggu.

c.2. Pengobatan penyakit campak


Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Tidak ada obat yang secara
langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan istirahat di tempat tidur,
kompres dengan air hangat bila demam tinggi. Anak harus diberi cukup cairan dan kalori,
sedangkan pasien perlu diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet disesuaikan
dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu kali. Apabila
terdapat malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU tiap hari. Dan bila
terdapat komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul
seperti :
d.1. Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu
mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.
d.2. Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan kebutuhan untuk mengurangi
oedema otak, di samping peomberian kortikosteroid, perlu dilakukan koreksi elektrolit dan
ganguan gas darah.
d.3. Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan
sampai tiga hari demam reda.
d.4. Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi.

d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan
tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter
mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit Campak.
Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai :
d.1. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik
d.2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
d.3. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu.

Penanggulangan Campak
Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit Campak
dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/reservoir Campak hanya pada manusia serta
tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85% dan dirperkirakan
eradikasi dapat dicapai 10 15 tahun setelah eliminasi.
Word Health Organisation (WHO) mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya eradikasi
(pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap
tahap yaitu :

a. Tahap Reduksi

Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :


a 1. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi Campak rutin dan
upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbitas Campak yang tinggi. Daerah ini masih
merupakan daerah endemis Campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian,
dengan pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
a 2. Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi 80% dan merata, terjadi penurunan tajam
kasus dan kematian, insidens Campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan
interval KLB antara 4-8 tahun.

b. Tahap Eliminasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi
rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus Campak sudah sangat jarang dan KLB hampir
tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan
diberikan imunisasi Campak.

c. Tahap Eradikasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak
ditemukan. Pada sidang The World Health Assambley (WHA) tahun 1998, menetapkan
kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus Noenatorum (ETN) dan Reduksi
Campak (RECAM). Kemudian pada Technical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka
Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap
reduksi dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk mencapai reduksi Campak
tersebut adalah :
a. Imunisasi rutin pada bayi 9 11 bulan (UCI Desa 80%)
b. Imunisasi tambahan (suplemen)
b.1 Catch up compaign : memberikan imunisasi Campak sekali saja pada anak SD kelas 1 s/d
6 tanpa memandang status imunisasi.
b.2 Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi Campak pada murid
kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT ) pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah
BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak
sekolah dan memutuskan rantai penularan dari anak sekolah kepada balita.
b.3 Crash program Campak : memberikan imunisasi Campak pada anak umur 6 bulan - > 5
tahun tanpa melihat status imunisasi di daerah risiko tinggi campak.
b.4 Ring vaksinasi : Imunisasi Campak diberikan dilokasi pemukiman di sekitar lokasi KLB
dengan umur sasaran 6 bulan (umur kasus campak termuda) tanpa melihat status imunisasi.

c. Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa).

d. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa


Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya
yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi
komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan
imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.

e. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap reduksi Campak dengan pencegahan kejadiaan luar biasa : pemeriksaan
laboratorium dilakukan terhadap 10 15 kasus baru pada setiap kejadiaan luar biasa.
Pemantauan kegiatan reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan dengan cara
kenaikan sebagai berikut :

1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui pencapaian cakupan


imunisasi.
2. Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus Campak.
3. Pemantauan data kasus Campak untuk melihat kecenderungan kenaikan kasus Campak
menurut waktu dan tempat.
4. Pemantauan kecenderungan jumlah kasus Campak yang ada untuk melihat dampak
imunisasi Campak.

Evaluasi kegiatan reduksi Campak dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator yaitu :
a. Cakupan imunisasi tingkat desa/kelurahan. Apakah cakupan imunsasi Campak sudah >
90%

b. Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan kelengkapan laporan W2 > 90%.

c. Indikator manajemen kasus Campak dengan kecepatan rujukan. Diharapkan CFR < 3%.
d. Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana cakupan sweeping hasil imunisasi di
daerah potensial KLB > 90%, dan cakupan sweeping vitamin A dosis tinggi > 90%.

