ANTIANEMIA
MAKALAH
Disusun Oleh:
Ariz Iqbal Rizmawan ( 4002160163 )
Deri Ruli Ediana ( 4002160148 )
Riky Setiawan ( 4002160138 )
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, semua itu
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Makalah ini terwujud karena adanya pihak yang telah banyak membantu,
membimbing, serta memberi dorongan dan doa dalam menyelesikan makalah ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu dan memberi masukan pembuatan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
PENUTUP............................................................................................................. 20
A. Kesimpulan ................................................................................................. 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen
dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam
jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . keadaan ini sering menyebabkan energi
dalam tubuh menjadi menurun sehingga terjadi 5L atau lemah, lesu, lemas,
lunglai, dan letih.
Dalam hal ini orang yang terkena anemia adalah orang yang menderita
kekurangan zat besi. Seseorang yang menderita anemia akan sering
mengalami keadaan pusing yang sedang hingga berat dikarenakan
Meningkatnya penghancuran sel darah merah, Pembesaran limpa, Kerusakan
mekanik pada sel darah merah, Reaksi autoimun terhadap sel darah merah :
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal, Sferositosis herediter, Elliptositosis
herediter. Seseorang yang sering mengalami anemia di sebabkan karena
pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa
menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung.
B. Tujuan Penulisan
1
C. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama yang
terdiri dari bab pertama yaitu pendahuluan, bab kedua yaitu pembahasan dan
bab ketiga atau bab terakhir yaitu penutup.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anemi ferriprive
Disebabkan oleh kekurangan zat besi, dengan tanda-tanda kadar Hb
dibawah normal (hypochrom). Eritrosit lebih kecil (microcyter).
Anemi ini sering disebut anemi hypochrom, anemi microcyter atau
anemi sekunder.
2. Anemi megaloblaster
Disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 atau asam folat, dengan tanda
tanda dibawah darah merah membesar ( macrocyter)dengan kadar
Hb normal atau lebih tinggi (hyperchrom), disebut juga anemi primer.
Dalam keadaan yang lebih berat disebut anemi pernisiosa.\
3. Anemia Perniciosa
Anemi yang disebabkan kerusakan lambung sehingga tidak
terbentukfaktor intrinsik yaitu faktor yang diperlukan untuk absorpsi
vitamin B12 (ikatan glukoprotein dari lambung dan vitamin B12).
4. Anemia lainnya
Merupakan bentuk anemia serius yang tidak ada hubungannya dengan
kekurangan zat besi atau vitamin. Termasuk keadaan golongan ini
adalah:
3
a) Anemia aplastis, yaitu eritrosit atau unsur darah lainnya tidak
terbentuk. Penyebabnya antara lain karena faktor keturunan
(disebut juga anemia aplastis primer atau congenital); rusaknya
sumsum tulsng akibat efek samping obat seperti kloramfenikol,
karbimazol, sitostatika, (disebut juga anemia aplastis sekunder).
b) Anemia haemolitis , yaitu eritrosis dirusak, Hb dilarutkan dalam
serum dan diekskresikan lewat urin, misalnya pada malaria tropika.
4
B. MacamMacam Obat Antianemia
5
b. Absorpsi
Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum
dan jejenum proksimal; makin ke distal absorpsinya makin berkurang.
Zat ini lebih mudah di absorpsi dalam bentuk fero. Transportnya
melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang
sudah di absorpsi akan di ubah menjadi ion feri dalam sel mukosa.
Selanjutnya ion feri akan masuk kedalam plasma dengan perantara
transferin, atau diubah menjadi feritin dan di simpan dalam sel mukosa
usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan
akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe di ubah menjadi feritin.
Setelah di absorpsi, Fe dalam tubuh akan di ikat dalam transferin
(siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian di
angkut ke beberapa jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe.
c. Distribusi
Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin
(siderofilin), suatu beta 1-glubolin glikoprotein, untuk kemudian
diangkut ke berbagai jaringan, terutama kesum-sum tulang depot Fe.
Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding
dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma
tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain
transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk
keperluan eritropoesis, dan juga berfungsi sebagai gudang Fe.
d. Metabolisme
Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe mengikat suatu protein
yang disebut apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama
pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di
hati, limpa dan sum-sum tulang). Cadangan ini tersedia untuk
digunakan oleh sum-sum tulang dalam proses eritropoesis, 10%
diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan
untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool
6
telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak
dapat digunakan untuk eritropoesis.
