Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Penyakit Trofoblas Gestasional (PTG)


a. Definisi
Penyakit trofoblas Gestasional (PTG) adalah kelainan proliferasi trofoblas
pada kehamilan, berupa suatu spektrum tumor yang berasal dari sito dan
sinsiotrofoblas yang menginvasi miometrium, merusak jaringan disekitarnya dan
pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan.1-3 Trofoblas adalah jaringan
yang pertama kali mengalami diferensiasi pada masa embrional dini kemudian
berkembang menjadi jaringan ekstraembrionik dan membentuk plasenta yang
merupakan interfase janin-maternal. Penyakit trofoblas dapat berupa tumor atau
keadaan yang merupakan predisposisi terjadinya tumor. Klasifikasi Penyakit
trofoblas gestasional terbagi atas : Lesi Molar dan Lesi non molar. Lesi molar
berupa Mola hidatidosa komplit atau parsial dan mola invasif. Sedangkan lesi non
molar berupa Koriokarsinoma, Placental Site Tropoblastik Tumor (PSTT) dan
Tumor trofoblastik epiteloid.1

b. Epidemiologi
Keganasan ini dapat berasal dari molahidatidosa dan non molahidatidosa.
Keganasan yang berasal dari molahidatidosa 23%. Sedangkan insidensi mola
hidatidosa itu sendiri 0,26-2,1 dari tiap 1000 kehamilan.4
Penelitian epidemiologi melaporkan variasi yang luas mengenai insidensi
mola hodatidosa. Di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan Eropa
menunjukkan insidensi mola hidatidosa antara 0,57-1,1 per 1000 kehamilan,
sedangkan penelitian di Asia Tenggara dan Jepang menunjukkan insidensi yang
lebih besar yaitu 2,0 per 1000 kehamilan. Investigasi terhadap perbedaan insidensi
antar etnik dan ras menunjukkan adanya peningkatan insidensi mola hidatidosa
pada Indian Amerika, Eskimo, Spanyol dan Afrika Amerika.5
Beberapa faktor risiko yang berpotensi sebagai etiologi mola hidatidosa
parsial dan komplit telah dievaluasi. Dua faktor risiko yang telah ditetapkan
adalah usia maternal yang ekstrim dan kehamilan mola sebelumnya. Usia
maternal yang lanjut atau sangat muda berkorelasi dengan peningkatan kejadian
mola hidatidosa komplit. Dibandingkan dengan wanita usia 21-35 tahun, risiko
mola komplit 1,9 kali lebih tinggi pada wanita usia >35 tahun dan <21 tahun serta
7,5 kali lebih tinggi pada wanita usia >40 tahun. Kehamilan mola sebelumnya
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya kehamilan mola berikutnya.
Risiko pengulangan kehamilan mola setelah satu kali mola adalah 1%, atau
sekitar 10-20 kali pada populasi umum.5

