Laporan Maes BP Kelompok 4
Laporan Maes BP Kelompok 4
ii
RINGKASAN
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
meningkatkan produksi dan menekan biaya variabel. Sedangkan untuk
permasalahan belum optimalnya pengelolaan pascapanen yang sederhana dan
pemasaran dapat diketahui dengan menggunakan indikator efisiensi
pemasaran.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB 2
PROBLEMATIKA WILAYAH
3
tersebut, diberi tanaman pembatas yakni pohon kopi. Pohon kopi tersebut
bermanfaat dalam menahan erosi tanah pada lahan terasering tersebut.
4
(Kalshoven, 1981). Pada lahan petani terdapat juga Cabuk merah yang
menyerang tanaman jeruk. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan
penggunaan pestisida untuk mengurangi serangan Cabuk merah.
4. Penyakit Blendok
Salah saatu penyakit yang banyak menyerang pada perkebunan
jeruk adalah penyakit blendok atau penyakit diplodia. Penyakit blendok
disebabkan oleh cendawan yang bernama Botryodipoda theobromae.
Cendawan ini biasanya menyerang tanaman yang rentan serta berada pada
kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi pathogen (Triwiratno 2011
dalam Sugiyatno 2014). Petani menyebut penyakit blendok dengan
penyakit busuk kulit batang.
Faktor yang mempengarui persebaran penyakit blendok adalah
kondisi lahan yang kekeringan, terjadi pelukaan, perbedaan suhu siang dan
malam hari yang tinggi, pemeliharaan yang tidak optimal dan kurangnya
kebersihan lahan. Pada lahan petani, pengendaliannya menggunakan
pestisida untuk mencegah penyakit menyerang.
5
Penanaman yang terlalu rapat akan mengakibatkan kurang optimalnya
tanaman dalam menyerap unsur hara. Selain persaingan unsur hara, kanopi
tanaman juga akan saling bertemu dan menutupi sehingga terjadi persaingan
cahaya matahari. Kanopi tanaman yang terlalu rapat dapat mempengaruhi
iklim mikro lahan. Iklim mikro yang lembab akan menguntungkan bagi
penyakit tanaman dan mempercepat persebarannya.
6
2.6 Analisis Pendapatan
Rincian mengenai analisi pendapatan pada perkebunan jeruk milik
Bapak Suroso yang menggunakan 5 jenis varietas dan ditanam dengan cara
tumpang sari dengan tanaman kopi dan jahe, sebagai tanaman sampingan.
Perkebunan jeruk ini ditanam pada lahan seluas 2 ha dengan jarak tanam 4 x
4 meter yang dapat dipanen setelah tanaman berumur 4 tahun serta dapat
berkelanjutan panennya setiap tahun sampai dua kali masa panen. Adalah
sebagai berikut:
Pendapatan
Hasil panen 12 ton atau 12.000 kg, serta dapat 2 kali panen setiap tahun.
Maka hasil yang diperoleh = 12.000 kg x Rp. 6.000,- (musim panen 1)
= Rp. 72.000.000,-
= 12.000 kg x Rp. 3.500,- ( musim panen 2)
= Rp. 42.000.000,-
Jadi total pendapatan adalah Rp. 114.000.000,-
7
Analisis
Retrun and Cost Ratio (R/C ratio) = Pendapatan
Total Biaya
= Rp. 114.000.000
Rp. 53.600.000
= 2,13
Jika nilai R/C ratio lebih besar dari satu, maka usahatani tersebut layak.
Jika sebaliknya nilai R/C ratio kurang dari satu maka usahatani tersebut tidak
layak. Maka, hasil analisa diatas menunjukkan bahwa nilai R/C ratio 2,13 > 1
berarti usahatani tersebut layak.
8
BAB 3
PELAKSANAAN DAN PRAKTEK BUDIDAYA
9
memiliki kecocokan untuk ditanami jeruk dan berpotensi untuk menghasilkan
produksi jeruk yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
10
x 4 m (kel. jeruk keprok), 5 x 6 m (kel. jeruk manis), 6 x 7 m (kel. Jeruk
pamelo). Maka rekomendasi yang dapat dilakukan ialah dengan mengubah
besarnya jarak tanam yang dilakukan oleh bapak Suroso pada lahannya
tersebut menjadi jarak tanam yang sesuai untuk penanaman jeruk agar dapat
berdampak baik pada produksi jeruk yang dapat optimal. Penanaman jeruk
dengan mengubah jarak tanam ini dapat berpengaruh juga terhadapt tanaman
nantinya apabila sudah besar, karena kanopinya akan saling menaungi jika
jarak tanam tidak diperlebar. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Noor,
Hidayat dkk bahwa Jarak tanam jeruk yang dianjurkan adalah 5 m, agar
ujung-ujung kanopi daun dari satu pohon tidak bertemu dengan yang lainnya
jika pohon sudah besar.
