Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut
untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
(Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI,
2000).

2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku anusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting
hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting
kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku
yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan
frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan
pada masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin
telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk
child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga,
sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

b. Faktor sosial budaya


Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura
(1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa
internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang
dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.

c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata
menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama
pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor
kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll.
Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku),
lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino
GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

4. Tanda dan Gejala


Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara observasi : muka merah,
pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, memaksakan
kehendak, memukul dan mengamuk.

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan


adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Rentang Respon
Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
yang ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Gambar 1. Rentang Respon
Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif
sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan
suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan
proses penyampaian pesan dari individu. Orang
yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak
dituruti atau diremehkan. Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal
(asertif) sampai pada respon yang tidak normal
(maladaptif).

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang
dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak
teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah
(HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi
maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-
bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal
ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain
(resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
g. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat
mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif).
Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau
menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefektif).
B. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


Gambar 2.Pohon Masalah
C. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

D. DATA YANG PERLU DIKAJI


Data yang perlu dikaji :
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan/amuk
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jikasedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Risiko perilaku kekerasan

F. TINDAKAN KEPERAWATAN GENERALIS


1. Tujuan: Klien mampu
a. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta
akibat dari perilaku kekerasan
b. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1:
tarik nafas dalam dan cara fisik 2: pukul kasur/ bantal
c. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum
obat secara teratur
d. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal/
bicara baik-baik
e. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
spiritual
2. Tindakan keperawatan generalis
a. Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab, dan akibat perilaku
kekerasan serta melatih latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur
bantal
1) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku
kekerasan
2) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik
1: tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur atau bantal
3) Melatih klien dengan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara fisik 1: tarik nafas dan fisik 2: pukul kasur atau bantal
4) Melatih klien memasukkan latihan tarik nafas dalam dan pukul
kasur/ bantal ke dalam jadwal kegiatan harian.
b. Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar,
manfaat atau keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat:
1) Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis, dosis,
frekuensi, cara, orang, dan kontinuitas minum obat).
2) Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum
obat dengan klien
3) Melatih klien cara minum obat secara teratur
4) Melatih klien memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke
dalam jadwal kegiatan harian
c. Melatih cara verbal/ bicara baik-baik
1) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal
atau bicara baik-baik
2) Melatih klien cara verbal/ bicara baik-baik
3) Melatih klien memasukkan kegiatan verbal/ bicara baik-baik
minum obat ke dalam jadwal kegiatan harian
d. Cara spiritual
1) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan denga spiritual
2) Melatih klien cara spiritual
3) Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke dalam jadwal
kegiatan harian
G. TINDAKAN KEPERAWATAN GENERALIS PADA KELUARGA
1. Tujuan: Keluarga mampu
a. Mengenal masalah resiko perilaku kekerasan
b. Mengambil keputusan untuk merawat klien resiko
perilaku kekerasan
c. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk
klien resiko perilaku kekerasan memanfaatkan pelayanan kesehatan
untuk follow up kesehatan klien resiko perilaku kekerasan dan
mencegah kekambuhan
2. Tindakan
a. Menjelaskan masalah resiko perilaku kekerasan
1) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien resiko
perilaku kekerasan
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya
resiko perilaku kekerasan
b. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien
resiko perilaku kekerasan
1) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada
klien resiko perilaku kekerasan.
2) Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien resiko
perilaku kekerasan
c. Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien resiko perilaku
kekerasan
1) Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku kekerasan
2) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
3) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
minum obat dengan prinsip 6 benar
4) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien
dengan cara verbal/bicara baik-baik
5) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien
dengan cara spiritual
d. Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang
terapeutik bagi klien resiko perilaku kekerasan
1) Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam
perawatan klien
2) Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung
perawatan klien
3) Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya
dalam merawat klien
e. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk follow up, cara rujukan kesehatan klien dan mencegah
kekambuhan
1) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
tersedia
2) Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
3) Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambu
4) Menjelaskan dan menganjurkan follow updan merujuk klien ke
pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan


Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP. Jakarta:
Selemba Medika
Sembiring, E.2011.Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 19 April 2014 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27602/4/Chapter
%20II.pdf.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3,
Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Wijayanti, D.Y., Sari, S.P., & Dwidiyanti, M. (2017). Modul Manajemen Asuhan
Keperawatan Jiwa. Semarang: Undip Press
Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi. Bandung: PT.Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai