Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Motto "Ketika Aku Sakit Kamu Melawat Aku ..." yang terpasang di pintu depan

Rumah Sakit(RUMAH SAKIT) adalah media komunikasi yang memperkenalkan budaya

pelayanan untuk keselamatan pasien. Kata melawat memberi arti yang sangat dalam yaitu

keselamatan adalah kata yang paling dicari oleh setiap pengunjung, termasuk menguatkan

harapan dari pasien yang dirawat di sana. Harapan selamat akan memberi kepuasan, bila

semua prilaku yang ditampilkan oleh setiap petugas (mayoritas perawat) ditanggapi dan

dialami oleh pasien diarahkan untuk selamat, Salam "5S" (Sapa, Senyum, Sentuh, Sembuh

dan Selamat) adalah kriteria pelayanan yang dilafalkan oleh petugas di dalam melayani

pasien diRumah Sakityang dikelola dengan fokus keselamatan pasien. (KARUMAH SAKIT

2016). (1)i

Gambar 1.1 Paradigma Pelayanan Pasien di Rumah SakitMasa Kini menempatkan Pasien dan
Keluarga sebagai Sentra Pelayanan (KARUMAH SAKIT 2012) (1)
Pedoman KARUMAH SAKIT (Komite Akreditasi Rumah Sakit) menurut Sutoto

bahwa paradigma pelayanan Rumah Sakitsudah berubah dari memusatkan pikiran pelayanan

pada dokter sebagai lokomotif, menjadikan pasien sebagai fokus perhatian pelayanan yang

nyaman dan selamat.

Anjuran ini sebenarnya sudah sejak lama diupayakan menjadi falsafah pelayanan di

RUMAH SAKIT St Elisabeth, tetapi pedoman itu saja tidak dapat berbuat banyak karena

kecukupan tenaga kerja perawat selalu terjadi sewaktu-waktu.

Motto "Ketika Aku Sakit Kamu Melawat Aku ..." juga selalu harus bermakna

mengingatkan pihak RUMAH SAKIT dalam peran memberikan pelayanan standar, optimal

dan cukup waktu memberikan keselamatan pada pengguna jasa dan pada sesama petugas.

Media komunikasi efektif perlu untuk menjelmakan kondisi pelayanan yang memberi

kepuasan pada semua pihak. Semua pihak artinya bukan hanya pada pihak pasien tetapi juga

pada pihak RUMAH SAKIT. Permasalahan penulis temukan didalam peran aktif dari

kelompok keperawatan rawat inap adalah keperawatan masih banyak yang kurang kompeten

memaknai pelayanan yang aman dan selamat untuk pasien.

Rumah Sakitakan dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang

diunggulkan, melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia yang mampu karena

kecukupan melakukan Standar Asuhan Keperawatan (SAK), melayani pasien supaya

terpuaskan. Bila elemen fasilitas sudah teRumah Sakitedia baik dan menyenangkan, tetapi

kualitas pelayanan (kesetiaan) yang diberikan perawat terkendala karena Standar Asuhan

Keperawatan (SAK) tidak sepenuhnya dikerjakan, akan mengalami saksi organisasi dan

sanksi bisnis yaitu kehilangan pasien. Hal teRumah Sakitebut dapat terjadi bila sebagian

perawat turn over meninggalkan rumah sakit. Rumah Sakitkehilangan banyak pasien, Pasien

yang tidak terpuaskan akan dijauhi oleh calon pasien dan ditinggalkan oleh yang pernah
datang. Pasien akan beralih ke Rumah Sakitlain yang perawatnya mampu memberi

pelayanan standar. Hal teRumah Sakitebut akan sangat merugikan Rumah Sakit. (2) ii

Pelayanan prima di Rumah Sakitakan tercapai jika setiap sumber daya manusia

(SDM) Rumah Sakitterutama perawat mempunyai keterampilan khusus, diantaranya

memahami produk secara mendalam, berpenampilan menarik, beRumah Sakitikap ramah dan

beRumah Sakitahabat, responsif (peka) dengan pasien, menguasai keterampilan profesi,

mampu berkomunikasi secara efektif menanggapi keluhan pasien secara empati. (2)

Bagian keperawatan (termasuk rawat inap) Rumah Sakitadalah suatu bidang

pelayanan yang dianggap setara dengan pelayanan bidang lain seperti bidang pelayanan

medis, diagnostik dan administrasi lainnya. bidang diagnostik, yang langsung terlibat

melayani pasien. Pelayanan keperawatan menurut ahli (Zaidin Ali) adalah aplikasi proses

yang memakai metode ilmiah dan sistematis untuk mengkaji dan mendiagnosis status

kesehatan pasien, merumuskan hasil yang dicapai, menentukan intervensi, mengevaluasi

mutu dan hasil usaha yang dilakukan pada pasien. Pelayanan Rekam Medis sudah merupakan

bagian terintegrasi yang harus ada di dalam Standar Asuhan Keperawatan (SAK) di rumah

sakit. Sanksi hukum termasuk untuk Rumah Sakitdapat dikenakan bila saja Rumah Sakittidak

melaksanakan Rekam Medik di dalam pelayanan mereka (3,4,5,6) iii iv v vi

Organisasi Rumah Sakitpada masa sekarang berada ditengah pertumbuhan industri

pelayanan kesehatan yang global. Iklim peRumah Sakitaingan Rumah Sakitselalu meningkat

tajam memperebutkan bukan hanya jumlah pasien, tetapi juga SDM (administrasi, dokter,

perawat, teknisi dan lain-lain). Kelompok SDM yang mampu memberikan napas kehidupan

dan kelangsungan organisasi rumah sakit. PeRumah Sakitaingan yang lazim terjadi pada

lingkungan Rumah Sakit, bila telah menyulitkan harus dicarikan jalan keluar supaya dapat

dikendalikan dititik minimal. Rumah Sakityang mengalami kendala karena petugas turnover

tidak loyal pada organisasi, harus segera menemukan jalan keluar. (7)vii
Ruang Rawat Inap (Rina) di Rumah SakitSt. Elisabeth, dimana penelitian akan

dijalankan pada masa sebelum bergabung beRumah Sakitama BPJS (Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial) sangat terganggu oleh minimnya angka hunian rawat inap yang rata-rata < 60

%. Kondisi kurangnya minat pengguna jasa mnggunakan jasa rawa inap di RUMAH SAKIT

St Elisabeth pada waktu itu, menyadarkan manajemen untuk segera menjalin kerja sama

karena masyarakat lebih suka menggunakan RUMAH SAKIT yang bekerja sama dengan

asuransi BPJS. Pada tahun terakhir terakhir RUMAH SAKIT St Elisabeth jadi turut

bergabung beRumah Sakitama BPJS dan tingkat BOR dapat melebihi 70%. (8) viii

Penggabungan RUMAH SAKIT St Elisabeth dengan rekanan BPJS memang

meningkatkan BOR (Bed Occupancy Rate), yaitu rasio penggunaan fasilitas tempat tidur

rawat inap. Suasana semakin baiknya tingkat BOR sedikit banyaknya mengguncang

peRumah Sakitiapan bidang pelayanan keperawatan yang ada. Perubahan intensitas dan

jumlah kerja yang semakin bervariasi, ditambah kondisi semakin naiknya angka BOR

(>70%) , turut menambah kekurangan relatif dari tenaga kerja keperawatan di ruang rawat

inap. (8)

Kenaikan yang hampir dikatakan drastis tidak hanya berakibat positif pada pencapaian

(kinerja) rawat inap di rumah sakit. Kenaikan angka okupasi fasilitas berarti juga menambah

beban kerja bagi petugas pelayanan rawat inap, karena bila sebelumnya untuk melayani

pasien yang sedikit, pelayanan komplet dapat dikerjakan oleh sejumlah kecil perawat yang

ada, sekarang jumlah perawat itu terasa kurang di kuantitas. Rekrutmen perawat baru

memang dilakukan, tidak segera untuk kualitas.