3.2 Mola hidatidosa


a. Definisi
Mola hidatidosa adalah plasenta dengan vili korialis yang berkembang
tidak sempurna dengan gambaran adanya pembesaran edema dan vili vesikuler
sehingga menunjukan berbagai ukuran trofoblas proliferatif yang tidak normal.
Mola hidatidosa terdiri dari mola hidatidosa komplit dan parsial.1
b. Faktor risiko
Faktor risiko mola hidatidosa adalah nutrisi (asupan karoten rendah,
defisiensi vitamin A) dan usia maternal.1
c. Tanda dan gejala
Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan walaupun bentuknya
patologis. Pada bulan-bulan pertama kehamilan nya tidak berbeda dengan
kehamilan biasa yaitu dimulai dengan amenorea dan mual muntah, lama kelamaan
lebih sering terjadi hiperemesis dan keluhannya lebih hebat. Uterus lebih besar,
adanya perdarahan per vaginam berupa bercak-bercak sedikit intermitten atau
sekaligus banyak, pada pemeriksaan laboratorium kadar HCG meningkat tanpa
ada penurunan.6
d. Tatalaksana
Setelah diagnosis ditegakkan dan dilakukan pemeriksaan penunjang
(pemeriksaan darah lengkap, hCG dan foto thoraks) maka dilakukan dengan
kuret hisap dan dilanjutkan dengan kuret tumpul kavum uteri. Selama dan setelah
prosedur evakuasi, diberikan oksitosin intra vena. Jika setelah evakuasi awal
gejala (perdarahan per vaginam) menetap maka perlu dikonsultasikan dengan
pusat skrining sebelum dilakukan pembedahan.1
Pemantauan ketat pasca evakuasi mola sangat penting untuk
mengidentifikasi pasien berisiko keGestasionalan. Pemeriksaan kadar HCG
dilakukan tiap minggu hingga diperoleh tiga kali kadar negative, kemudian enam
kali kadar HCG normal yang diperiksa sebanyak enam kali disertai pemeriksaan
panggul. Jika kadar HCG meningkat, maka perlu dilakukan pemeriksaan foto
thoraks. Pasca kehamilan dengan penyakit trofoblas gestasional, pasien tidak
dianjurkan hamil hingga kadar HCG normal selama 6 bulan. Pil kontrasepsi
kombinasi dan terapi sulih hormone aman digunakan setelah kadar HCG menjadi
normal. Setelah kehamilan mola, jika pasien menginginkan sterilisasi operatif
maka dapat dipertimbangkan histerektomi dengan mola insitu.1

Indikasi pemberian kemoterapi pascaevaluasi mola:1


- pola kadar hCG mengalami regresi abnormal (peningkatan kadar hCG >10%
atau kadar hCG menetap tiga kali dalam pemeriksaan 2 minggu)
- terjadi rebound hCG
- diagnosis histologi koriokarsinoma atau placental site trophoblastic tumor
- terdapat metastasis
- kadar hCG tinggi (> 20.000 mIU/ml selama lebih dari 4 minggu pasca
evakuasi)
- kadar hCG meningkat secara menetap 6 bulan pascaevakuasi

3.3 Mola infasif


Mola invasif adalah keganasan pasaca mola hidatidosa (MH) yang

ditandai dengan vili korialis atau gelembung mola yang terletak diantara otot-otot

miometrium. Jenis TTG ini sudah lama dikenal dengan istilah koriokarsinoma

destruens atau mola destruens (Ewing ), sedangkan Tjokronegoro S menggunakan

istilah koriokarsinoma villosum. Pada mola invasif vili korialis dan sel

trofoblasnya dapat menembus miometrium maupun parametrium.

Sekitar 10-17% dari mola hidatidosa akan menyebabkan mola invasif, dan

sekitar 15% dari jumlah ini akan bermetastasis ke paru atau vagina. Mola invasif

lebih sering didiagnosis secara klinis daripada patologi berdasarkan kenaikan hCG

yang menetap setelah evakuasi mola dan lebih sering diobati dengan kemoterapi

tanpa diagnosis histopatologi.5

3.4 Plasental site trophoblastic tumor (PSTT)


PSTT adalah suatu penyakit yang sangat jarang yang timbul dari tempat
implantasi plasenta dan terutama terdiri dari trofoblas mononuklear intermediet
tanpa infiltrasi vili korion di dalam lembaran-lembaran atau tali-tali antara serat-
serat myometrial. PSTT berhubungan dengan invasi vaskular yang kurang,
nekrosis, dan perdarahan yang lebih dari koriokarsinoma, dan memiliki
kecenderungan untuk bermetastase ke sistem limfatik. Pewarnaan
imunohistokimia memperlihatkan adanya sitokeratin yang difus dan laktogen
plasenta manusia, dimana hCG hanyalah fokal. Studi sitogenik telah
memperlihatkan bahwa PSTT lebih sering diploid daripada aneuploid . Sebagian
besar PSTT mengikuti kehamilan nonmola.5
Semula PSTT dianggap sebagai suatu kelainan yang jinak, karena tidak
bermetastasis dan tindakannya cukup dengan kuret dan histerektomi saja,oleh
karena itu PSTT tidak dimasukkan dalam TTG. Tahun 1980 diketahui bahwa
penyakit ini dapat bermetastasis dan bahkan dapat menyebabkan kematian.Varian
TTG terbaru ini dinamakan PSTT, karena dianggap berasal dari tempat insersi
plasenta, suatu kehamilan biasa.Tetapi kemudian, Fisher melalui penelaahan gen,
membuktikan bahwa PSTT juga dapat berasal dari mola hidatidosa.
Karena tidak ada gambaran yang khas, baik klinis, laboratoris, maupun
pencitraan, diagnosisnya tidak dapat dibuat dari pre-tindakan. Umumnya
diketahui secara kebetulan dari hasil kuret, histerekopi dan histerektomi.