Pemeriksaan Laboratorium dan Fisik


A. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan sejenis protein khusus yang terdapat dalam sel darah
merah dan merupakan 90% dari bagian setiap sel tersebut.Setiap sel darah merah
mengandung kira-kira 640 milyar molekul Hb. Hb merupakan molekul berbentuk sfera
dengan berat molekul kira-kira 64500 Daltons dan diameter kira-kira 6.4 nm. Ia
merupakan komponen tetramer yang terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida globin,
dengan setiap satunya berikatan dengan kelompok heme, yaitu sebuah kompleks antara
molekul besi dan protoporfirin. Hb merupakan komponen yang amat penting dalam
mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi tubuh. Fungsi utamanya adalah dalam
mengatur pertukaran O2 dan CO2 dalam jaringan tubuh yaitu mengambil O2 dari paru
kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh untuk digunakan sebagai bahan bakar serta
membawa CO2 dari jaringan tubuh hasil metabolisme ke paru untuk dibuang. Hb juga
turut berfungsi dalam mempertahankan bentuk normal sel darah merah. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kadar Hb adalah nutrisi, usia, jenis kelamin, aktivitas, iklim
lingkungan, dan penyakit yang menyertainya seperti leukemia, thalasemia, dan
tuberkulosi.

Cara Pengukuran
Cara pemeriksaan kadar Hb yang digunakan Laboratorium pada penelitian ini adalah
cara fotoelektrik atau Sianmethemoglobin. fotoelektrik atau Sianmethemoglobin
dilakukan dengan prinsip untuk mengubah Hb darah menjadi Sianmethemoglobin
dalam larutan yang berisi kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang
gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan Drabkin yang dipakai pada cara ini
mengubah Hb, oksiHb, metHb dan karboksiHb menjadi Sianmethemoglobin. Kadar Hb
ditentukan dari perbandingan absorbansinya dengan absorbansi standard
Sianmethemoglobin.

Metode ini adalah metode yang dianjurkan oleh International Commitee for
Standardization in Hematology (ICSH). Kelebihan dari metode ini adalah cara
pengukuran kadar Hb dengan teliti karena semua jenis Hb dapat diukur. Standar
Sianmethemoglobin yang ditanggung kadarnya bersifat stabil. Kesalahan cara ini dapat
mencapai kira-kira 2%. Kelemahan dari cara ini adalah kekeruhan dalam suatu sampel
darah dapat mengganggu pembacaan dalam fotokalorimeter dan menghasilkan
absorbansi dan kadar Hb yang lebih tinggi dari sebenarnya contohnya pada keadaan
leukositosis dan lipemia.
Gambar 5: Nilai ambang batas penentuan kadar Hb menurut WHO

Leukosit (sel darah putih)


Nilai normal : 3200 10.000/mm3 SI : 3,2 10,0 x 109/L Deskripsi: Fungsi utama
leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit organisme
asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibodi. Ada dua tipe
utama sel darah putih:

a. Granulosit: neutrofil, eosinofil dan basofil


b. Agranulosit: limfosit dan monosit

Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam jaringan


limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ dan jaringan.
Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino dibutuhkan
dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan dan
pelepasan leukosit. Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang
belum dewasa di sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit,
myelosit (ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofil padatahap
awal kedewasaan), dan akhirnya, neutrofi l. Perkembangan limfosit dimulai dengan
limfoblast (belum dewasa) kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya
menjadi limfosit (sel dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast
(belum dewasa) kemudian tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi
monosit (sel dewasa).

Implikasi klinik:

1. Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3


mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit
yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia.
Penderita kanker post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula
peningkatan leukosit walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.
2. Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l). Bila tidak ditemukan
anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia
3. Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.
4. Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin,
leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.
5. Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat meningkatkan
jumlah sel darah putih
6. Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit

Sel Darah Putih Differensial (Diff Count)


Nilai Normal :
Cara menghitung diff count: basofil/eosinofil/neut batang/neut segmen/limfosit/monosit
Deskripsi:

1. Neutrofil melawan infeksi bakteri dan gangguan radang


2. Eosinofil melawan gangguan alergi dan infeksi parasit
3. Basofil melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif
4. Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
5. Monosit melawan infeksi yang hebat

1) Neutrofil
Nilai normal:
Segmen: 36% - 73% SI unit : 0,36 0,73
Batang: 0% - 12% SI unit : 0,00 0,12

