kali ini saya akan berbagi tentang SOP bila terjadi kebakaran digedung bertingkat. Bagi
kawan-kawan yang berkantor bahkan tinggal di gedung bertingkat (apartemen) silahkan
menggunakannya, namun tetap harus mengkomunikasikan dengan pengelola gedung,
sehingga SOP ini diketahui dan diakui oleh segenap penghuni dan pekerja. Jangan lupa juga
tuliskan sumbernya yah, makasih.
BAHAYA KEBAKARAN
Prosedur Tanggap Darurat dibuat dan disusun mengenai KEWAJIBAN serta TANGGUNG
JAWAB yang harus dilaksanakan oleh setiap penghuni gedung .
Alarm Pertama
1) Hentikan semua kegiatan.
2) Segera amankan dokumen penting, surat berharga dan barang-barang lainnya.
3) Kunci lemari besi atau brangkas.
4) Matikan semua peralatan listrik dan cabut hubungan listriknya.
5) Untuk mencegah luasnya api dan asap, tutup semua pintu-pintu kantor/ruangan tetapi
jangan sekali-kali dikunci.
6) Siaga menunggu jika deringan bel alarm kedua.
7) Jika alarm kedua tidak berbunyi, berarti kebakaran telah dapat diatasi dan tidak dilakukan
evakuasi.
Alarm Kedua
1) Jika alarm kedua berbunyi, segera siaga dan berdiri di depan pintu kantor/ruangannya
masing-masing dan bersiap untuk menerima instruksi/perintah lebih lanjut dari petugas peran
kebakaran lantai.
2) Setelah menerima perintah dari petugas peran kebakaran lantai, tinggalkan tempat
secepatnya dengan teratur mengikuti petunjuk petugas evakuasi.
3) Dibawah pimpinan petugas evakuasi, pekerja di lantai ganjil segera turun menggunakan
tangga darurat sebelah kanan dan lantai genap melalui tangga darurat sebelah kiri menuju
tempat berkumpul/berhimpun/meeting point yang telah ditentukan.
4) Jangan sekali-kali berhenti atau kembali untuk mengambil barang-barang milik pribadi
yang tertinggal
_______________
Bencana tidak pernah menunggu kita sudah siap atau belum.
Mari kita siaga saat ini juga, mulai dari yang kecil dan dari yang mudah:
Keluarga, kemudian kantor, sekolah dan nantinya adalah negara
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP)
studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebuah gedung mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung kelancaran dan
kesinambungan operasi perusahaan atau proses kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu,
semua pihak yang turut memanfaatkan gedung ini, baik individu ataupun badan perusahaan,
termasuk mitra kerja harus aktif memelihara dan menjaga kebersihan, keselamatan dan
kesehatan kerjanya. Salah satu perwujudan perusahaan dalam memelihara dan menjaga
keselamatan dan kesehatan kerjanya adalah melalui penerapan Manajemen Penanggulangan
Kebakaran.
Sebuah gedung melalui penerapan Manajemen Penanggulangan Kebakaran harus mampu
mengatasi kemungkinan terjadinya kebakaran melalui kesiapan dan keandalan sistem
proteksi yang ada, serta kemampuan petugas menangani pengendalian kebakaran. Selain
petugas, semua pihak yang terkait dalam setiap pemanfaatan bangunan harus terlibat dalam
upaya penanggulangan kebakaran. Semua pihak, baik karyawan maupun mitra kerja harus
turut aktif berusaha agar peristiwa kebakaran yang tidak dikehendaki dan merugikan tersebut
tidak terjadi. Jadi semua pihak harus memikirkan dan mematuhi seluruh peraturan dan
anjuran anjuran keselamatan yang telah di buat pada setiap bagian dalam sebuah gedung
tersebut seperti larangan merokok, larangan menggunakan tangga darurat untuk operasi
normal dan lain sebagainya yang telah ditetapkan.
Disektor industri sendiri yang berkembang secara kompleks, dimana terdapat banyak sumber
potensi yang dapat memicu terjadinya kebakaran. Maka bila terjadi kebakaran akan banyak
pihak yang akan merasakan kerugiannya, antara lain pihak investor, para pekerja, pemerintah
maupun masyarakat luas.
Sesuai dengan Undang undang No. 1 Bab III pasal 3 tahun 1970 mengenai Keselamatan
Kerja :
Syarat syarat keselamatan kerja yang berhubungan dengan penanggulangan kebakaran
antara lain mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran, penyediaan sarana jalan
untuk menyelamatkan diri, pengendalian asap, panas dan gas serta melakukan latihan bagi
semua karyawan.
Masih ingat kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya ? Jumlah kasus yang
terjadi banyak, data yang diperoleh dari Dinas Kebakaran Jakarta Barat menunjukkan
frekuensi kebakaran yang terjadi pada industri kimia pada tahun 2005 sebanyak 10 kasus
kebakaran, tahun 2006 sebanyak 9 kasus kebakaran dan tahun 2007 sebanyak 5 kasus
kebakaran di industri kimia. Dan kasus kebakaran lain yang terjadi di Industri kimia adalah
kejadian kebakaran di PT. Petro widada, Gresik yang mengakibatkan 59 korban jiwa yaitu 3
orang meninggal dunia dan 59 orang luka luka, dari hasil penelitian Bappedal Jawa Timur
kebakaran ini ditimbulkan oleh terbakarnya bahan bahan kimia hasil produksi.
Tingginya angka kasus kebakaran di industri menunjukkan bahwa kasus kebakaran
merupakan salah satu bentuk kecelakaan atau musibah yang memerlukan perhatian khusus,
terbukti dengan dampak kebakaran tersebut dapat menelan kerugian yang sangat besar. Dapat
disebabkan oleh berbagai hal diantaranya terjadi kebakaran yang sebenarnya tidak sengaja
(real fire), dan kebakaran yang disengaja (arson fire).
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem penataan dini dalam
rangka mencegah dan mengendalikan bahaya kebakaran sehingga kerugian berupa meterial
dan jiwa manusia dapat dicegah atau diminimalkan, yang diwujudkan baik berupa kebijakan
dan prosedur yang dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi peralatan, pemberian pendidikan
dan pelatihan bagi penghuni/pekerja, penyusunan rencana tindakan darurat kebakaran,
maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran.
PT. Kimia Farma Plant Jakarta merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang
obat obatan (Farmasi) yang dibawah naungan BUMN, yang tepatnya berada di Jl.
Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur. Dalam proses produksinya
menggunakan mesin dan bahan kimia berbahaya, oleh sebab itu PT. Kimia Farma
mengisolasi mesin mesin yang ada dalam ruangan produksi dan bahan khusus yang dapat
berpotensi terjadinya kebakaran.
Berdasarkan pengelompokan risiko bahaya kecelakaannya PT. Kimia Farma Plant Jakarta
termasuk kedalam Bahaya kebakaran berat karena jenis tersebut mempunyai jumlah dan
kemudahan terbakar tinggi yang disebabkan oleh banyaknya jenis bahan kimia yang mudah
terbakar. Dan apabila terjadi kebakaran apinya akan cepat menjadi besar dan menjalarnya api
menjadi sangat cepat.
Dari hasil data sekunder kejadian kebakaran di PT. Kimia Farma pada tahun 1980 pernah
terjadi kasus kebakaran di bagian produksi yang disebabkan oleh adanya alkohol yang
tercecer dibagian produksi, yang kemudian salah satu pekerja dalam ruangan tersebut
langsung menyalakan sakelar listik dan terjadilah ledakan dalam ruang produksi yang
kemudian terjadi kebakaran, namun dari kejadian tersebut tidak mengakibatkan korban jiwa
tetapi perusahaan mengalami kerugian materil.
Sehubungan dengan alasan tersebut diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang
gambaran sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta,
tahun 2008.
Banyaknya kasus kebakaran yang terjadi ditempat kerja menunjukan bahwa kebakaran adalah
masalah yang serius bagi kehidupan manusia, khususnya bagi seluruh staff dan karyawan
yang bekerja didalamnya. PT. Kimia Farma Plant Jakarta dalam pelaksanaan penanggulangan
kebakaran khususnya pada pengadaan Alat Pemadam Kebakaran Ringan (APAR) dan
Hydrant diarea loby dan sekitarnya masih kurang lengkap.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengangkat masalah yaitu : Bagaimana
gambaran sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta ?
Pada penulisan ini dibatasi pada sistem manajemen penanggulangan kebakaran yang meliputi
: kebijakan/prosedur penangulanggan kebakaran berupa pembentukan tim penanggulangan
kebakaran, pelatihan penangulanggan kebakaran dan inspeksi sarana serta rencana tindak
darurat kebakaran. Sarana penangulanggan bahaya kebakaran meliputi : sistem pendeteksian
dan peringatan, alat pemadam kebakaran, sarana penyelamat jiwa dan alat bantu evakuasi di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Penulisan ini berharap dapat mendatangkan manfaat bagi pihak perusahaan yang terlibat,
Institusi pendidikan dan penulis. Adapun manfaat yang diperoleh yaitu :
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan data berharga guna mewujudkan sistem
manajemen penanggulangan kebakaran dan penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi pada pekerja sehingga sistem manajemen penanggulangan kebakaran dapat
berjalan tepat guna.
1.5.3 Penulis
Untuk mempermudah pemahaman tentang isi karya tulis ilmiah ini, maka penulis menyusun
sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini penulis menguraikan secara singkat latar belakang, permasalahan, tujuan, ruang
lingkup, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian nyala api menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja (2001:16) adalah
suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu
bahan yang sedang terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah bila suatu bahan
terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisik maupun sifat kimianya.
Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik segi tiga api (Triangel of fire) menjelaskan
bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok
yaitu adanya unsur bahan yang dapat dibakar (fuel), oksigen (O) yang cukup dari udara dan
panas yang cukup. Apabila salah satu unsur dari segitiga tersebut tidak berada pada
keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi.
Sumber
O Fire Nyala
Fuel
Reaksi berantai
Bahan bakar
Sumber panas
Zat pengoksidasi
Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat serta memancarkan panas dan sinar.
Reaksi kimia yang timbul termasuk jenis reaksi oksidasi.
Menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja Ditjen pembinaan pengawasan
ketenagakerjaan, 2001:8) Kebakaran adalah api yang tidak dikehendaki, boleh jadi api itu
kecil tetapi tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran
Sedangkan menurut Depertemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul Training
Material K3 bidang penanggulangan kebakaran (1997) menyatakan bahwa, kebakaran adalah
suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang
disertai dengan timbulnya api atau penyalaan. Bahan bakar dapat berupa bahan padat, cair
atau uap/gas akan tetapi bahan bakar yang terbentuk uap dan cairan biasanya lebih mudah
menyala.
TABEL 2.1
DISTRIBUSI PEYEBAB TERJADINYA KEBAKARAN UMUM DI INDUSTRI
TABEL 2.2
DISTRIBUSI TENTANG KLASIFIKASI KEBAKARAN
Sedangkan Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan menteri tenaga
kerja dan Transmigrasi No.Per.04/MEN/1980 yang pembagiannya adalah sebagai berikut :
a. Kelas A : Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan
sendirinya, kebakaran kelas A ini akibat panas yang datang dari luar, molekul molekul
benda padat terurai dan membentuk gas dan gas lainlah yang terbakar, hal kebakaran ini
menimbulkan panas dan selanjutnya mengurai lebih banyak molekul molekul dan
menimbulkan gas akan terbakar.
Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup
menyimpan panas yang banyak sekali dalam bentuk bara.
b. Kelas B : Seperti bahan cairan dan gas tak dapat terbakar dengan sendirinya diatas cairan
pada umunya terdapat gas, dan gas ini yang dapat terbakar. Pada bahan bakar cair ini suatu
bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang akan meninbulkan kebakaran. Sifat cairan ini
adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat lain.
c. Kelas C : Kebanyakkan pada peralatan listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya
kelas C ini tidak lain kebakaran kelas A dan kelas B atau kombinasi dimana ada aliran listrik.
Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu tidak menghantar
listrik untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran dari aliran listrik.
d. Kelas D : Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium. Lithium, dan
potassium. Pada kebakaran jenis ini perlu dengan alat atau media khusus untuk
memadamkannya.
Peristiwa kebakaran adalah kejadian yang sangat merugikan bagi manusia secara individual,
kelompok sosial, maupun negara. Secara keseluruhan kerugian dapat berupa korban manusia,
kerugian harta benda ekonomi maupun dampak sosial. (Depertemen Tenaga Kerja, 1997).
Peristiwa kebakaran yang terjadi dapat menimbulkan beberapa bahaya, antara lain :
1. Bahaya radiasi panas
Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkannya merambat dengan cara radiasi,
sehingga benda benda sekelilingnya menjadi panas, akibatnya benda tersebut akan menyala
jika titik nyalanya terlampaui. Untuk menghindari hal tersebut, upaya pendinginan harus
dilakukan saat proses pemadaman.
2. Bahaya ledakan
Bahaya ledakan dapat terjadi saat kebakaran, diantara bahan yang terbakar dan mudah
meledak, misalnya terdapat tabung gas bertekanan. Pada saat pemadaman, harus diupayakan
agar selalu waspada akan bahaya ledakan yang mungkin terjadi.
3. Bahaya asap
Suatu peritiwa kebakaran akan selalu menimbulkan asap yang ketebalannya tergantung dari
jenis bahan yang terbakar dan temperatur kebakaran tersebut.
Adapun bahaya akibat asap antara lain :
a. Pada suatu ruangan tertutup, ketebalan asap akan mengganggu pandangan yang berakibat
kehilangan arah saat penyelamatan diri dan tertutupnya tanda arah keluar sehingga orang
tersebut terjebak dalam kebakaran.
b. Keberadaan asap akan mengurangi konsentrasi, oksigen diudara, sehingga akan
mengganggu pernapasan.
4. Bahaya gas
Adanya gas berbahaya dan beracun sebagai produk pembakaran, bahan kimia, atau bahan
lainnya harus diwaspadai. Gas tersebut dapat menyebabkan iritasi, sesak napas, bahkan
menimbulkan racun yang mematikan sebagaimana dinyatakan oleh Colling (1990) bahwa
Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu HCN, NO, NH, HCl,
dan lain lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni paru paru dan menyebabkan iritasi
pada saluran pernapasan dan mata. Sedangkan gas lain yang beracun, seperti CO dan HS
dapat mengurangi kadar oksigen diudara. Pada keadaan normal, kadar oksigen diudara sekitar
21 %, kadar oksigen diudara akan berkurang pada saat terjadi kebakaran karena oksigen
diudara kurang dari 16 %, orang akan lemas dan tidak dapat mengenali bahaya yang ada
disekitarnya. Sedangkan pada kadar 12 % orang tidak akan bertahan hidup.
(Dalam Skripsi Muhammad Asep Ramdan, 2000)
Penanggulangan kebakaran adalah segala daya upaya untuk mencegah dan memberantas
kebakaran (Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan
Kebakaran : 1997 : 4).
Pencegahan kebakaran adalah usaha usaha untuk memutuskan rangkaian unsur penyebab
timbulnya api yang tidak dikehendaki yang dilakukan secara terencana sejak pra kondisi dan
terus menerus (Departemen Tenaga Kerja, Training Meterial K3 Bidang Penanggulangan
Kebakaran : 1997 : 4).
Rencana tindakan darurat kebakaran adalah menetapkan metode tindakan keselamatan yang
sistematis dan perintah evakuasi bila terjadi kebakaran. (Dinas Kebakaran DKI Jakarta,
Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada bangunan : 2002 :16).
Rencana tindak darurat kebakaran antara lain :
1. Pembentukan tim pemadam kebakaran.
2. Pembentukan tim evakuasi.
3. Pembentukan tim P3K.
4. Penentuan satuan pengamanan.
5. Penentuan tempat berhimpun.
6. Penyelamatan orang yang perlu dibantu (orang tua, orang sakit, orang cacat dan anak
anak).
Rencana tindak darurat ini berlaku pada saat kondisi darurat kebakaran.
Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan salah satu atau
beberapa unsur dalam proses nyala api (Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3
Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 17), beberapa cara memadamkan api yaitu :
A. Pendinginan (cooling)
B. Penyalimutan (smothering)
C. Memutuskan reaksi api
D. Melemahkan (dilution)
Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran (1997:17), mengemukakan teori pemadaman api dengan
beberapa cara sebagai berikut :
A. Salah satu cara yang umum untuk memadamkan kebakaran adalah dengan cara
pendinginan/menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak dapat menimbulkan uap atau
gas untuk pembakaran. Salah satu bahan yang efektif terbaik menyerap panas adalah Air.
Pendinginan permukaan biasanya tidak efektif pada produk gas dan cairan yang mudah
terbakar dan memiliki flash point dibawah suhu air yang dipakai untuk pemadaman. Oleh
karena itu media air tidak dianjurkan untuk memadamkan kebakaran dari bahan cairan mudah
terbakar dengan flash point di bawah 100F atau 37C.
Semprotan air dapat mendinginkan kebakaran jika :
1. Kecepatan pemindahan panas sebanding dengan luas permukaan cairan yang terpapar oleh
api.
2. Kecepatan pemindahan panas tergantung pada perbedaan suhu antara air dengan udara
sekitarnya atau benda terbakar.
3. Kecepatan pemindahan panas yang juga tergantung pada kandungan uap dalam udara,
khususnya dalam penjalaran api.
4. Kapasitas penyebaran panas dari air tergantung pada jarak yang ditempuh oleh air dan
kecepatannya dalam daerah pembakaran.
B. Pendinginan dengan menggunakan oksigen (smothering)
Dengan membatasi/mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api akan dapat padam.
Pemadaman kebakaran dengan cara ini dapat lebih cepat apabila uap yang terbentuk dapat
terkumpul di dalam daerah yang terbakar, dan proses penyerapan panas oleh uap akan
berakhir apabila uap tersebut mulai mengembun, dimana dalam proses pengembunan ini akan
dilepasnya sejumlah panas.
C. Pengembalian atau pemindahan bahan bakar
Pemindahan bahan bakar unutk memadamkan api lebih efektif akan tetapi tidak selalu dapat
dilakukan untuk prakteknya mungkin sulit, sebagai contoh pemindahan bahan bakar yaitu
dengan memompa minyak ketempat lain dan memindahkan bahan bahan yang mudah
terbakar.
Cara lain adalah dengan menyiramkan bahan bakar yang terbakar tersebut dengan air atau
dengan membuat busa yang dapat menghentikan/memisahkan minyak dengan daerah
pembakaran.
D. Pemutusan rantai reaksi api
Cara ini menggunakan bahan kimia yang bernama Halon, bereaksi untuk memisahkan jenis
kimia aktif pada reaksi nyala api (prosesnya diketahui chain breaking).
2. Busa
Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk
memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa yang berfungsi untuk memadamkan kebakaran
yaitu busa kimia dan busa mekanik.
Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan carbon dioksida,
sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat arang dengan udara. Busa dapat
memadamkan kebakaran melalui kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu :
- Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar, sehingga kontak dengan
oksigen (udara) terputus.
- Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah terbakar.
- Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar sehingga suhunya
menurun.
3. Serbuk kimia kering
Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah serbuk yang dapat
menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus butir butir serbuk kimia kering makin luas
permukaan yang dapat ditutupi.
Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah Ammonium hydro phospat
yang cocok digunakan untuk memadamkan kebakaran klas A, B dan C. Cara kerja serbuk
kimia kering ini adalah secara fisik dan kimia.
4. Carbon dioksida (CO)
Media pemadam api CO didalam tabung harus dalam keadaan fase cair bertekanan tinggi.
Prinsip kerja gas CO dalam memadamkan api ialah reaksi dengan oxygen (O) sehingga
konsentarsi didalam udara berkurang, sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman
dengan cara menutup.
Namun CO juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media pemadam tersebut tidak dapat
dicegah terjadinya kebakaran kembali setelah api padam (reignitasi). Hal ini disebabkan CO
tersebut tidak dapat mengikat oxygen (O) secara terus menerus tetapi hanya mengikat O
sebanding dengan jumlah CO yang tersedia sedang supply oxygen disekitar tempat
kebakaran terus berlangsung.