Bila Fe diberikan IV,cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang
membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati,sedamgkan
setelah pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan
sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk
ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal
tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah berulang-ulang atau akibat
penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi
yang berlebihan pula.
e. Ekskresi
Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali biasanya sekitar
0,5-1 mg seehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel
kulit dan saluran cerna yang terkelupas, melalui keringat, urin, feses,
serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada proteinuria jumlah yang
dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang
mengelupas. Pada wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah
ekskresi Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid diperkirakan
sebanyak 0,5-1 mg sehari.
f. Indikasi
Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan
anemia defisiensi Fe. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan
oleh kehilangan darah. Selain itu dapat pula terjadi misalnya wanita
hamil (terutama multipara) dan pada mas pertumbuhan,karena
kebutuhan yanh meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia
defisiensi Fe. Pada anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula
berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum
tulang.
g. Efek Samping
Efek sampnt yang paling sering timbul berupa intoleransi dalam
sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut
dan yang diabsorpsi pada setiap pemberian. Gejala yang timbul dapat
7
berupa mual dan nyari lambung ( 7-20%), konstipasi ( 10%), diare
( 5%) dan kolik. Gangguan ini biasa ringan dan dapat dikurangi
dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan,
walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang.
Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat
suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan,
peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan
lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV.
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan
terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang
seperti gula-gula. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna,mulai
dari iritasi, korosi sampai tejdai neksrosis. Gejala yang timbul berupa
mual, muntah, diare, hemetemesis serta fese berwarna hitam karena
perdarahan pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps
kardiovaskular dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat
menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut
berlebihan dikemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat
timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam minum obat.
Terapi yang dapat dilakukan adalah pertam-tama diusahakan agar
pasien muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat
mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang
dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan
menggunakan larutan natrium bikarbonat 1%. Selanjutnya kedaan syok
dehidrasi dan asidosis harus diatasi.
h. Sediaan dan Dosis
1) Sediaan oral
Karena berasal dalam bentuk fero paling mudah diabsorpsi maka
preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai
garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumalat.
Tidak ada perbedaan absorpsi diantara garam-garam fero ini. Jika
ada, mungkin disebabkan oleh perbedaan asam lambung. Dalam
8
bentuk garam sitrat, karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar
diabsorpsi, demikian juga sebagai garam feri (Fe3*).
Untuk mengatasi defisiensi Fe dengan cepat umumnya dibutuhkan
sekitar 200-400 mg elemen besi selama kurang lebih 3-6 bulan.
Tabel beberapa jenis preparat besi oral
Elemen besi Dosis lazim untuk
Preparat Tablet tiap tablet dewasa
(tablet/hari)
Fero sulfat (hidrat) 325 mg 65 mg 3-4
Fero glukonat 325 mg 36 mg 3-4
Fero fumarat 200 mg 66 mg 3-4
Fero fumarat 325 mg 106 mg 2-3
2) Sediaan parental
Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dalam dan IV hanya
diberikan bila pemberian oral tidak mungkin, misalnya pasien
bersifat intoleran terhadap sediaan oral atau pemberian oral tidak
mungkin menimbulkan respons teraupetik.
Iron-dextran (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap mL (larutan
5%) untuk penggunaan IM atau IV. Respons teraupetik terhadap
suntikan IM ini tidak lebih cepat daripada pemberian oral. Dosis
total yang diperlukan dihitung berdasarkan berat anemia, yaitu 250
mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb.
Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis
permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan diikuti dengan
peningkatan bertahan untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100
mg/hari. Obat harus diberikan parlahan-lahan yaitu dengan
menyuntikkan 25-50 mg/menit. Pasein dengan riwayat alergi dan
pasien yang sebelumnya pernah mendapat preparat besi secara
suntikan lebih besar kemungkinannya untuk mengalami reaksi
hipersensivitas.
9
i. Sumber Alami
Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/
100g) adalah hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang, kacang-kacangan
dan buah-buahan yang tertentu. Makanan yang mengandung besi
dalam jumlah sedang (1-5mg/100g) termasuk diantaranya daging,
ikan, unggas, sayur-sayuran yang berwarna hijau dan biji-bijian.
Sedangkan susu atau produknya dan sayuran yang kurang hijau
mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g).
2. Vitamin B12
10
pernisiosa dimana faktor instrinsik castle berkurang atau tidak ada,
kebtuhan ini akan meningkat, sebab apa yang dikeluarkan melalui
saluran empedu tidak dapat reabsorpsi.
b. Absorpsi
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan
SK. Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah
suntikan IM. Hidrosokobalamin dan koenzim B12 lebih lambat
diabsorpsi, agaknya karena ikatannya yang lebih kuat dengan protein.