Masalahnya adalah pegawai baru direkrut umumnya mereka yang belum cukup

pengalaman karena biasanya baru tamat dari pendidikan. Mereka pada umumnya belum

memiliki nyali untuk bekerja seperti pelayanan yang diberikan oleh seniornya yang telah

paripurna mengetahui budaya pelayanan standar di rumah sakit. Sementara itu dapat
ditambahkan bahwa di masa terakhir, intervensi KARUMAH SAKIT dan BPJS sangat

intensif dengan SOP-SOP baru yang meliputi pembaharuan SAK dari yang lama menjadi

yang terbaru. Perawat baru tamat belum teRumah Sakitosialisasi melaksanakan prosedur baru

karena prosedur itu sendiri tidak datang melalui bangku kuliah.

Intervensi prosedur modern standar KARUMAH SAKIT yang mengutamakan ilmu

pelayanan standar dan standar BPJS yang mengutamakan model pelayanan minimal untuk

meningkatkan efisiensi, menambah beban pelayan di rawat inap semakin relatif meningkat.

Masalahnya adalah jumlah yang direkrut sekarang ini, dibuat menurut hitungan kebutuhan

tenaga model pelayanan keperawatan yang lama. Model pelayanan perawat model lama tidak

cukup menekankan kebutuhan administrasi pelayanan tercatat di rekam medis, sementara

sekarang peerawat selain melaksanakan kewajiban catat mencatat di rekam medis, masih pula

dibebani untuk membantu dokter supaya selalu disiplin, akurat dan cukup melakukan

kegiatan pencatatan pelayanan dokter ke Rekam Medis pasien. Perilaku dokter pelayanan

medis yang pada masa lalu sering melalaikan kelengkapan rekam medis, sekarang sudah

menjadi beban tanggung jawab perawat untuk mengendalikannya. Permasalahan baru

bertambah pada perawat bukan karena mereka malas, tetapi karena ada gap psikologis bahwa

dokter itu adalah atasan yang harus disegani

Jumlah perawat sebenarnya memang perlu digandakan tetapi attitude mereka untuk

selalu menambah kompetensi mengerjakan sistem SAK yang dipermodern harus dilanjutkan

berkesinambungan. Pihak manajemen dianjurkan oleh KARUMAH SAKIT dan BPJS untuk

memberikan peluang perawat melakukan pelatihan rutin bahkan kelanjutan pendidikan yang

lebih tinggi. Pada sesi pelatihan manajemen menyadari bahwa mereka yang dihadirkan tidak

bisa diambil dari perawat yang berdinas dalam shift kerja. Akhirnya manajemen mewajibkan

perawat yang sebenarnya "off day" atau dalam "off time" (sesi istirahat shift kerja) untuk

hadir dalam kondisi yang kurang fit. Perawat seterusnya cenderung dapat "mental fatique"
karena masalah rutinitas yang tak kunjung selesai. Suasana monoton dalam pekerjaan akan

mudah membuat kekeliruan karena serangan "mental fatique" dan kebosanan

Upah kerja yang rata-rata UMR di kota Medan sudah sejak lama menjadi bagian

perawat. Sebagian mereka sebenarnya sudah mampu metoleransi menerima upah seperti itu,

karena sebagian mereka bekerja sambilan di luar jam kerja rutin. tetapi sekarang dengan

kewajiban untuk ikut sesi pelatihan dan lain-lain, penghasilan ekstra itu ikut hilang. Jadi

adalah tepat bila solusi yang dicari adalah solusi untuk mencari jalan kelepasan perawat dari

tekan beban kerja secara paripurna termasuk beban mencari nafkah yang diringankan secara

bermakna.

Permasalahan SDM (Sumber Daya Manusia) karena suatu pembaharuan, sepertinya

logis terjadi. Ketika pasien menjadi lebih banyak, beban kerja perawat turut menjadi lebih

meningkat. Rekrutmen pegawai baru dapat mengkompensasi jumlah ketenagaan tetapi

permasalahan jadi merambat ke masalah lain. Investasi pengadaan SDM, rekrutmen,

pengorganisasian, pelatihan kerja pegawai baru dan beban staf pengendalian keperawatan

menjadi beban baru pada pihak manajemen. (8)

Kondisi RUMAH SAKIT St Elisabeth setelah bergabung dengan BPJS, beban

keperawatan di unit rawat inap relatif meningkat. Beban pelayanan keperawatan berintensitas

rata-rata tinggi, relatif "overload" karena pada dasarnya masyarakat di Sumatera Utara pada

umumnya sudah terkesan bahwa RUMAH SAKIT dengan reputasi bagus, pada saat sekarang

sudah dapat diakses dengan biaya pelayanan yang ditanggung BPJS. Reputasi yang cukup

baik di Medan dan sekitarnya akhirnya berdampak boomerang karena ketenagaan perawat

senior yang masih tinggal di rumah sakitarnya sedikit.

Permasalahan riil langsung dirasakan timbul karena beban kerja yang bertambah

karena kolaborasi dengan BPJS menimbulkan dampak kekurangan tenaga keperawatan yang

berkompetensi cukup memadai.


PEMBAHARUAN KEBIJAKAN PROSEDUR PERAWAT DI RAWAT INAP ST ELIZABETH

Efek Jumlah Perawat Tepat Jumlah Perawat Keliru /


Kelompok dan Akurat Prosedur Tidak Akurat Prosedur
Perawat

Perawat Senior (lama) dengan pengalaman 30 5


> 2 tahun kerja Kasus Kasus
(a) (b)

Perawat yang baru direkrut minim pengalaman 20 10


< 1 tahun kerja Kasus Kasus
(c) (d)

Keterangan :

Pada survey awal untuk memeriksa apakah ada perbedaan yang bermakna terjadi

terhadap kinerja pegawai (Kelompok perawat dengan > 2 tahun pengalaman, dibandingkan

dengan perawat dengan pengalaman minim, <1 tahun pelayanan.

Dalam hitungan Odd Ratio (OR) diperoleh hasil :

axd 30 x 10 300
OR = = = = 3 Ada pengaruh yang realistis
bxc 5 x 20 100

bahwa rentang pengalaman yang berbeda dimilik oleh perawat senior dengan pengalamn > 2

tahun, dibandingkan dengan perawat baru dengan pengalaman kerja yang minim, telah

membedakan reputasi dan prestasi kerja yang lebih baik pada perawat senior. Nilai OR > 1

meneguhkan pernyataan bahwa ada perbedaan jenjang penerimaan dari pegawai senior

dibanringkan dengan pegawai baru yang mentah pengalaman kerja. (9) ix

Survey itu dilaksanakan selama 1 bulan. Pada rentang survey yang melibatkan 2

kelompok perawat dengan masa pengalaman kerja yang berbeda (kelompok senior dengan

masa kerja > 2 tahun dan kelompok perawat baru dengan pengalaman < 1 tahun kerja).

Mereka sesungguhnya telah lebih dahulu dilatih dan diberi kesempatan yang sama untuk

mempelajari suatu bentuk manajemen keperawatan yang baru seperti dianjurkan oleh
penganjur BPJS selama masa peRumah Sakitiapan menjalain kerja sama dengan BPJS.

Kelompok BPJS sama seperti juga KARUMAH SAKIT (Komisi Akreditasi Rumah Sakit)

memberikan paa RUMAH SAKIT yaitu suatu standar pelayanan yang direkomendasi untuk

diadopsi. Pihak keperawatan di RUMAH SAKIT St Elisabeth sebenarnya konsisten selalu

memperbaharui sistem dan kualitas kerja mereka dengan hal-hal yang baru berkembang,

tetapi keharusan meereka untuk selalu meninggalkan pekerjaan karena kewajiban lain

mengikuti sesi training yang terus menerus. Beban kerja perawat yang dipertambahkan untuk

maksud peningkatan mutu pelayanan, justru jadi menambah berat kewajiban perawat yang

tinggal di ruangan. Beban kerja relatif meningkat kembali dan efektifitas kinerja relatif

menurun.

