Tesis CL Edit (SR - Clara)
Tesis CL Edit (SR - Clara)
PENDAHULUAN
pelayanan untuk keselamatan pasien. Kata melawat memberi arti yang sangat dalam yaitu
keselamatan adalah kata yang paling dicari oleh setiap pengunjung, termasuk menguatkan
harapan dari pasien yang dirawat di sana. Harapan selamat akan memberi kepuasan, bila
semua prilaku yang ditampilkan oleh setiap petugas (mayoritas perawat) ditanggapi dan
dialami oleh pasien diarahkan untuk selamat, Salam "5S" (Sapa, Senyum, Sentuh, Sembuh
dan Selamat) adalah kriteria pelayanan yang dilafalkan oleh petugas di dalam melayani
pasien diRumah Sakityang dikelola dengan fokus keselamatan pasien. (KARUMAH SAKIT
2016). (1)i
Gambar 1.1 Paradigma Pelayanan Pasien di Rumah SakitMasa Kini menempatkan Pasien dan
Keluarga sebagai Sentra Pelayanan (KARUMAH SAKIT 2012) (1)
Pedoman KARUMAH SAKIT (Komite Akreditasi Rumah Sakit) menurut Sutoto
bahwa paradigma pelayanan Rumah Sakitsudah berubah dari memusatkan pikiran pelayanan
pada dokter sebagai lokomotif, menjadikan pasien sebagai fokus perhatian pelayanan yang
Anjuran ini sebenarnya sudah sejak lama diupayakan menjadi falsafah pelayanan di
RUMAH SAKIT St Elisabeth, tetapi pedoman itu saja tidak dapat berbuat banyak karena
Motto "Ketika Aku Sakit Kamu Melawat Aku ..." juga selalu harus bermakna
mengingatkan pihak RUMAH SAKIT dalam peran memberikan pelayanan standar, optimal
dan cukup waktu memberikan keselamatan pada pengguna jasa dan pada sesama petugas.
Media komunikasi efektif perlu untuk menjelmakan kondisi pelayanan yang memberi
kepuasan pada semua pihak. Semua pihak artinya bukan hanya pada pihak pasien tetapi juga
pada pihak RUMAH SAKIT. Permasalahan penulis temukan didalam peran aktif dari
kelompok keperawatan rawat inap adalah keperawatan masih banyak yang kurang kompeten
Rumah Sakitakan dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang
diunggulkan, melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia yang mampu karena
terpuaskan. Bila elemen fasilitas sudah teRumah Sakitedia baik dan menyenangkan, tetapi
kualitas pelayanan (kesetiaan) yang diberikan perawat terkendala karena Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) tidak sepenuhnya dikerjakan, akan mengalami saksi organisasi dan
sanksi bisnis yaitu kehilangan pasien. Hal teRumah Sakitebut dapat terjadi bila sebagian
perawat turn over meninggalkan rumah sakit. Rumah Sakitkehilangan banyak pasien, Pasien
yang tidak terpuaskan akan dijauhi oleh calon pasien dan ditinggalkan oleh yang pernah
datang. Pasien akan beralih ke Rumah Sakitlain yang perawatnya mampu memberi
pelayanan standar. Hal teRumah Sakitebut akan sangat merugikan Rumah Sakit. (2) ii
Pelayanan prima di Rumah Sakitakan tercapai jika setiap sumber daya manusia
memahami produk secara mendalam, berpenampilan menarik, beRumah Sakitikap ramah dan
mampu berkomunikasi secara efektif menanggapi keluhan pasien secara empati. (2)
pelayanan yang dianggap setara dengan pelayanan bidang lain seperti bidang pelayanan
medis, diagnostik dan administrasi lainnya. bidang diagnostik, yang langsung terlibat
melayani pasien. Pelayanan keperawatan menurut ahli (Zaidin Ali) adalah aplikasi proses
yang memakai metode ilmiah dan sistematis untuk mengkaji dan mendiagnosis status
mutu dan hasil usaha yang dilakukan pada pasien. Pelayanan Rekam Medis sudah merupakan
bagian terintegrasi yang harus ada di dalam Standar Asuhan Keperawatan (SAK) di rumah
sakit. Sanksi hukum termasuk untuk Rumah Sakitdapat dikenakan bila saja Rumah Sakittidak
pelayanan kesehatan yang global. Iklim peRumah Sakitaingan Rumah Sakitselalu meningkat
tajam memperebutkan bukan hanya jumlah pasien, tetapi juga SDM (administrasi, dokter,
perawat, teknisi dan lain-lain). Kelompok SDM yang mampu memberikan napas kehidupan
dan kelangsungan organisasi rumah sakit. PeRumah Sakitaingan yang lazim terjadi pada
lingkungan Rumah Sakit, bila telah menyulitkan harus dicarikan jalan keluar supaya dapat
dikendalikan dititik minimal. Rumah Sakityang mengalami kendala karena petugas turnover
tidak loyal pada organisasi, harus segera menemukan jalan keluar. (7)vii
Ruang Rawat Inap (Rina) di Rumah SakitSt. Elisabeth, dimana penelitian akan
dijalankan pada masa sebelum bergabung beRumah Sakitama BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) sangat terganggu oleh minimnya angka hunian rawat inap yang rata-rata < 60
%. Kondisi kurangnya minat pengguna jasa mnggunakan jasa rawa inap di RUMAH SAKIT
St Elisabeth pada waktu itu, menyadarkan manajemen untuk segera menjalin kerja sama
karena masyarakat lebih suka menggunakan RUMAH SAKIT yang bekerja sama dengan
asuransi BPJS. Pada tahun terakhir terakhir RUMAH SAKIT St Elisabeth jadi turut
bergabung beRumah Sakitama BPJS dan tingkat BOR dapat melebihi 70%. (8) viii
meningkatkan BOR (Bed Occupancy Rate), yaitu rasio penggunaan fasilitas tempat tidur
rawat inap. Suasana semakin baiknya tingkat BOR sedikit banyaknya mengguncang