Absorpsi per oral berlangsung lambat di ileum, kadar puncak dicapai
8-12 jam setelah 3 g. Absorpsi ini berlangsung dengan dua
mekanisme, yaitu dengan perantaraan faktor instrinsik castle (FIC)
dan absorpsi secar langsung.
1) Absorpsi dengan perantaraan FIC
Absorpsi dengan perantaraan FIC sangat penting, dan sebagian
besar anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan mekanisme
ini. Setelah dibebaskan dari ikatan protein vitamin B12 dari
makanan akan membentuk kompleks B12- FIC. FIC hanya mampu
mengikat sejumlah 1,5-3 g vitamin B12 . Kompleks ini masuk ke
ileum dan disini melekat pad reseptor khusus sel dimukosa ileum
untuk diabsorpsi. Absorpsi berlangsung dengan mekanisme
pinositosis oleh sel mukosa ileum. FIC yang dihasilkan oleh sel
parietal lambung,merupaka suatu glikoprotein dengan berat
molekul 60.000. Bila sekresi FIC bertambah,misalnya akibat obat-
obat kolinergik, histamine, dan mungkin juga beberapa hormone
seperti ACTH, kortikosteroid dan hormon tiroid, maka absorpsi
vitamin B12 juga akan meningkat. Karena untuk diabsorpsi
vitamin B12 harus dibebaskan lebih dulu dari protein, maka jumlah
yang diabsorpsi juga tergantung dari ikatannya dengan
makanan/jenis makanan.
11
2) Absorpsi secara langsung
Absorpsi secara langsung tidak begitu penting karena baru terjadi
pada kadar vitamin B12 yang tinggi, dan berlangsung secara difusi
jadi merupakan suatu mass action affect
c. Distribusi
Setelah diabsorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat
dengan plasma. Sebagian besar terikat pada beta-globulin
(transkobalamin II), sisanya terikat pada alfa-glikoprotein
(transkobalamin I) dan inter-alfa-glikoprotein (transkobalamin III).
Vitamin B12 yang terikat pada transkobalamin II akan diangkut ke
berbagai jaringan, terutama hati yang merupakan gudang utama
penyimpanan vitamin B12 (50-90%). Kadar normal vitamin B12
dalam plasma adalah 200-900 pg/mL dengan simpanan sebanyak 1-10
mg dalam hepar.
d. Metabolisme dan ekskresi
Baik sianokobalamin maupun hidroksokobalamin dalam jaringan dan
darah terikat oleh protein. Di dalam hati kedua kobalamin tersebut
akan diubah menjadi koenzim B12. Pengurangan jumlah kobalamin
dalam tubuh disebabkan oleh ekskresi melalui saluran empedu,
sebanyak 3-7 g sehari harus direabsorpsi dengan perantaraan FIC.
Ekskresi bersama urin hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat
protein. 80-95% vitamin B12 akan diretensi dalm tubuh bila diberikan
dalm dosis sampai 50 g dengan dosis yang lebih besar,jumlah yang
diekskresi akan lebih banyak.
e. Indikasi
Pasien yang sensitif pada sianokobalamin/vitamin/cobalt. Tidak boleh
digunakan pada pasien "Early Leber's disease" (hereditary optic nerve
atrophy)
f. Efek Samping
Sianokobalamin biasanya tidak toksik meski dalam dosis besar. Diare
sementara, trombosis perifer, vaskuler, gatal, urtikaria, persaan
bengkak di seluruh tubuh, anafilaksis, dan kematian pernah dilaporkan
12
pada pasien yang menerima sianokobalamin secara parenteral.
Beberapa pasien menunjukkan reaksi yang positif pada tes kulit
dengan sianokobalamin yang telah dimurnikan/hidroksokobalamin.
Udema pulmonari dan kegagalan hati pernah dilaporkan terjadi pada
pasien yang menjalani terapi sianokobalamin.
g. Sediaan dan Dosis
Vitamin B12 diindikasikan untuk pasien defisiensi vitamin B12
misalnya anemia pernisiosa. Pada pasein anemia pernisiosa yang berat,
selain gejala anemia mungkin terdapat trombositopenia dan leucopenia
berat, kerusakan neurologik, kerusakan hati berat atau komplikasi
bentuk lain.
Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan
laruan untuk disuntikan. Penggunaan sediaan oral pada pengobatan
anemia pernisiosa kurang bermanfaat dan biasanya tetapi oral lebih
mahal dari pada terapi parenteral. Sediaan antinemia yang terdiri dari
campuran Fe, vitamin B12, asam volat, kobal, Cu, ekstrak hati dan
sebagainya.
Dikenal tiga jenis suntikan vitamin B12 yaitu :
1) larutan sianokobalamin yang berkekuatan 10-100 g/mL
2) larutan ekstrak hati dalam air
3) suntikan depot vitamin B12
Suntikan larutan sianokobalamin jarang sekali menyebabkan reaksi
alergi dan iritasi ditempat suntikan. Kalau terjadi reaksi alergi biasanya
karena sediaannya tidak murni. Manfaat larutan ekstrak hati terhadap
anemia pernisiosa disebabkan oleh vitamin B12 yang terkandung di
dalamnya. Penggunaan suntikan ekstrak hati ini dapat ini dapat
menimbulkan reaksi alergi lokal maupun umum, dan dari yang ringan
sampai yang berat. Reaksi ini disebabkan oleh allergen yang bersifat
spesies spesifik dan bukan organ spesifik. Tidak ada hipersinsitivitasi
silang antara larutan ekstrak hati dengan sionikobalamin. Tujuan
pengguanaan suntikan depot vitamin B12 adalah untuk mengurangi
frekuensi suntikan.
13
Dosis sianokobalamin untuk pasein anemia pernisiosa tergantung dari
berat anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respons terhadap
pengobatan. Secara garis besar cara penggunaannya dibagi atas terapi
awal yang intensif da terapi penunjang.
Sebelum pengobatan dimulai dapat dilakukan percobaan terapi untuk
memastikan diagnosis anemia pernisiosa. Untuk ini hanya dibutuhkan
dosis 1-10 g sehari yang diberikan selam 10 hari. Jumlah sekecil ini
akan menimbulkan respons hematologik berupa reaksi retikulosit pada
anemia pernisiosa tanpa komplikasi.
Pada terapi awal diberikan dosis 100 g sehari parenteral selama 5-10
hari. Dengan terapi ini respons hematologik baik sekali, tetapi respons
dapat kurang memuaskan bila terdapat keadaan yang menghambat
hematopoesis misalnya infeksi, uremia atau penggunaan
kloramfenikol. Respon yang buruk dengan dosis 100 g/hari selama
10 hari, mungkin juga disebabkan oleh salah diagnosis atau potensi
obat yang kurang.
Terapi penunjang dilakukan dengan memberikan dosis pemeliharaan
100-200 g sebulan sekali sampai diperoleh remisi yang lengkap yaitu
jumlah eritrosit dalam darah +- 4,5 juat/mm3 dan morfologi
hematologik berada dalam batas-batas normal. Kemudian 100 g
sebual sekali cukup untuk mepertahankan remisi. Pemberian dosis
pemeliharaan setiap bulan ini penting sebab retensi vitamin B12
terbatas, walaupun diberikan dosis sampai 100 g.
14
Vitamin B12 dalam makanan manusia juga terikat pada protein, tetapi
akan dibebaskan proses proteolisis. Jenis makanan yang kaya akan
vitamin B12 adalah jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang. Kuning
telur, susu kering bebas lemak dan makanan yang berasal dari laut
(ikan sardine, kepiting) mengandung vitamin B12 dalam jumlah
sedang.
3. Asam Folat
a. Kebutuhan Folat
Kebutuhan tubuh akan folat rata-rata 50 g sehari, dalam bentuk
PmGA, tetapi jumlah ini dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme dan
laju malih sel (cellturn-over) setiap harinya. Jadi peningkatan
metabolisme akibat penyakit infeksi, anemia hemolitik dan adanya
tumor ganas akan meningkatkan kebutuhan folat.
b. Absorpsi
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali terutama 1/3 bagian
proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi
memerlukan energi, sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat
berlangsung secara difusi. Walaupun terdapat gangguan pada usus
halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama
sabagai PmGA.
c. Distribusi
Ada tidaknya transport protein belum dapat dipastikan, tetapi yang
jelas 2/3 dari asam folat yang terdapat dalam plasma darah terikat pada
15
protein yang tidak difiltrasi ginjal. Distribusinya merata ke seluruh
jaringan dan terjadi penumpukan dalam cairan serebrospinal.
d. Ekskresi
Ekskresi berlangsung melalui ginjal, sebagian besar dalam bentuk
metabolit. Pada orang dengan diet normal, jumlah yang diekskresi
hanya sedikit sekali dan akan meningkat bila folat dalam jumlah besar.
e. Indikasi
f. Efek Samping
Reaksi alergi, bronkospasme, wajah memerah, gatal, erupsi sementara.