Hal yang terpantau bermakna dari survey awal adalah adanya perbedaan yang

bermakna bahwa pihak perawat senior dengan pengalaman kerja yang cukup, memiliki

tingkat ketepatan dan akurasi pelayanan yang standar, dibandingkan dengan kompatriot

mereka di kelompok perawat baru dengan pengalaman kerja < 1 tahun. Hal ini bermakna

bahwa akan lebih baik bila Rumah Sakitdapat memperoleh jumlah perawat yang sudah

berpengalaman dibandingkan dengan mempekerjakan perawat baru yang minim pengalaman

kerja. (10) x

Ketimpangan dalam kecermatan kerja serta kedisiplinan yang dituntut cukup, tidak

teRumah Sakituplai memerlukan lebih banyak pengorbanan pada pihak RUMAH SAKIT

karena bagaimanapun pihak Keperawatan harus dapat mengatasi permasalahan kekurangan

tenaga perawat skill dengan waktu yang segera. Sementara kebutuhan perawat skill sedang

berlangsung di RUMAH SAKIT sendiri, fenomena serupa terjadi di RUMAH SAKIT-

RUMAH SAKIT lain di lingkungan kota. Kota Medan saat tahun-tahun terakhir diramaikan

oleh bertambahnya jumlah Rumah Sakitbesar seperti jamur di musim hujan, tetapi tidak dapat

memperoleh tenaga keperawatan yang berpengalaman untuk melayaninya. Iklim peRumah


Sakitaingan jadi melebar ke sisi lain yaitu memperebutkan tenaga perawat yang berkompeten

dari rumahsakit-rumahsakit lain. Permasalahan perebutan tenaga keperawatan yang tidak

terkendali ini, tingkat turnover perawat-perawat yang sudah berpengalaman menimbulkan

masalah baru bagi RUMAH SAKIT St Elisabeth.

Penulis memprediksi bahwa perawat juga memiliki tingkat kepuasan kerja yang

mereka kejar. Perawat memiliki cita-cita karir, memiliki kebutuhan hidup yang lebih baik dan

banyak perawat wanita yang harus ikut suami bekerja di kota lain. Catatan Gibson di dalam

Organization Behavior perlu diterima secara realistis. Perlu disadari bagaimanapun kondisi

organisasi akan selalu diterpa pembaharuan waktu ke waktu karena pembaharuan tidak

pernah berhenti. Perawat meninggalkan suatu Rumah Sakit, tidak akan pernah berhenti

selama tindakan itu adalah hak perawat sepenuhnya. Hal yang penting dipikirkan oleh

RUMAH SAKIT adalah bagaimana membalikkan situasi dari kerugian karena perawat

eksodus, menjadi keuntungan karena Rumah Sakitberubah status menjadi tempat tujuan

semua perawat untuk bekerja.

Hubungan antara kepentingan meningkatkan kompetensi perawat dengan Baliho

"Selamat Datang di Ruang Perawatan Rumah Sakit..." dan motto "Jadikan Pasien Safety

sebagai adalah pusat perhatian pelayanan Rumah Sakitseperti yang dicanangkan BPJS dan

KARUMAH SAKIT adalah karena kelompok kerja yang paling banyak bekerja dan

berhubungan dengan pasien rawat inap adalah perawat. Perawat yang paling perlu dibekali

dengan kompetensi kerja mengatur pekerjaan manajemen staf keperawatan untuk

memuaskan semua pihak. Permasalah riil yang sedang dihadapi saat yaitu turn over perawat

harus mampu dikendalikan terbalik. Terbalik, maksudnya membuat budaya keperawatan di

RUMAH SAKIT menjadi ideal untuk memelihara kompetensi, psikologis dan motivasi

perawat menyenangi profesi pelayanan keperawatan dan mendapatkan nilai kinerja SAK

yang lebih baik.


Judul penelitian adalah : "Faktor Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Perawat

Dalam Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitSanta

Elisabeth Medan Tahun 2017".

1.2 Perumusan Masalah

Apakah solusi terbaik untuk sakit untuk realistis menciptakan budaya kerja kondusif

di mata perawat, supaya pemahaman individu awal yang tradisionil (pindah kerja),

berkembang mengadopsi budaya Rumah Sakityang mengembangkan kompetensi perawat

melalui jalur psikologis, motivasi, pemahaman dan kepuasan kerja yang serasi, memacu

kesetiaan pada kerja sama melaksanakan standar asuhan keperawatan untuk mencapai nilai

kinerja yang lebih baik.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor apa yang memengaruhi perilaku kesetiaan dan kepuasan kerja

perawat di Rumah Sakityang mampu meningkatkan poRumah Sakiti retensi bekerja di

suatu organisasi pelayanan rawat inap.

2. Mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi pencapaian kinerja perawat dilihat dari

sisi pelaksanaan SAK terbatas khususnya pelaksanaan dokumentasi rekam medis pada

pelayanan rawat inap RUMAH SAKIT St Elisabeth Medan

3. Mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemelihara sumber daya

manusia diRumah Sakitdelam upaya meretensi perawat senior dan meningkatkan

kompetensi perawat baru tanpa mengganggu kebutuhan pelayanan rawat inap apa

akibat mental fatique .

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan perihal faktor-faktor penting dipakai supaya mampu mengurangi

tingkat turnover perawat dari Rumah SakitSt. Elisabeth Medan


2. Memberi masukan khususnya pada pihak keperawatan tentang solusi mengeliminasi

ketidak sempurnaan petugas melaksanakan kewajiban pencatatan dokumentasi rekam

medis sebagai bagian SAK untuk kesinambungan komunikasi pelayanan keperawatan.

3. Masukan pada manajemen untuk lebih arif merevitalisasi fungsi pemeliharaan sumber

daya manusia berdasarkan masukan yang dihasilkan penelitian nanti.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan dan Standar Asuhan Keperawatan dan Suasana PeRumah


Sakitaingan Memperebutkan Perawat ahli di Rumah Sakit

2.1.1 Keperawatan dan Standar Asuhan Keperawatan

Keperawatan adalah benda abstrak yang mengartikan suau proses yang terintegrasi

melayani pengguna jasa (pasien) ataupun anggota masyarakat, teman sesama anggota tim

kerja di Rumah Sakitatau di kelompok keluarga dengan tujuan melaksanakan pelayanan

keperawatan untuk kesejahteraan mereka yang dilayani. Pengertian teRumah Sakitebut

diracik sendiri oleh penulis berdasarkan makna dituliskan mulai dari Definisi Keperawatan

seperti yang ditulis oleh Zaidin Ali dalam buku Dasar-Dasar Keperawatan halaman 10 s/d 18.

(11) xi

Pengalaman kami selama belasan tahun sebagai perawat di RUMAH SAKIT, bahwa

perawat adalah mereka yang telah diakui memiliki keterampilan yang cukup dalam profesi

keperawatan modern, diberi sertifikat kewenangan melakukan praktek keperawatan di suatu

institusi pelayanan kesehatan yang resmi. Keberadaan mereka di RUMAH SAKIT adalah

dibawah naungan kepemimpinan pelayanan keperawatan dan rekanan pelayanan medis


(dokter) serta dipelihara dikembangkan menurut kebijakan dpartemen peRumah Sakitonalia

atau SDM (Human Resources Development). Kelompok perawat profesional diwajibkan

membentuk Komite Keperawatan untuk mengurusi dan menjai juru bicara dari kelompok

perawat profesional yang resmi di setiap rumah sakit.

Pelayanan keperawatan profesional selalu menggunakan dokumen "NuRumah

Sakiting Clinical Pathways" yang diterbitkan tesendiri mendampingi statuta lain "NuRumah

Sakiting Staff Bylaws" . Keperawatan di dalam fungsinya memiliki struktur pengawasan

yang dilakukan oleh Direktur Keperawatan serta para supervisor yang ditetapkan fungsinya

oleh organisasi.

Kewajiban perawat di rawat inap pada dasanya bervaiasi sesuai dengan kekhususan

departemen keperawatan yang dilayani. Setiap departemen atau unit pelayanan memiliki

panduan kerja yang disebut Standar Prosedur Operasional (SPO) yang disyahkan

pemberlakuannya oleh Direktur Rumah Sakit. Perawat pada pekerjaan sehari-hari wajib

melakukan tugas-tugas pelayanan keperawatan paripurna menurut apa yang diarahkan oleh

SOP dan menurut apa yang direncanakan untuk masing-masing pasien menurut Rencana

Keperawatan (Renpra) yang telah dirundingkan beRumah Sakitama di dalam tim kerja.