peRumah Sakitiapan bidang pelayanan keperawatan yang ada. Perubahan intensitas dan
jumlah kerja yang semakin bervariasi, ditambah kondisi semakin naiknya angka BOR
(>70%) , turut menambah kekurangan relatif dari tenaga kerja keperawatan di ruang rawat
inap. (8)
Kenaikan yang hampir dikatakan drastis tidak hanya berakibat positif pada pencapaian
(kinerja) rawat inap di rumah sakit. Kenaikan angka okupasi fasilitas berarti juga menambah
beban kerja bagi petugas pelayanan rawat inap, karena bila sebelumnya untuk melayani
pasien yang sedikit, pelayanan komplet dapat dikerjakan oleh sejumlah kecil perawat yang
ada, sekarang jumlah perawat itu terasa kurang di kuantitas. Rekrutmen perawat baru
Masalahnya adalah pegawai baru direkrut umumnya mereka yang belum cukup
pengalaman karena biasanya baru tamat dari pendidikan. Mereka pada umumnya belum
memiliki nyali untuk bekerja seperti pelayanan yang diberikan oleh seniornya yang telah
paripurna mengetahui budaya pelayanan standar di rumah sakit. Sementara itu dapat
ditambahkan bahwa di masa terakhir, intervensi KARUMAH SAKIT dan BPJS sangat
intensif dengan SOP-SOP baru yang meliputi pembaharuan SAK dari yang lama menjadi
yang terbaru. Perawat baru tamat belum teRumah Sakitosialisasi melaksanakan prosedur baru
pelayanan standar dan standar BPJS yang mengutamakan model pelayanan minimal untuk
meningkatkan efisiensi, menambah beban pelayan di rawat inap semakin relatif meningkat.
Masalahnya adalah jumlah yang direkrut sekarang ini, dibuat menurut hitungan kebutuhan
tenaga model pelayanan keperawatan yang lama. Model pelayanan perawat model lama tidak
sekarang peerawat selain melaksanakan kewajiban catat mencatat di rekam medis, masih pula
dibebani untuk membantu dokter supaya selalu disiplin, akurat dan cukup melakukan
kegiatan pencatatan pelayanan dokter ke Rekam Medis pasien. Perilaku dokter pelayanan
medis yang pada masa lalu sering melalaikan kelengkapan rekam medis, sekarang sudah
bertambah pada perawat bukan karena mereka malas, tetapi karena ada gap psikologis bahwa
Jumlah perawat sebenarnya memang perlu digandakan tetapi attitude mereka untuk
selalu menambah kompetensi mengerjakan sistem SAK yang dipermodern harus dilanjutkan
berkesinambungan. Pihak manajemen dianjurkan oleh KARUMAH SAKIT dan BPJS untuk
memberikan peluang perawat melakukan pelatihan rutin bahkan kelanjutan pendidikan yang
lebih tinggi. Pada sesi pelatihan manajemen menyadari bahwa mereka yang dihadirkan tidak
bisa diambil dari perawat yang berdinas dalam shift kerja. Akhirnya manajemen mewajibkan
perawat yang sebenarnya "off day" atau dalam "off time" (sesi istirahat shift kerja) untuk
hadir dalam kondisi yang kurang fit. Perawat seterusnya cenderung dapat "mental fatique"
karena masalah rutinitas yang tak kunjung selesai. Suasana monoton dalam pekerjaan akan
Upah kerja yang rata-rata UMR di kota Medan sudah sejak lama menjadi bagian
perawat. Sebagian mereka sebenarnya sudah mampu metoleransi menerima upah seperti itu,
karena sebagian mereka bekerja sambilan di luar jam kerja rutin. tetapi sekarang dengan
kewajiban untuk ikut sesi pelatihan dan lain-lain, penghasilan ekstra itu ikut hilang. Jadi
adalah tepat bila solusi yang dicari adalah solusi untuk mencari jalan kelepasan perawat dari
tekan beban kerja secara paripurna termasuk beban mencari nafkah yang diringankan secara
bermakna.
logis terjadi. Ketika pasien menjadi lebih banyak, beban kerja perawat turut menjadi lebih
pengorganisasian, pelatihan kerja pegawai baru dan beban staf pengendalian keperawatan
keperawatan di unit rawat inap relatif meningkat. Beban pelayanan keperawatan berintensitas
rata-rata tinggi, relatif "overload" karena pada dasarnya masyarakat di Sumatera Utara pada
umumnya sudah terkesan bahwa RUMAH SAKIT dengan reputasi bagus, pada saat sekarang
sudah dapat diakses dengan biaya pelayanan yang ditanggung BPJS. Reputasi yang cukup
baik di Medan dan sekitarnya akhirnya berdampak boomerang karena ketenagaan perawat
Permasalahan riil langsung dirasakan timbul karena beban kerja yang bertambah
karena kolaborasi dengan BPJS menimbulkan dampak kekurangan tenaga keperawatan yang
Keterangan :
Pada survey awal untuk memeriksa apakah ada perbedaan yang bermakna terjadi
terhadap kinerja pegawai (Kelompok perawat dengan > 2 tahun pengalaman, dibandingkan
axd 30 x 10 300
OR = = = = 3 Ada pengaruh yang realistis
bxc 5 x 20 100
bahwa rentang pengalaman yang berbeda dimilik oleh perawat senior dengan pengalamn > 2
tahun, dibandingkan dengan perawat baru dengan pengalaman kerja yang minim, telah
membedakan reputasi dan prestasi kerja yang lebih baik pada perawat senior. Nilai OR > 1
meneguhkan pernyataan bahwa ada perbedaan jenjang penerimaan dari pegawai senior
Survey itu dilaksanakan selama 1 bulan. Pada rentang survey yang melibatkan 2
kelompok perawat dengan masa pengalaman kerja yang berbeda (kelompok senior dengan
masa kerja > 2 tahun dan kelompok perawat baru dengan pengalaman < 1 tahun kerja).
Mereka sesungguhnya telah lebih dahulu dilatih dan diberi kesempatan yang sama untuk
mempelajari suatu bentuk manajemen keperawatan yang baru seperti dianjurkan oleh
penganjur BPJS selama masa peRumah Sakitiapan menjalain kerja sama dengan BPJS.
Kelompok BPJS sama seperti juga KARUMAH SAKIT (Komisi Akreditasi Rumah Sakit)
memberikan paa RUMAH SAKIT yaitu suatu standar pelayanan yang direkomendasi untuk
memperbaharui sistem dan kualitas kerja mereka dengan hal-hal yang baru berkembang,
tetapi keharusan meereka untuk selalu meninggalkan pekerjaan karena kewajiban lain
mengikuti sesi training yang terus menerus. Beban kerja perawat yang dipertambahkan untuk
maksud peningkatan mutu pelayanan, justru jadi menambah berat kewajiban perawat yang
tinggal di ruangan. Beban kerja relatif meningkat kembali dan efektifitas kinerja relatif
menurun.
Hal yang terpantau bermakna dari survey awal adalah adanya perbedaan yang
bermakna bahwa pihak perawat senior dengan pengalaman kerja yang cukup, memiliki
tingkat ketepatan dan akurasi pelayanan yang standar, dibandingkan dengan kompatriot
mereka di kelompok perawat baru dengan pengalaman kerja < 1 tahun. Hal ini bermakna
bahwa akan lebih baik bila Rumah Sakitdapat memperoleh jumlah perawat yang sudah
kerja. (10) x
Ketimpangan dalam kecermatan kerja serta kedisiplinan yang dituntut cukup, tidak
teRumah Sakituplai memerlukan lebih banyak pengorbanan pada pihak RUMAH SAKIT
tenaga perawat skill dengan waktu yang segera. Sementara kebutuhan perawat skill sedang
RUMAH SAKIT lain di lingkungan kota. Kota Medan saat tahun-tahun terakhir diramaikan
oleh bertambahnya jumlah Rumah Sakitbesar seperti jamur di musim hujan, tetapi tidak dapat
Penulis memprediksi bahwa perawat juga memiliki tingkat kepuasan kerja yang
mereka kejar. Perawat memiliki cita-cita karir, memiliki kebutuhan hidup yang lebih baik dan
banyak perawat wanita yang harus ikut suami bekerja di kota lain. Catatan Gibson di dalam
Organization Behavior perlu diterima secara realistis. Perlu disadari bagaimanapun kondisi
organisasi akan selalu diterpa pembaharuan waktu ke waktu karena pembaharuan tidak
pernah berhenti. Perawat meninggalkan suatu Rumah Sakit, tidak akan pernah berhenti
selama tindakan itu adalah hak perawat sepenuhnya. Hal yang penting dipikirkan oleh
RUMAH SAKIT adalah bagaimana membalikkan situasi dari kerugian karena perawat
eksodus, menjadi keuntungan karena Rumah Sakitberubah status menjadi tempat tujuan
"Selamat Datang di Ruang Perawatan Rumah Sakit..." dan motto "Jadikan Pasien Safety
sebagai adalah pusat perhatian pelayanan Rumah Sakitseperti yang dicanangkan BPJS dan
KARUMAH SAKIT adalah karena kelompok kerja yang paling banyak bekerja dan
berhubungan dengan pasien rawat inap adalah perawat. Perawat yang paling perlu dibekali
memuaskan semua pihak. Permasalah riil yang sedang dihadapi saat yaitu turn over perawat
RUMAH SAKIT menjadi ideal untuk memelihara kompetensi, psikologis dan motivasi
perawat menyenangi profesi pelayanan keperawatan dan mendapatkan nilai kinerja SAK
Dalam Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitSanta
Apakah solusi terbaik untuk sakit untuk realistis menciptakan budaya kerja kondusif
di mata perawat, supaya pemahaman individu awal yang tradisionil (pindah kerja),
melalui jalur psikologis, motivasi, pemahaman dan kepuasan kerja yang serasi, memacu
kesetiaan pada kerja sama melaksanakan standar asuhan keperawatan untuk mencapai nilai
1. Mengetahui faktor apa yang memengaruhi perilaku kesetiaan dan kepuasan kerja
2. Mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi pencapaian kinerja perawat dilihat dari
sisi pelaksanaan SAK terbatas khususnya pelaksanaan dokumentasi rekam medis pada
3. Mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemelihara sumber daya
kompetensi perawat baru tanpa mengganggu kebutuhan pelayanan rawat inap apa
3. Masukan pada manajemen untuk lebih arif merevitalisasi fungsi pemeliharaan sumber
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keperawatan adalah benda abstrak yang mengartikan suau proses yang terintegrasi
melayani pengguna jasa (pasien) ataupun anggota masyarakat, teman sesama anggota tim
diracik sendiri oleh penulis berdasarkan makna dituliskan mulai dari Definisi Keperawatan
seperti yang ditulis oleh Zaidin Ali dalam buku Dasar-Dasar Keperawatan halaman 10 s/d 18.
(11) xi
Pengalaman kami selama belasan tahun sebagai perawat di RUMAH SAKIT, bahwa
perawat adalah mereka yang telah diakui memiliki keterampilan yang cukup dalam profesi
institusi pelayanan kesehatan yang resmi. Keberadaan mereka di RUMAH SAKIT adalah
membentuk Komite Keperawatan untuk mengurusi dan menjai juru bicara dari kelompok
Sakiting Clinical Pathways" yang diterbitkan tesendiri mendampingi statuta lain "NuRumah
yang dilakukan oleh Direktur Keperawatan serta para supervisor yang ditetapkan fungsinya
oleh organisasi.