2) Eosinofil
Nilai normal : 0% - 6%
Eosinofil memiliki kemampuan memfagosit, eosinofil aktif terutama pada tahap
akhir infl amasi ketika terbentuk kompleks antigen-antibodi. Eosinofil juga aktif
pada reaksi alergi dan infeksi parasit sehingga peningkatan nilai eosinofil dapat
digunakan untuk mendiagnosa atau monitoring penyakit. Pada kasus ini, terjadi
eosinofilia yaitu peningkatan jumlah eosinofil lebih dari 6% atau jumlah absolut
lebih dari 500. Penyebabnya antara lain: respon tubuh terhadap neoplasma,
penyakit Addison, reaksi alergi, penyakit collagen vascular atau infeksi parasit.

3) Basofil
Nilai normal : 0% - 2%
Fungsi basofil masih belum diketahui. Sel basofil mensekresi heparin dan histamin.
Jika konsentrasi histamin meningkat, maka kadar basofil biasanya tinggi. Jaringan
basofil disebut juga mast sel.

4) Monosit
Nilai normal : 0%-11%
Deskripsi: Monosit merupakan sel darah yang terbesar. Sel ini berfungsi sebagai
lapis kedua pertahanan tubuh, dapat memfagositosis dengan baik dan termasuk
kelompok makrofag. Manosit juga memproduksi interferon.

5) Limfosit
Nilai normal : 15% - 45%
Merupakan sel darah putih yang kedua paling banyak jumlahnya. Sel ini kecil dan
bergerak ke daerah inflamasi pada tahap awal dan tahap akhir proses inflamasi.
Merupakan sumber imunoglobulin yang penting dalam respon imun seluler tubuh.
Kebanyakan limfosit terdapat di limfa, jaringan limfatikus dan nodus limfa. Hanya
5% dari total limfosit yang beredar pada sirkulasi.
B. Pemeriksaan Fisik (khusus dan umum)

Aspek-aspek Penting Pemeriksaan Fisik


Pemeriksa harus tetap mengajak bicara pasien saat melakukan pemeriksaan fisik
untuk menunjukkan perhatian terhadap penyakitnya dan menjawab setiap
pertanyaan pasien. Hal ini tidak hanya dapat mengurangi kegugupan pasien tetapi
juga membantu mempertahankan hubungan baik antara dokter-pasien.
Perlunya tindakan pencegahan bagi dokter: Penggunaan sarung tangan dapat
melindungi secara adekuat ketika melakukan pemeriksaan fisik atau ketika
menangani pakaian atau sprei yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh.
Sarung tangan harus dipakai ketika memeriksa pasien dengan lesi bernanah atau
dermatitis yang basah. Tangan dan permukaan kulit lainnya yang mungkin
terkontaminasi, harus dicuci sesegera mungkin dengan sabun dan air mengalir, jika
secara tidak sengaja tercemar oleh darah atau cairan tubuh lainnya. Semua benda
tajam seperti jarum, harus dijaga dengan perhatian ekstra untuk mencegah
terjadinya luka. Seorang pasien harus dilakukan isolasi atau diberikan perlindungan
khusus jika dia menderita penyakit menular.

Dalam pemeriksaan fisik, terdapat beberapa komponen yang perlu dilakukan, yaitu
inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi.