2.1.2 Keperawatan dan Standar Asuhan Keperawatan

Satu hal yang sangat penting di dalam setiap pelaksanaan tugas pelayanan adalah

kewajiban dari perawat untuk selalu menulis laporan tentang apa saja yang ia lihat, ia

kerjakan atau yang ia usulkan pada dokumen Rekam Medis pasien. Cukup banyak item yang

wajib dilengkapi perawat di dalam tugas rekam medis dan semua itu wajib dilakukan dengan

seksama dan tidak dilalaikan, dapat dibaca, ditandai tanda tangan, lengkap jam dan tanggal

penulisan. Kelengkapan pencatatan catatan pelayanan oleh perawat sedemikian penting

karena dokumen rekam medis yang baik harus mampu memberi pertanggung jawaban

dokumen dalam mengurusi dan memenuhi fungsi ALFREDS (1. Administratif ; 2. Legalitas;
3. Finansil; 4. Riset; 5. Edukasi; 6. Dokumentasi serta 7. Security dan Safety untuk semua

yang berproses).

Perawat di Medan pada masa sekarang, direkrut terutama dari tamatan Akademi

Keperawatan atau Akademi Kebidanan. Ada sebagian direkrut dari tamatan pendidikan S1

(Sarjana Keperawatan) menurut keperluan dan kemampuan RUMAH SAKIT menjadikan

mereka sebagai pegawai keperawatan. Ketentuan dari lisensi uji akreditasi, termasuk izin

pengoperasian suatu RUMAH SAKIT, semua perawat harus cakap dan memenuhi syarat

minimal dari ketentuan yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI. Ketidak mampuan

dari suatu Rumah Sakituntuk melengkapi tenaga keperawatannya secara lengkap, dapat

menghalangi proses sertifikasi penugasan perawat di rumah sakit.

Suatu fenomena baru mudah terjadi di semua Rumah Sakitdi mana keterampilan yang

seharusnya menyertai setiap tingkat lisensi, tidak dimiliki oleh pemegang lisensi (ijazah)

keperawatan yang dimiliki. Pihak Rumah Sakityang juga dituntut melakukan pengawasan

kulaitas pelayanan para perawat akan mengalami kesulitan bila perawat yang sedang bertugas

tidak memiliki kemampuan untuk melakukan suatu prosedur standar. Pihak RUMAH SAKIT

memerlukan perawat ahli (terlatih dan berpengalaman) di setiap shift kerja yang ada di unit

rawat inap. Kondisi kekurangan tenaga ahli sering terjadi di beberapa RUMAH SAKIT

karena sebagian besar RUMAH SAKIT yang baru berdiri sulit mendapat perawat ahli dengan

jumlah yang cukup.

Fenomena peRumah Sakitaingan merebut tenaga keperawatan yang memiliki

keahlian, hampir serupa dengan suasana perebutan pemain profesional di lingkungan klub

sepak bola profesional. PeRumah Sakitaingan tertutup ataupun terbuka dapat berlangsung

tanpa seorangpun dapat menghalangi berpindahnya perawat profeional dari suat Rumah

Sakitke Rumah Sakitlainnya. Biasanya yang menjadi alasan untuk perawat eksodus ke

RUMAH SAKIT lain adalah tingkat penghasilan (gaji) serta kompensasi lain dan
kemungkinan pengembangan karir yang lebih menjanjikan. Ada beberapa perpindahan

perawat yang tidak mengikuti pola di atas tetapi mere3ka keluar karena harus ikut suami

berpindah ke daerah lain.

2.1.3 Metode Menghitung Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban Kerja.

Pada situasi ekonomi yang sangat kompetitif, kualitas produk yang tinggi saja tidak

cukup untuk memenangkan pertarungan bisnis yang semakin ketat. Kunci untuk dapat

merebut hati pelanggan Rumah Sakitdan membuat pelanggan menjadi loyal adalah dengan

menjual jasa kesehatan bermutu tinggi dan kualitas pelayanan yang excellent. Untuk dapat

menciptakan jasa kesehatan yang prima, Rumah Sakitharus didukung oleh SDM profesional

dengan kinerja sesuai dengan harapan masyarakat.

Begitu pentingnya investasi di bidang SDM, membuat pengembangan SDM menjadi

kunci keberhasilan untuk dapat meningkatkan kinerja Rumah Sakitdimasa depan. Hal ini

memerlukan perubahan paradigma di level pimpinan, manajemen Rumah Sakitmaupun level

pelaksana, bahwa pendidikan dan pelatihan karyawan bukanlah biaya melainkan investasi

yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang pada akhirnya meningkatkan

stabilitas dan profibilitas perusahaan di masa mendatang.

Rumah Sakit St Elisabeth sepenuhnya telah menggunakan pola hitung tenaga

keperawaatan selaras dengan keberadaan sistem manajemen Rumah Sakit yang sudah

dibenahi minimal sejak gerakan uji akreditasi dean penandatanganan kerja sama dengan

Jaminan Kesehatan Nasional. Kondisi di lapangan yaitu kurangnya tenaga perawat yang

memiliki kompetensi yang mencukupi kebutuhan realistis membuat setiap Rumah Sakit siap

saling merebut tenaga profesional untuk bekerja di Rumah Sakit mereka. Pihak perawat

sendiri yang umumnya masih mendambakan penambahan insentif ataupun nilai kemudahan

memperoleh fasilitas lain dan juga peningkatan karir profesional, akan mengambil jalan

pintas berpindah rumah sakit.


2.1.4 Peran Pencatatan, Pemeliharaan dan Pelengkapan Catatan Rekam Medis oleh Perawat
di rumah sakit.

Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus

dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan

dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat

darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut:

2.1.4 Faktor Yang Memengaruhi Pencapaian/Kinerja

Variabel Psikologis
Perilaku Individu
Persepsi
(apa yg dikerjakan)
Sikap
Variabel Individu :
Kepribadian
Kemampuan dan Kinerja Individu
Keterampilan Belajar
(hasil yang diha
Mental Motivasi
Fisik rapkan)
Latar Belakang
Keluarga
Sosial
Pengalaman Variabel :Faktor yg
Demografis
berpengaruh
Umur
Asal-Usul Sumber Daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain Pekerjaan

Gambar 2.1 Determinan Kinerja Individu dalam Organisasi menurut Gibson.


Gibson memberikan suatu diagram tentang terjadinya kinerja berdasakan pengaruh

dari 3 aspek penting Secara skematis determinan kinerja individu dalam organisasi dapat

digambarkan sebagai berikut :

2.1.5 Aplikasi Faktor Kepuasan Kerja Pada Manajemen Pemeliharaan Sumber Daya
Manusia.

Perawat secara psikologis memiliki kebutuhan tertentu untuk memberinya kepuasan

kerja. Beberapa hal utama yang menjadi aspek yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai

kepuasan kerja seorang pegawai (termasuk perawat) menurut Gibson seperti yang

diterangkan berikut.

Kepuasan akan pekerjaan (job satisfaction) adalah suatu sikap idividu terhadap

pekerjaan yang ia kerjakan. Hal teRumah Sakitebut diperoleh dari peRumah Sakitepsi

(tanggapan) pribadinya terhadap objek yaitu pekerjaannya, berbasis pada fkator-faktor yang

ada di lingkungan pekerjaan seperti gaya kepemimpinan, peraturan dan prosedur kerja,

afiliasi kelompok kerja, kondisi pekerjaan dan manfaatnya. Lima diantara yang sedemikian

bervariasi adalah : (12) xii

1. Pembayaran, yaitu jumlah penerimaan upah dan rasa kepatutan yang ditanggapi.

2. Pekerjaan, yaiu sejauh mana tugas kerja disikapi menarik dan kesempatan yang

diberikan untuk mendapat pengenalan dan penerimaan tanggung jawab.

3. Kesempatan naik pangkat yaitu kesempatan untuk promosi lebih tinggi

4. Supervisor yaitu kemampuan pihak supervisor untuk menunjukkan nilai

ketertarikannya terhadap pegawai

5. Sesama rekan kerja, sejauh mana rekan kerja beRumah Sakitahabat, berkompeten dan

mendukung.