Kewajiban perawat di rawat inap pada dasanya bervaiasi sesuai dengan kekhususan
departemen keperawatan yang dilayani. Setiap departemen atau unit pelayanan memiliki
panduan kerja yang disebut Standar Prosedur Operasional (SPO) yang disyahkan
pemberlakuannya oleh Direktur Rumah Sakit. Perawat pada pekerjaan sehari-hari wajib
melakukan tugas-tugas pelayanan keperawatan paripurna menurut apa yang diarahkan oleh
SOP dan menurut apa yang direncanakan untuk masing-masing pasien menurut Rencana
Keperawatan (Renpra) yang telah dirundingkan beRumah Sakitama di dalam tim kerja.
Satu hal yang sangat penting di dalam setiap pelaksanaan tugas pelayanan adalah
kewajiban dari perawat untuk selalu menulis laporan tentang apa saja yang ia lihat, ia
kerjakan atau yang ia usulkan pada dokumen Rekam Medis pasien. Cukup banyak item yang
wajib dilengkapi perawat di dalam tugas rekam medis dan semua itu wajib dilakukan dengan
seksama dan tidak dilalaikan, dapat dibaca, ditandai tanda tangan, lengkap jam dan tanggal
karena dokumen rekam medis yang baik harus mampu memberi pertanggung jawaban
dokumen dalam mengurusi dan memenuhi fungsi ALFREDS (1. Administratif ; 2. Legalitas;
3. Finansil; 4. Riset; 5. Edukasi; 6. Dokumentasi serta 7. Security dan Safety untuk semua
yang berproses).
Perawat di Medan pada masa sekarang, direkrut terutama dari tamatan Akademi
Keperawatan atau Akademi Kebidanan. Ada sebagian direkrut dari tamatan pendidikan S1
mereka sebagai pegawai keperawatan. Ketentuan dari lisensi uji akreditasi, termasuk izin
pengoperasian suatu RUMAH SAKIT, semua perawat harus cakap dan memenuhi syarat
minimal dari ketentuan yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI. Ketidak mampuan
dari suatu Rumah Sakituntuk melengkapi tenaga keperawatannya secara lengkap, dapat
Suatu fenomena baru mudah terjadi di semua Rumah Sakitdi mana keterampilan yang
seharusnya menyertai setiap tingkat lisensi, tidak dimiliki oleh pemegang lisensi (ijazah)
keperawatan yang dimiliki. Pihak Rumah Sakityang juga dituntut melakukan pengawasan
kulaitas pelayanan para perawat akan mengalami kesulitan bila perawat yang sedang bertugas
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan suatu prosedur standar. Pihak RUMAH SAKIT
memerlukan perawat ahli (terlatih dan berpengalaman) di setiap shift kerja yang ada di unit
rawat inap. Kondisi kekurangan tenaga ahli sering terjadi di beberapa RUMAH SAKIT
karena sebagian besar RUMAH SAKIT yang baru berdiri sulit mendapat perawat ahli dengan
keahlian, hampir serupa dengan suasana perebutan pemain profesional di lingkungan klub
sepak bola profesional. PeRumah Sakitaingan tertutup ataupun terbuka dapat berlangsung
tanpa seorangpun dapat menghalangi berpindahnya perawat profeional dari suat Rumah
Sakitke Rumah Sakitlainnya. Biasanya yang menjadi alasan untuk perawat eksodus ke
RUMAH SAKIT lain adalah tingkat penghasilan (gaji) serta kompensasi lain dan
kemungkinan pengembangan karir yang lebih menjanjikan. Ada beberapa perpindahan
perawat yang tidak mengikuti pola di atas tetapi mere3ka keluar karena harus ikut suami
Pada situasi ekonomi yang sangat kompetitif, kualitas produk yang tinggi saja tidak
cukup untuk memenangkan pertarungan bisnis yang semakin ketat. Kunci untuk dapat
merebut hati pelanggan Rumah Sakitdan membuat pelanggan menjadi loyal adalah dengan
menjual jasa kesehatan bermutu tinggi dan kualitas pelayanan yang excellent. Untuk dapat
menciptakan jasa kesehatan yang prima, Rumah Sakitharus didukung oleh SDM profesional
kunci keberhasilan untuk dapat meningkatkan kinerja Rumah Sakitdimasa depan. Hal ini
pelaksana, bahwa pendidikan dan pelatihan karyawan bukanlah biaya melainkan investasi
yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang pada akhirnya meningkatkan
keperawaatan selaras dengan keberadaan sistem manajemen Rumah Sakit yang sudah
dibenahi minimal sejak gerakan uji akreditasi dean penandatanganan kerja sama dengan
Jaminan Kesehatan Nasional. Kondisi di lapangan yaitu kurangnya tenaga perawat yang
memiliki kompetensi yang mencukupi kebutuhan realistis membuat setiap Rumah Sakit siap
saling merebut tenaga profesional untuk bekerja di Rumah Sakit mereka. Pihak perawat
sendiri yang umumnya masih mendambakan penambahan insentif ataupun nilai kemudahan
memperoleh fasilitas lain dan juga peningkatan karir profesional, akan mengambil jalan
dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan
dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat
Variabel Psikologis
Perilaku Individu
Persepsi
(apa yg dikerjakan)
Sikap
Variabel Individu :
Kepribadian
Kemampuan dan Kinerja Individu
Keterampilan Belajar
(hasil yang diha
Mental Motivasi
Fisik rapkan)
Latar Belakang
Keluarga
Sosial
Pengalaman Variabel :Faktor yg
Demografis
berpengaruh
Umur
Asal-Usul Sumber Daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain Pekerjaan
dari 3 aspek penting Secara skematis determinan kinerja individu dalam organisasi dapat
2.1.5 Aplikasi Faktor Kepuasan Kerja Pada Manajemen Pemeliharaan Sumber Daya
Manusia.
kerja. Beberapa hal utama yang menjadi aspek yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai
kepuasan kerja seorang pegawai (termasuk perawat) menurut Gibson seperti yang
diterangkan berikut.
