NOC
TAGS
SISTEM KARDIOVASKULAR
1 Defenisi
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya
kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan
pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
atau kemampuannya hanya adakalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi
kanan (Mansjoer, 2001)
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan dari ventrikel
jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah,
menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen. Cerebral hypoxia, atau kekurangan penyediaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran danberhenti bernafas dengan tiba-tiba.
(Wikipedia)
2 Etiologi
Kelainan otot jantung
Aterosklerosis koroner
Faktor sistemik
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4 kelainan
fungsional :
3 Manifestasi Klinis.
Tanda dominan Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan
vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat
berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang
datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.Dapat terjadi
ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea ( PND)
Batuk
Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolismeJuga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
karena distress pernafasan dan batuk.
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat
badan.
Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepa.
Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
Nokturia
Kelemahan.
4 Anatomi
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di
luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).
Kerja Fungsi jantung adalah mengatur distribusi darah ke seluruh bagian tubuh. Bentuk jantung
menyerupai jantung pisang, besarnya kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. Bagian
atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang
disebut apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri
bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat di belakang kiri
antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae.
Lapisan jantung itu sendiri terdiri dari Perikardium, Miokardium, dan Endokardium. Berikut ini
penjelasan ketiga lapisan jantung yaitu
Perikardium (Epikardium)
Epi berarti di atas, cardia berarti jantung, yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di
bagian luar yang membungkus jantung. Terdiri dari dua lapisan :
2. Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perikardium parietalis
membatasi perikarduim fibrosum sering disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang
mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan
jantung.
Miokardium
Myo berarti "otot", merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian
besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung. Lapisan
otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner.
Endokardium
Endo berarti "di dalam", adalah lapisan tipis endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi
bagian dalam seluruh sistem sirkulasi peredaran darah
Ruang-Ruang Jantung
Berbicara mengenai anatomi jantung maka organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang
berdinding tipis disebut dengan atrium (serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal yang disebut
dengan ventrikel (bilik). Atrium dan ventrikel jantung ini masing-masing akan dipisahkan oleh sebuah
katup, sedangkan sisi kanan dan kiri jantung akan dipisahkan oleh sebuah sekat yang dinamakan
dengan septum. Septum atau sekat ini adalah suatu partisi otot kontinue yang mencegah
percampuran darah dari kedua sisi jantung.
Jantung terdiri dari beberapa ruang jantung yaitu atrium dan ventrikel yang masing-masing dari
ruang jantung tersebut dibagi menjadi dua yaitu atrium kanan kiri, serta ventrikel kiri dan kanan.
ATRIUM
Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava inferior, serta sinus
koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan
selanjutnya ke paru. Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava
superior (kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada lebih rendah). Simpul
sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot jantung dari atrium berkontraksi
dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang. Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan
dari ventrikel kanan, akan terbuka untuk membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium
kanan mengalir ke ventrikel kanan
Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis.
Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Atrium
kiri menerima darah beroksigen dari paru-paru melalui vena paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh
node sinoatrial kemajuan melalui atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri
VENTRIKEL
Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah de-oksigen sebagai kontrak atrium kanan. Katup paru
menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah
ventrikel penuh, mereka kontrak. Sebagai kontrak ventrikel kanan, menutup katup trikuspid dan
katup paru terbuka. Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari dukungan ke atrium kanan dan
pembukaan katup paru memungkinkan darah mengalir ke arteri pulmonalis menuju paru-paru.
Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
Ventrikel kiri menerima darah yang mengandung oksigen sebagai kontrak atrium kiri. Darah
melewati katup mitral ke ventrikel kiri. Katup aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk
mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh, dan berkontraksi. Sebagai kontrak ventrikel
kiri, menutup katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral mencegah darah dari
dukungan ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta memungkinkan darah mengalir ke aorta dan
mengalir ke seluruh tubuh.
5 Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet
dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan
cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin
Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson
G, 2000).
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer
(peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Jackson G, 2000).
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan
aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi
sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus
vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air
serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan
pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Jackson G, 2000).
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas
terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di
atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia
Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip
dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf
pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide
meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus
renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai
terapi pada penderita gagal jantung (Santoso A, 2007). Vasopressin merupakan hormon antidiuretik
yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan
pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia (Santoso A, 2007).
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor
yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab
atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat
gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding
ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian
ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada
penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 % penderita gagal
jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering
ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
6 Pemeriksaan penunjang
a. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura
yang menegaskan diagnosa CHF.
b. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan AMI), Ekokardiogram
c. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah
7 Penatalaksanaan
Oksigenasi
b. Terapi Farmakologis :
Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan
peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan
harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan
kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan
1. Pengkajian
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, hiperlipidemia.
Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan obat diuretic, nitrat, penghambat
beta serta antihipertensi. Apakah ada efek samping dan alergi obat.
Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota keluarga yang meninggal, apa
penyebab kematiannya
Kebiasaan merokok
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi system saraf pusat
Breathing
Terlihat sesak
Bleeding
Brain
Sianosis perifer
Bladder
Oliguria
Edema ekstrimitas
Bowel
Mual
Muntah
Bone
Kelemahan
Kelelahan
Psikososial
Interaksi social : stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping.
2. Diagnosa
a. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi,
hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
b. efusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan thrombus atau emboli
c. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
3. Intervensi
- membuat keputusan
dengan benar
- menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan
gerakan involunter
Respiratory monitoring
- Monitor rata rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
- Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
- Tentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
TAGS
SISTEM KARDIOVASKULAR
1 Defenisi
Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi Paru merupakan kondisi yang tidak terlihat
secara klinis sampai pada tahap lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas,
pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat
menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan
gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun
1891.
Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi pulmonal idiopatik (IPAH, atau hipertensi pulmonal
primer) dan Hipertensi pulmonal sekunder.
Merupakan hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini paling sering terjadi
pada usia 20 tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya fatal dalam 5 tahun diagnosis. Hipertensi
pulmonal primer lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian
pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai
timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun.
b. Hipertensi Pulmonal Sekunder
Merupakan bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paruatau jantung yang diderita
oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri
pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan
kelainan neuromuskular.
2 Etiologi
Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke dalam vena pulmonalis, maka
tekan dalam arteri pulmonalis harus lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka
setiap kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral, insufisiensi mitral dan
ventrikel kiri yang hipertrofi akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula.
Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka pada beberapa penderita terjadi
vasokonstriksi arteriol pulmonal yang aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap
pengaliran darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri pulmonalis meningkat,
misal pada penderita dengan stenosis mitral yang berat dan kadang-kadang pada penderita dengan
insufisiensi mitral atau dengan gagal jantung kiri. Faktor penyebab ini dihubungkan pula dengan
faktor familial.
Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan dilatasi pembuluh darah paru dan
terbukanya lubang saluran yang sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi
peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya sampai
lebih 3 kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang lebih besar dalam paru agar pengaliran
darah dapat berlangsung.
Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami obliterasi maka diperlukan
peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada
kelainan dengan embolus paru yang berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam
paru. Pada penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang luas dan pada
hipertensi pulmonal idiopatik.
3 Manifestasi Klinis.
Sesak nafas yang timbul secara bertahap, ntuk meningkatkan secara bertahap atau mendadak nafas
dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi
hiperventalasi (napas cepat dan dalam), kelemahan, batuk tidak produktif, Pasien mengeluh
berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar
menunjukkan episode sinkop. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu, kemudian
terjadi edema periferyaitu pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki, terutama pada
pagi hari dan sore hari mengalami perbaikan.
Pada pasien Hipertensi pulmonal, juga terjadi kelainan hepatomegali karena peningkatan kerja
jantung kanan untuk memompakan darah ke paru melalui resistensi arteri pulmonal yang
meningkat, sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan. Karena pada hipertensi
pulmonal, curah jantung berkurang maka terjadi penimbunan darah yang abnormal dalam ventrikel
kanan sehingga kemungkinan untuk mengalami gagal jantung kanan dapat terjadi setiap saat.
Kelelahan, dispnoe, angina pektoris, kejang dan sinkop merupakan gejala yang umumnya ditemukan.
Edema biasanya terlihat pada keadaan yang lanjut, sedangkan hemoptisis terjadi akibat adanya
infark atau robeknya pembuluh darah yang abnormal dalam paru. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
anggota gerak yang dingin, sianosis perifer, nadi dengan amplitudo yang kecil, tekanan vena jugularis
meningkat, aktivitas daerah jantung kanan bertambah, komponen pulmonal bunyi jantung II
mengeras, terdengar pula pulmonary ejection click dan bising sistolik ejeksi, bising pansistolitik
pada daerah tricuspid, bising mid-diastolik pada sisi tulang sternum sebelah kiri dan terdapatnya
irama derap atrium pada daerah tricuspid.
4 Patofisiologi
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam paru.
Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh
darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam
pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung
kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi
suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran
darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari
normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas
5 Pemeriksaan penunjang
Pertama kali mencurigai klinis hipertensi pulmonal, harus melakukan pemeriksaan konfirmasi dan
pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal,di samping untuk
menentukan beratnya atau prognosis.Baru-baru ini suatu konsensus merekomendasikan
pemeriksaan untuk hipertensi pulmonal.