2.1.6 Iklim organisasi, stres kerja, dan kepuasan kerja pada perawat
Penelitian yang dilakukan oleh Delon Y.N. Runtu M.M. Nilam Widyarini, Fakultas

Psikologi UniveRumah Sakititas Gunadarma Depok, bertujuan untuk menguji kontribusi iklim

organisasi dan stres kerja terhadap kepuasan kerja. Subjek penelitian mereka adalah perawat

bagian rawat inap di Rumah Sakit X di Jakarta Timur dengan jumlah responden sebanyak

150 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode angket yang langsung

diisi oleh responden. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik regresi

ganda: (13) xiii

1. Iklim organisasi memengaruhi dengan koefisien egresi 8.5% (0.085) terhadap

kepuasan kerja.

2. Variabel stres kerja memengaruhi dengan koefisien 7.2% (0.072) terhadap kepuasan

kerja.

3. Iklim organisasi dan Stres kerja secara Rumah Sakit sama-sama memberikan

sumbangan sebesar 14.7% (0.147) terhadap kepuasan kerja.

Laporan diatas menunjukkan bahwa ada koefisien pengaruh dari iklim organisasi

(organization culture) dan stres kerja (job stress) terhadap kepuasan kerja (job satisfaction).

Opini penulis terbangunkan untuk kemudian membuat prasangka (hipotesa) ada pengaruh

dari faktor faktor faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam penerapan

standar asuhan keperawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun

2016, sehingga cendrung timbul konsistensi kekeliruan kerja atau justru turnover pada

perawat yang bekerja di Rumah Sakit yang sedang berkembang. (13)

Peneliti Runtu dan Widyarini di atas mengutip pendapat tulisan ahli lain :

1. Bahwa hasil penelitian mereka sesuai dengan pendapat Robbins (1998) yang mengatakan

bahwa salah satu faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah kondisi kerja yang

mendukung. (13)
2. Bahwa hasil penelitian mereka sesuai dengan pendapat Moody (1996) dan Graito (1991)

yang mengatakan ada hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan iklim organisasi,

dimana baik individu mempeRumah Sakitepsikan kondisi iklim organisasi tempatnya

bekerja maka akan semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh individu yang

beRumah Sakitangkutan. (13)

3. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat perbedaan kepuasan kerja perawat

dilihat dari bangsal tempatnya bekerja. Perawat yang bekerja di bangsal VIP kepuasan

kerjanya lebih tinggi dibandingkan perawat yang bekerja di bangsal ICU. Hal teRumah

Sakitebut disebabkan karena di bangsal VIP, biasanya perawat merawat pasien dengan

kondisi yang sudah lebih baik (beban kerja lebih ringan) Namun, tidak demikian halnya

yang dialami oleh para perawat yang menghuni bangsal ICU. Para pasien dalam bangsal ini,

biasanya berada dalam kondisi yang kritis, dengan segala kemungkinan buruk yang dapat

terjadi sewaktu-waktu (beban kerja lebih berat. (13)

Prayetni Ka Su Dir Bin Yan Kep Rumah Sakit/Kem Kes RI mengatakan bahwa

Kinerja Keperawatan Indonesia dinilai belum optimal karena perawat masih bekerja di luar

lingkup praktik keperawatan. Keperawatan memerlukan model kerja dan peraturan yang

lebih jelas agar perawat lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan pasien xiv Hal lain yang

dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pasien adalah tentang apa yang menjadi

kebutuhanan pasien.

Prayetni menekankan bahwa peran keperawatan adalah strategis, namun bila peran

strategis itu tidak diikuti dengan pengetahuan yang jelas tentang tugas-tugas inti keperawatan,

mereka tetap tidak berkompetensi dan tidak fokus memenuhi kebutuhan pasien. Ketidak

mampuan itu akan mengurangi nilai saing Rumah Sakit untuk menarik lebih bayak pasien.

Pihak manajemen Rumah Sakit yang kurang mempehatikan hal-hal yang paling dibutuhkan

pasien, juga akan mendapat dampak negatif yaitu berkurangnya poRumah Sakiti utilisasi

fasilitas yang dioperasikan Rumah Sakit. (14) xv


2.1.7. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci

guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan

atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian

kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara

keseluruhan, melalui penilaian teRumah Sakitebut maka dapat diketahui kondisi sbenarnya

tentang bagaimana kinerja karyawan. Penilaian pelaksanaan pekerjaan atau penilaian prestasi

kerja (appraisal of performance) adalah sistem yang digunakan untuk menilai dan

mengetahui tentang seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing

secara keseluruhan. (Soeprihanto, 1988).

2.2 Budaya Organisasi


2.2.1. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang diciptakan, atau dikembangkan oleh

sekelompok tertentu yang digunakan untuk menyusaikan diri dengan permasalahan internal

atau eksternal organisasi (Schein 1997). Pendapat dari beberapa pakar menyatakan bahwa

budaya organisasi adalah kepercayaan, norma, nilai, sikap dan keyakinan yang dibentuk oleh

para anggota kelompok yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya (Robbin,

2006).
Budaya organisasi ada disetiap institusi atau lembaga termasuk rumah sakit. Budaya

organisasi Rumah Sakitmerupkan pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku

organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan

dengan Rumah Sakitlainnya. Hal yang dapat disimpulkan dari budaya organisasi adalah cara

berpikir, bekerja, dan berperilaku anggota organisasi dalam hal ini perawat dalam melakukan

tugas di lingkungan kerjanya. Setiap organisasi atau instutusi pelayanan termasuk Rumah

Sakitmemiliki budaya organisasi yang spesifik dan unik yang menjadi pembeda dengan

Rumah Sakitlainnya.
2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi budaya organisasi adalah untuk beradaptasi dengan lingkungan external dan

mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi, serta dalam melakukan integrasi

internal. Menurut Robbin (2006) ada lima fungsi budaya organisasi :


1. Budaya mempunyai peran menetapkan batas, artinya budaya menciptakan perbedaan

yang jelas antara satu organisasi dan yang lainnya.


2. Budaya memberikan rasa identitas keanggotaan organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih jelas dari pada

kepentingan diri pribadi seseorang.


4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem social dengan memberikan standar yang

tepat mengenai seluruh tugas yang harus dilakukan individu dalam organisasi.
5. Budaya sebagi mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendalian yang

memandu dan membentuk sikap dan perilaku idividu dalam organisasi.

2.2.3 Pembentukan Budaya Organisasi


Menurut Robbin (2006) budaya organisasi terbentuk pada dasarnya melalui beberapa
tahap, seperti pada gambar 2.2 berikut ini.

Manajemen
Puncak

Filosofi Kriteria Budaya


Organisasi Seleksi Organisasi
Gambar 2.2. Pembentukan Budaya Organisasi
Sosialisasi
Budaya organisasi terbentuk diawali dengan falsafah dasar pemilik organisasi yang

merupakan budaya asli organisasi yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam kriteria yang

tepat. Tahap selanjutnya falsafah dasar organisasi yang diturunkan manajer puncak yang

bertugas menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif dan dapat diterima oleh seluruh

anggota berupa nilai-nilai peraturan, kebiasaan agar dapat dimengerti.

2.2.4 Konsep Budaya Organisasi dalam Pelayanan Keperawatan.


Konsep budaya organisasi dalam pelayanan keperawatan sebagai bagain organisasi

rumah saki merupakan hal penting. Mewurut Mukhlas (2005), budaya organisasi Rumah

Sakitadalah pedoman atau acuan mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat,

tenaga kesehatan lainnya dalam berinterksi antar mereka dan berinterksi dengan ruamh sakit

lain.
Keberadaan perawat di Rumah Sakitmerupakan bagian yang penting dari berbagai

macam tim kesehatan yang ada, oleh karena itu penciptaan nilai-nilai dasar yang dijadikan

pedoman bekerja bagi semua anggota Rumah Sakitdapat diikutsertakan oleh peran perawat.

Selain itu kemampuan perawat dalam pelayanan keperawatan secara profesional dipengaruhi

oleh budaya orgnasisasi ditempat perawat bekerja, karena nilai-nilai antar satu Rumah

Sakitdengan Rumah Sakitlain berbeda.

2.2.5. Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi

Menurut Ancok (1995) dalam Bijaya (2006), instrument yang sudah valid di suatu

negara belum tentu valid jika digunakan dinegara lain budayanya berbeda. Menurut Schein

(1985) dalam Veccho (1995) menjelaskan bahwa proses survey dapat digunakan untuk

mendapatkan data yang digunakan untuk mempeRumah Sakitepsikan budaya organisasi.