3.5 Epithelioid trophoblastic tumor (ETT)


Epithelioid trophoblastic tumor (ETT) adalah varian jarang dari PSTT
yang menstimulasi karsinoma. Berdasarkan sifat morfologi dan histokimia,
kelihatannya ini berkembang dari transformasi neoplastik trofoblas intermediet
tipe korionik. Sebagian besar ETT timbul beberapa tahun setelah persalinan
aterm.5

3.6 Koriokarsinoma
a. Definisi

Koriokarsinoma merupakan tumor Gestasional yang terdiri dari lapisan-


lapisan sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas dengan perdarahan, nekrosis, dan
invasi pembuluh darah yang jelas. Tumor ini digolongkan sebagai karsinoma
epitel korionik tetapi pola pertumbuhan dan metastasisnya bersifat sarkoma.1
Metastasis seringkali terjadi pada tahap dini dan hematogen karena afinitas
sel-sel trofoblas terhadap pembuluh darah. Tempat metastasis paling sering adalah
paru-paru (sekitar 75%) dan vagina (sekitar 50%). Metastasis pada paru
memberikan empat gambaran khas yaitu pola alveolar atau badai salju, densitas
bulat, efusi pleura, serta emboli akibat oklusi arteri pulmoner dan dapat
menyebabkan hipertensi pulmoner.1

b. Etiologi dan faktor risiko

Koriokarsinoma berasal dari epitel trofoblas dan menunjukkan gambaran


bagian sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Tumor ini dapat berasal dari hasil
konsepsi berupa kelahiran hidup, kelahiran mati, abortus, kehamilan ektopik, atau
mola hidatidosa, atau pun timbul ab initio.1

Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya koriokarsinoma antara lain:7

Faktor ovum yaitu ovum yang sudah patologik


Immunoselektif dari trofoblas dengan kematian fetus, pembuluh darah pada
stroma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan akhirnya
terjadi hiperflasia sel-sel trofoblas
Keadaan social eonomi yang rendah akan berpengaruh terhadap pemenuhan
gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum
abnormal yang mengarah terbentuknya mola hidatidosa.
Ibu dengan paritas tinggi memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada
kehamilan berikutnya sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang
menjadi mola hidatidosa dan berikutnya menjadi koriokarsinoma
Infeksi virus dan faktor kromosom

c. Klasifikasi
Klasifikasi neoplasma trofoblas gestasional dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi NTG berdasarkan FIGO1

Stadium Deskripsi
Stadium I Penyakit terbatas pada uterus
Stadium II NTG meluas keluar dari uterus tetapi terbatas pada organ
genitalia (adneksa, vagina, ligamentum latum)
Stadium NTG meluas ke paru-paru dengan atau tanpa melibatkan
III saluran genitalia
Stadium Semua tempat metastase lainnya
IV