5. Halon
Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk memadamkan api maka seluruh
penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah mengetahui betul cara
penggunaannya. Jika gas halon terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar 485C maka
akan mengalami penguraian, dan zat zat yang dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen
dan oxygen. Jika penguraian tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa unsur baru dan zat
baru tersebut beracun dan cukup membahayakan terhadap manusia.
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) merupakan bagian dari manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, prosedur, proses dan
sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan dan pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Tujuan penerapan manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang
berintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
serta menciptakan tempat kerja terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada
akhirnya akan melindungi investasi yang ada.
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem penataan dini dalam
rangka mencegah dan mengendalikan bahaya kebakaran sehingga kerugian berupa meterial
dan jiwa manusia dapat dicegah atau diminimalkan, yang diwujudkan baik berupa kebijakan
dan prosedur yang dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi peralatan, pemberian pendidikan
dan pelatihan bagi penghuni/pekerja, penyusunan rencana tindakan darurat kebakaran,
maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran. (Dalam Skripsi Muhammad Asep Ramdan,
2000)
Program penanggulangan kebakaran adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah
atau memberantas kebakaran. (Depertemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997). Tindakan untuk menanggulangi kebakaran antara lain :
a. Mengendalikan setiap perwujudan energi panas, seperti listrik, rokok, gesekan mekanik,
api terbuka, sambaran petir, reaksi kimia dan lain-lain.
b. Mengendalikan keamanan setiap penanganan dan penyimpanan bahan yang mudah
terbakar.
c. Mengatur kompartemenisasi ruangan untuk mengendalikan penyebaran/penjalaran api,
panas, asap dan gas.
d. Mengatur lay out proses, letak jarak antar bangunan, pembagian zone menurut jenis dan
tingkat bahaya.
e. Menerapakan sistim deteksi dini dan alarm.
f. Menyediakan sarana pemadam kebakaran yang handal.
g. Menyediakan sarana evakuasi yang aman.
h. Membentuk regu atau petugas penanggulangan kebakaran.
i. Melaksanakan latihan penanggulangan kebakaran.
j. Mengadakan inspeksi, pengujian, Perawatan terhadap sistem proteksi kebakaran secara
teratur.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran ditempat kerja dalam pasal 5 meyebutkan bahwa unit
penanggulangan kebakaran terdiri dari : Petugas peran kebakaran, regu penanggulangan
kebakaran, koordinator unit penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan
kebakaran sebagai penanggung jawab teknis.
Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur untuk bertindak bila terjadi
kebakaran dan untuk mengembangkan kebiasaan para karyawan terhadap situasi api pada
masa yang akan datang.
Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk setiap perusahaan akan selalu
tergantung kepada berat ringan bahaya kebakaran dari masing masing perusahaan.
Pada umumnya latihan dilakukan sebagai berikut :
a. Bahaya kebakaran ringan : 1 2 kali / tahun
b. Bahaya kebakaran sedang : 3 4 kali / tahun
c. Bahaya kebakaran berat : 6 8 kali / tahun
Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang diberikan kepada para
peserta latihan harus memenuhi syarat :
a. Benar, jelas dan singkat
b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan
c. Tidak menimbulkan keragu raguan
Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran yang ada, baik peralatan
pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana penunjang kebakaran lainnya, maka perlu
diadakan pemeriksaan secara berkala.
Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur penting guna menjamin segi
keandalan peralatan proteksi bila terjadi kebakaran. Pemeriksaan yang disertai pengetesan,
pemeliharaan dan pemeriksaan terhadap :
Keadaan darurat kebakaran adalah situasi dalam kejadian kebakaran pada suatu bangunan
yang terbakar, semua orang yang merasa terancam dalam bahaya dan ingin menyelamatkan
diri masing masing. Dalam mengatasi situasi tersebut harus melakukan latihan yang
berulang ulang dan mengikuti skenario yang baku. (Dalam Skripsi Sangnur Septa, 2007).
Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran tertuang dalam buku panduan yang
berisikan siapa dan berbuat apa. Penyusunan rencana tindakan keadaan darurat harus
dikerjakan oleh tim yang melibatkan semua unsur manajemen.
Tahap perencanaan darurat keadaan darurat, adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi bahaya dan penafsiran risiko
2) Penakaran sumber daya yang dimiliki
3) Tinjauan ulang rencana yang telah ada
4) Tentukan tujuan dan lingkup
5) Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6) Tentukan tugas tugas dan tanggung jawab
7) Tentukan konsep operasi
Tulis dan perbaiki
Sarana penanggulangan kebakaran yaitu berupa alat atau sarana yang dipersiapkan untuk
mendeteksi, mengendalikan dan memadamkan kebakaran. Seperti : sistem deteksi dan alarm,
APAR, hydrant, sprinkler, sarana emergency dan evakuasi.
Dalam strategi menghadapi bahaya kebakaran yang pertama adalah perlu adanya sistem
pendeteksian dini, sistem tanda bahaya serta sistem komunikasi darurat. Agar api bisa lebih
mudah dikendalikan atau dipadamkan.
A. Deteksi kebakaran
Deteksi adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal yang
terdiri dari :
1. Detektor Asap (Smoke Detector)
2. Detektor Panas (Heat Detector)
3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)
4. Detektor Gas (Gas Detector)
1. Detektor Asap (Smoke Detector) adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan terjadinya
akumulasi asap dalam jumlah tertentu. Ada dua tipe detektor asap :
a. Detektor Asap optik, digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang menghasilkan asap
tebal seperti pada kebakaran PVC.
b. Detektor Asap ionisasi, digunakan untuk mendeteksi asap kebakaran yang terdiri dari
partikel kecil yang biasa terjadi pada kebakaran yang sempurna.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang Penanggulangan
Kebakaran :1997. Penempatan dan pemasangan detektor asap harus memenuhi syarat syarat
berikut :
- Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari dinding dan tidak
boleh lebih dari 30 cm dari langit langit.
- Detektor asap sebisa mungkin dipasang dekat dengan bahan yang akan diproteksi.
- Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari lubang AC.
- Dalam hal adanya lubang udara masuk AC, maka detektor asap harus dipasang pada daerah
dekat lubang udara balik pada jarak kurang dari 1,5 m.
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai temperatur ruang lebih
dari dari 38C atau dibawah 0C, kecuali untuk detektor asap yang mempunyai spesifikasi
temperatur kerja khusus.
- Jarak detektor asap yang terjauh dari dinding pemisah adalah 6 m dalam ruang efektif dan
12 m dalam rauang sirkulasi.
- Pada setiap luas lantai 92 m dengan tinggi langit langit 3 m, harus dipasang sebuah alat
detektor.
- Jarak antar detektor asap maksimum 12 m didalam ruang efektif dan 18 m didalam ruang
sirkulasi.
- Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20 buah detektor asap yang
dapat melindungi ruangan 1000 m luas lantai.
Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor asap jenis optik harus
dilindungi terhadap kemungkinan timbulnya alarm palsu.
2) Elemen peka cahaya detektor jenis optik harus ditempatkan sedemikian rupa atau diberi
perisai sehingga bila ada sinar dari manapun berpengaruh terhadap bekerjanya detektor.
2. Detektor Panas (Heat Detector) adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan pengaruh
panas (temperatur) tertentu. Ada tiga tipe detektor panas yaitu :
a. Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas tertentu (Fixed
temperature)
b. Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya tempetatur (Rate of rise).
c. Detektor kombinasi yang bekerja berdasarakan kenaikan temperatur dan batas temperatur
maksimum ditetapkan.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang Penanggulangan
Kebakaran : 1997. Penempatan dan pemasangan detektor panas harus memenuhi syarat
syarat berikut :
- Detektor panas harus dipilih sesuai dengan temperatur kerjanya, dapat dilihat pada tabel 2.3
TABEL 2.3
KLASIFIKASI DETEKTOR BERDASARKAN TEMPERATUR KERJANYA
3. Detektor nyala api (Flame Detector) adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan radiasi
nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api yaitu :
a. Detektor nyala api ultra violet
b. Detektor nyala api infra merah
4. Detektor Gas (Gas Detector) adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan kenaikan
konsentarsi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas lain yang mudah terbakar.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang Penanggulangan
Kebakaran, 1997. Penempatan dan pemasangan detektor gas harus memenuhi syarat syarat
berikut :
- Detektor gas harus biasa mendeteksi satu atau lebih gas yang dihasilkan oleh suatu
kebakaran.
- Detektor gas harus mampu juga mendeteksi gas yang mudah terbakar.
- Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.
- Penempatan dan jarak pemasangan detektor gas harus disesuaikan dengan bentuk dan
permukaan langit langit, tinggi langit langit, dipasang sesuai dengan kemungkinan adanya
sumber bahaya, sistem ventilasi.
- Penempatan pada atap yang datar detektor gas tidak boleh dipasang kurang dari 10 cm
terhadap dinding dan jarak dari langit langit tidak boleh lebih dari 50 cm.
- Pada setiap luas 92 m dengan tinggi langit langit 3 m harus dipasang sekurang
kurangnya 1 buah detektor gas.
- Jarak antara detektor gas maksimum 12 m.
- Jumlah detektor untuk setiap zona harus dibatasi maksimum 20 buah alat detektor gas.
- Dalam hal adanya saluran udara AC, maka detektor gas harus dipasang pada dekat lubang
udara balik kurang dari 1,5 m.
- Detektor gas tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai temperatur lebih dari
38C atau dibawah 0C, kecuali untuk detektor gas yang mempunyai spesifikasi temperatur
yang sesuai.
- Untuk gas yang lebih berat dari udara, jarak maksimum secara mendatar adalah 4 m dari
kemungkinan timbulnya kebocoran gas, dan tinggi maksimum dari lantai adalah 30 cm.
-
TABEL 2.4
PEMILIHAN JENIS DETEKTOR SESUAI FUNGSI RUANGAN
Keterangan :
1. BT : Detektor bertemperatur tetap.
2. KNT : Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperatur
3. ROR etektor kombinasi berdasarkan kenaikan temperatur dan batas maksimum yang
ditetapkan (rate of rise detector).
B. Alarm Kebakaran
Alarm kabakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya
suatu kebakaran yang dapat berupa :
a. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm).
b. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata
secara jelas (Visible Alarm).