Salah satu bentuk format survey budaya organisasi yang ada adalah The Denison

Organizational Culture Survey (Denison, 2000). Model ini didasarkan pada pene;itian yang

vberlangsung lebih dari 15 tahun dan melibatkan 1000 organisasi yang dilakukan oleh

Dr.Denison dari UniveRumah Sakititas Michigan.


Adapun format survei dikembangkan berdasarkan empat karakteristik budaya yaitu

keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi organisasi. Hal teRumah Sakitebut

menggambarkan focus perhatian organisasi pada faktor internal dan eksternal sebuah

organisasi . Kelebihan dari format ini adalah mudah dan cepat diimplementasikan dan dapat

dipergunakan untuk semua tingkatan organisasi.


Penelitian Sihombing (2005) juga menggunakan format survey yang dikemukan oleh

Denisn meliput empat karakteristik yaitu keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi

sebagai berikuit :
1. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi yang merupakan

karakteristik nilai dari organasisasi dengan menempatkan pandangan tentang

pentingnya keterlibatan seluruh pegawai yang bekerjasama dalam mencapai tujuan

organisasi. Karakteristik ini meliputi nilai dan norma pemerdayaan, orientasi Tim dan

pengembangan kapabilitas.
2. Penyesuaian adalah kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam

lingkungan organisasi teRumah Sakitebut, yaitu organisasi memegang nilai dan

kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima, serta meninterpretasikan

dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan ke perubahan perilaku internal dari

organisasi. Kemampuan adaptasi meliputu focus pada pelanggan, menciptakan

perubahan serta pembelajaran organisasi.


3. Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu budaya. Nilai ini

memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi, koordinasi dan control dan

konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistem yang efektifitas dalam

pelaksanaan kegiatan organisasi.


4. Karakteristik konsistensi meliputi koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilai-nilai

inti.
5. Misi adalah arahan pada pencapaian tujuan jangka panjang yang bermakna pada

organisasi (meaningful long term). Misi menjelaskan tujuan dan arti yang

diterjemahkan dalam tujuan eksternal organisasi. Karakteristik misi meliputi tujuan

dan visi organsisasi , pengarahan serta pencapaian tujuan organisasi.

2.2.6 Standar Asuhan Keperawatan


Beberapa ahli membatasi pengertian standar antara lain :
1. Standar adalah satu pedoman yang dijalakan untuk meningkatkan mutu menjadi lebih

efektif dan efisien.


2. Standar adalah keadaan ideal atau tigkat pencapaian tertinggi yang dipergunakan

sebagai batas penerimaan hasil suatu kegiatan/produk.\


3. Stanfar adalah kisaran yang masih bisa diterima.
4. Standar adalah rumusan penampilan atau nilai yang diinginkan dan yang mampu

dicapai, sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan.

Penentuan suatu standar dibuat tidak terlalu tinggi akan sulit untuk pencapaiannya dan

juga tidak terlalu rendah, karena mudah pencapaianya namun tidak berkualitas. Jadi standar

harus dibuat dalam minimal atau maksimal atau kisaran yang telah disepakati (Depkes RI,

1996). Adapun syarat standar adalah :


1. Jelas, artinya dapat diukur dengan akurat, termasuk mengukur berbagai

penyimpangan yang mungkin terjadi.


2. Masuk akal, artinya ditetapkan wajar, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
3. Mudah dimengerti, artinya suatu standar tidak berbelit-belit, sehingga mudah

dimengerti dan dilaksanakan.


4. Derajat dicapai, artinya suatu standar disesuaikan dengan kemampuan, agar dapat

dicapai.
5. Meyakinkan, artinya mewakili peRumah Sakityaratan yang ditetapkan.
Terpenuhi atau tidaknya suatu standar dibutuhkan suatu batasan dalam pencapainnya.

Batasan pencapaian suatu standar disebut indikator. Dalam pelayanan kesehatan indikator

dibedakan menjadi dua macam.


1. Indikator peRumah Sakityaratan minimal artinya terpenuhi tingkat peRumah

Sakityaratan minimal unsur yang terkait dalam unsure masukan, unsur proses dan unsur

lingkungan.

2. Indikator penampilan minimal (performance) dari pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh pemberi pelayanan kesehatan (Depkes RI, 1996).

2.2.7 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit


Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan

yang diberikan kepada klien pada berbagai tatanan layanan kesehatan dengan proses

keperawatan yang berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dan etikat
keperawatan dalam lingkungan wewenang serta tanggung-jawab keperawatan (Hamid, 2000).

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien mencakup kebutuhan dasar manusia (bio-

psiko-sosio-ekonomi) dilaksnakan oleh tenaga keperawatan yang berkompetensi (meliputi

attitude, knowledge, skill, experience, responsibility, accountability).

Proses keperawatan adalah metode yang sistematik dan rasional dalam merencanakan

dan memberikan pelayanan keperawatan kepada individu dengan tujuan untuk

mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah kesehatan yang aktual atau

risiko, membuat perencanakan sesuai dengan kebutuhan yang telah diindentifikasi dan

melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai dengan kebutuhan (Konzier, 1995

dalam NuRumah Sakitalam, 2001). Menurut Konzier (1995) karakteristik proses keperawatan

adalah :

a. Merupakan sistem terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan dari, keluarga,

kelompok dan komunitas.


b. BeRumah Sakitifat siklik dan dinamis, karena semua tahap saling berhubungan dan

berkesinambungan.
c. Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individu dan spesifik untuk memenuhi

kebutuhan klien.
d. BeRumah Sakitifat interpeRumah Sakitonal dan kolabarasi .
e. Menggunakan perencanakan dan mempunyai tujuan.
f. Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam mencari jalan

keluar untuk mengatasi masalah keperawatan.


g. Menekankan pada umpan balik dan dapat ditarapkan secara luas.

Menurut NuRumah Sakitalam (2002), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan

kepada klien, digunakan standar praktik keperawatan melalui proses keperawatan yang

merupakan suatu siklus yang terus berlanjut, proses keperawatan diawali dengan kegiatan

pengkajian saat pasien masuk rumah sakit. Pengkajian bertujuan untuk menggali informasi

yang penting (data) yang akan digunakan untuk menyusun diagnosis keperawatan setelah

melalui analisis data.


2.2.8 Pelayanan Rekam Medis dalam Standar Asuhan Keperawatan

Definisi Rekam Medis Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/ PER/III/2008

yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain

identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang

dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada

pasien dalam rangka palayanan kesehatan.

Bentuk Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas dan dalam bentuk

elektronik sesuai ketentuan.

Rekam medis tidak hanya wajib diisi dan dilengkapi oleh dokter dan dokter gigi

terdiri, tapi wajib juga diisi oleh siapapun (termasuk perawat) yang diperkenankan melakukan

intervensi pelayanan kesehatan pada pasien. Perawat di Rumah Sakitjustru memiliki peran

lebih banyak karena sebagai pendamping para dokter ataupun dokter gigi, wajib mencatat

sendiri apa saja yang mereka lakukan melayani pasien. melakukan observasi, mengendalikan

terapi dalam kewenangan perawat, menanyai dan mencatat hal-hal yang dikeluhkan pasien,

melaporkan apa saja yang perlu dilaporkan pada dokter dan hal yang paling unik adalah,

memeriksa apakah pihak dokter telah menuliskan pelayanan mereka pada catatan rekam

medis.

Kesulitan perawat sebagai pendamping dokter dalam hal kelengkapan rekam medis

adalah mensupervisi apakah dokter telah melaksanakan pencatatan dengan terbaca dan

dilengkapi tanda tangan. Semua pencatatan dokumen rekam medis rawat inap, bila ditemukan

tidak lengkap oleh pihak KLPCM (petugas Ketidak Lengkapan Pencatatan Catatan Medis di

RM), akan dikembalikan ke perawat bangsal rawat inap untuk dilengkapi.


Catatan-catatan teRumah Sakitebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien

karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan

baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi

diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.