A. Inspeksi
Inspeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat. Inspeksi merupakan
metode observasi yang digunakan dalam pemeriksaan fisik. Inspeksi yang merupakan
langkah pertama dalam memeriksa seorang pasien atau bagian tubuh meliputi :
general survey dari pasien.General survey merupakan bagian penting dan dilakukan
pada permulaan pemeriksaan fisik. Bahkan ada beberapa pemeriksaan general survey
yang dilakukan sebelum anamnesis, seperti mengamati cara berjalan pasien, ekspresi
wajah, tingkat kesadaran, dan lain-lain. Pemeriksaan general survey sangat efektif
untuk mengarahkan diagnosis karena terkadang kita sudah bisa menduga diagnosis at
the first sight (pada pandangan pertama). Tetapi dugaan tersebut harus tetap
dibuktikan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bila diperlukan.
Yang diobservasi saat inspeksi antara lain status/tingkat kesadaran, adanya tanda
distress, data yang didapat saat berjabat tangan, cara berpakaian, ekspresi wajah,
status mental, dan cara merawat diri pasien, habitus/bangunan tubuh, postur dan
gerakan tubuh, cara berjalan, inspeksi tangan, bau badan dan mulut, status nutrisi
pasien, serta ada atau tidaknya oedema.
B. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan dengan cara meraba menggunakan satu atau dua
tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk gambaran organ tubuh atau massa abnormal
dari berbagai aspek :
Ukuran : sebisa mungkin menggunakan ukuran 3 dimensi yang objektif
(panjang x lebar x tinggi, dalam centimeter), atau dibandingkan dengan ukuran
umum suatu benda (sebesar kedelai, kelereng, telur puyuh, dan lainlain).
Tekstur permukaan : Tekstur berguna untuk membedakan dua titik sebagai
titik-titik terpisah meskipun letaknya sangat berdekatan. Paling baik dideteksi
dengan ujung jari. Perbedaan kecil dapat diketahui dengan menggerakkan
ujung jari di atas daerah yang dicurigai. Deskripsinya adalah kering, kasar,
halus, tunggal, berkelompok atau noduler, menonjol atau datar.
Konsistensi massa : Konsistensi paling baik diraba dengan ujung jari,
tergantung pada densitasnya dan ketegangan dinding organ tubuh yang
berongga. Hasilnya berupa konsistensi kistik, lunak, kenyal seperti karet atau
keras seperti papan.
Lokasi massa
Suhu : sama dengan suhu bagian tubuh di sekitarnya atau lebih hangat. - Rasa
nyeri pada suatu organ atau bagian tubuh. - Denyutan atau getaran : denyut
nadi, kualitas ictus cordis. - Batas-batas organ di dalam tubuh : misalnya batas
hati. Dinilai pula apakah massa bersifat mobile (mudah digerakkan) atau
terfiksasi terhadap kulit dan organ di sekitarnya.

Suatu benjolan dapat diperiksa dengan palpasi menggunakan seluruh telapak tangan
atau jari. Dinilai di mana lokasinya, bagaimana bentuknya, berapa ukurannya,
bagaimana konsistensinya, bagaimana tekstur permukaan massa, adanya nyeri tekan,
suhu kulit di atas massa dibandingkan dengan suhu kulit di sekitarnya, dan mobilitas
massa terhadap kulit dan organ di sekitarnya. Dilakukan penilaian juga terhadap
keadaan limfonodi regional.

Cara melakukan palpasi :