2.4.6.2 Alat pemadam kebakaran
B. Hydrant
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul Training Material K3
Bidang Penanggulangan Kebakaran (1996) Hydrant adalah suatu sistem pemadam kebakaran
tetap yang menggunakan media pemadaman air bertekanan yang dialirkan melalui pipa
pipa dan selang kebakaran. Sistem ini terdiri dari system persediaan air, pompa, perpipaan,
kopling outlet dan inlet serta slang dan nozzle.
Persyaratan umum penempatan Hydrant adalah sebagai berikut :
1. Letak kotak dan pilar hydrant mudah dilihat, mudah dicapai, tidak terhalang dan harus
bercat merah dengan tulisan Hydrant berwarna putih.
2. Kotak hydrant mudah dibuka.
3. Panjang maksimal slang 30 cm dan dalam keadaan baik yaitu tidak membelit bila ditarik.
4. Pipa pemancar (nozzle) terpasang pada slang.
C. Sprinkler
Adalah alat yang bekerja otomatis memancarkan air kesegala arah untuk memadamkan
kebakaran dalam suatu ruangan.
Dan sumber lain menyebutkan bahwa Sprinkler adalah instalasi pemadam kebakaran yang
dipasang secara permanen untuk melindungi bangunan dari bahaya kebakaran yang akan
bekerja secara otomatik memancarkan air, apabila alat tersebut terkena panas pada temperatur
tertentu.
Upaya penyelamatan jiwa (evakuasi) saat terjadi kebakaran dalam gedung atau bangunan
industri dapat berjalan lancar, suatu bangunan dan gedung harus mempunyai beberapa hal
sebagai berikut :
A. Rute evakuasi
Adalah sarana penyelamatan dari daerah kebakaran ketempat aman atau daerah yang aman,
baik secara vertikal maupun horizontal, yang dapat berupa pintu, tangga, koridor, jalan keluar
atau kombinasi dari komponen komponen tersebut.
Ada tiga (3) tipe rute penyelamat diri yang dapat digunakan untuk melarikan diri dari bahaya
kebakaran yaitu :
- Langsung menuju tempat terbuka
- Melalui koridor atau gang
- Melalui terowongan atau tangga kedap asap / api.
Syarat syarat rute evakuasi, yaitu :
- Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat mengganggu kelancaran
evakuasi dan mudah dicapai.
- Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari bahaya api, asap
dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga
dimana saja penghuni dapat ,menjangkau pintu keluar (exit).
- Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan mempunyai lebar : untuk
koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar 2 m.
- Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber
utama.
- Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
- Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan,
PINTU DARURAT
EMERGENCY EXIT
Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian belakang tanda tersebut
dipasang dua buah lampu pijar yang selalu menyala.
B. Pintu darurat
Adalah alat bantu yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan jiwa menuju tempat yang
aman.
C. Tempat berhimpun
Adalah tempat yang aman untuk berkumpul dan menghindar dari bahaya kebakaran, atau
tempat berkumpul pengungsi ataupun untuk barang/dokumen penting, yang aman dan bebas
dari pengaruh kebakaran. Dan tempat ini harus lebih dari satu dan setiap berkumpul harus
diberi tanda yang jelas.
Regu / tim penanggulangan kebakaran adalah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus
fungsional dibidang penanggulangan kebakaran.
2.5.1 Usia
2.5.2 Pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapai pekerjaan, demikian
pula dalam menerima pelatihan kerja, baik praktik maupun teori, termasuk diantaranya cara
pencegahan kecelakaan kerja ataupun menghindari terjadinya kecelakaan.
Sedangkan untuk unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja mengemukakan bahwa
untuk dapat menjadi anggota regu atau tim penanggulangan kebakaran pendidikan minimal
SLTA dan pernah mengikuti kursus atau latihan teknis mengenai penanggulangan kebakaran.
2.5.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang,
karena dari pengalaman yang didapat bahwa tindakan yang didasari pengetahuan akan lebih
baik dibanding dengan yang dipaksakan. Pengetahuan yang di cakupi dalam kognitif
mempunyai (enam) tingkatan, yaitu :
a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat mempraktekkan materi tersebut.
c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
sesuai dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi tersebut didalam
pengorganisasian tersebut.
e. Sintesis sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian
dalam suatu keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau
obyek.
Masa kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalamannya, dimana pengalaman kerja
dapat mempengruhi terjadinya sebuah kecelakaan. Pengalaman seseorang adalah pengalaman
tentang orang itu dengan pengalamannya tersebut merupakam investasi midal dirinya yang
tak ternilai harganya.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tentang unit penanggulangan
kebakaran minimal masa kerjanya 5 (lima) tahun. Lingkup pengalaman kerja seseorang dapat
meliputi :
1. Kegiatan dalam pekerjaan atau aktivitasnya secara rutin yang nantinya akan mengarah
pada teknis pengembangan dan penyempurnaan pekerjaan barunya.
2. Kejutan peristiwa didalam kehidupannya sehari hari dimana dengan sadar atau tidak
sadar ia melakukan gerakan insting yang bersifat kodrati.
3. Waktu yang menyertai setiap gerakan pekerjaan yang dilakukan, sehingga karena
pengalaman tersebut sangat berharga untuk dipakai sebagai modal perencanaan dikemudian
hari.
BAB 3
GAMBARAN UMUM
PT. Kimia Farma adalah perusahaan farmasi yang berstatus Bahan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berawal dari nasionalisasi perusahaan perusahaan Farmasi Belanda yang
didirikan di Indonesia pada massa panjajahan.
Nasionalisasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1956 berdasarkan Undang
Undang No. 86 tahun 1956 dan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1961 dan statusnya
menjadi Perusahaan Negara Farmasi (PNF). Nasionalisasi tersebut menjadi PNF Nurani
Farma, Raja Farma, PNF Bhinneka Kina Farma dan PNF Nakula Farma yang kemudian
menjadi cikal bakal PT. Kimia Farma Tbk.
Untuk mempermudah koordinasi maka berdasarkan Instruksi Presiden No. 17 tahun 1969
yang dituangkan dalam peraturan pemerintah No. 3 tahun 1969, semua perusahaan negara
tersebut dilebur menjadi PNF dan Alat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma. Dan pada tanggal
16 Agustus 1971 berdasarkan peraturan pemerintah no. 16 tahun 1971, status PNF dan Alat
Kesehatan Bhinneka Kimia Farma berubah menjadi PT. (Persero) Kimia Farma pada tanggal
1 Juni 2001, PT. (Persero) Kimia Farma berubah menjadi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk,
dimana sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat.
a) Motto
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, PT. (Persero) Kimia Farma mempunyai motto :
Tumbuh Berkembang Bersama Mensejahterakan Masyarakat. Tanggal 16 Agustus 2001
motto berubah menjadi Melayani sampai ke Hati
b) Fungsi
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 3 tahun 1983, PT. (Persero) Kimia Farma memilki
tiga fungsi utama, yaitu : sebagai pendukung kebijaksanaan pemerintah dibidang kesehatan,
sebagai pemupuk laba demi kelangsungan usaha dan sebagai pelopor dalam kegiatan
kefarmasian.
c) Tujuan
Tujuan PT. (Persero) Kimia Farma disesuaikan dengan arahan GBHN dan Sistem Kesehatan
Nasional (SKN), yaitu terwujudnya PT. (Persero) Kimia Farma sebagai salah satu pimpinan
pasar (Market Leader) di bidang farmasi menuju tercapainya kemandirian di bidang obat
yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan penerimaan negara secara khusus, dan
perekonomian secara umum.
Secara administrasi lokasi PT. (Persero) Kimia Farma Unit Produksi Formulasi Jakarta
terlatek di Jalan Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Lokasi kegiatan pabrik dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Pabrik minyak goreng asap abadi
Sebelah Selatan : Lapangan kosong
Sebelah Barat : Pabrik skifa, PT. Alas comodo garmen, PT. Gikolo utama, PT. Lokomotif
Eka Sakti
Sebelah Timur : PT. Pan gas Nusantara, PT. Guna Elektro, PT. Foseco.
Luas lahan yang digunakan 3,5 hektar dengan sertifikat hak bina bangunan no. 5 Jatinegara.
Luas bangunan 11.225 m terdiri dari empat bangunan utama yaitu bangunan produksi, yang
terletak di lantai I seluas 7.242 m digunakan untuk proses produksi dan bangunan di lantai II
seluas 1.081,5 m antara lain untuk laboratorium Pengendalian Mutu. Bangunan Depo
Sentral, yang seluas 9.126,5 m terdiri lantai I seluas 6.388,5 m yang digunakan untuk
gudang dan lantai II seluas 2.288 m untuk administrasi dan gudang. Bangunan kantor yang
merupakan bangunan terdepan, terdiri dari 2 lantai yang luasnya 2.040 m, digunakan untuk
administrasi pabrik, kantin, mushola dan poliklinik. Bangunan pelengkap (Utilitas) seluas
777,5 m terdiri dari satu lantai yang meliputi bengkel, ruang diesel dan mesin uap.
Disamping ke empat bangunan uatama tersebut, dibangun pula gudang api sebagai tempat
penyimpanan bahan bahan yang mudah terbakar dan mudah meledak. Kebutuhan air
dipenuhi oleh 2 buah Deep Well dengan kedalaman masing masing 98 m dan debit air
200 l/menit. Air yang dihasilkan ditampung kemudian didistribusikan ke seluruh pabrik
melalui 2 buah menara air. Untuk memenuhi kabutuhan produksi digunakan air Demineral
dan Aquadest yang dihasilkan dari unit Aqua demineral dan unit destilasi, sedangkan bahan
baku air untuk proses berasal dari PDAM.
Untuk sumber energi berasal dari PLN dengan daya sebeser 2250 KVA. Dalam keadaan
darurat digunakan pembangkit listrik tenaga diesel (genset) dengan daya 125 KVA.
Pemanasan dalam proses produksi dipakai tenaga uap yang dihasilkan oleh boiler dengan
kapasitas 1200 kg uap/jam. Kondisi udara ruang ruang diatur oleh Air Conditioner
dengan sistem package unit.