Kepuasan akan pekerjaan (job satisfaction) adalah suatu sikap idividu terhadap
pekerjaan yang ia kerjakan. Hal teRumah Sakitebut diperoleh dari peRumah Sakitepsi
(tanggapan) pribadinya terhadap objek yaitu pekerjaannya, berbasis pada fkator-faktor yang
ada di lingkungan pekerjaan seperti gaya kepemimpinan, peraturan dan prosedur kerja,
afiliasi kelompok kerja, kondisi pekerjaan dan manfaatnya. Lima diantara yang sedemikian
1. Pembayaran, yaitu jumlah penerimaan upah dan rasa kepatutan yang ditanggapi.
2. Pekerjaan, yaiu sejauh mana tugas kerja disikapi menarik dan kesempatan yang
5. Sesama rekan kerja, sejauh mana rekan kerja beRumah Sakitahabat, berkompeten dan
mendukung.
2.1.6 Iklim organisasi, stres kerja, dan kepuasan kerja pada perawat
Penelitian yang dilakukan oleh Delon Y.N. Runtu M.M. Nilam Widyarini, Fakultas
Psikologi UniveRumah Sakititas Gunadarma Depok, bertujuan untuk menguji kontribusi iklim
organisasi dan stres kerja terhadap kepuasan kerja. Subjek penelitian mereka adalah perawat
bagian rawat inap di Rumah Sakit X di Jakarta Timur dengan jumlah responden sebanyak
150 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode angket yang langsung
diisi oleh responden. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik regresi
kepuasan kerja.
2. Variabel stres kerja memengaruhi dengan koefisien 7.2% (0.072) terhadap kepuasan
kerja.
3. Iklim organisasi dan Stres kerja secara Rumah Sakit sama-sama memberikan
Laporan diatas menunjukkan bahwa ada koefisien pengaruh dari iklim organisasi
(organization culture) dan stres kerja (job stress) terhadap kepuasan kerja (job satisfaction).
Opini penulis terbangunkan untuk kemudian membuat prasangka (hipotesa) ada pengaruh
dari faktor faktor faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam penerapan
standar asuhan keperawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun
2016, sehingga cendrung timbul konsistensi kekeliruan kerja atau justru turnover pada
Peneliti Runtu dan Widyarini di atas mengutip pendapat tulisan ahli lain :
1. Bahwa hasil penelitian mereka sesuai dengan pendapat Robbins (1998) yang mengatakan
bahwa salah satu faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah kondisi kerja yang
mendukung. (13)
2. Bahwa hasil penelitian mereka sesuai dengan pendapat Moody (1996) dan Graito (1991)
yang mengatakan ada hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan iklim organisasi,
bekerja maka akan semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh individu yang
3. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat perbedaan kepuasan kerja perawat
dilihat dari bangsal tempatnya bekerja. Perawat yang bekerja di bangsal VIP kepuasan
kerjanya lebih tinggi dibandingkan perawat yang bekerja di bangsal ICU. Hal teRumah
Sakitebut disebabkan karena di bangsal VIP, biasanya perawat merawat pasien dengan
kondisi yang sudah lebih baik (beban kerja lebih ringan) Namun, tidak demikian halnya
yang dialami oleh para perawat yang menghuni bangsal ICU. Para pasien dalam bangsal ini,
biasanya berada dalam kondisi yang kritis, dengan segala kemungkinan buruk yang dapat
Prayetni Ka Su Dir Bin Yan Kep Rumah Sakit/Kem Kes RI mengatakan bahwa
Kinerja Keperawatan Indonesia dinilai belum optimal karena perawat masih bekerja di luar
lingkup praktik keperawatan. Keperawatan memerlukan model kerja dan peraturan yang
lebih jelas agar perawat lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan pasien xiv Hal lain yang
dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pasien adalah tentang apa yang menjadi
kebutuhanan pasien.
Prayetni menekankan bahwa peran keperawatan adalah strategis, namun bila peran
strategis itu tidak diikuti dengan pengetahuan yang jelas tentang tugas-tugas inti keperawatan,
mereka tetap tidak berkompetensi dan tidak fokus memenuhi kebutuhan pasien. Ketidak
mampuan itu akan mengurangi nilai saing Rumah Sakit untuk menarik lebih bayak pasien.
Pihak manajemen Rumah Sakit yang kurang mempehatikan hal-hal yang paling dibutuhkan
pasien, juga akan mendapat dampak negatif yaitu berkurangnya poRumah Sakiti utilisasi
guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan
atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian
keseluruhan, melalui penilaian teRumah Sakitebut maka dapat diketahui kondisi sbenarnya
tentang bagaimana kinerja karyawan. Penilaian pelaksanaan pekerjaan atau penilaian prestasi
kerja (appraisal of performance) adalah sistem yang digunakan untuk menilai dan
sekelompok tertentu yang digunakan untuk menyusaikan diri dengan permasalahan internal
atau eksternal organisasi (Schein 1997). Pendapat dari beberapa pakar menyatakan bahwa
budaya organisasi adalah kepercayaan, norma, nilai, sikap dan keyakinan yang dibentuk oleh
para anggota kelompok yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya (Robbin,
2006).
Budaya organisasi ada disetiap institusi atau lembaga termasuk rumah sakit. Budaya
organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan
dengan Rumah Sakitlainnya. Hal yang dapat disimpulkan dari budaya organisasi adalah cara
berpikir, bekerja, dan berperilaku anggota organisasi dalam hal ini perawat dalam melakukan
tugas di lingkungan kerjanya. Setiap organisasi atau instutusi pelayanan termasuk Rumah
Sakitmemiliki budaya organisasi yang spesifik dan unik yang menjadi pembeda dengan
Rumah Sakitlainnya.