1. Seperti pada inspeksi, sebelumnya diawali dengan wawancara untuk menggali
riwayat penyakit dan juga supaya pasien menjadi tenang.
2. Daerah yang akan diperiksa harus bebas dari pakaian yang menutupi.
3. Yakinkan bahwa suhu telapak tangan pemeriksa tidak dingin.
4. Pada fase awal diusahakan supaya terjadi relaksasi otot di atas organ yang akan
dipalpasi yaitu dengan cara melakukan fleksi lutut dan sendi panggul.
5. Derajat kekakuan otot dapat diketahui dengan melakukan palpasi dangkal.
6. Kekakuan otot lebih sering terjadi karena rasa takut atau gelisah, yang harus diatasi
dengan melakukan pendekatan psikologis.
7. Pada saat palpasi disarankan untuk sejauh mungkin dengan daerah yang sedang
mengalami luka terbuka.
8. Berbeda dengan palpasi thoraks, palpasi abdomen dilakukan terakhir setelah
inspeksi, auskultasi dan perkusi.
9. Cara meraba dapat menggunakan: Jari telunjuk dan ibu jari : untuk menentukan
besarnya suatu massa (bila massa berukuran kecil), Jari ke-2, 3 dan 4 bersama-sama :
untuk menentukan getaran/ denyutan, konsistensi, tekstur permukaan atau kualitas
suatu massa secara garis besar, Seluruh telapak tangan : untuk meraba kualitas suatu
massa seperti lokasi, ukuran, nyeri tekan, mobilitas massa (bila massa terletak jauh di
bawah permukaan tubuh atau berukuran cukup besar) serta menentukan batas batas
suatu organ.
10. Saat melakukan palpasi, berikan sedikit tekanan menggunakan ujung atau atau
telapak jari dan lihat ekspresi pasien untuk mengetahui adanya nyeri takan.
C. Perkusi
Perkusi adalah suatu metode pemeriksaan fisik dengan cara melakukan pengetukan
pada bagian tubuh dengan menggunakan jari, tangan, atau alat kecil untuk
mengevaluasi ukuran, konsistensi, batas atau adanya cairan dalam organ tubuh.
Perkusi pada bagian tubuh menghasilkan bunyi yang mengindikasikan tipe jaringan di
dalam organ. Perkusi penting untuk pemeriksaan dada dan abdomen. Penjalaran
gelombang suara ditentukan oleh kepadatan media yang dilalui gelombang tersebut
dan jumlah antar permukaan di antara media yang berbeda kepadatannya, hal ini
disebut resonansi. Udara dan gas paling resonan, jaringan keras padat kurang resonan.
Tergantung pada isi jaringan yang berada di bawahnya, maka akan timbul berbagai
nada yang dibedakan menjadi 5 kualitas dasar nada perkusi yaitu:
- Nada suara pekak : dihasilkan oleh massa padat, sepert perkusi pada paha.
- Nada suara redup : dihasilkan oleh perkusi di atas hati.
- Nada suara sonor/ resonan : dihasilkan oleh perkusi di atas paru normal.
- Nada suara hipersonor : dihasilkan oleh perkusi di atas paru yang emfisematous.
- Nada suara timpani : dihasilkan oleh perkusi di atas gelembung udara (lambung,
usus)
Pengetukan pada dinding dada/abdomen ditransmisikan ke jaringan dibawahnya,
direfleksikan kembali dan ditangkap oleh indera perabaan dan pendengaran
pemeriksa. Suara yang dihasilkan atau sensasi perabaan yang diperoleh tergantung
pada rasio udara-jaringan. Vibrasi yang dihasilkan oleh perkusi pada dinding dada
bisa membantu pemeriksa mengevalusi jaringan paru hanya sedalam 5-6 cm, tetapi
tetap berguna karena adanya perubahan rasio udara-jaringan. Perkusi membantu kita
menetapkan apakah jaringan tersebut berisi udara, cairan atau massa padat. Perkusi
berpenetrasi hanya sedalam 5 sampai 6 cm dalam rongga dada dan tidak dapat
membantu untuk mendeteksi kelainan yang lebih dalam. Perkusi dapat digunakan
untuk memeriksa gerakan diafragma, batas jantung, pembesaran hati dan limpa,
adanya asites dan lain-lain. Teknik perkusi ada 2 macam yaitu langsung dan tidak
langsung.
Teknik perkusi yang benar akan memberikan banyak informasi kepada klinisi. Teknik
perkusi yang benar pada seorang normal (bukan kidal) adalah sebagai berikut :

Hiperekstensi jari tengah tangan kiri. Tekan distal sendi interfalangeal pada
permukaan lokasi yang hendak diperkusi. Pastikan bahwa bagian yang lain dari
tangan kiri tidak menyentuh area perkusi.
Posisikan lengan kanan agak dekat ke permukaan tubuh yang akan diperkusi.
Jari tengah dalam keadaan fleksi sebagian, relaksasi dan siap untuk mengetuk.
Dengan gerakan yang cepat namun relaks, ayunkan pergelangan tangan kanan
mengetok jari tengah tangan kiri secara tegak lurus, dengan sasaran utama sendi
distal interfalangeal. Dengan demikian, kita mencoba untuk mentransmisikan
getaran melalui tulang sendi ke dinding dada. Ketoklah dengan menggunakan
ujung jari, dan bukan badan jari (kuku harus dipotong pendek).
Tarik tangan anda sesegera mungkin untuk menghindari tumpukan getaran yang
telah diberikan. Buatlah ketukan seringan mungkin yang dapat menghasilkan
suara yang jelas.
Lakukan perkusi secara urut dan sistematis. Bandingkan area perkusi kanan dan
kiri secara simetris dengan pola tertentu