d. Epidemiologi
Frekuensi terjadinya koriokarsinoma di Amerika Serikat dan Eropa antara
1 : 20.000 sampai 1 : 40.000 kehamilan. Perkiraan insiden koriokarsinoma di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin secara umum lebih tinggi, dengan frekuensi yang
pernah dilaporkan 1 : 500 sampai 1000 kehamilan. Di Nigeria, koriokarsinoma
merupakan tumor terbanyak ketiga pada wanita, setelah karsinoma payudara dan
serviks uteri. Perbedaan frekuensi ini mengasumsikan bahwa kondisi sosial
ekonomi atau faktor makanan dapat berperan pada terjadinya penyakit tropoblas.8
e. Patofisiologi
Bentuk tumor trofoblas yang sangat Gestasional ini dapat dianggap
sebagai suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan
metastasis nya mirip dengan sarcoma. Faktor-faktor yang berperan dalam
tranformasi keGestasionalan korion tidak diketahui. Pada koriokarsinoma,
kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasive dan menyebabkan
erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium akan
terjadi perdarahan, kerontokan, dan infeksi permukaan. Massa jaringan yang
terbenam di miometrium dapat meluas keluar, muncul di uterus sebagai nodul-
nodul gelap irregular yang akhirnya menembus peritoneum.1

f. Diagnosis
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa pembesaran rahim,
perdarahan dan syok, ekspulsi gelembung mola, anemia dan gejala sekunder.
Adapun penegakan diagnosis dari koriokarsinoma ini didapatkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.9
1. Anamnesis / keluhan
Terdapat gejala-gejala hamil muda yang terkadang lebih parah dari kehamilan
biasa
Kadang timbul tanda toksemia gravidarum
Terdapat perdarahan per vaginam baik sedikit maupun banyak,tidak teratur,
berwarna kecoklatan,
Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan seharusnya (lebih
besar)
Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)
yang merupakan diagnosa pasti.

2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi: wajah terlihat pucat dan berwarna kekuning-kuningan yang disebut
dengan mola face, jika gelembung mola keluar maka akan sangat terlihat
dengan jelas.
Palpasi: Uterus lebih besar / membesar tidak sesuai dengan tuanya usia
kehamilan, teraba lunak, tidak teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin,
adanya fenomena harmonica yaitu darah dan gelembung mola keluar dan
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
Auskultasi: tidak terdengar bunyi Denyut Jantung Janin (DJJ), terdengar
bising dan bunyi yang khas.
Periksa dalam: Terdapat pembesaran rahim, rahim teraba lunak, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalisdan cavum vagina, serta
evaluasi keadaan serviks.

3. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium
Menurut The Intenational Federation of Gynecology and Oncology (FIGO)
menetapkan beberapa criteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG
termasuk koriokarsinoma adalah:1
- Menetapnya kadar -hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau
lebih (missal hari 1,7,14 dan 21)
- Kadar -hCG meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut (missal hari
1,7 dan 14)
- Tetap terdeteksi -hCG sampai 6 bulan pasca evaluasi mola
- Gambaran patologi anatomi menunjukkan koriokarsinoma.

Untuk kasus koriokarsinoma yang berasal dari mola hidatidosa, diagnosis


lebih mudah dibuat karena sebelumnya mereka pasti sudah diberi informasi
tentang adanya kemungkinan keganasanan dan diharuskan unuk melakukan
follow up selama satu tahun. Bila follow up ditemukan distorsi dari kurva
regresi -hCG sebelum minggu ke-12 atau kenaikan lagi setelah pernah
mencapai kadar normal, kemungkinan adanya keganasan sudah dapat
dipikirkan, hanya saja tidak lagsung disebut koriokarsinoma, melainkan
Persistent Trophoblastic Disease (PTD), karena belum dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi.9

Untuk kasus yang didahului oleh jenis kehamilan lain seperti abortus,
kehamilan ektoopik atau aterm, diagnosis lebih sulit ditegakkan, untuk itu
Acosta Sison mengusulkan criteria Hbes, yang berarti:10
H : Having expelled a product of conception
B : Bleeding
Es: Enlargement and softness of the uterus