Struktur organisasi yang digunakan di PT. (Persero) Kimia Farma berbentuk lini dan staf.
Pengelolaan PT. (Persero) Kimia Farma dilakukan secara kolektif dengan membentuk suatu
dewan direksi yang dipimpin oleh Direktur Utama yang dibantu oleh 4 direktur yaitu
Direktur Umum dan Personalia, Direktur Keuangan, Direktur Pemasaran dan Direktur
Produksi. Dewan Direksi berkedudukan di Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta.
Secara organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk merupakan BUMN yang secara financial
dibawahi oleh Departemen Keuangan, sedangkan secara teknis dibawahi oleh Departemen
Kesehatan. Dewan Direksi dibantu oleh beberapa orang General Manager (Direktur Muda).
Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh beberapa manajer, sehingga terjadi pembagian
tugas atau pendelegasian wewenang.
Direktur Umum dan Personalia bertanggung jawab dalam hal penggunaan sarana,
administrasi dan pengembangan sumber daya manusia PT. Kimia Farma. Sedangkan Direktur
Keuangan bertanggung jawab menangani administrasi keuangan, pembukuan dan perpajakan.
Direktur Produksi bertanggung jawab dalam hal pembuatan obat dan alat kesehatan. Direktur
produksi dibagi menjadi Divisi Produksi Manufaktur, Divisi Produksi Formulasi dan Divisi
Ristek.
Direktur Pemasaran bertanggung jawab dalam hal pemasaran obat dan alat kesehatan.
Direktur pemasaran PT. Kimia Farma memiliki jaringan yang sangat luas dan terbesar di
Indonesia, yang terdiri dari PBF dan Apotek.
3.5 Struktur Organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk UPF Jakarta
Unit Produksi Formulasi Jakarta dibawah pimpinan Direktur Produksi dan dipimpin oleh
Senior Manager yang membawahi tiga sub unit : unit PPC (Production Planning and
Control), sub unit produksi dan sub unit pengawasa mutu, yang masing masing dipimpin
oleh seorang manajer.
Karyawan Unit Produksi Formulasi Jakarta saat ini berjumlah 612 karyawan dengan
klasifikasi sebagai berikut :
Senior Manager : 2 orang
Manager : 4 orang
Kepala Bagian : 11 orang
Kepala Sub Bagian : 12 orang
Kepala Seksi : 50 orang
Pelaksana : 273 orang
Pegawai tidak tetap : 261 orang
Tingkat pendidikan karyawan PT. (Persero) Kimia Farma Tbk untuk karyawan yang bekerja
di kantor minimal SLTA dengan keahlian di bidang masing masing dan untuk karyawan
pabrik minimal lulusan STM dan SLTA. PT. (Persero) Kimia Farma berusaha meningkatkan
ketrampilan pegawainya dengan mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan/kursus, seperti
kursus computer dan pemakaian alat operator.
Penggajian karyawan dilakukan oleh kantor pusat, untuk tenaga harian lepas dilakukan UPFJ
setiap tanggal 25 mendapat gaji, karyawan juga mendapatkan berbagai tunjangan seperti
tunjangan konjuktur, tunjangan perangsang kerja dan uang lembur, cuti, jaminan kesehatan,
dana perumahan, olahraga, rekreasi dan premi astek.
3.7 Kegiatan di PT. ( Persero) Kimia Farma Tbk Unit Produksi Formulasi Jakarta
a) Bagian Pengadaan
Bagian pengadaan UPF Jakarta bertugas memenuhi kebutuhan baik berupa barang dan jasa
yang akan digunakan dalam proses poduksi dan penunjang produksi. Bagian ini diawasi oleh
Direktur Produksi dan bekerjasama dengan asisten manajer sub unit PPC. Pengadaan barang
disesuaikan dengan standard dan spesifikasi perusahaan dengan harga yang paling
menguntungkan.
b) Bagian Administrasi dan Keuangan
Bagian Administrasi dan keuangan berada dibawah Manajer UPF Jakarta, dan bertanggung
jawab dalam mengelola data pemasukan dan pengeluaran data keuangan yang terjadi di UPF
Jakarta.
c) Sub Unit Production Planning and Control
Struktur organisasi sub unit PPC terdiri dari tiga bagian yang berada langsung dibawah
manajer PPC, yaitu bagian perencanaan dan pengendalian produksi, bagian sarana, bagian
penyimpanan dan satu koordinator teknis yaitu umum dan personalia. Sub unit ini berfungsi
menjaga kalancaran dan kesinambungan proses produksi serta membuat rencana kerja dan
jadwal penyerahan obat sesuai dengan permintaan dari bagian pemasaran.
d) Sub Unit Produksi
Kegiatan dalam sub unit berdasarkan permintaan dari pemasaran sesuai dengan perencanaan
dari sub unit PPC. Sub unit ini terdiri dari seksi penimbangan sentral dengan lima bagian
produksi, yaitu :
1. Bagian produksi tablet dan narkotika.
2. Bagian produksi krim, kosmetika dan cairan.
3. Bagian produksi aseptic.
4. Bagian pengemasan.
5. Bagian produksi beta laktam.
Sub unit ini juga mengatur proses penimbangan bahan baku melalui seksi penimbangan
sentral. Bagian produksi tablet, krim, kosmetika dan cairan. Aseptic dan bagian pengemasan
hanya mengolah produk non beta laktam. Produksi beta laktam mengatur proses produksi,
penimbangan dan pengemasan tersendiri.
e) Seksi Penimbangan Sentral
Seksi penimbangan sentral merupakan pusat penimbangan bahan baku untuk masing
masing produk per batch atau lot yang berasal dari gudang untuk keperluan industri.
f) Bagian Produksi Tablet
Bagian produksi tablet dari sub bagian proses tablet dan sub bagian penyalutan. Bagian
proses tablet ini membawahi seksi granulasi dan seksi pencetakan.
1. Produksi tablet
Bagian tablet memproduksi tablet inti, tablet salut gula dan tablet salut selaput. Proses
produksi tablet ada tiga cara, yaitu granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung.
2. Narkotika
Berdasarkan SK Menkes RI No. HK.00.05.6.01596, maka PT. (persero kimia farma adalah
satu satunya perusahaan yang berizin oleh pemerintah untuk melaksanakan import,
produksi dan distribusi obat obatan narkotika di Indonesia.
g) Bagian Produksi Kosmetika, Krim dan Cairan
Bagian produksi ini memilki dua sub bagian, yaitu sub bagian cairan untuk produk kimia
farma dan lisensi, sub bagian krim dan kosmetika. Sub bagian cairan Kimia Farma terbagi
lagi menjadi seksi cairan Kimia Farma, dan cairan lisensi. Sedangkan sub bagian kosmetika
dan krim memiliki seksi krim dan seksi kosmetika.
h) Bagian Produksi Aseptik
Bagian produksi aseptik unit produksi fomulasi Jakarta membawahi sub bagian injeksi/ tetes
mata/ kapsul/ sirup kering. Sub bagian ini membawahi seksi sirup kering/ kapsul dan seksi
injeksi/ tetes mata.
i) Bagian Pengemasan
Bagian pengemasan terdiri dari seksi kemasan padat kapsul dan non narkotika, seksi cairan,
semi solid dan narkotika (termasuk injeksi dan sirup), seksi penandaan dan seksi karantina in
process. Bagian pengemasan bertanggung jawab dalam proses pengemasan semua produk
yang dihasilkan oleh sub unit distribusi termasuk narkotika dan produk non beta laktam.
Pengemasan beta laktam dilakukan terpisah dengan bagian pengemasan lainnya, pengemasan
narkotika dikemas oleh bagian pengemasan dengan pengawasan yang ketat. Semua produk
ruangan dikemas sesuai dengan bahan kemasan yang telah ditentukan. Proses pengemasan
dimulai setelah lulus uji mutu labiratorium. Tahap awal proses pengemasan adalah printing
nomor batch, expired date (etiket, box, dos dll), selanjutnya produk ruangan dan bahan
kemasan tadi dimasukkan ke jalur masing masing sesuai dengan bentuk sediaan nya.
Bentuk sediaan yang dikemas di bagian pengemasan adalah :
1. Tablet : strip, blister, counting.
2. Kapsul : strip dan counting.
3. Injeksi :ampul dengan pengemasan sekunder, sedangkan ampul tanpa identitas dilakukan
printing dan pengamasan sekunder.
4. Krim : dus, box (pengemasan skunder).
Ruangan bagian pengemasan terdiri dari zona hitam dan zona abu abu, yang terbagi atas 8
jalur. Pada zona abu abu (grey zone) dilakukan pengemasan primer (strip, blister, counting)
dan zona hitam (black zone) dilakukan untuk pengemasan sekunder (produk yang telah
dibungkus) seperti penempelan etiket, pengepakan, dll. Adapun jalur jalur pada bagian
pengemasan adalah sebagai berikut :
a) Jalur 1 untuk sediaan tablet.
b) Jalur 2 untuk sediaan kapsul.
c) Jalur 3 untuk sediaan kapsul.
d) Jalur 5,6,7 untuk sediaan suspensi, krim dan cairan.
e) Jalur 8 khusus untuk sediaan narkotika OKT, dan injeksi.
Setelah produk melewati zona hitam, maka proses pengemasan selesai dan dilakukan
pemeriksaan akhir (finished pack analysis). Pemeriksaan ini mencakup bahan kemas dan
kelengkapannya seperti etiket, brosur. No batch, tanggal kadaluarsa (expired date) dan
sebagainya.
j) Bagian Produksi Laktam
Bagian beta laktam adalah bagian khusus yang memproduksi obat yang mengandung
antibiotika golongan beta laktam (derivate penisilin), yaitu ampisilin, phenoxymethyl
penisilin, amoksilin dan kimixil. Ruang produksi beta laktam letaknya terpisah dengan ruang
produksi non beta laktam. Bagian beta laktam juga mempunyai gudang bahan baku khusus
zat aktif dan penimbang sentral tersendiri serta ruangan pengemasan pengemasan tersendiri
yang terpisah dari produksi non beta laktam, dengan tujuan untuk menghindari kontaminasi
silang antara ke dua produksi karena dapat menimbulkan alergi bagi orang yang peka
terhadap golongan beta laktam. Saluran limbah dan pengolahan beta laktam juga terpisah dari
pengolahan non beta laktam.
k) Sub Unit Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu bertujuan menjamin produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaan. Pengawasan mutu ini
dilakukan oleh 3 bagian, yaitu :
1. Bagian laboratorium kimia.
2. Bagian laboratorium biologi.
3. Bagian pengendalian mutu.
3.8 Gambaran Organisasi P2K3 di PT. Kimia Farma Tbk Unit Produksi Formulasi Jakarta
Berdirinya organisasi P3K3 di PT. Kimia Farma UPF Jakarta ini merupakan suatu tuntunan
dari kebijakan serta komitmen mutu yang telah dikeluarkan oleh pihak direksi pada tanggal
19 juli 1999, yang salah satu buktinya mencantumkan kebijakan untuk menciptakan kodisi
kerja yang aman serta menciptakan kondisi kerja yang sehat. Berdasarkan UU No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU RI No. 23 tahun 1992 pasal 22 dan 3 tentang
kesehatan PT. Kimia Farma Tbk memandang perlu dibentuknya suatu wadah organisasi yang
berperan sebagai jembatan penghubung antara pihak pekerja dengan pihak manajemen dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang K3 dalam rangka memperlancar usaha
berproduksi dan menciptakan UPF Jakarta sebagai suatu lingkungan yang aman dan sehat
untuk bekerja.
Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut maka perusahaan untuk membudayakan
keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab semua karyawan. Organisasi P2K3
UPF Jakarta yang dibentuk pada tahun 1999 dan yang bersifat fungsional, maka setiap
manajer dan supervisor bertanggung jawab terhadap kondisi K3 di wilayah kerjanya masing
masing. Program K3 yang telah dijalankan selamai ini adalah :
1. Training pengenalan tentang K3 bagi karyawan baru dan lama
2. Pelatihan K3 bagi anggota P2K3
3. Penyuluhan K3 untuk kepala bagian / supervisor
4. Latihan pemadaman bagi anggota fire brigade, setiap 2 minggu sekali
5. Memasang rambu rambu atau tanda keselamatan kerja
6. Pemeriksaan THT untuk karyawan yang bekerja pada tempat tempat yang berpotensi
bising dan kadar debu tinggi, minimal 6 bulan sekali.
7. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (rontgen) minimum 1 (satu) tahun sekali terutama
bagi karyawan yang bekerja ditempat yang berpotensi kadar debu tinggi (dalam pabrik), dan
minimum 2 (dua) tahun sekali bagi karyawan kantor kecuali sakit menurut petunjuk dokter.
Selain itu program pencegahan dan penggulangan kecelakaan kerja lainnya yang telah
dilakukan oleh team P2K3 diantaranya adalah dengan menyiapkan SOP (Standar Operasional
Prosedur), lembar data Keselamatan Bahan (MSDS), dan perlindungan perorangan dengan
alat pelindung diri. Pemasangan rambu rambu keadaaan darurat seperti Hollow Point sudah
dilakukan dibeberapa titik. Untuk beberapa bagian yang rawan kebakaran, disediakan sarana
dan prasarana fasilitas keadaan darurat seperti : APAR, Hydrant, Pintu darurat dan tanda /
rambu emergency. Selain menangani masalah K3, organisasi P2K3 juga menangani dan
mengawasi penanganan serta pengelolaan limbah non B3, pengelolaan limbah non B3 yang
dilakukan dengan pemasangan IPAL meliputi proses fisika, kimia dan biologi, sampai
diperoleh hasil buangan limbah yang tidak mencemari lingkungan. Untuk pengelolaan limbah
cair B3, PT. Kimia Farma bekerja sama dengan pihak lain yaitu : PT. PPLI yang berada di
Cileungsi Bogor.
BAB 4
KERANGKA KONSEP
Dari beberapa sumber teori yang didapat penulis mengenai sistem manajemen
penanggulangan kebakaran, maka penulis membuat kerangka teori sebagai berikut :
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka penulis membuat kerangka konsep penelitian
sebagai berikut :
No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
1234567
1 Sistem manajemen penanggulangan kebakaran Suatu sistem manajemen yang telah dibuat
di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
a. Kebijakan penanggulangan kebakaran
2 Pembentukkan Tim pemadam kebakaran Suatu unit yang dibentuk untuk menanggulangi
kebakaran. Wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
3 Pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran Upaya yang dilakukan perusahaan
untuk menambah pengetahuan karyawannya dalam menanggulangi kebakaran.
Wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
4 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui kelengkapan alat pemadaman kebakaran.
Wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
5 Perencanaan keadaan darurat Suatu sistem yang dibuat perusahaan untuk mengantisipasi
keadaan darurat kebakaran Wawancara Kuesioner Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
b. Karakteristik Tim pemadam kebakaran
6 Usia Lama hidup Tim pemadam kebakaran terhitung dari lahir sampai sekarang dilakukan
penelitian. Wawancara Kuesioner 45 tahun Interval
7 Tingkat pendidikan Jenjang pendidikan formal yang ditempuh Tim pemadam kebakaran.
Wawancara Kuesioner SD
SLTP
SLTA
Akademi/PT Ordinal
8 Pengetahuan Suatu pemahaman Tim pemadam kebakaran berdasarkan prosedur
pemadaman kebakaran Wawancara Kuesioner Baik
Cukup
Kurang Ordinal
9 Masa kerja Lama waktu Tim pemadam kebakaran bertugas. Wawancara Kuesioner 20
tahun Interval
c. Pendeteksian dan peringatan
10 Detektor asap Alat yang bekerja berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah
tertentu. Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
11 Alarm kebakaran Alat yang memberikan isyarat atau tanda berupa bunyi bila terjadi suatu
kebakaran. Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
d. Alat pemadam kebakaran
12 APAR Alat yang digunakan untuk memadamkan api yang mudah digunakan (ringan).
Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
13 Hydrant Suatu sistem pemadam kebakaran yang menyemprotkan air bertekanan melalui
selang kebakaran. Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
e. Sarana penyelamat jiwa
14 Rute evakuasi Sarana penyelamat yang berupa tulisan yang menunjukkan tempat atau
daerah yang aman. Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
15 Pintu darurat Alat bantu yang digunakan untuk keluar menyelamatkan jiwa menuju tempat
yang aman. Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
16 Tempat berhimpun Lokasi yang digunakan sebagai tempat berkumpul jika terjadi suatu
kebakaran Observasi Checklist Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
Ordinal
BAB 5
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu menggambarkan sistem
manajemen penanggulangan kebakaran PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun karya tulis ilmiah ini adalah dari bulan Mei juli
2008.
Dalam populasi ini yang dijadikan populasi adalah seluruh tim pemadam kebakaran dan
sarana penanggulangan kebakaran yang terdapat di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu
sebanyak 45 orang.
Pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil sebagian dari total populasi Tim
pemadam kebakaran sebanyak 30 orang, karena dalam observasi dilapangan tersebut terdapat
keterbatasan penelitian. Dan memperoleh data dan informasi berupa dokumen yang
mendukung sistem manajemen serta kelengkapan sarana penanggulangan kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta.
Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka penulis mengumpulkan data yaitu dengan
beberapa cara sebagai berikut :
1. Data primer
Data mengenai sarana penanggulangan kebakaran diperoleh dengan melakukan :
a. Observasi menggunakan instrument checklist terhadap sarana pemadam kebakaran dan
penyelamatan jiwa yang ada.
b. Wawancara terhadap pihak K3L dan Tim pemadam kebakaran serta penyebaran kuesioner.
2. Data sekunder
a. Memperoleh data dari perusahaan PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu berupa catatan dan
pelaporan serta arsip arsip dari bagian K3L tentang sarana pemadam kebakaran dan data
data lain yang terkait dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
b. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca literatur, buku, peraturan perundang undangan,
bahan kuliah dan catatan lain guna mendapatkan teori yang berkaitan dengan karya tulis
ilmiah ini.
1. Editing
Pada tahap ini adalah melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keseragaman data yang ada
pada kuesioner dan checklist.
2. Codding
Pada tahap ini adalah lanjutan dari tahap editing yaitu memberikan penomoran dan
klasifikasian berdasarkan jawaban dari responden
3. Tabulating
Pada tahap ini dilakukan pemindahan data hasil penyebaran kuesioner dengan responden
kedalam bentuk tabel dan disajikan dalam bentuk narasi.
Analisis yang dilakukan untuk menggambarkan masing masing variabel penelitian dengan
menggunakan distribusi frekuensi. Kemudian data yang didapat dilakukan pembahasan
dengan cara membandingkan dengan teori yang ada dan dijelaskan dengan menggunakan
narasi.
Untuk variabel pengetahuan (J. Suprapto : 2000: 64 ) pertanyaan yang disajikan berjumlah 4
(empat) soal dengan pemberian bobot nilai setiap jawaban adalah sebagai berikut :
1. Untuk jawaban yang paling benar mempunyai bobot nilai 2, karena dianggap merupakan
jawaban yang paling baik.
2. Untuk jawaban mendekati benar mempunyai bobot nilai 1, karena dianggap merupakan
jawaban yang mendekati baik.
3. Untuk jawaban yang tidak benar mempunyai bobot 0, karena dianggap merupakan jawaban
yang kurang baik.
Sedangkan untuk penilaian variabel variabel yang ada berupa kebijakan penanggulangan
kebakaran, pendeteksian dan peringatan, sarana pemadam kebakaran dan sarana penyelamat
jiwa yaitu dengan membandingkan dengan standar yang ada pada peraturan dan literatur
buku dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat, jika seluruh item yang diteliti sesuai dengan standar yang digunakan.
b. Tidak memenuhi syarat, jika ada satu atau lebih item yang diteliti yang tidak sesuai dengan
standar yang digunakan.
BAB 6
HASIL PENELITIAN
6.1 Hasil
Berdasarkan data primer yang didapat melalui wawancara, kuesioner kepada Tim pemadam
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebanyak 30 orang responden, serta hasil
checklist yang disesuaikan dengan variabel variabel yang terdapat pada kerangka konsep
maka didapatkan hasil penelitian yang disusun sebagai berikut :
Dari hasil penyebaran kuesioner dapat diketahui bahwa Tim pemadam kebakaran sebanyak
30 orang responden (100 %) menyatakan ada kebijakan sistem manajemen penanggulangan
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Dan dari hasil wawancara dengan Manager staff
K3L menyatakan Ada kebijakan sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta.