Tabe
l:
Mac
am-
mac
am
suar
a
perk
usi

D. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan cara mendengarkan bunyi yang berasal dari
dalam tubuh, yang meliputi frekuensi, intensitas, durasi dan kualitasl, dengan bantuan
alat yang disebut stetoskop.
Frekuensi adalah ukuran jumlah getaran sebagai siklus per menit. Siklus yang banyak
perdetik menghasilkan bunyi dengan frekuensi tinggi dan sebaliknya. Intensitas
adalah ukuran kerasnya bunyi dalam desibel, lamanya disebut durasi. Kemampuan
kita untuk mendengarkan bunyi mempunyai batas tertentu, sehingga diperlukan suatu
alat bantu yaitu stetoskop. Alat ini digunakan untuk memeriksa paru-paru (berupa
suara nafas), jantung (berupa bunyi dan bising jantung), abdomen (berupa peristaltik
usus) dan aliran pembuluh darah. Dengan auskultasi akan dihasilkan suara akibat
getaran benda padat, cair atau gas yang berfrekuensi antara 15 sampai 20.000/detik.
Secara umum dibedakan atas suara bernada rendah dan tinggi. Suara yang bernada
rendah antara lain bising 77 presistolik, bising mid-diastolik, bunyi jantung I, II, III,
dan IV. Suara yang bernada tinggi antara lain bising sistolik dan gesekan perikard
(pericardial friction rub). Membran/diafragma akan menyaring suara dengan frekuensi
rendah bernada rendah (low frequency, low pitched) sehingga yang terdengar adalah
suara bernada tinggi. Bagian mangkuk akan menyaring suara dengan frekuensi tinggi
(high frequency, high pitched) sehingga suara yang terdengar adalah suara bernada
rendah bila mangkuk ditekan lembut pada kulit. Bila mangkuk ditekan keras pada
kulit, maka kulit dan mangkuk akan berfungsi seperti membran, sehingga yang
terdengar adalah suara berfrekuensi tinggi. Auskultasi paru untuk mendengar suara
nafas. Pernafasan yang tenang dan dangkal akan menimbulkan bising vesikuler yang
dalam keadaan normal terdengar di seluruh permukaan paru kecuali di belakang
sternum dan di antara kedua skapula dimana bising nafas Membran/ diafragma
Mangkuk/ bell Ear pieces/ ear plug 78 adalah bronkovesikuler. Bising vesikuler
ditandai dengan masa inspirasi panjang dan masa ekspirasi pendek. Auskultasi
jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi yang diakibatkan oleh adanya
kelainan pada struktur jantung dengan perubahan-perubahan aliran darah yang
ditimbulkan selama siklus jantung. Untuk dapat mengenal dan menginterpretasikan
bunyi jantung dengan tepat perlu dikenal dengan baik siklus jantung.
Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi timbul
akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam :
Bunyi jantung 1: disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler
terutama katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat
katup semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
Bunyi jantung 2: disebabkan karena getaran menutupnya katup semiluner aorta
maupun pulmonal.
Teknik auskultasi: Dalam melakukan auskultasi ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:

Suasana harus tenang, suara yang mengganggu dihilangkan.