Jadi menurut Acosta Sison, pada semua wanita yang pernah mngeluarkan hasil
kehamilan, apapun jenisnya, kemudian mengalami perdarahan per vaginam
yang disertai adanya subinolusi uterus, maka wanita tersebut patut dicurigai
adanya keganasan, ditambah dengan adanya kenaikan kadar -hCG atau
tanda-tanda metastasis lainnya.6
USG
Biasanya akan tampak masa kompleks dengan disertai adanya
neovaskularisasi, kadang juga menunjukkan adanya ancaman perforasi.6
Patologi Anatomi
Umumnya gambaran patologi anatomi nya menunjukkan adanya sel-sel
trofoblas yang atipik, tanpa vili korialis, disertai hemoragi dan nekrosis.6
g. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan terapi koriokarsinoma dapat dilakukan
dengan:6
1. Kemoterapi
Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitf terhadap obat-obatan
kemoterapi, dari hasil survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi
pasien dengan koriokarsinoma mengalami kesembuhan 90-95%.6

PTG risiko rendah, skor WHO kurang dari 6, FIGO Stadium
1, II, dan III :4
a. Metotreksat 0,4 mg/KgBB 1M tiap hari selama 5 hari,
diulang tiap 2 minggu
b. Metotreksat 1,0 mg/KgBB selang satu hari sampai 4
dosis dengan ditambahkan Leukovorin 0,1 mg/KgBB
24 jam setelah MTX, diulang tiap 2 minggu.
c. Metotreksat 50 mg/m2 diberikan secara mingguan.

d. Actinomycin-D 1,25 mg/m2 diberikan tiap 2 minggu


-
e. Actinornycin-D 12 ug/KgBB IV tiap hari selama 5
hari diulang tiap 2 minggu. Protokol ini digunakan
pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
f. Metotreksat 250 mg infus selama 12 jam, diulang
tiap 2 minggu
g. Kemoterapi dilanjutkan 1 atau 2 kali setelah kadar hCG
normal.

PTG risiko tinggi, FIGO stadium I, II, III dengan skor WHO
lebih dari atau sarna dengan 7 atau stadium IV.

Terapi primer adalah EMA-CO (Etoposide, MTX, Actinomycin,


Cyclophosphamid dan Oncovin (Vincristine). Jika respon kurang
baik atau resisten alternatif lain adalah :4
- MA - PA (Etoposide, MTX, Actinomycin - Cisplatin dan
Adriamycin)
- EMA - EP (Etoposide, MTX, Actinomycin - Etoposide
Platinum).
Jika EMA-EP resisten dapat diberikan alternatif:
- Paclitaxel - Cisplatin
- Paclitaxel - Etoposide 13
- Paclitaxel - 5 FU
- ICE (Iphosphamid , Cisplatin, dan Etoposide)
Gambar 1. Bagan penanganan Penyakit Trofoblas Gestasional
Gambar 2. Bagan penanganan Penyakit Gestasional
2. Operasi
Tujuan tindakan operasi pada koriokarsinoma adalah:6
Mengontrol perdarahan
Mengurangi atau menghilangkan massa tumor
Mengurangi kompresi terhadap organ
Operasi hanya merupakan tindakan tambahan saja, karena pada
prinsipnya kita ingin mempertahankan fungsi reproduksi. Indikasi
dilakukan tindakan operasi adalah sebagai berikut:6
Indikasi absolute : Perdarahan per vaginam yang tidak terkontrol
secara medika mentosa, perforasi uterus, terutama bila disertai akut
abdomen
Indikasi relatif : uterus lebih besar dari 14 minggu, ancaman
perforasi uterus berdasarkan hasil USG, kemoterapi gagal, jumlah
anak cukup.
Histerektomi bukanlah merupakan satu-satunya jenis operasi pada
koriokarsinoma. Pada keadaan dimana massa tumor tidak terlalu besar,
soliter, dan berkapsul jelas, dapat dipikirkan untuk melakukan tindakan
reseksi parsial uterus, terutama bagi pasien yang masih menginginkan
fngsi reproduksi. Jenis operasi lain yang dapat dilakukan adalah
ekstirpasi metastasis dii vulva/vagina, lobektomi, atau kariootomi
untuk metastasis paru dan otak yang resisten terhadap agen
kemoterapi. Apapun jenis operasinya harus selalu diikuti dengan
pemberian kemoterapi.6
Soper membagi tindakan histerektomi menjadi dua bagian, yaitu
histerektomi primer bila dilakukan sebelum tindakan kemoterapi dan
histerektomi sekunder dilakukan bila kemoterapi pertama di anggap
gagal. Untuk tindakan ekstirpasi yang umum dilakukan adalah dengan
membuat pullstring ligation pada dasar tangkai, keudian memotong
tangkai tersebut diatas ikatan tadi. Cara ini banyak diakukan pada
kasus dengan tangkai yang tidak terlalu besar, dan hubungannta denga
dinding vagina tidak terlalu erat. Teknik ini akan sukar dilakukan jika
metastasis pada vaginanya berdasar lebar. Untuk itu sebaiknya mukosa
diatas tumor dibuka, lalu massa tersebut dikeluarkan secara digital.
Seteah perdarahan dirawat, mukosa diktutup kembali. Setelah tindakan
ekstirpasi harus selalu dipasang tampon vagina selama 24 jam.6
3. Radiasi
Radioterapi banyak dilakukan pada stadium IV dengan metastasis di
otak. Begitu diagnosis ditegakkan langsung dilakukan whole brain
irradiation, dengan dosis 3000 cGy. Dosis tersebut diberikan dalam
10 kali fraksi. 6