1) Ekokardiograf
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan
ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel
kiri, shunt jantung. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada
regurgitasi trikuspid. Bila pada pasien dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid
untuk menilai tekanan ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai kualitatif. Tanda-tanda
kualitatif tersebut yaitu pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta septum yang cembung atau
rata. Adanya efusi perikard menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik.
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional klien hipertensi
pulmonal adalah dengan tes ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur
kapasitas fungsional klien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah
digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT
tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
Pengukuran kaasitas vital paksa (FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi
volunter maksimum (MW), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas
paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan Hhipertensi pulmonal, yang dapat
mengidentifikasi secara significan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi
hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan
dengan penurunan volume paru pada HP.
Khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu diagnosis atau
membantu menemukan penyakit lain yang mendasari hipertensi pulmonal. Gambaran khas foto
toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan bayangan hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada
foto toraks lateral pembesaran ventrikel kanan.
5) Elektrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada klien HP sering menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan,
terkadang dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain ventrikel kanan ,dan pergeseran
aksis ke kanan, yang juga memliki nilai prognostik. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan
hipertrofi ventrikel kanan (panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi
pulmonal primer. Deviasi sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada
lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih) yang sangat spesifik
tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan.
CT Scan dilakukan hanya untuk membedakan apakah termasuk hipertensi pulmonal primer atau
hipertensi pulmonal sekunder. Tanpa zat kontras untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi,
emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk mendeteksi dan melihat penyakit
tromboemboli paru.
b. Pemeriksaan Invasif
1) Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel kanan dan mengukur
resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin,
inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidatif
positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya
20% dari tekanan awal.
2) Tes vasodilator
Vasoreaktivitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal, klien yang
respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan mengunakan blok kanal kalsium
(CCB) jangka panjang. Definisi respon adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal < 10
mmHg dengan penignkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan
apakah klien bisa diterapi dengan CCB oradenganzl.
3) Biopsi paru
Jarang dilakukan karena riskan pada klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila klien
yang diduga hipertensi pulmonal primer dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis
definitif
6 Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan
menggunakan obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara
memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta (pembuluh darah utama). Pada hipertensi
pulmonal pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen
merupakan suatu terapi yang lazim dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut belum
pernah dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut.
b. Obat-obatan vasoaktif
Obat-obat vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor endotelial,
PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan
dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor yang mendapat
persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi pulmonal
c. Terapi bedah
Pembedahan sekat antar serambi jantung (atrial septostomy) yang dapat menghubungkan antara
serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi kerugian dari
terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia). Transplantasi paru dapat
menyembuhkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka harapan
hidupnya kurang lebih selama 5 tahun.
d. Transplantasi paru-paru
Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal. Tranplantasi paru
adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi
pulmonal yang tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan
registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer memiliki tingkat
ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima
tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi
ventrikel kanan. Kambuhnya hipertensi pulmonal primer setelah transplantasi paru-paru belum
dilaporkan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa yang
digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas, fatique dan sinkop.
Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan, peny tiroid,
PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea, emfisema
e. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ.
Otak sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati,
hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma)
Mata retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan
menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur
Ginjal penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan
berat badan tiba-tiba, dan edema.
Pernafasan B1 (breath)
Kelemahan
Kardiovaskular B2 (blood)
Hepatomegali
Persyarafan B3 (brain)
Pusing
Perkemihan B4 (bladder)
Normal
Pencernaan B5 (bowel)
Normal
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kelemahan
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain:
3. Intervensi
Respiratory monitoring
- Tentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
Fluid Monitoring
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
TAGS
PENYAKIT DALAM
1 Defenisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk
sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal
dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2009)
2 Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US
yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi
nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik
masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus
eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan
diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan
sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006)
3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan
diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
g. Manifestasi Reproduktif
4 Patofisiologi
. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik.
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari
normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin
serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal,
kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood
ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)
5 Pemeriksaan penunjang
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan
etiologi.
b. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa
pembesaran ginjal.
c. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan
elektrolit
6 Penatalaksanaan
b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih)
c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
d. Transfusi darah
e. Transplantasi ginjal
1. Pengkajian
a. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD
dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan
obat-obatan dan sebagainya.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi,
rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga
dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.
Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
d. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan
BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya
antara tekanan darah dan suhu.
e. Pengkajian fisik
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis
sampai coma.
Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadimeningkat dan reguler.
Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangannutrisi, atau terjadi peningkatan
berat badan karena kelebihan cairan.
Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan
terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
Abdomen.
Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill
lebih dari 1 detik.
Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi
perikarditis.
2. Diagnosa
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
3. Intervensi
Monitor parameter
hemodinamik infasif
TAGS
SISTEM ENDOKRIN
1 Defenisi
Diabetesberasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan (siphon). Mellitus
berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Arjatmo, 2002).
2 Etiologi
a. Diabetes tipe I:
- Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
- Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
- Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3 Manifestasi Klinis.
a. Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
4 Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari
duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang pada vertebrata
lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun
manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh
duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ
ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel
yang membentuk usus.
(2). Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah.
Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh
pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 225 m. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta.
(1). Sel sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity .
Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah
mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh
darah kapiler. Pada penderita DM, sel betha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal
dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak
berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin
terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam
amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 7 dengan titik
isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor
yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang
berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa
darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin
meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina
merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot,
fibroblas dan sel lemak
5 Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi
akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif,
maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi)..
6 Pemeriksaan penunjang
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
7 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
5. Pendidikan
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak
sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria
d. Pemeriksaan Fisik
Neuro sensori
. Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ
(GJK)
Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent
dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium
menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton
. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising
usus lemah/menurun
Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif).
Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita
Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun
kesemuatan/rasa berat pada tungkai
Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam,
diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus
e. Aspek psikososial
Peka rangsangan
Alkalosis respiratorik
Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada
tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin
Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
dan kebutuhan akan insulin
Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka.
2. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
c. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme
pengaturan
3. Intervensi
Administrasi analgetik :.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
5. Atur kemungkinan
tranfusi
Soegondo S, dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, cetakan keenam. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP ASMA APLIKASI NANDA NIC NOC
TAGS
SISTEM PERNAFASAN
1 Defenisi
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos
bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. ( Huddak &
Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi
berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. ( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)
2 Etiologi
a. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena
kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain
pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.
b. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti
flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya
karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul
sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.
3 Manifestasi Klinis.
a. Stadium dini
2) Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
2) Whezing
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
7) Sianosis
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara luas agar
bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara hingga
mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus yang dilapisi oleh
membran mukosa bersilia.
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung, sedangkan
partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke
posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.
b. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah
dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan
perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Tempat
hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah
bening. Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri
dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang berfungsi
menutup laring pada waktu menelan makanan.
Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
c. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara. Laring
dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.
Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus sehingga kalau
ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi batuk yang membantu
benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap
terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini bergerak jalan
ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk bersama
dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus utama kiri
dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan bronkospasme
dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan
lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan
lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar udara
ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus
alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding
septus atau septum.
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan
pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps
alveolus pada ekspirasi.
Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta
thorakhalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium
kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Arteri
pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran ke paru-
paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah, darah yang teroksigenasi
dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis, yang selanjutnya membagikannya
melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh.
Difusi : pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
5 Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot polos,
edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang
dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan
volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru,
bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan
udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini
berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas
darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi
sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot
polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena
histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga
akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap
sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak
hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
6 Pemeriksaan penunjang
a. Spirometri
c. Pemeriksaan sputum
e. Uji kulit
g. Foto dada
h. Analisis gas darah
7 Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan
klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta
diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang
cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan
drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama
dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis
tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid.
Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul
empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan
secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
1. Pengkajian
a. Anamnesia
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi
yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar
individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali
sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial
yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling
umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera
dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin
menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah
nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b) Palpasi.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan
rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x
inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem Pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi
produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi
juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering
dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang
pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta
pernapasan cuping hidung
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi
pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis
d. Sistem Kardiovaskuler
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi
mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral
3. Intervensi
Respiratory Monitoring
Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
Tentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
TAGS
1 Defenisi
Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan
saat menghisap darah manusia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh
Demam berdarah Dengue adalah Infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropadborn Virus)
dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides (Aides albipices dan Aedes Aegypti).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegepty
2 Etiologi
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah adalah virus dengue. Virus
ini tergolong dalam family/suku/grup flaviviridae yang dikenal ada 4 serotipe, dengue 1, dengue 2,
dengue 3, dengue 4, yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti. Infeksi dengan salah satu
serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan. Tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotype lain
3 Manifestasi Klinis
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinik, yaitu: demam tinggi dan mendadak yang dapat mencapai
400C atau lebih dan terkadang disertai dengan kejang, demam, sakit kepala,anoreksia, mual muntah,
epigastrik, discomfort, nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut dan pendarahan, terutama
pendarahan kulit, walaupun hanya berupa uji tourniquet positif. Selain itu, pendarahan kulit dapat
terwujud memar atau juga berupa pendarahan spontan mulai dari petekie pada ektremitas, tubuh,
dan muka, sampai epistaksis dan pendarahan gusi. Sementara pendarahan gastrointestinal masih
lebih jarang terjadi dan biasanya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang berkepanjangan atau
setelah syok yang tidak dapat teratasi. Pendarahan lain seperti pendarahan sub konjungtiva
terkadang juga ditemukan. Pada masa konvalisen seringkali ditemukan eritema pada telapak kaki
dan hepatomegali. Hepatomegali biasanya dapat diraba pada permukaan penyakit dan pembesaran
hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa ikters
maupun kegagalan pendarahan.