Membuka pakaian pasien untuk mendengarkan bagian tubuh yang diperiksa.
Hangatkan bagian membran/ diafragma atau mangkuk agar tidak
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.
Menjelaskan kepada pasien apa yang ingin kita dengarkan. Menjawab dengan
baik setiap pertanyaan pasien terkait apa yang akan dan sudah kita periksa.
Jangan menekan terlalu keras bila menggunakan bagian mangkuk.
Menggunakan bagian diafragma untuk mendengarkan suara jantung yang
normal dan bising usus.
Pasangkan kedua ear pieces ke dalam liang telinga sampai betul-betul masuk,
tetapi tidak menekan.
Auskultasi paru dilakukan untuk mendeteksi suara nafas dasar dan suara nafas
tambahan. Hal ini dilakukan di seluruh dada dan punggung dengan titik
auskultasi sama seperti titik perkusi. Auskultasi dimulai dari atas ke bawah,
dan dibandingkan kanan dan kiri dada. Auskultasi paru pada bayi suara nafas
akan terdengar lebih keras dan lebih ramai 79 dibandingkan dengan dewasa.
Hal ini disebabkan karena pada bayi stetoskop terletak lebih dekat dengan
sumber suara.
Lakukan auskultasi secara urut dan sistematis. Auskultasi jantung dilakukan
meliputi seluruh bagian dada, punggung, leher, abdomen. Auskultasi ini tidak
harus dengan urutan tertentu. Namun dianjurkan membiasakan dengan
sistematika tertentu. Contohnya dimulai dari apeks, kemudian ke tepi kiri
sternum bagian bawah, bergeser ke sepanjang tepi kiri sternum, sepanjang tepi
kanan sternum, daerah infra dan supraklavikula kiri dan kanan, lekuk
suprasternal dan daerah karotis di leher kanan dan kiri. Kemudian seluruh sisi
dada, samping dada dan akhirnya seluruh punggung. Auskultasi sebaiknya
dimulai sisi mangkuk kemudian sisi diafragma. Auskultasi jantung pada anak
sering memiliki sinus disritmia normal, yang meningkat frekuensi jantungnya
pada saat inspirasi dan berkurang frekuensi jantungnya saat ekspirasi.
Auskultasi abdomen dilakukan setelah inspeksi, agar interpretasinya tidak
salah, karena setiap manipulasi abdomen akan mengubah bunyi peristaltik
usus. Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus. Frekuensi normal
5 sampai 34 kali permenit. Ada beberapa kemungkinan yang dapat ditemukan
antara lain bising usus meningkat atau menurun, desiran pada stenosis arteri
renalis, dan friction rubs pada tumor hepar atau infark splenikus.

Analisis Masalah

Epidemiologi campak

Campak merupakan penyakit endemic di banyak Negara terutama di negara


berkembang. Angka kesakitan diseluruh dunia mencaoai 5-10 kasus per 10.000 kasus
dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1.000 orang. Campak masih ditemukan di
negera maju. Sebelum ditemukan vaksin pada tahun 1963 di Amerika serikat,
terdapat lebih dari 1,5 juta kasus campak pertahun. Mulai tahun 1963 kasus campak
menurun drastic dan hanya ditemuka 100 kasus pada tahun 1998

Di Indonesia, campak masih menempati urutan 5 dari 10 penyakit utama pada bayi
dan anak balita (1-4Tahun) berdasarkan SKRT tahun 1985/1986. KLB masih terus
dilaporkan diantaranya KLB di pulau Bangka pada tahun1971 dengan angkan
kematian 12% dan Bengkulu, Palembang pada tahun1981 dengan 15%.

Angka kesakitan campak di Indonesia tercatat 30.000 kasusu pertahun yang


dilaporkan, meskipun kenyataannya hampir semua anak setelah usia balita pernah
terserang penyakit ini. Sebelum penggunaan vaksin campak penyakit ini biasanya
menyerang anak yang berusia 5-10 Tahun. Setelah masa imunisasi(1977), campak
sering menyerang anak usia remaja dan dewasa muda yang tidak mendapatkan
vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang diimunisasi saat usianya lebih dari 15
bulan. Penelitian di rumah sakit selama 1984-1988 melaporkan bahwa campak
paling banyak terjadi pada usia balita.

Interpretasi pemeriksaan laboratorium

REFERENSI
Regina. 2008. Campak. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122973-S-5431-Faktor-faktor-
Tinjauan%20pustaka.pdf
Halim, Ricky. 2016. Campak Pada Anak.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/31/28
Panjaitan, Dody. 2008. Karakteristik Anak Penderita Campak di Puskesmas Sibuhuan
Kecamatan Barumn Kabupaten Padang Lawas Tahun 2008.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26215
Andriani, Julia. 2009. Morbili/Measles/Campak. files-of-drsMed.tk
Tommy. 2009. Campak. http://journal.unair.ac.id/searching_na.html
Mulyo, Annang. 2015. Dasar- Dasar Pemeriksaan Fisik.
http://prodikedokteran.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/09/GABUNGAN MANUAL-
SEMESTER-1-Edisi-2015.pdf
Musrifani, Adenin Dian. 2012. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status
Imunisasi Dasar Pada Anak Usia 12-23 Bulan di Puskesmas Medan Marelan Tahun 2012.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37198/

Anda mungkin juga menyukai