Selanjutnya ialah mengenai adanya masalah organisme pengganggu
tanaman (OPT) pada lahan jeruk tersebut. Pada lahan ditemukan OPT yakni
lalat buah (Bactrocera sp.) dan penyakit blendok oleh cendawan yang
bernama Botryodipoda theobromae. Permasalahan munculnya OPT ini tidak
dilakukan penanganan yang tepat oleh bapak Suroso, dikarenakan hanya
menggunakan bahan kimia berupa insektisida dan fungisida. Hal tersebut
sangat tidak dianjurkan, dikarenakan penggunaan bahan kimia dapat menyita
waktu serta tenaga, terutama pada pertanaman yang luas sedangkan
penyemprotan insektisida sintetik dapat berpengaruh buruk terhadap
konsumen karena residu pada buah dapat ikut termakan. Selain itu, sifat
serangga yang selalu bergerak sehingga banyak aplikasi penyemprotan
pestisida yang tidak tepat sasaran dan mengakibatkan semakin meningkatkan
biaya aplikasi pestisida (Sunarno,2011). Sehingga rekomedasi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah OPT tersebut ialah dengan tidak
menggunakan bahan kimia seluruhnya, mnamun dapat dikombinasikan
dengan perlakuan lain agar penggunaan baha kimia tersebut dapat
diminimalisir. Rekomendasi yang dapat dilakukan ialah dengan pemberian
PGPR diawal penanaman, selain itu dapat dilakukan pula dengan
memberikan yellow trap di lahan lahan jeruk tersebut. Upaya lain yang
dapat dilakukan untuk pengendalian lalat buah yang aman bagi lingkungan
dan efisien adalah menggunakan bahan kairomon seperti metil eugenol
11
sebagai atraktan untuk memerangkap lalat buah jantan. Penggunaan atraktan
dengan menggunakan bahan metil eugenol merupakan cara pengendalian
yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif . Pengendalian lalat buah
juga dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam bentuk dan
warna perangkap, (Kardinan dalam Sunarno, 2011).
12
BAB 4
ANALISIS USAHATANI
Harga bibit buah jeruk ialah Rp. 15.000,-/bibit, yang diperlukan dalam
penanaman ialah sebanyak 100 bibit jeruk sehingga diperlukan Rp. 15.000.000,-.
Pupuk anorganik seharga Rp. 800.000,-/100 bibit sehingga membutuhkan Rp.
8.000.000,- untuk 100 bibit dan juga pupuk organik seharga Rp. 750.000,- setiap
100 bibit sehingga dibutuhkan Rp. 30.000.000,-. Untuk upah tenaga kerja
diperlukan Rp. 30.000,- untuk 2 orang/100 bibit sehingga mengeluarkan biaya Rp.
600.000,- yang mana total modal yang dibutuhkan untuk usaha tani jeruk oleh
Bapak Suroso ialah sebesar Rp. 53.000.000,-.
Berdasarkan modal dan keterangan dari Bapak Suroso yang telah didapat
bahwa hasil panen yang diperoleh pada musim panen 1 ialah sebesar Rp.
72.000.000,- dan pada musim panen 2 ialah sebesar Rp. 42.000.000,- sehingga
total pendapatan Bpk Suroso ialah sebesar Rp. 114.000.000,-. Keuntungan yang
didapat oleh bapak Suroso ialah sebesar Rp. 60.400.000,-. Dalam hal ini bapak
Suroso mengalami keuntungan karena keuntungan yang didapat melebihi modal
atau dapat balik modal kembali. Serta berdasarkan analisa Return and Cost Ratio
(R/C ratio) menunjukkan bahwa nilai R/C ratio tersebut 2,13 yang mana jika nilai
R/C ratio lebih dari 1 maka usahatani tersebut layak.
13
BAB 5
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyatno, Agus. 2014. Proses Invensi Menuju inovasi Jeruk Keprok Batu 55.
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika- Inovasi
Hortikultura Pengungkit Peningkatan Pendapatan Rakyat 91-99
Sukarmin dan F. Ihsan. 2008. Teknik persilangan jeruk (Citrus sp.) untuk
perakitan varietas unggul baru. Buletin Teknik Pertanian. 13(1):12-15.
TPPS, 1999
15
LAMPIRAN
16