Konteks mengapa pelayanan rekam medis dianggap penting dan dipilih menjadi suatu

bagian penting diutamakan pada penelitian ini, karena keberadan rekam medis memberikan

kemudahan pencarian data. Untuk dapat memastikan bahwa penelitian dapat diselesaikan di

rentang penelitan yang teRumah Sakitedia, objek yang dijadikan sebagai kinerja keperawatan

cukp memadai bila dibuat di kegiatan asuhan rekam medis, yang adalah satu dari sekian

banyak kewajiban pelayanan wajib dilaksanakan oleh setiap perawat di RUMAH SAKIT.

Jadi dengan ketetapan bahwa Rekam Medis sebagai satu kewajiban perawat yang wajib

dilaksanakan di dalam proses keperawatan, maka hal-hal yang seharusnya dilaksanakan

perawat sebagai kewajiban, dapat dipantau langsung dari berkas rekam medis.

Perawat wajib menulis apapun yang ia lihat, ia periksa, ia berikan, ia anjurkan pada

pasien di berkas rekam medis. Apa yang ia tulis di rekam medis harus ia tandai dengan tanda

tangan. Kinerja perawat secara autentik apat ditelusuri melalui catatan rekam medis. Proses

penilaian kinerja perawat akan menjadi lebih mudah dipantau dan dinilai karena ada bukti

tertulis.

Secara psikologis perawat dapat memperoleh dampak buruk kalau mereka tidak

mengerti apa manfaat rekam medis dalam organisasi pelayanan ksehatan modern. Pada masa

sekarang sudah ada ketentuan tentang kewajiban melaksanakan prosdur catat rekam medis

untuk semua perawat tanpa kecuali. Segala sesuatu yang kemudian diteguhkan menjadi suatu

kewajiban baru di dalam profesi keperawatan dapat dianggap sebagai suatu pembaharuan

yang tidak selalu dapat diterima sepenuhnya oleh perawat. Bila pada masa lalu masalah RM

tidak cukup disorot sebagai yang maha penting, pada masa sekarang RM justru lebih sering
harus dipantau dan disempurnakan oleh pihak manajemen rumah sakit. Hal yang menjadi

masalah adalah tanggapan perawat yang lalu merasa bahwa pencatatan rekam medis adalah

suatu rutinitas yang monoton dan dapat dianggap sebagai sesuatu yang berlebih-lebihan.

Pencatatan berkas di ruang rawat inap dapat dianggap sebagai menambah beban kerja,

sementara pekerjaan fisik melayani kebutuhan pasien saja sudah terasa overload.

Manajemen Rekam Medis di dalam praktek di Rumah Sakitlazim dilakukan oleh

bagian pengendali khusus yaitu Rekam Medis. Perawat, sam dengan dokter adalah petugas

yang diwajibkan melaksanakan kewajiban menulis apa yang dilaksanakan pada pasien, dan

melaksanakan apa yang mereka tulis di rekam medis. Peraturan pelayanan UUPK 2004 untuk

dokter dan Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis serta UU Kes

No. 44 Tahun 2009 telah menetapkan bahwa pengabaian kewajiban rekam medis bagi

petugas pelayanan kesehatan Rumah Sakitterhadap rekam medis adalah pelanggaran hukum

yang dapat dikenakan sanksi.

Apa saja yang wajib dilakukan di dalam pencatatan berkas rekam medis oleh perawat

adalah mencatat semua hasil pemeriksaan vital sign, perencanaan pelayan, hasil perawatan

khusus, kondisi pasien, edukasi perawat, terapi diberikan, kelengkapan diagnosa oleh dokter,

resume pasien pulang, informed consent yang wajib dikerjakan oleh perawat tertentu di

kronolgi jam dan hari perawatan. Ketidak lengkapan, atau kecerobohan dan kelalaian

petugas adalah pelanggaran SOP keperawatan yang dapat dikenakan sanksi hukuman kode

etik maupun hukuman karena melanggar UURI.

2.2.9 Pasien Rawat Inap

Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008, isi data pasien rawat inap

sekurang-kurangnya antara lain:


1. Identitas Pasien

2. Tanggal dan waktu

3. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).

4. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.

5. Diagnosis

6. Rencana penatalaksanaan

7. Pengobatan dan atau tindakan

8. PeRumah Sakitetujuan tindakan bila perlu

9. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan

10. Ringkasan pulang (discharge summary)

11. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan ksehatan.
12. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.

2.3 Landasan Teori

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung-jawab yang diberikan

kepadanya, dan merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat

dinilai dari hasil kerjanya. Gibson mencatat ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja

sesorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi.

2.4 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut :
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

2.4 Hipotesis
Ada pengaruh dari Variabel Individu, Variabel Psikologis dan Variabel Budaya

Organisasi terhadap Kinerja Individu Perawat Rawat Inap RUMAH SAKIT St Elisabeth

Medan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross

sectional (potong lintang) yang bertujuan untuk memprediksi pengaruh faktor faktor internal

dan eksternal individu perawat antara variabel yang terdapat dalam lingkungan satu populasi

keperawatan terhadap kinerja keperawatan melaksanakan Standar Asuhan Keperawatan yang

menjadi tanggung jawab profesi.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan. Lokasi pada

penelitian ini dilakukan di Rumah SakitUmum Santa Elisabeth (RUMAH SAKITU St

Elisabeth).

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu yang merujuk kepada periode pelaksanaan penelitian.

Waktu penelitian dilakukan mulai dari peneliti melakukan survei pendahuluan pada tanggal

Desember 2016, dilanjutkan dengan pengambilan data ke lapangan sampai dengan selesai

yang direncanakan sampai bulan Maret 2017.

3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah sejumlah perawat ruangan di seluruh ruang rawat RUMAH SAKIT St

Elisabeth. Jumlah mereka di periode penelitian ini sebanyak 275 orang perawat. Populasi

juga merupakan lingkupan dari seluruh karakteristik perawat yang ada di rumah sakit.
33

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sejumlah kecil yang terukur dari jumlah populasi. Sampel penelitian

merupakan sebagian dari populasi yang di ambil sebagai sumber data dan dapat mewakili

seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan quota
sampling, yaitu teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu

sampai jumlah (jatah) yang diakui scara konvensi patut dan sahih mewakili seluruh populasi.

Jumlah sampel diambil dari hitungan populasi perawat di pertengahan tahun. Angka

sampel perawat dalam penelitian dihitung dengan rumus perhitungan sampel anjuran Slovin

sperti yang yang dikutip Notoatmodjo:

N populasi
n sampel =
1 + Npopulasi x (d2)

Keterangan rumus Slovin


N populasi = populasi pasien pulang rawat inap / bulan
n sampel = jumlah sampel yang dicari
d = indeks pilihan 0,1

275
n sampel = = 73 orang
1 + 275 x (0,12)

Jadi jumlah sampel yang dimasukkan ke dalam penelitian = 73 orang pasien rawat

inap. Pemilihannya dibuat menurut kuota semua jumlah sampel yang diklasifikasi menjadi 2

kelompok perawat menurut lama pengalaman mereka. Sebagian perawat ada yang memiliki

pengalaman kerja di S St Elisabeth > 2 tahun. Sebagian ada yang baru bekerja < 1 tahun.

Penetapan jumlah sampel untuk perawat senior dan perawat junior dibuat propoRumah

Sakitional menurut perbandingan realistis perawat di dalam populasi.

4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah

sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer

merupakan peRumah Sakitepsi perawat rawat inap di RUMAH SAKIT. Alat pengumpul data

adalah formulir kuesioner yang dirancang untuk pekerjaan teRumah Sakitebut.

3.4.2. TeknikPengumpulan Data


Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer, dimana teknik

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket /kuesioner dan pengamatan

langsung oleh peneliti. Kuesioner dibentuk memenuhi kebutuhan jawaban pertanyaan butir-

butir kuesioner.

Dalam penelitian ini teknik yang dipakai berbentuk angket tertutup dengan 5 unit skala

ordinal (Likert).

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.4.3.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan atau keahlian

suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Uji validitas

terhadap kuesioner adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur, sehingga dapat diketahui kuesioner yang kita susun teRumah

Sakitebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur dengan menggunakan uji korelasi

pada setiap pertanyaan. Semua pertanyaan mempunyai korelasi yang bermakna (construct

validity) yang berarti pertanyaan didalam kuesioner dapat mengukur yang ingin kita ukur. Uji

reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Alpha Cronbach.