2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi adalah untuk beradaptasi dengan lingkungan external dan
tepat mengenai seluruh tugas yang harus dilakukan individu dalam organisasi.
5. Budaya sebagi mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendalian yang
Manajemen
Puncak
merupakan budaya asli organisasi yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam kriteria yang
tepat. Tahap selanjutnya falsafah dasar organisasi yang diturunkan manajer puncak yang
bertugas menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif dan dapat diterima oleh seluruh
rumah saki merupakan hal penting. Mewurut Mukhlas (2005), budaya organisasi Rumah
Sakitadalah pedoman atau acuan mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat,
tenaga kesehatan lainnya dalam berinterksi antar mereka dan berinterksi dengan ruamh sakit
lain.
Keberadaan perawat di Rumah Sakitmerupakan bagian yang penting dari berbagai
macam tim kesehatan yang ada, oleh karena itu penciptaan nilai-nilai dasar yang dijadikan
pedoman bekerja bagi semua anggota Rumah Sakitdapat diikutsertakan oleh peran perawat.
Selain itu kemampuan perawat dalam pelayanan keperawatan secara profesional dipengaruhi
oleh budaya orgnasisasi ditempat perawat bekerja, karena nilai-nilai antar satu Rumah
Menurut Ancok (1995) dalam Bijaya (2006), instrument yang sudah valid di suatu
negara belum tentu valid jika digunakan dinegara lain budayanya berbeda. Menurut Schein
(1985) dalam Veccho (1995) menjelaskan bahwa proses survey dapat digunakan untuk
Organizational Culture Survey (Denison, 2000). Model ini didasarkan pada pene;itian yang
vberlangsung lebih dari 15 tahun dan melibatkan 1000 organisasi yang dilakukan oleh
menggambarkan focus perhatian organisasi pada faktor internal dan eksternal sebuah
organisasi . Kelebihan dari format ini adalah mudah dan cepat diimplementasikan dan dapat
Denisn meliput empat karakteristik yaitu keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi
sebagai berikuit :
1. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi yang merupakan
organisasi. Karakteristik ini meliputi nilai dan norma pemerdayaan, orientasi Tim dan
pengembangan kapabilitas.
2. Penyesuaian adalah kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam
inti.
5. Misi adalah arahan pada pencapaian tujuan jangka panjang yang bermakna pada
organisasi (meaningful long term). Misi menjelaskan tujuan dan arti yang
Penentuan suatu standar dibuat tidak terlalu tinggi akan sulit untuk pencapaiannya dan
juga tidak terlalu rendah, karena mudah pencapaianya namun tidak berkualitas. Jadi standar
harus dibuat dalam minimal atau maksimal atau kisaran yang telah disepakati (Depkes RI,
dicapai.
5. Meyakinkan, artinya mewakili peRumah Sakityaratan yang ditetapkan.
Terpenuhi atau tidaknya suatu standar dibutuhkan suatu batasan dalam pencapainnya.
Batasan pencapaian suatu standar disebut indikator. Dalam pelayanan kesehatan indikator
Sakityaratan minimal unsur yang terkait dalam unsure masukan, unsur proses dan unsur
lingkungan.
yang diberikan kepada klien pada berbagai tatanan layanan kesehatan dengan proses
keperawatan yang berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dan etikat
keperawatan dalam lingkungan wewenang serta tanggung-jawab keperawatan (Hamid, 2000).
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien mencakup kebutuhan dasar manusia (bio-
Proses keperawatan adalah metode yang sistematik dan rasional dalam merencanakan
mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah kesehatan yang aktual atau
risiko, membuat perencanakan sesuai dengan kebutuhan yang telah diindentifikasi dan
dalam NuRumah Sakitalam, 2001). Menurut Konzier (1995) karakteristik proses keperawatan
adalah :
a. Merupakan sistem terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan dari, keluarga,
berkesinambungan.
c. Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individu dan spesifik untuk memenuhi
kebutuhan klien.
d. BeRumah Sakitifat interpeRumah Sakitonal dan kolabarasi .
e. Menggunakan perencanakan dan mempunyai tujuan.
f. Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam mencari jalan
kepada klien, digunakan standar praktik keperawatan melalui proses keperawatan yang
merupakan suatu siklus yang terus berlanjut, proses keperawatan diawali dengan kegiatan
pengkajian saat pasien masuk rumah sakit. Pengkajian bertujuan untuk menggali informasi
yang penting (data) yang akan digunakan untuk menyusun diagnosis keperawatan setelah
yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang
dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada
Bentuk Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas dan dalam bentuk
Rekam medis tidak hanya wajib diisi dan dilengkapi oleh dokter dan dokter gigi
terdiri, tapi wajib juga diisi oleh siapapun (termasuk perawat) yang diperkenankan melakukan
intervensi pelayanan kesehatan pada pasien. Perawat di Rumah Sakitjustru memiliki peran
lebih banyak karena sebagai pendamping para dokter ataupun dokter gigi, wajib mencatat
sendiri apa saja yang mereka lakukan melayani pasien. melakukan observasi, mengendalikan
terapi dalam kewenangan perawat, menanyai dan mencatat hal-hal yang dikeluhkan pasien,
melaporkan apa saja yang perlu dilaporkan pada dokter dan hal yang paling unik adalah,
memeriksa apakah pihak dokter telah menuliskan pelayanan mereka pada catatan rekam
medis.