Dari hasil observasi langsung dapat diketahui bahwa kebijakan sistem manajemen
penanggulangan kebakaran PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu berupa dibentuknya
pembentukan Tim pemadam kebakaran, tujuan dari pembentukan Tim pemadam kebakaran,
kriteria menjadi Tim pemadam kebakaran dan kebijakan yang diberikan pihak perusahaan
kepada Tim pemadam kebakaran yang berupa pemberian pelatihan dan pemberian jaminan
keselamatan kerja.
Dari hasil peyebaran kuesioner dapat diketahui bahwa Tim pemadam kebakaran sebanyak 30
orang responden (100 %) menyatakan ada perencanaan program penanggulangan kebakaran
di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dan dari hasil wawancara dengan Manager staff K3L
menyatakan Ada perencanaan program penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta.
Dari hasil observasi diketahui bahwa perencanaan program penanggulangan kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta sudah mempunyai program tersebut yang berupa telah dijalankan
upaya penanggulangan kebakaran di perusahaan tersebut
Dari data yang dapat diketahui bahwa seluruh responden (100 %) menyatakan ada
pembentukan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Dan dalam
observasi yang dilakukan telah ada pembentukan struktur keorganisasian khusus dalam upaya
sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa pembentukkan Tim
pemadam kebakaran khusus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. sebanyak 45 orang jumlah
Tim pamadam kebakaran, yang sudah terbentuknya struktur organisasi dan pembagian tugas
yang berupa petugas FB, operator, security, petugas komunikasi dan petugas P3K yang
diambil dari tiap masing masing ruangan bagian produksi.
Dari data dapat diketahui bahwa seluruh responden (30 orang) menyatakan bahwa ada
pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dan
dapat diketahui pula dari hasil wawancara dengan Manager staff K3L kegiatan pendidikan
dan pelatihan dalam bentuk training kepada karyawan (anggota tim pemadam kebakaran)
hanya dilakukan didalam lingkup perusahaan saja. Sedangkan pelatihan dan training khusus
K3 dilakukan hanya kepada ketua Tim pemadam kebakaran (fire brigade) saja.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa pelatihan dan pendidikan
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu telah memberikan pendidikan dan
pelatihan penanggulangan kebakaran terhadap Tim pemadam kebakaran yang berupa
pemberian teori tentang kebakaran, pengenalan APAR, pilar hydrant, pelatihan cara
penggunaan APAR dan hydrant, cara pemadaman kebakaran dengan menggunakan hydrant,
pemeliharaan sarana penanggulangan kebakaran, pengarahan dan evaluasi kegiatan fire
brigade yang dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali.
Dari data yang didapat diketahui bahwa petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta seluruh responden (100 %) selalu mengikuti kegiatan inspeksi sarana
pemadam kebakaran. Sedangkan dari hasil observasi dengan menggunakan checklist
diketahui bahwa inspeksi sarana pemadam kebakaran dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali
oleh Tim pemadam kebakaran (fire brigade) sesuai dengan ruangan tempat setiap Tim
bekerja di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa upaya kegiatan inspeksi sarana pemadam
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah dilakukan secara rutin oleh Tim pemadam
kebakaran (fire brigade) setiap 2 (dua) minggu sekali yaitu meliputi pemeriksaan
kelengkapan, kestabilan tekanan Alat Pemadam Api Ringan (APAR), hydrant, detektor asap,
Alarm kebakaran dan pintu darurat.
Dari data yang didapat diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta seluruhnya (100 %) menyatakan ada perencanaan keadaan darurat kebakaran.
Dan dari hasil observasi dengan menggunakan checklist diketahui pula ada perencanaan
keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta, namun perencanaan keadaan
darurat tersebut belum di syahkan oleh Plant Manager PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa dalam perencanaan keadaan darurat
kebakaran PT. Kimia Farma Plant Jakarta telah mempunyai prosedur tanggap darurat tetapi
hal tersebut belum disyahkan oleh Plant Manager UPF Jakarta.
TABEL 6.6
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT KELOMPOK USIA
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
USIA JUMLAH %
45 tahun 1 3
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.6 diketahui bahwa usia petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta sebagian besar (97 %) yaitu kelompok usia 24 45 tahun.
6.1.7.2 Tingkat Pendidikan Petugas Tim Pemadam Kebakaran
TABEL 6.7
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
Dari tabel 6.7 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan petugas Tim pemadam kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang terbanyak (84 %) responden yaitu dengan tingkat
pendidikan SLTA, sedangkan yang berpendidikan Akademi/perguruan tinggi yaitu sebanyak
4 orang (13 %) dan yang berpendidikan SLTP yaitu sebanyak 1 orang (3 %).
6.1.7.3 Pengetahuan
TABEL 6.8
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT PENGETAHUAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
PENGETAHUAN JUMLAH %
Baik 6 20
Cukup 22 74
Kurang 2 6
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.8 dapat diketahui bahwa pengetahuan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta sebagian besar (74 %) cukup, dan petugas yang berpengetahuan baik
sebanyak 6 orang (20 %), sedangkan petugas dengan pengetahuan kurang sebanyak 2 orang
(6 %).
TABEL 6.9
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN
MENURUT PENGETAHUAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA
TAHUN 2008
MASA KERJA JUMLAH %
20 tahun 1 3
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.9 dapat diketahui bahwa masa kerja petugas Tim pemadam kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta sebagian besar (94 %) yaitu dengan masa kerja 5 20 tahun,
sedangkan petugas dengan masa kerja >20 tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan yang masa
kerja terpendek yaitu 20 tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan yang masa kerja terpendek yaitu
45 tahun) daripada pekerja muda (20 tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan yang masa kerja
terpendek yaitu <5 tahun hanya 1 orang (3 %).
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.186 tahun 1999 tentang unit penanggulangan
kebakaran ditempat kerja mengemukakan bahwa untuk dapat menjadi unit penanggulangan
kebakaran minimal masa kerja 5 20 tahun mengenai lingkup pengalaman kerja seseorang
meliputi :
1. Kegiatan dalam pekerjaan atau aktivitas secara rutin yang nantinya akan mengarah
padateknis pengembangan dan penyempurnaan pekerjaan barunya.
2. Kejutan peristiwa dalam hidupnya sehari hari dimana dengan sadar atau tidak sadar ia
melakukan gerakan intrinsik yang bersifat kodrati.
3. Waktu yang menyertai setiap gerakan pekerjaan yang dilakukan, sehingga karena
pengalaman tersebut sengat berharga untuk dipakai sebagai modal perencanaan di kemudian
hari.
Dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa masa kerja sangat berkaitan dengan
pengalaman, yakni semakin lama masa kerja seseorang maka pengalamannya akan semakin
banyak. Dari hasil penelitian diatas ternyata sebagian besar 94 % atau 28 orang Tim
pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dengan masa kerja 5 20 tahun telah
sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran ditempat kerja yang mengemukakan bahwa untuk dapat menjadi
unit penanggulangan kebakaran minimal masa kerja 5 20 tahun.
a. Pendeteksian Kebakaran
Pada tabel 6.10 dapat diketahui sudah terdapat sistem pendeteksian kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta berupa alat detektor asap yang sudah terpasang pada setiap ruangan.
Yang berjumlah 100 buah detektor asap yang telah telah sesuai dengan syarat pemasangan
pendeteksi kebakaran.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan
Kebakaran (1997). Penempatan dan pemasangan detektor asap harus memenuhi syarat
syarat berikut :
- Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari dinding dan tidak
boleh lebih dari 30 cm dari langit langit.
- Detektor asap sebisa mungkin dipasang dekat dengan bahan yang akan diproteksi.
- Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari lubang AC.
- Dalam hal adanya lubang udara masuk AC, maka detektor asap harus dipasang pada daerah
dekat lubang udara balik pada jarak kurang dari 1,5 m.
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai temperatur ruang lebih
dari dari 38C atau dibawah 0C, kecuali untuk detektor asap yang mempunyai spesifikasi
temperatur kerja khusus.
- Jarak detektor asap yang terjauh dari dinding pemisah adalah 6 m dalam ruang efektif dan
12 m dalam rauang sirkulasi.
- Pada setiap luas lantai 92 m dengan tinggi langit langit 3 m, harus dipasang sebuah alat
detektor.
- Jarak antar detektor asap maksimum 12 m didalam ruang efektif dan 18 m didalam ruang
sirkulasi.
- Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20 buah detektor asap yang
dapat melindungi ruangan 1000 m luas lantai.
Dari hal tersebut diatas maka penempatan dan pemasangan detektor asap di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta telah memenuhi syarat menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material
K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1997) dalam penempatan dan pemasangan detektor
asap.
b. Alarm Kebakaran
Pada tebel 6.11 diketahui bahwa terdapat alarm kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
dalam penyediaannya sudah memenuhi syarat. Alarm kebakaran yang tersedia yaitu
berjumlah 30 titik pemasangan yang dipasang tiap 15 m, yang sudah terpasang disetiap area
dan juga dilengkapi dengan bel alarm berupa tombol tekan break glass. Dimana alarm akan
mengeluarkan suara yang terdengar keseluruh ruangan bila terjadi suatu kebakaran. Dan
didalam sistem alarmmya pendeteksian terhubung dengan pintu darurat, maka jika pintu
darurat tersebut terbuka maka dengan sendirinya alarm kebakaranpun akan berbunyi.
Untuk peletakkan panel indikator alarm kebakaran diletakkan dipos security. Pemeriksaan
sistem alarm kebakaran sendiri dilakukan oleh Tim pemadam kebakaran setiap 2 (dua)
minggu sekali.
Menurut ILO (1989) setiap tempat kerja harus mempunyai sistem alarm kebakaran untuk
memperingatkan orang orang bila kebakaran timbul. Sistem kebakaran dapat otomatis, atau
berupa lonceng alarm, pluit atau sirine yang terpasang dibeberapa tempat di pabrik serta
dapat pula menggunanakan tombol atau tangkai untuk mengoperasikan alarm bila diperlukan.