3.4.3.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat dipercaya atau diandalkan. Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran

itu tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Uji reliabilitas dalam penelitian ini

menggunakan metode Alpha Cronbach.

3.5 Defenisi operasional


Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah batasan atau kriteria dari variabel

yang mempertanyakan nilai yang diberikan responden melalui wawancara / kuesioner.

Penelitian ini memakai 2 kelompok variabel atau faktor yang akan diperhitungkan didalam

analisis statistik. Kelompok itu adalah variabel independent dan variabel dependent.

3.5.1 Definisi Operasional Variabel Independent

Faktor variabel independent (X 1,2,3 ) adalah variabel yang dianggap mampu

memengaruhi nilai variabel dependent (Y). Variabel independent terbagi ke dalam 3

kelompok (faktor) yaitu : 1) faktor demografis; 2) faktor psikologis dan 3) faktor budaya

(culture) organisasi (manajemen RUMAH SAKIT St. Elisabeth).

1. Faktor Variabel Demografi dan Kompetensi dari individu perawat.

Faktor variabel latar belakang individu adalah suatu faktor menyatukan nilai semua

variabel demografis, latar belakang, unsur fisiologis, ekonomi, pekerjaan dari individu

yang diduga dapat memberi pengaruh terhadap kinerja profesinya sebagai perawat. Di

dalam model penelitian ini faktor demografis perawat tidak memasukkan unsur-unsur

psikologis yang berpengaruh karena dikelompokkan ke dalam kelompok faktor

psikologis.

2. Faktor Variabel Psikologis Individu Perawat

Faktor variable psikologis individu terdiri dari unsur-unsur psikologi yang dianggap

dapat mempengaruhi kinerja peerawat di dalam melaksanakan profeesinya di Rumah

Sakittermasuk melaksanakan kewajiban SAK dalam hal Rekam Medis. Pencatatan

catatan rekam medis sudah dilaksanakan sejak awal ketika seorang perawat

melaksanakan tugas-tugasnya. Variabel Psikologis dapat meliputi masalah peRumah

Sakitepsi, masalah boredom, masalah motivasi, masalah tak acuh dan enggan. Bila
masalah terkait mental fatique karena rekam medis menghinggapi perawat, kinerja

mereka dapat terganggu.

3. Faktor Variabel Budaya Organisasi yang memelihara Sumber Daya Manusia di


Rumah Sakit.

Budaya Organisasi yang terkait dengan kinerja perawat termasuk kinerja di rekam

medis sangat terkait dengan kebijakan, standar prosedur operasional sistem informasi,

pelatihan lokal, pengadaan sarana, pengendalian sistem dan pemberia rewards pada

pegawai yang melaksanakan pekerjaan terpuji termasuk di bidang rekam medis. Bila

satu atau lebih kewajiban pemeliharaan budaya teRumah Sakitebut terlalaikan,

dampaknya dapat mengurangi pencapaian (kinerja) di sistem informasi dan rekam

medis secara khusus.

3.5.2 Definisi operasional variabel dependent nilai kinerja dalam variabel (Y)

Variabel nilai kinerja (pencapaian berdasarkan target standar) perawat dijadikan

peneliti menjadi variabel dependent (Y) kinerja perawat, karena pekerjaan melengkapi

catatan rekam medis di berkas rekam medis adalah standar yang paling mudah dapat dipantau

bagaimana pencapaiannya. Pencatatan berkas RM sendiri adalah bagian SAK. Pencatatan itu

sendiri lebih mudah diperiksa apakah dilaksanakan memenuhi standar atau tidak memenuhi

berdasarkan bukti tertulis di berkas rekam medis.

Tabel 3.2 Matrix Faktor Variabel Budaya Memengaruhi Kinerja Perawat Mencapai
SAK Rawat Inap

No Alat Skala
Nama Variabel Hasil ukur
. ukur pengukuran

Variabel Independent

1 I. Faktor Latar Hasil/Ra 5,4,3,2,1 dlm skala Sekala


Belakang (X1) sio Nilai interval Interval
Sub Vari
abel
1. Kelompok Umur Kuesi 5,4,3,2,1 klpk umur Skala
oner bejarak 10 tahun interval

2. Jenis kelamin Kuesi 1 wanita; 2 pria Nominal/


Responden oner kategori
3. Status Keluarga Kuesio 1 Single; 2 kawin Nominal
ner 3. kwn + anak
4 Status Pendidikan Kuesio 1 <SMU; 2= SMU- Ordinal/
ner D3; 3= Sarjana Nominal
5 Status Kerja Kuesio 1 =Swasta; 2= Nominal
ner Pegawai; 3 = TNI,
PolRI

N Alat Skala
Nama Variabel Hasil ukur
o. ukur pengukuran

1.PeRumah Sakitepsi Kuesi 5,4,3,2,1 Ordinal


oner (kecukupan)
2.Attitue Kuesi 5,4,3,2,1 Ordinal
oner (kecukupan)
3.Aptitude Kuesi 5,4,3,2,1 Ordinal
oner (kecukupan)
4.Motivasi Kuesi 5,4,3,2,1 Ordinal
oner (kecukupan)
5.Boredom Kuesi 5,4,3,2,1 Ordinal
oner (kecukupan)

Tabel 3.2 Matrix Faktor Variabel Budaya Memengaruhi Kinerja Perawat Mencapai
SAK Rawat Inap

N Alat Skala
Nama Variabel Hasil ukur
o. ukur pengukuran

Variabel Independent

3 I. Faktor Budaya Hasil/Ra 5,4,3,2,1 dlm skala Sekala


Organisasi (X2) sio Nilai interval Interval
Sub Vari
abel
1. Peraturan Kuesi 5,4,3,2,1 Skala
oner (kepatutan) interval

2. Pelatihan Kuesi Nominal/


oner kategori
3. Penempatan Kuesio Nominal
ner
4 Hukuman/ Kuesio Ordinal/
Rewards ner Nominal
5 Pengadaan dan Kuesio Nominal
Fassilitas ner

Variabel Dependent
i Sutoto, Komite Akreditasi Rumah Sakit(KARS)
ii Wike Dyah Andryani,Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat di RSUD Tugurejo
Semarang, Tesis (2009)
iii Ryco Giptyan Ardika, Hubungan antara Pengetahuan Perawat Tentang Rekam Medis dan Kelengkapan
Pengisisan Catatan Keperawatan, Undip, Semarang 2012
iv Zaidin Ali, Dasar-Dasar Keperawatan Profesional, Konsep Proses Keperawatan, Widya MedikaJakarta 2001,
halaman 68
v Peraturan Men Kes RI No. 1171/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit.
vi UURI tentang Praktek Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tentang kewajiban pelaksanaan sistem dokumentasi
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
vii Rowland and Rowland , Hospital Administration Handbook, Tentang Masalah Turnover di Rumah Sakit, An
Aspen Publication Rockville Maryland, USA, 1986,
viii Dokumen RSU St. Elizabeth (2017)
ix Noor, NN (Prof), Epidemiologi Tentang Odd Rasio, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hal 245

x Prayetni, Kinerja Perawat Belum Optimal, Profesi Kesehatan, Jakarta, Ka Sub Dir Bin Pel Kep RS Kemkes RI,
Kompas, 29 Juli 2015,
xi Zaidin Ali (sama dengan no iv).
xii Gibson dkk, Organization Behavior Structure Processes, tentang Attitudes and Job Satisfaction, McGraw Hill,
Philippines, 2006 hal 109
xiii Delon Y.N. Runtu M.M. Nilam Widyarini, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.
100 Depok 16424, Jawa Barat Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009 110

xiv Prayetni, Kinerja Perawat Belum Optimal, Profesi Kesehatan, Jakarta, Ka Sub Dir Bin Pel Kep RS Kemkes
RI, Kompas, 29 Juli 2015,

xv Prayetni, Kinerja Perawat Belum Optimal, Profesi Kesehatan, Jakarta, Ka Sub Dir Bin Pel Kep RS Kemkes RI,
Kompas, 29 Juli 2015,

Anda mungkin juga menyukai