Kesulitan perawat sebagai pendamping dokter dalam hal kelengkapan rekam medis
adalah mensupervisi apakah dokter telah melaksanakan pencatatan dengan terbaca dan
dilengkapi tanda tangan. Semua pencatatan dokumen rekam medis rawat inap, bila ditemukan
tidak lengkap oleh pihak KLPCM (petugas Ketidak Lengkapan Pencatatan Catatan Medis di
karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan
baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi
Konteks mengapa pelayanan rekam medis dianggap penting dan dipilih menjadi suatu
bagian penting diutamakan pada penelitian ini, karena keberadan rekam medis memberikan
kemudahan pencarian data. Untuk dapat memastikan bahwa penelitian dapat diselesaikan di
rentang penelitan yang teRumah Sakitedia, objek yang dijadikan sebagai kinerja keperawatan
cukp memadai bila dibuat di kegiatan asuhan rekam medis, yang adalah satu dari sekian
banyak kewajiban pelayanan wajib dilaksanakan oleh setiap perawat di RUMAH SAKIT.
Jadi dengan ketetapan bahwa Rekam Medis sebagai satu kewajiban perawat yang wajib
perawat sebagai kewajiban, dapat dipantau langsung dari berkas rekam medis.
Perawat wajib menulis apapun yang ia lihat, ia periksa, ia berikan, ia anjurkan pada
pasien di berkas rekam medis. Apa yang ia tulis di rekam medis harus ia tandai dengan tanda
tangan. Kinerja perawat secara autentik apat ditelusuri melalui catatan rekam medis. Proses
penilaian kinerja perawat akan menjadi lebih mudah dipantau dan dinilai karena ada bukti
tertulis.
Secara psikologis perawat dapat memperoleh dampak buruk kalau mereka tidak
mengerti apa manfaat rekam medis dalam organisasi pelayanan ksehatan modern. Pada masa
sekarang sudah ada ketentuan tentang kewajiban melaksanakan prosdur catat rekam medis
untuk semua perawat tanpa kecuali. Segala sesuatu yang kemudian diteguhkan menjadi suatu
kewajiban baru di dalam profesi keperawatan dapat dianggap sebagai suatu pembaharuan
yang tidak selalu dapat diterima sepenuhnya oleh perawat. Bila pada masa lalu masalah RM
tidak cukup disorot sebagai yang maha penting, pada masa sekarang RM justru lebih sering
harus dipantau dan disempurnakan oleh pihak manajemen rumah sakit. Hal yang menjadi
masalah adalah tanggapan perawat yang lalu merasa bahwa pencatatan rekam medis adalah
suatu rutinitas yang monoton dan dapat dianggap sebagai sesuatu yang berlebih-lebihan.
Pencatatan berkas di ruang rawat inap dapat dianggap sebagai menambah beban kerja,
sementara pekerjaan fisik melayani kebutuhan pasien saja sudah terasa overload.
bagian pengendali khusus yaitu Rekam Medis. Perawat, sam dengan dokter adalah petugas
yang diwajibkan melaksanakan kewajiban menulis apa yang dilaksanakan pada pasien, dan
melaksanakan apa yang mereka tulis di rekam medis. Peraturan pelayanan UUPK 2004 untuk
dokter dan Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis serta UU Kes
No. 44 Tahun 2009 telah menetapkan bahwa pengabaian kewajiban rekam medis bagi
petugas pelayanan kesehatan Rumah Sakitterhadap rekam medis adalah pelanggaran hukum
Apa saja yang wajib dilakukan di dalam pencatatan berkas rekam medis oleh perawat
adalah mencatat semua hasil pemeriksaan vital sign, perencanaan pelayan, hasil perawatan
khusus, kondisi pasien, edukasi perawat, terapi diberikan, kelengkapan diagnosa oleh dokter,
resume pasien pulang, informed consent yang wajib dikerjakan oleh perawat tertentu di
kronolgi jam dan hari perawatan. Ketidak lengkapan, atau kecerobohan dan kelalaian
petugas adalah pelanggaran SOP keperawatan yang dapat dikenakan sanksi hukuman kode
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
11. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan ksehatan.
12. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
kepadanya, dan merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat
dinilai dari hasil kerjanya. Gibson mencatat ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja
2.4 Hipotesis
Ada pengaruh dari Variabel Individu, Variabel Psikologis dan Variabel Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Individu Perawat Rawat Inap RUMAH SAKIT St Elisabeth
Medan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross
sectional (potong lintang) yang bertujuan untuk memprediksi pengaruh faktor faktor internal
dan eksternal individu perawat antara variabel yang terdapat dalam lingkungan satu populasi
Elisabeth).
Waktu penelitian adalah waktu yang merujuk kepada periode pelaksanaan penelitian.
Waktu penelitian dilakukan mulai dari peneliti melakukan survei pendahuluan pada tanggal
Desember 2016, dilanjutkan dengan pengambilan data ke lapangan sampai dengan selesai
3.3.1. Populasi
Populasi adalah sejumlah perawat ruangan di seluruh ruang rawat RUMAH SAKIT St
Elisabeth. Jumlah mereka di periode penelitian ini sebanyak 275 orang perawat. Populasi
juga merupakan lingkupan dari seluruh karakteristik perawat yang ada di rumah sakit.
33
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sejumlah kecil yang terukur dari jumlah populasi. Sampel penelitian
merupakan sebagian dari populasi yang di ambil sebagai sumber data dan dapat mewakili
seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan quota
sampling, yaitu teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu
sampai jumlah (jatah) yang diakui scara konvensi patut dan sahih mewakili seluruh populasi.
Jumlah sampel diambil dari hitungan populasi perawat di pertengahan tahun. Angka
sampel perawat dalam penelitian dihitung dengan rumus perhitungan sampel anjuran Slovin
N populasi
n sampel =
1 + Npopulasi x (d2)
275
n sampel = = 73 orang
1 + 275 x (0,12)
Jadi jumlah sampel yang dimasukkan ke dalam penelitian = 73 orang pasien rawat
inap. Pemilihannya dibuat menurut kuota semua jumlah sampel yang diklasifikasi menjadi 2
kelompok perawat menurut lama pengalaman mereka. Sebagian perawat ada yang memiliki
pengalaman kerja di S St Elisabeth > 2 tahun. Sebagian ada yang baru bekerja < 1 tahun.