Alarm harus terdengar disemua tempat pabrik, termasuk ruang kerja, gudang, lorong, ruang
ganti kamar kecil dan kamar mandi.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Alarm kebakaran yang tersedia di PT. Kimia
Farma Plant Jakara yaitu berjumlah 30 titik pemasangan telah memenuhi standar diatas.
Dari tabel 6.12 dapat diketahui bahwa penyediaan alat pemadam kebakaran yang ada di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta dalam pemadaman api kecil dengan menggunakan APAR yang
berjenis DC (Dry Chemical) dan CO, Total jumlah APAR 98 buah.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 bidang penanggulangan kebakaran
syarat penempatan APAR yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
b) Ditempatkan ditempat yang mudah terlihat, dijangkau dan mudah diambil (tidak diikat,
dikunci atau digembok).
c) Setiap jarak 15 m dengan tinggi pemasangan maksimum 125 cm.
d) Memperhatikan jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan klasifikasi beban api.
e) Dilakukan pemeriksaan secara berkala.
f) Terdapat catatan orang yang akan menggunakannya.
Dari hasil observasi diketahui bahwa penempatan APAR di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
memenuhi syarat menurut Departemen Tenaga Kerja (1997) mengenai syarat syarat
penempatan APAR.
b. Hydrant
Dari tabel 6.13 dapat diketahui bahwa Hydrant yang ada di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Jumlah hydrant yang ada sebanyak 16 titik yang terdiri dari : 8 titik hydrant gedung yang
berukuran slang 1,5 , dan tidak terdapatnya nozzle, 8 titik hydrant halaman yang berukuran
slang 2,5 dan juga tidak terdapat nozzle. Dalam pendistribusian air melalui pipa pipa
hydrant yaitu berasal dari air PAM yang tekanannya stabilnya yaitu 8 bar dengan
menggunakan pompa diesel, jockey pump dan man pan.
Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul Training
Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1997) mengenai persyaratan umum
penempatan Hydrant adalah sebagai berikut :
1. Letak kotak dan pilar hydrant mudah dilihat, mudah dicapai, tidak terhalang dan harus
bercat merah dengan tulisan Hydrant berwarna putih.
2. Kotak hydrant mudah dibuka.
3. Panjang maksimal slang 30 cm dan dalam keadaan baik yaitu tidak membelit bila ditarik.
4. Pipa pemancar (nozzle) terpasang pada slang.
Namun dalam kelangkapan pemasangan nozzle hydrant tidak terpasang pada slang dengan
baik karena kurangnya perhatian petugas Tim pemadam kebakaran terhadap kondisi hydrant
halaman.
a. Rute evakuasi
Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta belum mempunyai rute evakuasi, namun arah petunjuk pintu keluar sudah terpasang
pada tiap koridor lantai yang berbentuk kotak dengan tulisan exit berwarna putih.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, syarat syarat rute evakuasi yaitu :
5. Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat mengganggu kelancaran
evakuasi dan mudah dicapai.
6. Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari bahaya api,
asap dan gas. Serta dalam penempatan pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa
sehingga dimana saja penghuni dapat ,menjangkau pintu keluar (exit).
7. Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan mempunyai lebar : untuk
koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan
keluar 2 m.
8. Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber
utama.
9. Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
10. Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan, Warna tulisan hijau
diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian belakang tanda tersebut dipasang dua buah
lampu pijar yang selalu menyala.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa Rute evakuasi dalam keadaan darurat kebakaran
di PT. Kimia Farma Plant Jakarta tidak memenuhi syarat Departemen Tenaga Kerja, karena
tidak terdapatnya Rute evakuasi resmi di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang dapat
menyulitkan jika terjadi kebakaran.
b. Pintu darurat
Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sudah mempunyai sarana yang berupa pintu darurat, yang berjumlah 8 pintu darurat
yang berada pada gedung bagian produksi, dan pintu darurat ini berhubungan langsung
dengan alarm kebakaran dimana jika pintu darurat tersebut dibuka maka alarm kebakaranpun
akan berbunyi. Pintu darurat ini tidak digunakan secara umum.
Menurut Departemen Tebaga Kerja (1997) Pintu darurat adalah alat bantu yang digunakan
untuk keluar dan menyelamatkan jiwa menuju tempat yang aman.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa kondisi pintu darurat tersebut memenuhi syarat
karena konstruksinya tersebut kokoh dan dalam kondisi fisik pintu tersebut baik yang terbuat
dari besi beton namun dalam penggunaannya tidak menyulitkan pengguna jika terjadi
kebakaran.
c. Tempat berhimpun
Lokasi yang digunakan sebagai tempat berhimpun dalam upaya perlindungan diri dari bahaya
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta terletak di 4 (empat) titik yaitu :
1. Diarea parkir mobil
2. Lapangan terbuka diantara bangunan kantor dan gedung produksi
3. Dibagian belakang gedung produksi
4. Dan dilapangan terbuka belakang gudang
Menurut Departemen Tenaga Kerja, tempat berhimpun adalah tempat yang aman untuk
berkumpul dan menghindar dari bahaya kebakaran, atau tempat berkumpul pengungsi
ataupun untuk barang/dokumen penting, yang aman dan bebas dari pengaruh kebakaran. Dan
tempat ini harus lebih dari satu dan setiap berkumpul harus diberi tanda yang jelas.
Dari hasil observasi yang dilakukan dapat diketahui tempat berhimpun yang disediakan di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta belum memenuhi syarat karena dua diantara tempat
berhimpun tersebut lokasinya tidak strategis yang berada dibelakang gedung produksi dan
dibelakang gudang yang dapat menyulitkan jika terjadi kebakaran. Namun sudah dilakukan
pemasangan rambu rambu atau tanda keadaaan darurat seperti Hollow Point sudah
dilakukan dibeberapa titik.
BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kebijakan sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
sudah ada, yang berupa :
a. Perencanaan program penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma PLant Jakarta sudah
ada tetapi belum di syahkan oleh Plant Manager PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Dan belum
mempunyai sarana evakuasi seperti rute evakuasi.
b. Pembentukan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah ada, dan
dari hasil penelitian dalam pengorganisasian dan pembentukan Tim pemadam kebakaran PT.
Kimia Farma Plant Jakarta telah mempunyai jumlah 45 orang yang tergabung dalam Tim
pemadam kebakaran (fire brigade).
c. Pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
sudah ada kegiatan tersebut yang dilakukan setiap dua minggu sekali oleh seluruh anggota
Tim pemadam kebakaran. Sedangkan pelatihan dan training khusus K3 dilakukan hanya
kepada ketua Tim pemadam kebakaran (fire brigade) saja, yang diberikan tiap 1 (satu) tahun
sekali.
d. Inspeksi sarana pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah dilakukan
secara rutin oleh Tim pemadam kebakaran (fire brigade) setiap 2 (dua) minggu sekali yaitu
meliputi pemeriksaan kelengkapan, kestabilan tekanan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
dan hydrant.
e. Perencanaan keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah ada,
namun perencanaan tersebut belum secara syah ditetapkan oleh Plant Manager PT. Kimia
Farma Plant Jakarta. Hal tersebut dapat menyulitkan bila terjadi suatu kebakaran maka secara
tidak langsung Plant Manager tidak bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran tersebut.
2. Karakteristik Tim Pemadam Kebakaran yang meliputi :
a. Usia
Usia petugas Tim pamadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian besar
berada pada kelompok usia 25 45 tahun
(97 %).
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pedidikan petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang
terbanyak yaitu pada tingkat pendidikan SLTA (84 %)
c. Pengetahuan
Pengetahuan petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian
besar berpengetahuan cukup (74 %) mengenai penanggulangan kebakaran.
d. Masa kerja
Masa kerja petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian
besar mempunyai masa kerja 5 20 tahun (94 %).
3. Sarana penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta, yaitu :
a. Pendeteksian dan Alarm kebakaran
Sudah terdapat sistem pendeteksian kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang telah
memenuhi syarat sesuai dengan persyaratan pemasangan pendeteksian kebakaran menurut
Departemen Tenaga Kerja (1997), berupa alat detektor asap yang sudah terpasang pada setiap
ruangan yang berjumlah 100 buah.
Sedangkan alarm kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah ada yaitu berupa
pengadaan sistem alarm kebakaran berjumlah 30 titik pemasangan yang berjarak tiap 15 m
sudah terpasang pada setiap area dan sudah dilengkapi oleh dengan bel alarm dan titik
panggil manual berupa tombol break glass, yang sesuai dengan Departemen Tenaga Kerja
(1997).
8.2 Saran
Dari permasalahan yang ada, maka penulis mencoba memberikan masukan sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindak lanjuti dengan dilengkapinya sistem manajemen
penanggulangan kebakran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta, antara lain :
1. Ditetapkan dan disyahkannya perencanaan program penanggulangan kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta oleh Plant Manager UPF Jakarta, agar perusahaan dapat lebih
mengupayakan usaha penaggulangan kebakaran.
2. Ditingkatkan kembali pengorganisasian Tim pemadam kebakaran yang sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun 1999 menjadi petugas peran kebakaran
sekurang kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima)
orang. Dari total jumlah karyawan yang ada di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu 612
orang maka diperlukan petugas peran kebakaran kurang lebih sebanyak 49 orang.
3. Penambahan kegiatan pendidikan dan pelatihan penanggulangan kebakaran yang sesuai
kriteria jabatan anggota Tim pemadam kebakaran pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI
No. 186 tahun 1999 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Khususnya bagi
para anggota Tim pemadam kebakaran yang belum mengukuti pelatihan khusus bidang
penanggulangan kebakaran.
4. Ditetapkan dan disyahkannya perencanaan keadaan darurat di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta oleh Plant Manager UPF Jakarta, agar perusahaan dapat lebih mengupayakan usaha
penaggulangan kebakaran. Dan dibuatnya SOP (Standar Operasional Prosedur) penggunaan
sarana penanggulangan kebakaran bagi penghuni dan pemakainya.
5. Segara dibuatnya jalur evakuasi agar dapat memudahkan upaya penyelamatan jiwa jika
terjadi suatu kebakaran.