h. Prognosis
Prognosis dari koriokarsinoma dilihat berdasarkan skor faktor risiko yang
di formulasikan oleh FIGO seperti tabel 2.2

Tabel 2.2 Skor faktor risiko menurut FIGO

Variabel Skor faktor risiko menurut FIGO


0 1 2 4
Usia (tahun) - 40 >40 -
Kehamilan aterm Mola Abortus aterm -
sebelumnya hidatidosa
Interval (bulan) <4 4-6 7-12 >12
sejak indeks
kehamilan
Kadar hCG <103 103-104 >104- >105
sebelum terapi 105
(mIU/ml)
Ukuran tumor - 3-4 cm 5 cm -
terbesar termasuk
uterus
Tempat - Lien/ginjal Saluran Otak/hepar
metastasis GI
Jumlah 0 1-4 5-8 >8
metastasis yang
teridentifikasi
Kegagalan - - Obat 2 obat
kemoterapi tunggal
sebelumnya
Risiko rendah : skor total 4
Risiko sedang : skor total 5-7
Risiko tinggi : skroe total 8

Dapus

1. Prawirohardjo S. Gangguan pada masa bayi, kanak-kanak pubertas,


klimakterium dan senium. Dalam : Wantania J, Loho MF, editors. Ilmu
kandungan. Edisi III. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta,2011:208-.

2. Berek S, Jonethan. Novaks Gynecology International Education. 12 th Ed


1996: 1269-82
3. Pernoll Ml. Gestational Trophoblastic Diseasse, curent Obstetric and
Gynecology . Diagnosis and treatment. 7th Ed a lange Medical book 995-
1005.

4. HOGI. Pedoman Pelayanan Medik Kanker Gynekologi. Ed 2. Hal 77.

5. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology,


clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease,
and management of hydatidiform mole. Diunduh dari
http://www.journalsconsultapp.elsevier-
eprints.com/uploads/articles/ajog1.pdf, 13 Juni 2014.

6. Marthaadisoebrata D. Buku pedoman pengelolaan penyakit trofoblas


gestasional. Jakarta: EGC,2005;7-42

7. Anonymus. Tumor trofoblastik plasenta cite. Diakses tanggal 10 Oktober


2016. Available from www.digilib.unsri.ac.id/download /pstt.pdf.

8. Mazur MT, Kurman RJ. Gestational trophoblastic disease and related


lesions Dalam: Kurman RJ, penyunting. Blaustein`s pathology of the
female genital tract. Edisi ke-4. New York : Springer-Verlag, 1994;
h.1049-86.

9. Hacker, Moonre. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta:


Hipokrates,2001

10. Cunningham F, Kennet L, Steven B, John H, Larry G. William Obstetric:


implantation, embryogenesis, and placental development. Ed 22; McGraw
Hill:Philadelphia;2005.p.49-82.

Anda mungkin juga menyukai