Penetapan jumlah sampel untuk perawat senior dan perawat junior dibuat propoRumah
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer
merupakan peRumah Sakitepsi perawat rawat inap di RUMAH SAKIT. Alat pengumpul data
langsung oleh peneliti. Kuesioner dibentuk memenuhi kebutuhan jawaban pertanyaan butir-
butir kuesioner.
Dalam penelitian ini teknik yang dipakai berbentuk angket tertutup dengan 5 unit skala
ordinal (Likert).
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan atau keahlian
suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Uji validitas
terhadap kuesioner adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur, sehingga dapat diketahui kuesioner yang kita susun teRumah
Sakitebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur dengan menggunakan uji korelasi
pada setiap pertanyaan. Semua pertanyaan mempunyai korelasi yang bermakna (construct
validity) yang berarti pertanyaan didalam kuesioner dapat mengukur yang ingin kita ukur. Uji
Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau diandalkan. Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran
itu tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Uji reliabilitas dalam penelitian ini
Penelitian ini memakai 2 kelompok variabel atau faktor yang akan diperhitungkan didalam
analisis statistik. Kelompok itu adalah variabel independent dan variabel dependent.
kelompok (faktor) yaitu : 1) faktor demografis; 2) faktor psikologis dan 3) faktor budaya
Faktor variabel latar belakang individu adalah suatu faktor menyatukan nilai semua
variabel demografis, latar belakang, unsur fisiologis, ekonomi, pekerjaan dari individu
yang diduga dapat memberi pengaruh terhadap kinerja profesinya sebagai perawat. Di
dalam model penelitian ini faktor demografis perawat tidak memasukkan unsur-unsur
psikologis.
Faktor variable psikologis individu terdiri dari unsur-unsur psikologi yang dianggap
catatan rekam medis sudah dilaksanakan sejak awal ketika seorang perawat
Sakitepsi, masalah boredom, masalah motivasi, masalah tak acuh dan enggan. Bila
masalah terkait mental fatique karena rekam medis menghinggapi perawat, kinerja
Budaya Organisasi yang terkait dengan kinerja perawat termasuk kinerja di rekam
medis sangat terkait dengan kebijakan, standar prosedur operasional sistem informasi,
pelatihan lokal, pengadaan sarana, pengendalian sistem dan pemberia rewards pada
pegawai yang melaksanakan pekerjaan terpuji termasuk di bidang rekam medis. Bila
3.5.2 Definisi operasional variabel dependent nilai kinerja dalam variabel (Y)
peneliti menjadi variabel dependent (Y) kinerja perawat, karena pekerjaan melengkapi
catatan rekam medis di berkas rekam medis adalah standar yang paling mudah dapat dipantau
bagaimana pencapaiannya. Pencatatan berkas RM sendiri adalah bagian SAK. Pencatatan itu
sendiri lebih mudah diperiksa apakah dilaksanakan memenuhi standar atau tidak memenuhi
Tabel 3.2 Matrix Faktor Variabel Budaya Memengaruhi Kinerja Perawat Mencapai
SAK Rawat Inap
No Alat Skala
Nama Variabel Hasil ukur
. ukur pengukuran
Variabel Independent
N Alat Skala
Nama Variabel Hasil ukur
o. ukur pengukuran
Tabel 3.2 Matrix Faktor Variabel Budaya Memengaruhi Kinerja Perawat Mencapai
SAK Rawat Inap
N Alat Skala
Nama Variabel Hasil ukur
o. ukur pengukuran
Variabel Independent
Variabel Dependent
i Sutoto, Komite Akreditasi Rumah Sakit(KARS)
ii Wike Dyah Andryani,Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat di RSUD Tugurejo
Semarang, Tesis (2009)
iii Ryco Giptyan Ardika, Hubungan antara Pengetahuan Perawat Tentang Rekam Medis dan Kelengkapan
Pengisisan Catatan Keperawatan, Undip, Semarang 2012
iv Zaidin Ali, Dasar-Dasar Keperawatan Profesional, Konsep Proses Keperawatan, Widya MedikaJakarta 2001,
halaman 68
v Peraturan Men Kes RI No. 1171/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit.
vi UURI tentang Praktek Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tentang kewajiban pelaksanaan sistem dokumentasi
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
vii Rowland and Rowland , Hospital Administration Handbook, Tentang Masalah Turnover di Rumah Sakit, An
Aspen Publication Rockville Maryland, USA, 1986,
viii Dokumen RSU St. Elizabeth (2017)
ix Noor, NN (Prof), Epidemiologi Tentang Odd Rasio, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hal 245
x Prayetni, Kinerja Perawat Belum Optimal, Profesi Kesehatan, Jakarta, Ka Sub Dir Bin Pel Kep RS Kemkes RI,
Kompas, 29 Juli 2015,
xi Zaidin Ali (sama dengan no iv).
xii Gibson dkk, Organization Behavior Structure Processes, tentang Attitudes and Job Satisfaction, McGraw Hill,
Philippines, 2006 hal 109
xiii Delon Y.N. Runtu M.M. Nilam Widyarini, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.
100 Depok 16424, Jawa Barat Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009 110
xiv Prayetni, Kinerja Perawat Belum Optimal, Profesi Kesehatan, Jakarta, Ka Sub Dir Bin Pel Kep RS Kemkes
RI, Kompas, 29 Juli 2015,
xv Prayetni, Kinerja Perawat Belum Optimal, Profesi Kesehatan, Jakarta, Ka Sub Dir Bin Pel Kep RS Kemkes RI,
Kompas, 29 Juli 2015,