4 Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF adalah system sirkulasi. System
sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dari paru-paru
ke
sela-sela tubuh. Selain itu, system sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa
metabolisme
dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung.
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa
karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara
bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut
juga basis kordis. Disebelah bawah agak runcing yang disebut apeks cordis. Letak jantung didalam
rongga dada sebelah depan, sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diagfragma
dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosa V dan VI dua jari dibawah papilla mamae. Pada
tempat ini teraba adanya denyut jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar
genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
2. Pembuluh Darah
a. arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah keseluru bagian
dan alat tubuh. Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel sinistra disebut
aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic dan terdiri dari 3
lapisan.
Arteri yang paling besar didalam tubuh yaitu aorta dan arteri pulmonalis, garis tengahnya kira-kira 1-
3 cm. arteri ini mempunyai cabang-cabang keseluruhan tubuh yang disebut arteriola yang akhirnya
akan menjadi pembuluh darah rambut (kapiler). Arteri mendapat darah dari darah yang mengalir
didalamnya tetapi hanya untuk tunika intima. Sedangkan untuk lapisan lainnya mendapat darah dari
pembuluh darah yang disebut vasa vasorum.
b. Vena
Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian/alat-
alat tubuh masuk ke dalam jantung. Tentang bentuk susunan dan juga pernafasan pembuluh darah
yang menguasai vena sama dengan pada arteri. Katup-katup pada vena kebanyakan terdiri dari dua
kelompok yang gunanya untuk mencegah darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukurannya
besar diantaranya vena kava dan vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang tang lebih kecil
yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
c. Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Diameternya kira-
kira 0,008 mm. Dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel. Bagian tubuh yang tidak terdapat
kapiler yaitu; rambut, kuku, dan tulang rawan. Pembuluh darah rambut/kapiler pada umumnya
meliputi sel-sel jaringan. Oleh karen itu dindingnya sangat tipis maka plasma dan zat makanan
mudah merembes ke cairan jaringan antar sel.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri dari dua bagian: bagian cair disebut plasma dan bagian
padat disebut sel darah. Warna merah pada darah keadaannya tidak tetap bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon
dioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan zat
ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran/metabolisme didalam tubuh. Pada tubuh yang sehat
atau orang dewasa terdapat darah seanyak kira-kira 1/3 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5
liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan,
keadaan jantung atau pembuluh darah.
Fungsi darah:
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan
perantaraan leukosit dan antibody/zat-zat antiracun.
Adapun proses pembentukan sel dara terdapat tiga tempat yaitu: sumsung tulang, hepar, dan
limpa
5 Patofisiologi
. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang
terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam
sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,
dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai
factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran
(perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat ,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis
dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut
3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena
viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi
ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial
seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan
karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam
rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang
terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat.
Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan
terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan
diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan
hebat.
Klasifikasi DHF menurut WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan
nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun,
(120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
6 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Trombosit menurun
6. Hiponatremia( NA rendah )
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto trorax( pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura
7 Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak
g. Monitor TTV
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnose medis.
b. Keluhan utama meliputi alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF saat dating ke
rumah sakit
c. Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utam yang merupakan keluhan klien, data yang
dikaji yang dirasakan klien saat ini.
d. Riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita penyakit yang diderita sekarang.
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status kesehatan dan praktek pencegahan
penyakit, keamanan/proteksi, tumbuh kembang, riwayat sakit yang lalu, perubahan status
kesehatan dalam kurun waktu tertentu
v Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai konsumsi makanan dan cairan, tipe
intake makan dan minum sehari, penggunaan suplemen, vitamin makanan. Masalah nafsu makan,
mual, rasa panas diperut, lapar dan haus berlebihan.
v Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai pola BAB, BAK frekwensi karakter BAB
terakhir, frekwensi BAK.
v Aktivitas Latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan energy, tipe dan keteraturan
latihan, aktivitas yang dilakukan dirumah, atau tempat sakit.
v Istirahat tidur
Meliputi informasi riwayat pasien tentang frekwensi dan durasi periode istirahat tidur, penggunaan
obat tidur, kondisi lingkungan saat tidur, masalah yang dirasakan saat tidur.