16
g. Sediaan dan Dosis.
Asam folat tersedia dalam bentuk tablet yang mengandung 0,4; 0,8;
dan 1 mg asam pteroilglutamat dan dalam larutan injeksi asam folat 5
mg/ml. Setelah itu, asam folat terdapat dalam berbagai sediaan
multivitamin atau digabung dengan antianemia lainnya. Asam folat
injeksi biasanya hanya digunakan sebagai antidotum pada intoksikasi
antifolat (antikanker).
4. Obat Lain
a. Ribovlafin
Ribovlafin (vitamin B12) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN)
dan flavin-adenin-dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim
dalam merabolisme flavo-protein dalam pernapasan sel. Sehubungan
dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia
normokronik-normositik (pure rd-cell aplasia). Anemia defisiensi
riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana
ternyata faktor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan.
Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
b. Piridoksin
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang
pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia
mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia
normoblastik sideroakrestik dengan sejumlah Fe non hemoglobin yang
banyak dalam precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat
anemia megaloblastik. Pada keadaan iniabsorpsi Fe meningkat, Fe-
bending protein menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan
daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didaptkan gejala
hemosiderosis.
c. Kobal
Kobal dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan
eritrosit pada beberapa pasein dengan anemia refrakter, seperti yang
terdapat pada pasien talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal,
17
tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsang
pembentukan eritropoetin yang berguna untuk meningkatkan ambilan
Fe dalam sumsum tulang, tetapi ternyata pada pasien anemia refrakter
biasanya kadar eritropoetin sudah tinggi.
Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe, karena ternyata
kobal dapat meningkatkan absorpsi Fe melalui usus. Akan tetapi, kobal
dapar menimbulkan efek toksik berupa erupsi kulit, struma, angina,
tinnitus, tuli, payah jantung sianosis, korna, malaise, anoreksia, mual
dan muntah.
d. Eritropoietin
Berinteraksi dengan reseptor eritropoietin pada permukaan sel induk
sel darah merah, menstimulasi poloferasi dan diferensiasi eritroit.
Eritropoietin juga menginduksi pelepasan retikulosis dari sumsum
tulang. Eritrpoietin endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon
terhadap hipoksia jaringan. Bila terjadi Anemia maka eritropoietin
diproduksi lebih banyak olh ginjal, dan hal ini merupakan tanda bagi
sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.
Keadaan anemia dapt diperbaiki bila respon sumsum tulang tidak
terganggu adalah adanya defisiensi zat besi. Setelah pemberian
intravena masa paruh eritropoietin pada pasien gagal ginjal kronik
sekitar 4-13 jam. Eritropoiten tidak dikeluarkan melalui dialisis.
Indikasi
Eritropoitin diindikasi untuk anemia pada pasien gagal ginjal kronik.
Pada pasien ini pemberian eritropoitin umumnya meningkatkan kadar
hematocrit dan hemoglobin dan mengurangi/menghindari kebutuhan
transfuse darah. Pemberian secara subkutan tiga kali seminggu lebih
disenangi karena absorpsi nya lebih lambat dan jumlah yang
dibutuhkan berkurang 20-40% umumnya pasien anemia akibat
gangguan primer atau sekunder pada sumsum tulang kurang
memberikan respon terhadap pemberian eritropoietin.
18
Efek Samping
Yang paling sering adalah bertambah beratnya hipertensi yang dapat
terjadi pada sekitar 20-30% pasien,dan paling sering akibat
peningkatan hematocrit yang terlalu cepat. Meskipun masih
kontroversial dilaporkan peningkatan tendensi trombosit pada pasien
dialysis.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam
darah. Anemia dapat diketahuui dengan adanya pemeriksaan darah lengkap
laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan
pada darah manusia dengan menghitung seluruh komponen pembentuk darah.
Banyak cara penangan yang dilakukan untuk mengatasi penyakit ini salah
satunya adalah pemberian fe, dan lain-lain.
Obat anemia adalah obat yang dapat diberikan berupa suplemen zat
besi (fe) untuk memulihkan kekurangan sel darah merah. Selain zat besi,
vitamin B12 sering diberikan untuk pengobatan anemia pernisiosa. Jalan
terakhir jika anemia sudah mencapai stadium akut dan parah adalah dengan
transfusi darah.
20