v Kognitif- perceptual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang fungsi sensori, kenyamanan dan nyeri, fungsi kognitif,
status pendengaran, penglihatan, masalah dengan pengecap dan pembau, sensasi perabaan, baal,
kesemutan
Meliputi riwayat pasien tentang peran dalam keluarga dan peran social, kepuasan dan
ketidakpuasan dengan peran
v Seksual reproduksi
Meliputi informasi tentang focus pasutri terhadap kepuasan atau ketidakpuasan dengan seks,
orientasi seksual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang metode untuk mengatasi atau koping terhadap stress
v Nilai kepercayaan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang nilai, tujuan, dan kepercayaan berhubungan dengan
pilihan membuat keputusan kepercayaan spiritual
2. Diagnosa
b. Risiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
c. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi
yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
3. Intervensi
Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
Nutrition Monitoring
C. Daftar Pustaka
Marsjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II Jilid I. Jakarta : Media Aesculopius
Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak. Edisi I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia
USA.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP TUBERKOLOSIS APLIKASI NANDA NIC NOC
TAGS
SISTEM PERNAFASAN
1 Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang hampir
seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru- paru. (Panduan
asuhan keperawatan profesional, 2012: 446)
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun
dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009)
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. (Depkes RI, 2007).
2 Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Myobakterium tuberkulosa, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/Um dengan tebal 0,3-0,6/Um dan tahan asam . Spesies lain kuman ini
yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M.bovis, M.kansasii, M. intracellulare,
sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak(lipid) lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam dam lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam jaringan
kuman hidup sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sito plasma magrofak. Sifat lain kuman ini
adalah aerop. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya ( Mansjoer , 2000)
3 Manifestasi Klinis
a. Gejala umum
Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih. Merupakan proses infeksi yang
dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang menyebabkan lesi pada jaringan parenkim paru.
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak adalah hasil dari
membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk berusaha mengeluarkan benda saing.
Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses batuk dan infeksi
Mycobacterium Tuberkulosis.
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi Mycobacterium
Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran pernapasan.
Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, serta nyeri dada juga dapat
mengakibatkan sesak napas.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Merupakan
gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus menerus mengakibatkan kelemahan, serta
nafsu makan berkurang, sehingga berat badan juga menurun, karena kelelahan serta infeksi
mengakibatkan kurang enak badan dan demam meriang, karena metabolisme tinggi akibat pasien
berusaha bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada malam hari
4 Anatomi Fisiologi
a. Anatomi paru
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara
kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar
toraks dan dasarnya, yaitu diagfrahma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan
dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui
trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan paru. Ketika dinding
dada dan diagfrahma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut
mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan
normalnya membutuhkan energi: fase ekspirasi normalnya positif. Inspirasi menempati sepertiga
dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
Pleura. Bagian terluar dari paru-paru, dikelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura, yang
juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diagfrahma. Pleura
parietalis melapisi tiraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat
ruang yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduannya bergeser dengan bebas selama ventilasi
Mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak
antara kedua lapisan pleura.
Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobu-lobus. Paru kiri atas lobus bawah dan atas, sementara
paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi
dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura
Bronkus dan bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru.
Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris
dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan
struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu.
Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh
jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf
Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15
sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu
lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapang tenis). Terdapat tiga jenis sel-sel
alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar
tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir, bakteri) dan
bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting. (Brunner & Suddarth, EGC : 2002)
b. Fisiologi
Transpor Oksigen.
Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari sel melalui sirkulasi darah. Sel-sel
berhubungan dekat dengan kapiler, yang berdinding tipis sehingga memungkinkan terjadinya
pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbon dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi dari
kapiler, menembus dinding kapiler ke cairan interstisial dan kemudian melalui membran sel-sel ke
jaringan, tempat dimana oksigen dapat digunakan oleh mitokondria untuk pernafasan selular.
Gerakan karbon dioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan arah yang berlawanan dari
sel ke dalam darah.
Pertukaran Gas.
Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena sistemik (dimana disebut darah vena)
dan mengalir ke sirkulasi pulmonal. Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru
lebih rendah dibanding dengan konsentrasi dalam kantung udara paru, yang disebut alveoli. Sebagai
akibat gradien konsentrasi ini, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Karbon dioksida yang
mempunyai konsentrasi dalam darah lebih tinggi dari dalam alveoli, berdifusi dari dalam alveoli.
Gerakan udara ke dan keluar jalan nafas (ventilasi) secara kontinue memurnikan oksigen dan
membuang karbon dioksida dari jalan dalam paru. Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara
atmosfir dan darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ini disebut respirasi.
5 Patofisiologi
Port deentri kuman microbakterium tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri dari satu sampai tiga
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atau paru-paru atau dibagian atas lobus bawah atau paru-paru tau dibagian bawah atas lobus
bawah.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah
hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil
juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitolit yang dikelilingi leh fosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 1 sampai 10 hari.
6 Pemeriksaan penunjang
a. Kultur sputum
b. Ziehl Nelsons
Pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk asupan cairan dalaqm darah, positif untuk basil asam
Reaksi positif ( area indurasi 10 mm / lebih besar terjadi 48 72 jam setelah injeksi intra dermal
antigen)
d. Foto thorak
Dapat menunjukkkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer.
Perubahan menunjukkkan lebih luas TB dapat termasuk ronggga, area fibrosa.
e. Histologi / kultur jaringan
Termasuk pembersihan gaster, urine, cairan serebrospinal, biopsi kulit. Positip untuk mycobacterium
tuberkulosis.
g. Elektrosit
h. GDA
Dapat norma tergantung pada lokasi dan beratnya kerusakan ruang mati
Penurunan kapasitas vital, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleura ( TB paru kronis paru luas).
7 Penatalaksanaan
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang diberikan selama
sebulan ( 28 hari)
1. Isoniasid (H)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis harian yang dianjurkan
5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X semingggu diberikan dengan dosis 10 mg
/ kg BB.
2. Rifamisin (R)
Dapat m,embnunuh kuman semi dormanf yang tidak dapat dibunuh isoniasid. Dosis 10 mg / kg BB
diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 X seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian dianjurkan 25
mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu
4. Streptomisin (S)
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat
Kelelahan
Mimpi buruk
b. Integritas Ego
Menyangkal
c. Makanan / Cairan
Kenyamanan
Nyeri dada
Gelisah
Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Defiasi trakeal
Keamanan
Interaksi Sosial
Pemeriksaan Diagnostik
1. Kultur Sputum
2. Zeihl-Neelsen
3. Tes Kulit
4. Foto Thorak
5. Histologi
8. GDA
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret
darah
3. Intervensi
C. DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 , EGC, Jakarta ,1999.
Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses penyakit , alih bahasa Peter
Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999
TAGS
SISTEM PENCERNAAN
1 Defenisi
Hepatitis merupakan infeksi pada hati, baik disebabkan oleh virus atau tidak. Hepatitis yang
disebabkan oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. hepatitis yang tidak disebabkan
oleh virus biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat kimia atau obat, seperti karbon tetraklorida,
jamur racun, dan vinyl klorida (Asep suryana abdurahmat, 2010: 153).
Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau
agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
2 Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005: 485) Secara umum hepatitis disebabkan oleh virus. Beberapa virus
yang telah ditemukan sebagai penyebabnya, berikut ini.
f. Hepatitis F (HFV)
g. Hepatitis G (HGV)
Namun dari beberapa virus penyebab hepatitis, penyebab yang paling dikenal adalah HAV
(hepatitis A) dan HBV (hepatitis B). Kedua istilah tersebut lebih disukai daripada istilah lama yaitu
hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara
parental dan nonparental (Price dan Wilson, 2005: 243). Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun,
yaitu suatu keadaan sebagai bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus, penyakit
sistematik dan juga bersifat idiopatik (Sue hincliff, 2000: 205).
3 Manifestasi Klinis
b. Stadium ikterik, yang berlangsung selama 3 6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan berkurang tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan
muntah, tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan nyeri tekan.
Ikterus mereda, warna urine dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih
cepat daripada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua. Karena penyebab yang biasa berbeda
4 Anatomi Fisiologi
. Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang iga kanan. Hati normal
kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma, 2006). Hati merupakan kelenjar tubuh yang
paling besar dengan berat 1000-1500 gram. Hati terdiri dari dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus
kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamentum Falsiformis (Noer, 2002).
Setiap lobus dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas
lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan
terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai
pertahanan hati (Price, 2006). Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan
saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris membentuk
duktus biliaris intralobular, yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta
(Chandrasoma, 2006)
2. Fungsi metabolic
Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu mengalirkan, kandungan empedu menyimpan
dan mengeluarkan ke dalam usus halus sesuai yang dibutuhkan. Hati mengekskresikan sekitar 1 liter
empedu tiap hari. unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu fosfolipid,
kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk
pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus. Oleh bakteri usus halus sebagian besar garam
empedu direabsorbsi dalam ileum, mengalami sirkulasi ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi
dan resekresi. Walaupun bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara
fisiologis tidak mempunyai peran aktif, ia penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran
empedu, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
b. Fungsi Metabolik
Hati memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan juga
memproduksi energi dan tenaga. Zat tersebut di atas dikirim melalui vena porta setelah diabsorbsi
oleh usus. Monosaksarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan di simpan dalam hati
(glikogenesis). Dari depot glikogen ini mensuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenesis)
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan unuk
menghasilkan panas atau tenaga (energi) dan sisanya diubah menjadi glikogen, disimpan dalam otot
atau menjadi lemak yang disimpan dalam jaringan subcutan. Hati juga mampu menyintetis glukosa
dari protein dan lemak (glukoneogenesis).
Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup. Protein plasma, kecuali globulin gamma,
disintetis oleh hati. Protein ini adalah albumin yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan
osmotik koloid, fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan yang lain.
Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan, dimana fungsi detoksifikasi oleh enzim-
enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi zat yang memungkinkan
membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Fungsi perlindungan
dimana yang berperanan penting adalah sel kuffer yang berfungsi sebagai sistem endoteal yang
berkemampuan memfagositosis dan juga menghasilkan immunolobulin.
Setiap menit mengalir 1200 cc darah portal ke dalam hati melalui sinusoid hati, seterusnya darah
mengalir ke vena sentralis dan menuju ke vena hepatika untuk selanjutnya masuk ke dalam vena
kava inferior. Selain itu dari arteria hepatika mengalir masuk kira-kira 350 cc darah. Darah arterial ini
akan masuk dan bercampur dengan darah portal. Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati
diperkirakan mencapai 1500 cc tiap menit.
5 Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi
toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul
dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada
hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar
yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar
baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan
fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan
peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan
atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum
mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan
duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.
Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan
melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada
duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah
mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin
konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus
6 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan pigmen
1) Urobilirubin direk
3) bilirubin urine
4) urobilinogen urine
5) urobilinogen feses
b. Pemeriksaan protein
3) globulin serum
4) HbsAG
c. Waktu protombin
5) LDH
6) Amonia serum
d. Radiologi
2) pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
e. .Pemeriksaan tambahan
1) Laparoskopi
2) biopsi hati
7 Penatalaksanaan
Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan, mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan atau
gejala berkurang, bilirubin dan transaminase serum menurun. Aktifitas normal sehari-hari dimulai
setelah keluhan hilang dan data laboratorium normal.
Diet khusus tidak ada, yang penting adalah jumlah kalori dan protein adekuat, disesuaikan dengan
slera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga
perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral : infuse Dekstrose 10-20 %, 1500 kalori/hari.
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut. Tidak ada indikasi terapi
kortikosteroid untuk hepatitis virus akut, penambahan vitamin dengan makanan tinggi kalori protein
diberikan pada penderita yang mengalami penurunan berat badan atau malnutrisi. (PDT Ilmu
Penyakit Dalam divisi Gasteroenterologi-Hepatologi)
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU
1. Pengkajian
Biodata
a) Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, No register, dan dignosa medis.
b) Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, agama, alamat, pekerjaan,
penghasilan, umur, dan pendidikan terakhir.
c) Identitas saudara kandung meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan hubungan
dengan klien.
Keluhan Utama
Keluhan dapat berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit kepala, batuk, sakit perut kanan
atas, demam dan kuning
Riwayat Kesehatan
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri perut kanan atas
Riwayat kesehatan dahulu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita sebelumnya, kecelakaan
yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit serta
perkembangan anak dibanding dengan saudara-saudaranya.
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya berkaitan dengan
penyakit pencernaan.
a) Aktifitas
1) Kelemahan
2) Kelelahan
3) Malaise
b) Sirkulasi
c) Eliminasi
1) Urine gelap
2) Diare feses warna tanah liat
1) Anoreksia
4) Peningkatan oedema
5) Asites
e) Neurosensori
2) Cenderung tidur
3) Letargi
4) Asteriksis
f) Nyeri / Kenyamanan
1) Kram abdomen
3) Mialgia
4) Atralgia
5) Sakit kepala
6) Gatal ( pruritus )
g) Keamanan
1) Demam
2) Urtikaria
3) Lesi makulopopuler
4) Eritema
5) Splenomegali
h) Seksualitas
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, diare,
mual atau muntah
b. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah, diare, dan pendarahan
3. Intervensi
Nutrition Monitoring
9. Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
C. DAFTAR PUSTAKA
Sievert, William, Melvyn G. Korman, Terry Bolin. (2010). Segala Sesuatu tentang Hepatitis.Jakarta:
Arcar.
Sulaiman, Andri Sanityoso, dkk. (2010). Pendekatan Terkini Hepatitis B dan C dalam PraktikKlinis
Sehari-hari. Jakarta: Sagung Seto.